Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus

Kepada Yth :
Hari/Tanggal :

Hipertrofi Obstruksi Kardiomiopati


(HOCM)

Oleh
Pembimbing

: dr. Yuri Savitri S


: dr.Zainal SpPD SpJP(K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
MEDAN
2011

HOCM
PENDAHULUAN
Kardiomiopati adalah kumpulan kelainan jantung pada struktural
miokardium. Kardiomiopati diklasifikasikan menjadi 3 type berdasarkan atas
fungsional dan anatominya yaitu hipertropi kardiomiopati, dilated kardiomiopati, dan
restriktif kardiomiopati. HOCM merupakan penyakit miokardium (otot jantung)
dimana terjadi hipertrofi (penebalan) pada miokardium tanpa diketahui penyebab
yang jelas. Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu untuk mengakkan HOCM.
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami defenisi,
patogenesis, etiologi, gejala dan tanda serta kriteria dalam menegakkan diagnosis dan
prinsip tatalaksana HOCM.
KASUS
Seorang laki-laki usia 51 tahun datang ke RS HAM dengan keluhan mudah
lelah,dirasakan sejak 6 bulan ini memberat dalam 2 minggu terakhir, os tidak dapat
melakukan pekerjaan karena merasa mudah capek. DOE (+) PND (-) OP (-). Riwayat
kaki bengkak (-). Riwayat nyeri dada (+) dirasakan dalan 2 bulan ini, timbul jika os
merasa kelelahan dengan durasi <5 menit, berkurang dengan istirahat, debar-debar (+)
riwayat pingsan sebelumnya (+) 3 hari yang lalu saat os akan berangkat kerja, os
merasa sangat lemas oyong sehingga dibawa berobat ke RSU Langsa, saat di RS
Langsa, TD os sempat turun hingga 70mmHg, os dikatakan menderita sakit jantung
dan segera dirujuk ke RSHAM. Faktor resiko pada pasien ini adalah perokok, lakilaki usia 45 tahun.
Pada pemeriksaan status presens dijumpai kompos mentis, TD 90/60mmHg,
Nadi 56x/i, Pernafasan 18x/i, suhu tubuh 37.2C. Pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai anemia dan ikterik, tekanan vena jugularis normal 5+2cmH2O, bunyi
jantung S1S2 (N), Pansistolik murmur grade 4/6 di apex ke axilla, gallop tidak
dijumpai. Pada pemeriksaan paru didapati suara pernafasan vesikular, ronkhi dan
wheezing tidak dijumpai. Tidak dijumpai ada pembesaran hepar dan lien, akral
hangat, pulsasi pulsasi dorsalis pedis equal, dan tidak dijumpai adanya edema
pretibial.
Pada pemeriksaan EKG didapati irama Sinus Bradikardi, axis (N), Pwave: P
biphasic di V1, PR interval 0.12, QRS duration 0.08, T inverted di II,III,AVF,
Tinverted asimetris di V5-V6, I-AVL, LVH (+), VES(-). Kesan pada EKG adalah
Sinus bradikardi+Left Atrial Enlargement+Left Ventrikel Hipertrofi+Iskemik inferior
Dari pemeriksaan radiologis foto toraks didapati CTR 61%, segmen aorta
normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung mulai mendatar, apeks lateral
dawnward, kongesti tidak dijumpai, infiltrate tidak dijumpai. Kesan pada foto toraks
adalah kardiomegali.
Dari pemeriksaan laboratorium didapati Hb 14.4 gr% Hematokrit 40.5%,
Leukosit 6750, Tombosit 128.0000, Ureum 33 mg/dl, Creatinin 1,37 mg/dl, SGOT
19 U/L, SGPT 18 U/L , kadar gula darah sewaktu : 68 mg/dl, Na 138 mEq, Kalium
3.9 mEq, Klorida 111 mEq. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan dalam
batas normal.

Pasien didiagnosa dengan CHF fc II-III ec Hypertrophy Obstructive


Cardiomiopathy. Dan diberikan terapi tirah baring, pemberian O2 nasal 2 liter/menit,
infus cairan NaCl 0,9% 10 gtt/i, Captopril 1x6.25mg, pasien direncanakan
ekokardiografi, lipid profile,KGD N dengan 2jamPP.

Gambar1. EKG saat os di IGD

Gambar2. Foto Thorax tanggal 07 November 2011

Kemudian dilakukan ekokardiografi :

Gambar 3: Ekokardiografi tanggal 07 November 2011


Follow up di ruangan tanggal 8-13 November 2011
Os semakin membaik dengan status presens kesadaran compos mentis,
tekanan darah 90-110/60-70 mmHg, nadi 60-64x/i, pernafasan 16-18x/i, suhu tubuh
36.5-36.8C. Pemeriksaan fisik lainnya masih dalam batas normal. Pada pasien
dilakukan perawatan CHF fc II ec Hipertrophi obstruktif kardiomiopathy dengan
therapy tirah baring, captopril 1x6.25mg. kemudian dosis captopril dinaikkan
perlahan hingga 3x6.25mg
Os kemudian pulang pada tanggal 15 November 2011 dengan status presens
kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70mmHg, nadi 62x/i, pernafasan 18x/i,
suhu tubuh 36.7C. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal, os pulang dengan
therapi Captopril 3x6.25mg.

DISKUSI KASUS

HOCM
merupakan keadaan dimana terjadi penebalan otot jantung
(miokardium) tanpa diketahui penyebab yang jelas. Dimana angka kejadian sekitar
0.2-0.5% dari seluruh populasi. Pasien yang berresiko terkena HCM adalah pasien
yang mempunyai riwayat cardiac arrest atau henti jantung, pasien dengan satu atau
lebih anggota keluarga dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh HCM,
terutama yang keluarga dekat, apsien yang mengalami riwayat pingsan yag tidak jelas
penyebabnya, terutama ketika berkegiatan fisik, seperti tukang kayu, atau muncul
pada orang muda, pasien dengan riwayat Ventrikular Takikardia yang terekam di
holter monitor, pasien yang tekanan darah meningkat selama tes exercise, khususnya
mereka dibawah 50 tahun, pasien dengan ketebalan ventrikel kiri >30mm pada
ekokardiogram.
Gejala bisa timbul dari usia berapa pun dan sering tidak muncul sampai usia
pertengahan (30-40an). Dari gejala bisa didapatkan keluhan lelah, mudah capek,
pingsan, nyeri dada, debar-debar, mati muda secara tiba-tiba hingga tidak ada gejala.
Dari pemeriksaan fisik bisa terdengar S4, gelombang a prominan, triple ripple, apex
yang terlokalisasi, Rapid upstroke carotid pulse, jerky bifid (spike-and-dome pulse),
murmur ejeksi sistolik dari apex hingga ke dasar jantung, dan mitral regurgitasi.
Pada pasien ini didapatkan keluhan mudah lelah, riwayat pingsan, nyeri
dada, jantung berdebar-debar. Dan dari pemeriksaan fisik dijumpai bunyi pansistolik
murmur dari apex hingga ke axilla.
PATOFISIOLOGI

HCM disebabkan oleh mutasi pada salah satu dari 10 gen dan muncul pada
50% individu dalam setiap generasi. Gen-gen mutan yang menyebabkan HCM
mempengaruhi protein tertentu yang merupakan bagian dari otot jantung. Karena itu,
ketika seseorang didiagnosa HCM, semua kerabat dekat disarankan untuk memili
ekokardiogram. Meskipun analisa DNA metode yang paling menentukan HCM, tapi
ini memerlukan waktu,biaya yang tinggi, penelitian di laboratorium, dan belum bisa
menentukan kegiatan aktivitas sehari-hari. Terapi gen masih jauh dan belum menjadi
harapan yang realistis dalam pengobatan HCM.
Patofisiologi HOCM adanya perubahan dinamik obstruksi pada ventrikel kiri,
mitral regurgitation, disfungsi diastolic, iskemik miokard, aritmia jantung. Obstruksi
bisa memberat seiring meningkatnya segala sesuatu yang meningkatkan kekuatan

kontraksi (latihan, agen ionotropik positif), dan segala sesuatu yang menurunkan
pengisian ventrikel (volume depletion, sudden assumption of upright postur,
takikardi,valsava maneuver). Mitral regurgitasi terjadi oleh karena adanya SAM
(sistolik anterior motion) atau sturktur yang abnormal dari anatomi mitral itu sendiri.
Banyak gejala merupakan hasil dari disfungsi diastolic, karena otot
miokardium itu kaku, tekanan diastolic ventrikel kiri meningkat, sehingga pengisian
ventrikel saat diastole berkurang.
Iskemik miokard terjadi karena kurangnya demand oksigen dari kebutuhan
suplai oksigen. Aritmia banyak terjadi 30-50% pada pasien HOCM.
Pada pemeriksaan lanjutan, EKG kebanyakan dijumpai LVH, CXR biasanya
normal, darah rutin tidak bermakna, ekokardiografi sebagai test diagnostic pilihan,
MRI jantung.
Pada pasien ini dijumpai LVH pada EKG, dengan CXR kardiomegali,
laboratorium dalam batas normal, dan hasil ekokardiografi LVH konsentrik ec HOM
dengan disfungsi diastolic dengan MR mild.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan HCM bisa dilihat sebagai berikut :

Diambil dari guidelines JACC vol 58,No.25,2011ACCF/AHA Hypertrophic Cardiomyopathy Guideline


December 13/20,2011

Pada pasien ini diberikan therapy captopril dengan dosis rendah untuk mengatasi
failurenya. Dimulai dari dosis rendah hingga 3x6.25mg sampai dengan os pulang
dari RSHAM.

Berikut adalah algoritma pengobatan HCM yang diambil dari guidelines JACC 2011

Terapi farmakologis utama pada penderita HCM adalah menghilangkan


symptom dyspnoe, debar-debar, nyeri dada yang merupakan reflex mekanisme
patofisioloi dari obstruksi LVOT, mengurangi suplai oksigen miokard, mitral
regurgitasi, dan terganggunya komplainse dan relaksasi fungsi diastolic LV.
Beta-blockers adalah pilihan pertama karena efek inotropic negatifnya dan
menghasilkan efek adrenergic dalam menginduksi takikardi. Selain mengurangi heart
rate juga memperpanjang pengisian diastolic, dimana lebih efisien dalam menonaktivasikan kontraktil protein miokard dengan cara merubah pengisian diastolik.
Pad apasien yang tidak toleransi terhadap beta blocker dapat diberi verapamil,
mekanismenya dalam inotropic negative dan menurunkan rate mirip dengan berta

blocker. Namun efek verapamil pada disfungsi diastolic masih kontroversi. Meskipun
perubahan diastolic dari verapamil masih belum diyakini, diltiazem juga
menunjukkan perubahan diastolic dan mencegah iskemik miokard. Keduanya harus
digunakan hati-hati pada pasien dengan severe outflow tract obstruction,
peningkatakan tekanan pulmonary yg besar, dan tekanan darah sistolik yang rendah,
karena penurunan tekanan darah dengan pengobatan bisa mencetus peningkatan
obstruksi aliran keluar dan edema paru.
Penggunaan obat beta-blocker dengan verapamil atau diltiazem harus dilakukan
dengan hati-hati karena tingginya potensi atrioventricular block. Selain itu, karena
efek bradycardic ketika kedua kelas dari agen yang digunakan secara bersamaan,
penambahan verapamil atau diltiazem untuk beta blocker bisa mencegah titrasi dari
beta blocker untuk dosis yang optimal. Dihydropyridine kelas calcium channel
blockers (misalnya, nifed-ipine) tidak boleh digunakan pada pasien dengan obstruktif
physiology karena efek vasodilatasi mereka dapat memperburuk obstruksi aliran
keluar. Pasien HCM dengan obstruksi yang tetap bergejala meski mengkonsumsi beta
blocker dan CCM, single atau kombinasi, disopyramide bisa efektive
memperbaikinya. Efek samping anti kolinergik bisa diperlukan dengan penurunan
dosis. Inisiasi disopyramide harus dilakukan di rumah sakit dengan pemantauan
jantung untuk aritmia potensial dan perpanjangan QT. Diuretik bisa efektif untuk
pasien kongesti paru tapi harus digunakan dengan bijaksana pada pasien dengan
obstruksi saluran.

KESIMPULAN
Pemeriksaan ekoardiografi sangat diperlukan untuk memastikan diganosa
hipertrofik obstruksi kardiomiopati. Untuk dapat menegakkan diagnose HOCM
sangat diperlukan anamnesa yang jelas, tanda-tanda klinis dan kombinasi dengan
pemeriksan EKG, dan foto thorax. Ahli jantung harus menafsirkan tanda-tanda pada
echo seperti adanya asimettrik hipertrofi miokardium, LVOT obstruksi, Sistolik
anterior motion (SAM) pada katup mitral anterior, maupun mitral regurgitasi.
Pada pasien kasus ini, dijumpai pemeriksaan fisik ydan EKG yang belum
mencolok, hingga kita lakukan pemeriksaan ekhokardiografi. Dari hasil
ekokardiografi didapati adanya ciri khas dari hipertrofik obstruksi kardiomiopati.
Diagnosa yang dini sangat bermanfaat besar dalam menentukan therapy.

DAFTAR PUSTAKA
9

10

Anda mungkin juga menyukai