Anda di halaman 1dari 18

Skenario 4

Dokter Keluarga
Akhirnya dr. Agung mendapatkan STR setelah menyelesaikan masa
intershipnya di PKU Muhammadiyah Rembang. Setelah kembali ke Bontang
tempat asalnya, dr. Agung membuka praktek dokter di rumahnya. Namun yang di
rasakan sangat sedikit pasien yang datang berobat. Bahkan salah satu pasien
sempat menyatakan bahwa biasanya dia datang berobat ke dokter pribadi yang
sangat perduli pada keluarganya beserta warga di sekitarnya, karena penasaran dr.
Agung mendatangi dinas kesehatan Batang dan kaget dengan penjelasan kadinkes
yang menyatakan seluruh daerah Bontang sudah terkover area dokter keluarga,
dengan sistem kapitasi dan perujukan sesuai kompetensi. Terlebih dijelaskan pula
tentang BPJS yang mulai sudah diterapkan di seluruh wilayah Indonesia sejak 1
Januari 2014. Dalam hati dr. Agung kemudian bertanya ke dirinya sendiri
mengapa dirinya tidak mengetahui hal ini sewaktu perjalanan di kampusnya. Yah,
karena sewaktu itu dia belum memperdulikannya.
STEP 1 : KLASIFIKASI ISTILAH
1. STR : Dokumen hukum/tanda bukti tertulis bagi dokter dan dokter spesialis
bahwa yang bersangkutan telah mendaftarkan diri dan telah memenuhi
persyaratan yang diteteapkan serta telah diregistrasi pada Konsil
Kedokteran Indonesia. [1]
2. Internship : Proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan
kompetensi yang diperolaeh selama pendidikan, secara terintegrasi,
komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga
dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan
praktik dilapangan [2]
3. BPJS : Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
4.

Jaminan Kesehatan. [3]


Kapitasi : Sebuah metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan dimana
penyedia layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa
memperhatikan jumlah atau sifat layanan yang sebenarnya diberikan. [3]

STEP 2 : MENETAPKAN MASALAH


1.
2.
3.
4.
5.

Apa sajakah peran dan prinsip dokter keluarga?


Bagaimana perkembangan dokter keluarga di Indonesia?
Bagaimanakah sistem BPJS itu?
Bagaimanakah sistem kapitasi itu?
Apa yang disebut sistem rujukan?

STEP 3 : ANALISIS MASALAH


1. Peran dan Prinsip Dokter Keluarga
A. Peran Dokter Keluarga
Menempatkan the best doctor sebagai kontak pertama the best
doctor yang seperti ini disebut dengan nama dokter keluarga
a) Pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu dan
efisien
b) Arif dalam mengatur agar terjadi pemenfaatan kesehatan secara
tepat oleh pasien dan keluarga pelayanan rujukan (gatekeeper)
c) Penasihat setiap masalah kesehatan (health consular)
d) Pengatur pemakaian sumber kesehatan (resources allocator)[4]
B. Prinsip Dasar Pelayanan Dokter Keluarga
a) Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b) Pelayanan yang kontinu
c) Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e) Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja,
dan lingkungan tempat tinggalnya
f) Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral
dari keluarganya
g) Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
h) Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan
i) Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu[5]
2. Perkembangan Dokter Keluarga di Indonesia
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di
Indonesia telah dimulaisejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya
Kelompok Studi Dokter Keluarga. Pada Tahun 1990 melalui kongres yang
kedua di Bogor, nama organisasi dirubah menjadi Kolese Dokter Keluarga
Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah
menjadi anggota IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum

secara resmi mendapat pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun


dari pemerintah. [6]
Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat
internasional maka pada tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional
dokter keluarga yang dikenal dengan nama World of National College and
Academic Association of General Practitioners / Family Physicians
(WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh
Kolese Dokter Keluarga Indonesia.Untuk Indonesia, manfaat pelayanan
kedokteran keluarga tidak hanya untuk mengendalikan biaya dan atau
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi jugadalam rangka
turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan
lain yakni :
a) Pendayagunaan dokter pasca PTT
b) Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
c) Menghadapi era globalisasi [6]
Di Indonesia kebijaksanaan pengembangan pelayanan kedokteran
keluarga dilakukan melalui berbagai cara. Dalam beberapa tahun terakhir
pada

beberapa

fakultas

kedokteran

daribeberapa

universitas

terkemuka telah dilakukan upaya untuk mengintegrasikan


kedokteran keluarga dalam kurikulum pendidikan

pelayanan

dokter yakni sesuai

dengan anjuran WHO bahwa family medicine selayaknya diintegrasikan


dalam pendidikan community medicine karena kedekatannya. Akan masih
diperlukan waktu untuk mendapatkan tetapi produk dari sistem pendidikan
kedokteran ini yakni dokter umum lulusan fakultas kedokteran yang
mempunya wawasan kedokteran keluarga karena kebijakan ini baru
dikembangkan. [6]
Sementara itu bagi dokter umum lulusan fakultas kedokteran
sebelumnya yang saat ini ada di masyarakat, untuk mendapatkan
kompetensi khusus selaku dokter keluarga harus dilakukan dengan cara
mengikuti pelatihan secara terprogram dan bekesinambungan. [6]
Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak dilakukan program
dan upaya konversi dari dokter umum menjadi dokter keluarga yang

bersertifikat dan diakui melalui pelatihan pelatihan. Kurikulum yang telah


disepakati dari hasil rumusan kerjasama tripartid pengembangan dokter
keluarga (IDI / KDKI-FK-Depkes) meliputi empat paket, yaitu :
a)
b)
c)
d)

Paket A
Paket B
Paket C
Paket D

: pengenalan konsep kedokteran keluarga,


: manajemen pelayanan kedokteran keluarga,
: ketrampilan klinik praktis,
: pengetahuan klinik mutakhir yang disusun berdasarkan

golongan usia [6]


3.

Sistem BPJS

MINTA DAMAR!!!!!!!!!

4. Sistem Kapitasi
Sistem Kapitasi berarti cara perhitungan berdasarkan jumlah
kepala yang terikat dalam keikutsertaan anggota. Kepala dalam hal ini
berarti orang atau peserta atau anggota. Pembayaran bagi pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK) dengan Sistem Kapitasi adalah pembayaran
yang dilakukan oleh Lembaga BPJS kepada PPK atas jasa pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada anggota lembaga BPJS tersebut, Yaitu
dengan membayar di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota
dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan Satuan Biaya (unit Cost) adalah harga rata-rata pelayanan
kesehatan perkapita (disebut juga Satuan Biaya Kapitasi) yang disepakati
kedua belah pihak (PPK dan Lembaga) untuk diberlakukan dalam jangka
waktu tertentu. [8]
5. Sistem Rujukan
A. Keuntungan Sistem Rujukan
a) Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien,
berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan
secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga

b) Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan


keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin
banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing masing
c) Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli [9]
B. Jenis Rujukan
Rujukan medis yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal
balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun
horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani secara
rasional. Jenis rujukan medic antara lain :
a) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan
diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain lain.
b) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.
c) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih
kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat. [9]

STEP 4 : SKEMA

Jaminan Sosial
penyelenggara

Pelayanan kesehatan tersier/ tingkat tiga

BPJS
Rujukan vertikal
kepesertaan
Rujukan vertikal

PBI dan NON PBI

Pelayanan kesehatan sekunder/tingkat kedua

Pelayanan kesehatan

Dokter Keluarga

Pelayanan kesehatan primer/ tingkat pertama

Rujukan horizontal

STEP 5 : SASARAN BELAJAR


1.
2.
3.
4.

SJSN
Keluarga sebagai Unit of Care
Sistem Rujukan
Manfaat Sistem Kapitasi

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI


STEP 7 : PEMBAHASAN
1. SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan
sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40
tahun 2004. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna
menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang
layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan
konvensi ILO No.102 tahun 1952. [10]
Untuk mewujudkan masyarakat

Indonesia

yang

sejahtera,

Pemerintah telah mengesahkan UU. No.40 tahun 2004 tentang SISTEM


JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN). UU No.40 tahun 2004 tentang
SJSN

menggantikan

program-program

jaminan

sosial

yang

ada

sebelumnya (Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang dinilai kurang


berhasil memberikan manfaat yang berarti kepada penggunanya, karena
jumlah pesertanya kurang, jumlah nilai manfaat program kurang memadai,
dan kurang baiknya tata kelola manajemen program tersebut. [10]
Manfaat program Jamsosnas tersebut cukup komprehensif, yaitu
meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan
kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga
negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor
formal, sektor informal, atau wiraswastawan. [10]
A. Paradigma Jamsosnas
Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan paradigma
tiga pilar yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO). Pilar-pilar itu adalah :

1) Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak


mempunyai sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang
dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini diberikan
kepada anggota masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan
mendesak, pada saat terjadi bencana alam, konflik sosial,
menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan. Dana bantuan ini
diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.
2) Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran
yang ditarik dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus dibayar
oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan
berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di
masyarakat.
3) Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang
dapat dibeli oleh peserta apabila mereka ingin mendapat
perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang
mereka peroleh dari iuran program asuransi sosial wajib. Iuran
untuk program asuransi swasta ini berbeda menurut analisis risiko
dari setiap peserta [10]
B. Iuran
1) Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan
iuran dibayar oleh Pemerintah.
2) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada
Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota
TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per
bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi
kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari
Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen)
dibayar oleh Peserta.

4) Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang


terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran
iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga) peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a) Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
b) Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas II.
c) Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas I.
6) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per
bulan, dibayar oleh Pemerintah. [10]
2. Keluarga sebagai Unit of Care
A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu

tempat

di

bawah

suatu

atap

dalam

keadaan

saling

ketergantungan. [11]
B. Bentuk-bentuk Keluarga
a) Keluarga Tradisional
Yaitu keluarga yang terbentuk sesuai atau tidak melanggar
norma-norma kehidupan yang secara tradisional dihormati
bersama. Keluarga tradisional terbagi menjadi:
1) Nuclear Family atau Keluarga Inti

Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan


oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu
atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga

inti

melalui

perkawinan kembali suami atau istri. Tinggal dalam satu rumah


dengan anak-anaknya baik itu bawaan dari perkawinan lama
maupun hasil dari perkawinan baru.
3) Niddle Age atau Aging Cauple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau keduaduanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan
rumah karena sekolah atau perkawinan / meniti karier.
4) Keluarga Dyad / Dyadie Nuclear
Suami istri tanpa anak.
5) Single Parent
Satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.
6) Dual Carrier
Suami istri / keluarga orang karier dan tanpa anak.
7) Commuter Married
Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu
tertentu.
8) Single Adult
Orang dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan
untuk kawin.
9) Extended Family
1, 2, 3 generasi bersama dalam satu rumah tangga. [11]
b) Keluarga Non Tradisional
Yaitu keluarga yang terbentuk tidak sesuai atau melanggar
norma-norma kehidupan yang secara tradisional dihormati
bersama. Keluarga non tradisional terbagi menjadi :
1) Commune Family
Beberapa keluarga hidup bersama dalam satu rumah,
sumber yang sama, pengalaman yang sama.
2) Cohabiting Couple
Dua orang / satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
kawin.
3) Homosexual / Lesbian
Sama jenis hidup bersama sebagai suami istri.

4) Institusional
Anak-anak / orang-orang dewasa tinggal dalam suatu
panti-panti.
5) Keluarga orang tua (pasangan) tidak kawin dengan anak [11]
C. Fungsi Keluarga
a) Fungsi keagamaan
Keluarga berfungsi sebagai wahana persemaian nilai-nilai
agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insaninsan yang agamis.
b) Fungsi budaya
Keluarga berfungsi

memberikan

kesempatan

kepada

keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan


budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan
c) Fungsi cinta kasih
Keluarga berfungsi dalam memberikan landasan yang
kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri,
orang tua dengan anak-anaknya, serta hubungan kekerabatan antar
generasi sehingga keluarga menjadi wahana utama bersemainya
kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin
d) Fungsi melindungi
Keluarga berfungsi menumbuhkan rasa

aman

dan

kehangatan bagi segenap anggota keluarga


e) Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk melanjutkan keturunannya yang
direncanakan sehingga dapat menunjang terciptanya kesejahteraan
umat manusia di dunia yang penuh iman dan takwa
f) Fungsi sosialisasi dan pendidikan
Keluarga berfungsi dalam mendidik keturunan agar bisa
melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan
g) Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi sebagai unsur kemandirian dan
ketahanan keluarga
h) Fungsi pembinaan lingkungan
Keluarga berfungsi dalam memberikan kemampuan kepada
setiap keluarga untuk dapat menempatkan diri secara serasi, selaras
dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan
yang berubah secara dinamis. [11]
D. Tugas Keluarga

a) Mengenal masalah kesehatan Kesehatan merupakan kebutuhan


keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala
sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis (Suprajitno, 2004)
b) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga Peran ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk
memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno,2004)
c) Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakitBeberapa
keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau
tangung jawabnya secara penuh
d) Mempertahankan suasana di

rumah

yang

menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.


e) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada. [11]
3. Sistem Rujukan
A. Pengertian Rujukan dan Konsultasi Dokter Keluarga
Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional terkait
penangan suatu kasus penyakityang sedang ditangani oleh seorang
dokter, kepada dokter lain yang lebih ahli di bidangnya.Namun
kewenangan penanganan masih berada pada dokter keluarga yang
bersangkutan. [12]
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggung
jawab penanganan kasuspenyakit yang sedang ditangani oleh seorang
dokter kepada dokter lain yang sesuai. Konsultasi dapat dilakukan
mendahului rujukan, namun tidak jarang langsung melakukanrujukan.
[12]

Meskipun demikian, ada kalanya keduanya dipergunakan


bersama-sama. Rujukan dalam pelayanan kedokteran ini umumnya
kepada pelayan yang lebih tinggi ilmu,peralatan dan strata yang lebih

tinggi dalam rangka mengatasi kasus atau problem tersebut. Tantangan


yang harus dihadapi pada sistem rujukan dokter keluarga di Indonesia
adalah terkait UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. [12]
Kewajiban Dokter ialah merujuk ke dokter atau dokter gigi
lain yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan (Pasal 51). [12]
Ketentuan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda
paling banyak 50.000.000,00 setiap dokter atau dokter gigi yang
sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut. Di Indonesia dikenal
beberapa macam rujukan, antara lain adalah :
1) Rujukan Medis
Merupakan bentuk pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab

untuk

masalah

kedokteran.Tujuannya

adalah

untuk

mengatasi problem kesehatan, khususnya kedokteran serta


memulihkan status kesehatan pasien. Jenis-jenis rujukan medis :
b) Rujukan Pasien
Merupakan penatalaksanaan pasien dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih
sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
c) Rujukan Ilmu Pengetahuan
Merupakan pengiriman dokter atau tenaga kesehatan
yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan yang lebih
mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya, untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan
d) Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium
Merupakan
bahan pengiriman

bahan-bahan

laboratorium dari strata pelayan kesehatan yangkurang mampu


ke strata yang lebih mampu, atau sebaliknya untuk tindak
lanjut. [12]
2) Rujukan Kesehatan
Merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
untuk kesehatan masyarakat. Dengantujuan meningkatkan derajat

kesehatan dan ataupun mencegah penyakit yang ada dimasyarakat.


Jenis-jenis rujukan kesehatan adalah :
a) Rujukan Tenaga
Merupakan pengiriman dokter / tenaga kesehatan dari
strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata
pelayanan

kesehatan

yang

kurang

mampu

untuk

menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat atau


sebaliknya, untuk pendidikan dan latihan.
b) Rujukan Sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/ non medis dari
strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata
pelayanan

kesehatan

menanggulangi

masalah

yang

kurang

kesehatan

mampu

untuk

dimasyarakat,

atau

sebaliknya untuk tindak lanjut


c) Rujukan Operasional
Pelimpahan

wewenang

dan

tanggung

jawab

penanggulangan masalah kesehatan masyarakat dari strata


pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan
kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk pelayanan
tindak lanjut. [12]
B. Karakteristik Konsultasi dan Rujukan :
1) Ruang lingkup kegiatan.
Konsultasi memintakan bantuan

profesional

dari

pihak ketiga. Rujukan, melimpahkan wewenang dan tanggung


jawab penanganan kasus penyakit yang sedang dihadapi kepada
pihak ketiga.
2) Kemampuan dokter.
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli dan
atau yang lebih pengalaman. Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
3) Wewenang dan tanggung jawab
Konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada
dokter yang meminta konsultasi. Pada rujukan sebaliknya. [12]
C. Manfaat Konsultasi dan Rujukan :

1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (bila sistemnya


berjalan sesuai dengan yang seharusnya)
2) Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan terpenuhi
(terbentuk team work)
D. Masalah konsultasi dan rujukan :
1) Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan /
konsultasi inisiatif dokter)
2) Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan / konsultasi atas
3)
4)
5)
6)

permintaan pasien)
Bila tidak ada jawaban dari konsultasi
Bila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
Bila ada pembatas (sikap / perilaku, biaya, transportasi)
Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun

dirujuk B. [12]
E. Tata Laksana Konsultasi dan Rujukan :
Dasarnya adalah kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah
disepakati bersama, dan sistem kesehatan terutama sub sistem
pembiayaan kesehatan yang berlaku. Konsultasi (Mc. Whinney,
1981):
a) Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b) Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat,
formulir khusus, catatan rekam medis formal / informal lewat
telefon)
c) Keterangan

lengkap

tentang

pasiend.

Konsultan

bersedia

memberikan konsultasi C. [12]


F. Tata Cara Rujukan
1) Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan
konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika
menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu.
2) Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi
langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa
surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap
tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang
dilakukan oleh dokter keluarga.
3) Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan
harus selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas,

apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan


hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau
yang lainnya.
4) Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan
konsultasi
diperlukan.

wajib

memberikan

Apabila

merasa

bantuan
diluar

profesional

yang

keahliannya,harus

menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih


sesuai.
5) Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
6) Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg
meminta rujukan
7) Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab
masing-masing pihak [12]
G. Pembagian Wewenang & Tanggung Jawab
1) Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka
waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tersebut
tidak ikut menanganinya.
2) Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan penderitahanya untuk satu masalah kedokteran khusus
saja.
3) Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk
selamanya.
4) Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter
konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut
campur. [12]
4. Manfaat Sistem Kapitasi
a) Ada jaminan tersedianya anggaran untuk pelayanan kesehatan yang
akan diberikan
b) Ada dorongan untuk merangsang perencanaan yang baik dalam
pelayanan kesehatan, sehingga dapat dilakukan :
1) Pengendalian biaya pelayanan kesehatan per anggota

2) Pengendalian tingkat penggunaan pelayanan kesehatan


3) Efisiensi biaya dengan penyerasian upaya promotif Efisiensi biaya
dengan penyerasian upaya promotif-preventif eventif dengan
kuratif dengan kuratif-rehabilitatif rehabilitatif
4) Rangsangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatanyang
bermutu, efektif dan efisien
5) Peningkatan pendapatan untuk PPK yang bermutu
6)
Peningkatan kepuasan anggota yang akan menjamin tersedianya
kesehatan masyarakat [9]

DAFTAR PUSTAKA
1. Salman,

W.

2007.

Managemen

http://www.kki.go.id/index.php/subMenu/1016
Agustus 2014)
2. Depkes
RI.

Peraturan

Menteri

Kesehatan.

(diakses tanggal 19
Kesehatan

No.

200/MENKES/PER/II/2010.
3. Yuli, O. 2014. BPJS. http://www.bpjskesehatan.go.id (diakses tanghgal
19 Agustus 2014)
4. Wahyuni, AS. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: EGC.
5. Pembekalan dr. riza setiawan. Pendidikan Dokter Keluarga Indonesia.
2 Juli 2014. FK Unimus.
6. Tia, L. 2008. Perkembangan dokter Keluarga di Indonesia.
http://www.academia.edu/5319171/Skenario_1_Kedkel_prissilma
(diakses tanggal 17 Agustus 2014)
7. DAPUS BPJS MINTA DAMAR!!!!
8. Mochtar, M. 2012. Sistem Kapitasi dan Pembiayaan Pelayanan
Dokter Keluarga.Universitas Sumatera Utara.
9. Fajar. 2008. Sistem Kapitasi dalam Pembiayaan Pelayanan Dokter
Keluarga. Jakarta: EGC.
10. Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 40 tahun 2004.
11. Depkes RI. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1994.
12. Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang
Bermutu. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai