Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN BELAJAR MANDIRI

LEARNING ISSUE

DISUSUN OLEH:

Rara Intan Rahmawati

04011182227025

Dosen Tutor:

dr. Ardesy Melizah, M.Gizi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2024
LEARNING ISSUE

1. Patofisiologi STEMI

Syndroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Coronary Syndrome (ACS), adalah
suatu kumpulan gejala nyeri dada iskemik yang akut dan perlu penanganan segera.
SKA merupakan sindroma klinis akibat adanya penyumbatan pembuluh darah
koroner, baik bersifat intermitten maupun menetap akibat rupturnya plak
atherosklerosis. Aterosklerosis adalah pengerasan dan penyempitan arteri secara
progresif akibat timbunan lemak dengan disertai peradangan. Aterosklerosis dapat
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard yang
menyebabkan nekrosis miokard. Penyebab utama hal ini terjadi karena adanya
faktor yang mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat
dari proses sekunder seperti hipoksemia atau hipotensi dan faktor-faktor yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. 3

Penyebab yang paling umum adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik yang
mengarah pada penyelesaian oklusi arteri atau oklusi parsial dengan embolisasi
distal dari bahan trombolitik. Plak aterosklerosis merupakan kumpulan dari sel
yang mengalami inflamasi, sel debris, sel otot polos, dan berbagai jenis kolesterol,
ester, beberapa terbentuk dari kristaloid kolesterol. Inti dari lemak ini terbentuk
dalam suatu plak yang berada dibawah tudung jaringan ikat yang terbentuk dari
kolagen, sel otot polos, dan elastin.
3

Sindrom koroner akut sesungguhnya merupakan respons imunologik akut


tertentu yang berlebihan, sehingga dapat terbentuk trombus (bekuan darah) yang
besar dan menutup rongga (lumen) pembuluh darah koroner yang sudah
mengalami aterosklerosis. Aterotrombosis yang terjadi dapat menyebabkan
penutupan sebagian (oklusi parsial) atau keseluruhan pembuluh darah koroner.
Karena itu sebab gejala klinis sindrom koroner akut sangat beragam dari terbentuk
trombus kecil (mikro trombus), trombus besar (makro trombus) besar, sampai
infark miokard akut yang berat. Kerusakan endotelium merupakan kecenderungan
(predisposisi) untuk terjadi pelekatan (adhesi) trombosit yang berlangsung dengan
cepat.2
Kondisi sindrom koroner akut melibatkan tersumbatnya plak ateroma yang
terlepas sehingga mengganggu aliran darah. Akibatnya seseorang akan merasakan
gejala nyeri dada seperti ditindih benda berat, menjalar ke tangan kiri hingga ke
rahang, menembus ke punggung, mual ataupun muntah, keringat dingin, serta
dirasakan cukup lama akibat tidak adanya suplai darah menuju sel otot jantung.
Disaat sumbatan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama, oksigen
yang bersirkulasi tidak akan mencukupi kebutuhan sel otot jantung. Hal inilah
yang membuat awal mula kematian dari sel otot dan menimbulkan gejala nyeri.
Tentunya sumbatan yang bersifat keseluruhan di pembuluh darah yang besar akan
lebih signifikan secara klinis dibandingkan di area lain. Terhentinya pasokan inilah
yang menjadi awal mula terjadi infark sel-sel otot miokard jantung.2
STEMI (ST segment elevation myocardial infarction) dapat terjadi karena
karena terdapat aterosklerosis koroner yang berkembang menjadi trombosis.
Aterosklerosis koroner dan adanya fibroatheroma tutup tipis risiko tinggi (TCFA)
dapat menyebabkan ruptur plak onset mendadak. Hal ini menyebabkan perubahan
pada endotelium vaskular yang menghasilkan kaskade adhesi, aktivasi, dan
agregasi platelet yang menghasilkan pembentukan trombosis. STEMI terjadi jika
thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2
Penumpukan lemak pada vaskular menandakan terjadinya aterosklerosis. Hal
ini mengakibatkan timbulnya plak yang meningkatkan inflamasi dan kerusakan
vaskular (Palasubramaniam, Wang dan Peter, 2019). Ruptur plak akan
menyebabkan perubahan endotel vaskular dengan adanya kaskade aktivasi platelet
yang berujung pada timbulnya trombosis. Trombosis ini akan menghambat laju
darah dan menimbulkan gambaran ST elevasi. Kurangnya asupan oksigen dari
darah akan menyebabkan iskemia sel, kerusakan miokardial, dan disfungsi
mikrovaskular sehingga STEMI terjadi.1

Gambar 1. Critical Determinants Of myocardial Infarct Injury


(Fabrizio et all, 2016)
Gambar 2. Anti-Inflammatory therapy in myocardial infarction
(Fabrizio et all, 2016)

Gambar 3. Spektrum dan Definisi SKA (Satoto, 2014)


Aliran Darah Koroner
Pada jantung normal kebutuhan oksigen miokard disuplai secara kontinyu
oleh arteri koroner selama aktivitas normal, kebutuhan oksigen miokard naik
akan menaikkan aliran arteri koroner. Suplai oksigen miokard bergantung
pada oksigen content darah dan coronary blood flow. Oksigen content
bergantung pada oksigenasi sistemik dan kadar hemoglobin, sehingga bila
tidak anemia atau penyakit paru aliran oksigen koroner cenderung konstan.
Bila ada kelainan maka aliran koroner secara dinamis menyesuaikan suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen sel.3

Berdasarkan proses patofisiologi dan derajat keparahan myokard iskemik


dapat digambarkan sebagai berikut:
Stable Angina Stable angina kronik adalah manifestasi yang dapat
diramalkan, nyeri dada sementara yang terjadi selama kerja berat atau stres
emosi. Umumnya disebabkan oleh plak atheromatosa yang terfiksir dan
obstruktif pada satu atau lebih arteri koroner. Pola nyerinya berhubungan
dengan derajat stenosis. Seperti yang digambarkan saat atherosclerosos
stenosis menyempitkan lumenarteri koroner lebih dari 70% menurunkan
kapasitas aliran untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Saat aktivitas fisik berat,
aktivitas sistim saraf meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan
kontraktilitas yang meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen. Selama
kebutuhan oksigen tak terpenuhi, terjadi iskemik miokard diikuti angina
pectoris yang mereda bila keseimbangan oksigen terpenuhi. Sebenarnya
oksigen yang inadekuat selain disebabkan oleh atheroscleosis juga disebabkan
oleh kerusakan endotel namun pada kasus ini vasodilatasi distal dan aliran
kolateral masih berlangsung baik sehingga kebutuhan oksigen masih bisa
diseimbangkan dengan cara beristirahat.3
Unstable angina Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri
dada saat aktivitas berat namun kemudian masih tetap berlangsung saat
istirahat. Ini adalah tanda akan terjadi infark miokard akut . Unstable angina
dan MI akut merupakan sindrom koroner akut karena ruptur dari
atherosclerotic plak pada pembuluh darah koroner.3

Tabel 1. Jenis Jenis Sindroma Koronaria Akut (Satoto, 2014)

Infark Miokard
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction
=STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan
elevasi ST.3
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memacu STEMI karena berkembangnya
banyak aliran kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkanoklusi
arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid
rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red
trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons
terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokonstriktor lokal yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki
afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen di mana keduanya
adalah molekul multivalen yag dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara
simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.3

Gambar 4. Grafik Aliran Darah Koroner dan Stenosis Arterial (Satoto, 2014)

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli arteri koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.3
Non STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan oksigen demand miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan inti
lipid besar dan fibrous cap tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti lemak
yang cenderung rupture mempunyai konsenterasi ester kolesterol dengan proporsi
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak terdapat proses
inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6.IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati.3

Gambar 5. Patofisiologi Pada sindroma Angina (Satoto, 2014)

Keterkaitan dengan skenario:

Berdasarkan skenario bahwa Tn.M merupakan seorang direktur dengan beban


kerja tinggi sehingga pelepasan kortisol dan epinefrin dapat terjadi sebagai respons
dari stres yang dialaminya. Peningkatan sekresi kortisol dapat menyebabkan
resistensi pada zat anti inflamasi sehingga tubuh Tn. M dapat lebih mudah
mengalami aterosklerosis. Pelepasan adrenalin dapat mengaktivasi saraf simpatetik
secara jangka panjang dan bersama kortisol dapat berperan dalam perkembangan
hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, sindrom metabolik, serta
meningkatkan risiko Tn.M mengalami penyakit kardiovaskular.
1. Riwayat Tn.M yang merokok juga berpengaruh pada kinerja organ tubuh
karena adanya peningkatan radikal bebas (stres oksidatif) yang menyebabkan
perubahan vaskular dan pengurangan laju darah ke otot sehingga dapat
menyebabkan resistensi insulin. Rokok juga merusak pankreas dengan
meningkatkan aktivitas lipase hepar yang menimbulkan cell injury dan nekrosis
2. Olahraga dapat meningkatkan ambilan glukosa ke otot sehingga glukosa darah
menurun dan kontrol glukosa darah berlangsung dengan baik. Akan tetapi,
Tn.M yang jarang berolahraga dapat menyebabkan kontrol glukosa yang buruk
dan beresiko pada resistensi insulin (DMT2), serta peningkatan resiko penyakit
kardiovaskular
3. Mengalami obesitas dengan nilai BMI Tn.M sendiri adalah 32 dan tergolong
sebagai obesitas. Dalam keadaan obesitas, tubuh akan memiliki jumlah lemak
yang berlebih dan dapat mengganggu pengikatan reseptor insulin yang berujung
kepada resistensi insulin.
4. Resistensi insulin akan menyebabkan jaringan kurang mendapatkan asupan
glukosa sehingga terjadi kompensasi dengan glukoneogenesis dan lipogenesis.
Akibatnya, jumlah FFA meningkat dan dapat memperparah keadaan resistensi
insulin. Resistensi insulin juga menstimulasi produksi endotelin-1, yang
semakin meningkatkan vasokontriksi dan aterogenesis. Dalam keadaan
resistensi insulin yang lebih lama, hiperinsulinemia akan menyebabkan
stimulasi lipogenesis de novo, aktivasi gen inflamasi, peningkatan kolesterol
LDL yang semakin meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.

2. Prognosis (NCBI)
Angka kematian dalam 30 hari pada pasien dengan infark miokard dengan
elevasi ST berkisar antara 2,5% hingga 10%. Sistem penilaian yang paling umum
digunakan untuk kematian 30 hari adalah skor risiko TIMI. Sistem penilaian TIMI
mempertimbangkan:1
a. Usia lebih dari 75 tahun (3 poin); Usia 64 hingga 74 (2 poin)
b. Diabetes, hipertensi, atau riwayat angina (1 poin)
c. Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mm Hg (3 poin)
d. Denyut jantung lebih dari 100 denyut per menit (2 poin)
e. Killip kelas II hingga IV (2 poin)
f. Berat badan kurang dari 150 lbs (1 poin)
DAFTAR PUSTAKA

1. Akbar H, Foth C, Kahloon RA, dkk. Infark Miokard ST-Elevasi Akut.


[Diperbarui 2023 31 Juli]. Di: StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL):
Penerbitan StatPearls; 2024 Januari-. Tersedia dari: https://www-ncbi-nlm-
nih-gov.translate.goog/books/NBK532281/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
2. Fabrizio Montecucco, Federico Carbone, Thomas H. Schindler, Patofisiologi
infark miokard elevasi segmen ST: mekanisme dan pengobatan baru,
European Heart Journal , Volume 37, Edisi 16, 21 April 2016, Halaman
1268–1283, https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehv592
3. Satoto H. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner, Jurnal Anestesiologi
Indonesia, Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014, halaman 209-224,
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/viewFile/9127/7385

Anda mungkin juga menyukai