Anda di halaman 1dari 9

STEP 7: Pembahasan

1. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST/Non ST Elevation Miocard Infark


(NSTEMI)
A. Epidemiologi
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama
kematian di amerika serikat. NSTEMI (Non ST-Elevation Miocardial
Infarction) adalah salah satu manifestasi akut kondisi ini. Pada tahun
2004, pusat nasional untuk statistik kesehatan dilaporkan dirawat di
rumah sakit 896.000 penderita infark miokard (MI). [1]
B. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstrikai koroner sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkakn nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Kedaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis. [1]
C. Patofisiologi
Kejadian

infark

miokard

diawali

dengan

terbentuknya

aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.


Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque
di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke
dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan
lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan
terjadi. [1]
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes
mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi
menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap

faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat


disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekulmolekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai
vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel. [1]
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel
teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah
menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan
bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan
dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell).
Makrofag dan trombosit melepaskan faktor pertumbuhan sehingga
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika
intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur,
membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.
Makrofag dan limfosit T melepaskan metaloprotease dan sitokin
sehingga melemahkan selubung fibrosa. Hal ini mengakibatkan
ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang
terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri. [1]
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh
formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk
keadaan

obstruksi,

menurunkan

aliran

darah

koroner,

dan

menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi


berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan
manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya. [1]
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke
jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk
ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.

Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau


subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung
berkontraksi dan berelaksasi. [1]
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas
metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme
asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar
oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa
diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang
terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia
yang ireversibel berakhir pada infark miokard. [1]
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di
arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. [1]
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi
segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan
ruptur

plak.

Erosi

dan

ruptur

plak

ateroma

menimbulkan

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI,


trombus

yang

terbentuk

biasanya

tidak

menyebabkan

oklusi

menyeluruh lumen arteri koroner. [1]


Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga
minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi

hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah
terjadi pada waktu berbeda-beda. [1]
D. Manifestasi Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri
angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak
sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. [1]
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal
atau sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena
penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan denyut
nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil
dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan
darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam
waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. [1]
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung
yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah
anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3
dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting
suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika
didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard,
umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI. [1]
E. Faktor Risiko
a. Tidak dapat diubah
1.) Umur seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko
penyakit jantung akan meningkat, sama seperti penyakitpenyakit lainnya. Hal ini terkait dengan kemungkinan
terjadinya atherosclerosis yangmakin besar, terkait dengan
deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin
menurun seiring dengan bertambahnya umur. [1]
2.) Jenis kelamin lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan

wanita.

Diduga karena

pengaruh

estrogen.

Namun, setelah wanita

menopause,

terjadinya hampir sama. [1]


3.) Genetik terjadinya aterosklerosis

premature

insidensi
karena

reaktivitas arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri


karotis, penebalan tunika media. [1]
b. Dapat diubah
1.) Merokok zat-zat yang terkandung di dalam rokok serta asap
rokok itu sendiri merupakan zat radikal bebas yang bersifat
oksidatif dan dapat merusak pembuluh darah. Hal ini akan
memperbesar kemungkinan terjadinya penurunan elastisitas
maupun kesehatan dari jantung, yang bisa juga menjadi
premature tidak lagi mengacu pada umur. [1]
2.) Hipertensi dengan kondisi hipertensi, diketahui bahwa
beban usaha serta kontraksi jantung telah meningkat untuk
mengompensasi kondisi di perifer yang kemungkinan telah
mengalami atherosclerosis. Dan tidaklah tidak mungkin bahwa
plak yang ada di perifer tersebut akan mengalami ruptur dan
menyumbat pembuluh darah koroner. [1]
3.) Diabetes mellitus individu dengan penyakit ini rentan
menderita atherosclerosis karena akan mengalami berbagai
proses yang tidak lazim did alam tubuhnya, terutama di tingkat
seluler, yang nantinya akan mempengaruhi pembuluh darah dan
reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya. [1]
4.) Dislipidemia terkait dengan kadar lemak dan kolesterol
yang tidak terkontrol, yang kemungkinan akan menempel di
pembuluh darah. [1]
F. Diagnosis
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu:
a. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa.
b. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal
miokard infark akut, EKG pasien dengan trombus tidak

menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.


Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
c. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam
ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui
mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik .Oleh sebab itu, nekrosis
miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate

aminotransferase

(AST),

lactate

dehydrogenase,

creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic


anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac
troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum
protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. [2]
G. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di
daerah prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan
kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti
dicekam,diremas-remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau
seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita
hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan
perasaan akan mati. [2]
b. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan
dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui
bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama gallop. Kadangkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di
dinding dada pada IMA inferior. [2]
c. EKG
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan
tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran

EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudonormalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi
segmen ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya.
Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten
(<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen
ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm
semakin memperkuat dugaan Non STEMI. [2]
d. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam
ruang

interstitial

dan

masuk

ke

sirkulasi

sistemik

melalui

mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis


miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III
(CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T
(cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini
mengkonfirmasi adanya infark miokard. [2]
H. Tatalaksana
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah
untuk mengontrol simtom dan mencegah progresifitas dari NSTEMI,
atau setidaknya mengurangi tingkat kerusakan miokard. Terapi serta
pencegahan untuk NSTEMI dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut: [1]
a. Terapi untuk mengurangi area infark pada miokard
Terapi ini bertujuan untuk mencegah meluasnya area infark
pada miokard. Terapi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain dengan pemberian: [1]
1.) Aspirin
Aspirin berfungsi

sebagai

penghambat

aktivitas

cyclooxygenase (COX) pada platelets. Akibatnya platelet tidak


dapat menghasilkan thromboxane A2 sehingga menghambat

agregasi platelet. Selain itu aspirin juga berpengaruh pada


proses perjalanan penyakit unstable angina. Dosis yang
diberikan kepada pasien sekitar 75 300 mg/hari. Aspirin
memiliki efek samping berupa gangguan pada gastrointestinal.
2.) Clopidogrel
Clopidogrel
merupakan
thienooyridine
yang
menghambat adenosine diphospate mediated platelet
activation. Obat anti platelet jenis ini bersinergi dengan aspirin
karena sama sama bekerja pada jalur asam arakhidonat.
Clopidogrel kurang efektif dalam mencegah perdarahan,
sehingga kurang tepat diberikan pada pasien pasca operasi
seperti CABG.
3.) Glikoprotein Iib/Iiia (Gp Iib/Iiia)
GP IIB/IIIA merupakan
mengaktivasi

membrane

reseptor

platelet.

GP

yang
IIB/IIIA

bekerja
juga

menghambat agregasi platelet terutama setelah dilakukan PCI.


4.) Heparin
Prinsip penghambatan oleh heparin terjadi pada tahap
koagulasi. Dimana pada saat itu terjadi penghambatan thrombin
yang mengaktivasi factor V dan VIII.
5.) Terapi Lainnya
Terapi lain yang dapat diberikan adalah menggunakan
ani trombolitik. Selain itu direkomendasikan juga pemberian
antikoagulan warfarin untuk terapi jangka panjang. [1]
b. Terapi untuk tanda dan gejala iskemik yang muncul
Gejala iskemik yang muncul pada kasus NSTEMI sering
berupa unstable angina. Untuk mengurangi angina dapat diberikan
beberapa obat berikut: [1]
1.) Nitrogliserin
2.) Beta blocker
3.) Calsium Channel Blocker [1]
Selain kedua terapi diatas dapat juga diberikan terapi
berupa

Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) atau

Percutaneus Coronary Intervention (PCI). [1]


I. Komplikasi
Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan
STEMI, sehingga menimbulkan komplikasi seperti :

a.
b.
c.
d.

Aritmia
Gagal jantung
Komplikasi mekanik
Shock kardiogenik [1]

Daftar Pustaka:
1. Setiawati, Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam
Jilid II. Jakarta: Internal Publishing.
2. Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 13 Volume 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai