benda berat disangkal. Pasien memiliki riwayat perokok, multipartner seksual dan
bertato.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90 x/menit, frekuensi napas
28x/menit, suhu 37oC. Terdapat papul-papul milier yang merupakan gambaran
khas moluskum kontagiosum pada wajah serta oral plak pada lidah. Teraba
krepitasi pada daerah wajah dan leher. Tidak anemis, ikterus, ataupun sianosis.
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening maupun peningkatan vena jugularis.
Pada regio toraks, inspeksi tampak bengkak pada daerah dada, tidak
tampak adanya vena kolateral, pengembangan paru simetris. Pada palpasi sensasi
khas rice crispies atau krepitasi teraba pada seluruh daerah dada, fremitus raba
kanan dan kiri meningkat serta simetris. Pada perkusi diperoleh hiper-resonansi
pada daerah infraklavikula kanan dan kiri. Pada auskultasi didapatkan wheezing
pada hemitoraks kanan dan kiri bawah serta ronki minimal pada hemitoraks kanan
dan kiri bawah. Pada pemeriksaan jantung, suara jantung (S1 dan S2) tunggal,
tidak didapatkan bising jantung maupun irama gallop, dan apeks kordis teraba di
intercostal space (ICS) IV parasternal kanan. Pada pemeriksaan abdomen tampak
bengkak di abdomen kiri bawah, luka bekas operasi, hepar dan lien tidak teraba,
tidak didapatkan massa intra abdomen atau nyeri tekan, serta bising usus dalam
batas normal. Pada anggota gerak tidak ditemukan edema, jari tabuh, kelemahan
anggota gerak, ataupun pembesaran kelenjar getah bening di ketiak maupun
lipatan paha.
C
C
) menunjukkan
Pembahasan
Ko-infeksi TB-HIV
Permasalahan TB semakin bertambah karena terjadinya pandemi
HIV/AIDS di dunia. Ko-infeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian
TB secara signifikan. Di samping itu TB merupakan penyebab utama kematian
pada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) (sekitar 40-50%). Kematian yang tinggi
ini terutama pada TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru yang kemungkinan
besar disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi TB (5). Pasien TB dengan
HIV positif disebut sebagai pasien ko-infeksi TB-HIV. Berdasarkan perkiraan
WHO, jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV di dunia diperkirakan ada sebanyak 14
juta orang. Sekitar 80% pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut dijumpai di SubSahara Afrika, namun ada sekitar 3 juta pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut
terdapat di Asia Tenggara (5).
TB
meningkat
secara
tajam
seiring
dengan
semakin
post-primer
Sering positif
Sering tampak kavitas
primer
Sering negatif
Infiltrat tanpa kavitas
sering ditemukan namun sulit didiagnosis. Jika pasien dengan asumsi awal
pneumonia gagal terhadap pengobatan antibiotik, perlu dipertimbangkan
kemungkinan M. tuberculosis (5).
Pneumomediastinum dan Emfisema Subkutis
Pneumomediastinum merupakan kelainan yang melibatkan mediastinum,
dimana terdapat udara bebas didalamnya. Kelainan ini terlihat pada berbagai
variasi kondisi klinis, disebabkan karena adanya kerusakan pada integritas
struktur mediastinum maupun karena adanya penyebaran dari organ lain dalam
tubuh ke dalam rongga mediastinum. PM dapat digolongkan menjadi spontan dan
sekunder. PM spontan merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri, biasanya
terjadi pada dewasa muda. Penyebab utama penyakit ini diantaranya latihan fisik
yang intensif, persalinan, penyelaman dalam, batuk keras berulang, dan inhalasi
narkotik. Sebaliknya, PM sekunder muncul dari kelainan spesifik, seperti
barotrauma akibat ventilasi mekanis, trauma intratorakal atau iatrogenik, infeksi,
atau kondisi akut yang lain. Etiologi infeksius dari pneumomediastinum sekunder
adalah mediastinitis oleh organisme penghasil gas, pasien dengan pneumonia
Pneumocystis jirovecii yang terinfeksi HIV, atau pneumonia dengan lesi kavitasi
(1,6,). Penting untuk mencurigai cedera esofagus dengan mengenali adanya tandatanda lain dari ruptur (demam, leukositosis, hemodinamik tidak stabil, efusi
pleura) sejak awal terkandung perforasi esofagus yang mungkin subklinis dan
sulit
untuk
mengenali.
Hal
ini
terutama
berlaku
untuk
pasien
Patofisiologi
Patofisiologi dari PM tergantung dari kondisi klinis tiap pasien. PM atau
emfisema mediastinum dapat terjadi karena (1) sepsis mediastinum dari
organisme yang menghasilkan gas yang dikeluarkan dari jaringan lunak di
dekatnya, umumnya kepala dan leher, (2) gangguan trauma pada esofagus dan
trakea, sering berkaitan dengan ventilasi tekanan positif, atau dari ruang retroperitoneal, (3) kerusakan alveoli dan bronkiolus, yang memungkinkan gas bocor
sepanjang bundel bronkovaskular menuju mediastinum (1,9). Mekanisme terakhir
adalah yang paling umum. Mekanisme dimana pecahnya alveolar dapat terjadi
sebagai akibat dari peningkatan tekanan intra-alveolar karena kondisi seperti
batuk keras khususnya dengan glotis tertutup, paroksimal asma, dan muntah berat
(1,9). Mekanisme terjadinya PM pada pasien ini dicurigai berasal dari kerusakan
alveoli dan bronkiolus sebagai akibat dari peningkatan tekanan intra-alveolar
karena batuk keras, berulang, dan lama.
Mayoritas kasus PM disebabkan oleh kerusakan alveoli. Sebagian besar
kasus kerusakan alveoli yang menyebabkan PM adalah ruptur alveoli spontan
(10,11,12). Macklin dan Macklin adalah yang pertama menunjukkan bahwa PM
dapat terjadi ketika udara dari alveoli yang pecah bermigrasi ke mediastinum.
Dengan adanya perbedaan tekanan antara alveolus dan interstitium, udara yang
pecah dari alveolus menuju perivaskular dan selubung fasia peribronkial (10).
Mekanisme PM dalam kasus TB melibatkan over-ekspansi ruang udara distal di
luar obstruksi saluran napas kecil. Diikuti oleh ruptur alveolar, dipicu oleh batuk
atau mengejan. udara menuju interstitium paru yang bergerak sentripetal karena
tekanan lebih rendah di mediastinum daripada di parenkim paru (11,13,14).
Masuknya udara ke bronkovaskular menyebabkan emfisema interstisial paru. Hal
ini merupakan konsekuensi awal dari ruptur alveoli. Rerata tekanan di
mediastinum dan rongga pleura selalu negatif dibandingkan tekanan dalam
parenkim paru, perbedaan tekanan ini menyebabkan udara bergerak ke
mediastinum. Udara melewati sejumlah ruptur kecil pada dasar alveoli dari regio
yang mengalami pengembangan berlebihan ke dalam lapisan vaskular.
Gelembung udara kemudian bergerak di sepanjang lapisan vaskular, saling
10
11
sebagai
profilaksis
terhadap
mediastinitis
(1,3,10,13).
12
13
http://www.uptodate.com/contents/spontaneous-pneumomediastinum-inchildren-and-adolescents .
3. Carolan PL. Pneumomediastinum. 2016. (cited: 21 april 2016). Available
from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1003409-overview.
4. Turban JW. Case report: spontaneous pneumomediastinum from running
sprints. Case Rep Med 2010: 1-5
5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis tata laksana
klinis ko-infeksi tb-hiv. 2012: 1-150.
6. Sheila M, Carey PB, Hind CR. Pneumocystis carinii pneumonia presenting
with pneumomediastinum in an HIV-positive patient. Postgrad Med J
1995; 71: 96-119.
7. Caceres M, Ali SZ, Braud R, Weiman D, Garrett HE, Spontaneous
pneumomediastinum: a comparative study and review of the literature.
Ann Thorac Surg 2008; 86: 962 966.
8. Khairsyaf O, Medison I. Penggunaan iv kateter pada penatalaksanaan
emfisema subkutis. Majalah Kedokteran Andalas 2009; 33: 1: 100-102.
9. Gupta A, Rizvi I, Srivastava BV, Debnath CJ, Kapur BN, Khanna VN, et
al. Spontaneous pneumomediastinum. Med J Arm Forc Ind 2015; 71: S85S88.
10. Kelly S, Hughes S, Nixon S, Brown SP. Spontaneous pneumomediastinum
(Hammans syndrome). The Surgeon 2010; 8: 63-66.
11. Dixit R, Dave L. Pneumomediastinum with subcutaneous emphysema in
silico tuberculosis patient. Lung India 2007; 24: 102-104.
12. Dasgupta UK. Subcutaneous emphysema and pneumomediastinum
complicating miliary tuberculosis: a case report. Ind J Tub 1991; 38: 231232.
13. Zylak CM, Standen JR, Barnes GR, Zylak CJ. Pneumomediastinum
revisited: scientific exhibit. Radiographics 2000: 1403-1057.
14. Narula T, Barthwal MS, Deoskar RB, Rajan KE, Sharma SK.
Pneumomediastinum an uncommon complication of acute severe
asthma. Med J Arm Forc Ind 2006; 62: 394-395.
15. Cheng WL, Ko WC, Lee NY, Chang CM, Lee CC, Li MC, et al.
Pneumomediastinum in patients with AIDS : a case report and literature
review. Int J Infec Dis 2014; 22: 31-34.
14
15
Mahasiswa
: PPDS 1, Tingkat 1
No. HP
: 081239635355
Dr.
SIkesa
Gusti
Putu
Hery
16