Anda di halaman 1dari 55

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

KARDIOMEGALI DENGAN EDEMA PULMO PADA CHF

Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :
ANANTYO ARI S 012116323
DANU MULYO S 012116357
NADYA NOOR F 012116462
YUSUF HAKIM AJI 012116556

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RS ISLAM SULTAN AGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama :
ANANTYO ARI S 012116323
DANU MULYO S 012116357
NADYA NOOR F 012116462
YUSUF HAKIM AJI 012116556

Judul : Kardiomegali Dengan Edema Pada CHF


Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA

Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

Telah diajukan dan disahkan

Semarang, September 2016

Pembimbing,

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad(K)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4

2.1. Anatomi Jantung........................................................................................... 4

2.1.1. Bentuk dan letak jantung ....................................................................... 4

2.1.2. Lapisan jantung ...................................................................................... 4

2.1.3. Ruang-Ruang Jantung ............................................................................ 6

2.1.4. Katup Jantung ........................................................................................ 7

2.1.5. Sirkulasi jantung .................................................................................... 8

2.2. Radiologi Jantung ....................................................................................... 10

2.2.1. Jantung Normal .................................................................................... 10

2.2.2. Pembesaran Jantung ............................................................................. 13

2.3. Congestive heart fealure (CHF) ................................................................. 16

2.3.1. Definisi CHF ........................................................................................ 16

2.3.2. Etiologi CHF ........................................................................................ 16

2.3.3. Patofisiologi CHF ................................................................................ 17

2.3.4. Klasifikasi CHF ................................................................................... 18

2.3.5. Manifestasi Klinis CHF ....................................................................... 19

2.3.6. Gambaran Radiologi CHF ..................................................................... 19

2.3.7. Diagnosis Banding CHF ...................................................................... 27

iii
2.3.8. Penatalaksanaan CHF .......................................................................... 38

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 39

3.1. Identitas Penderita ...................................................................................... 39

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa) ......................................................................... 39

3.3. Diagnosis .................................................................................................... 40

3.4. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 43

4.1. Hasil ............................................................................................................ 43

4.2. Pembahasan ................................................................................................ 43

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Konsep pelayanan kesehatan primer tidak dapat dilaksanakan dengan

berhasil tanpa dukungan pelayanan-pelayanan diagnostik yang memadai termasuk

fasilitas untuk radiologi diagnostik. Oleh karena itu, salah satu langkah yang

dilakukan oleh WHO adalah membuat “Sistem Radiologi Dasar” untuk

memberikan cakupan radiologi yang lebih memadai bagi penduduk yang sekarang

kurang terlayani (Hartono, 1995).

Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara sistematis adalah

penting, berdasarkan penilaian pertama pada anatomi dan selanjutnya fisiologi.

Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena jantung lebih mengandung darah

dengan densitas air lebih besar dibanding udara. Karena darah melemahkan x-ray

lebih kuat dibanding udara, jantung relatif tampak berwarna putih dan paru-paru

relatif hitam.

Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah

menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta

tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001,

meninggal karena penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskuler menyebabkan

perubahan-perubahan yang beragam dan kompleks dalam gambaran foto rontgen

dada, salah satunya adalah gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF).

Selain EKG (Ekokardiografi) yang merupakan pemeriksaan non-invasif yang

1
2

digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung, kita juga perlu mengetahui

bagaimana cara diagnosis melalui gambaran rontgen dada (Sudoro, 2006).

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Definisi

gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal

ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal

miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium

umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik

sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal

jantung dalam fungsi pompanya yang bermanifestasi terhadap pembesaran

jantung atau kardiomegali sebegai respon jantung terhadap mekanisme

kompensatorik. Kardiomegali adalah suatu keadaan dimana terjadi pembesaran

pada jantung. Beberapa penyebab kardiomegali antara lain penyakit miokardia,

penyakit arteri koroner, defek jantung kongenital dengan gagal jantung ataupun

beberapa keadaan lain seperti tumor jantung, anemia berat, kelainan endokrin,

malnutrisi, distrofi muskular dan gagal jantung akibat penyakit paru (Ismail,

2009).

Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang

terdiagnosa terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. 1,5% - 2%

orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF (Congenital Heart Disesase),

terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit per tahun. Di Inggris, sekitar 100.000

pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung., merpresentasikan

5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan
3

kesehatan nasional. Di Indonesia, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi

mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia

yaitu 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun (Gray, 2003; brashers, 2008).

Gagal jantung susah dikenali secara klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit

tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit. Maka dari itu pemeriksaan

penunjang seperti rontgen sangat membantu untuk menegakkan diagnosa.

Gambaran sinar rontgen yang menyokong diagnosa dari gagal jantung ialah

adanya kardiomegali yang paling sering dijumpai, penonjolan vaskular pada lobus

atas, efusi pleura dan adanya kongesti vena paru (garis Kerley B) atau edema

paru. Beberapa gambaran di atas itulah yang menjadi karakteristik dari gambaran

rontgen toraks pasien gagal jantung (Gleadle, 2005).

Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit gagal jantung atau CHF

yang bernafestasi terhadap pemebesaran jantung akan menyebabkan permasalahan

yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun

beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi

medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi

awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan dari segala

aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial. Dan untuk itu kasus ini

diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar

dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan

teori pengobatan yang rasional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung


2.1.1. Bentuk dan letak jantung

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti


piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas)
berada di atas. Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di
dalam ruang mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah.
Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi
ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan
jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak
besar sampai dewasa muda mencapai 50% (Guyton, 2008).

Gambar 2.1. Letak Jantung

2.1.2. Lapisan jantung


Lapisan otot jantung terdiri dari perikardium, epikardium,
miokardium dan endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling
atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai

4
5

pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium parietal


(pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung
menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat
ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan
berfungsi sebagai pelumas.

Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding


jantung. Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan
fungsional jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa.
Miokardium mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom
(miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu
berkontraksi secara ritmik.

Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-


beda. Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal
karena mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi
sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.

Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan
sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang
berfungsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara
sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan
anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari
atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang
membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang
sangat licin untuk membantu aliran darah (Guyton, 2008).
6

Gambar 2.2. Lapisan jantung

2.1.3. Ruang-Ruang Jantung


Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut
atrium dan dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.

1. Atrium

 Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari


seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta
sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah
dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.
 Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-
paru melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir
ke ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel

 Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke


paru-paru melalui vena pulmonalis.
 Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari
atrium kiri ke seluruh tubuh melalui aorta (Guyton, 2008).
7

Gambar 2.3. Ruang-Ruang Jantung

2.1.4. Katup Jantung


Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang
menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup
atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung
sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi
atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea
sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang
sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan
dengan otot yang disebut muskulus papilaris.
 Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang
terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup
trikuspidalis. Katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri
disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup atrioventrikuler
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel
pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel
berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat sistolik.
 Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang
menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup
8

semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel


kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta (kumar, 2007).

Gambar 2.4. Katup Jantung

2.1.5. Sirkulasi jantung


Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat
juga sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi
jantung.

1. Sirkulasi Sistemik
 Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
 Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
 Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
 Banyak mengalami tahanan.
 Kolom hidrostatik panjang.
2. Sirkulasi Pulmonal
 Hanya mengalirkan darah ke paru.
 Hanya berfungsi untuk paru-paru.
 Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
 Hanya sedikit mengalami tahanan.
 Kolom hidrostatiknya pendek.
9

3. Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan
oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner
meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untk
miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil
(Guyton, 2008).

Gambar 2.5. Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal


10

2.2. Radiologi Jantung


Pemerikasaan jantung dan pembuluh darah terdiri dari 2 macam yaitu non
radiologis dan radiologis. Non radiologis bisa menggunakan eletrokardiogram
dan echocardiogram sedangkan secara radiologis bisa menggunakan X foto
toraks tanpa media kontras, namun ada juga pemerikasaan radiologi dengan
enggunakan kontras seperti angiogrrafi dan MSCT jantung. Pemeriksaan X
foto toraks sering menggunakan proyeksi PA dan lateral namun bisa juga di
tabahkan dengan proyeksi kanan-kiri dengan esophagus diisi barium. Hal ini
dilakukan setelah pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut
 Posisi PA
 Simestris
 Inspirasi cukup
 Bentuk dada Normal
 FFD : 1,8 m – 2 m

2.2.1 Jantung Normal


Sebuah pemahaman rinci tentang struktur yang membentuk kontur normal
jantung dan mediastinum (kontur cardiomediastinal) pada radiografi dada
sangat penting untuk menilai kelainan yang terdeteksi pada kelainan
jantung. Berikut ini tampilan gambar jantung yang normal:
a. Tampilan Frontal Tampak PA
Batas kanan jantung dari superior ke inferior
 Tonjolan I : (pelebaran sisi mediastinum); vena kava superior
 Tonjolan II : garis lurus munju arkus aorta (aorta ascenden,
biasanya tak terlihat
 Tonjolan III : terkadang ada (v. Azygos)
 Tonjolan IV : atrium kanan.

Batas kiri jantung dari superior ke inferior


 Tonjolan I ; arkus aorta
11

 Tonjolan II : arteri pulmonalis (pada anak-anak kadang terasa besar)


 Tonjolan III : aurikel atriu kiri (biasanya tidak menonjol)
 Tonjolan IV : ventrikel kiri

Gambar Cardiomedistinal tampak proyeksi PA

b. Tampak lateral
Batas anterior jantung dari superior ke inferior
 Aorta ascending
 Ventrikel kanan outflow track
 Ventrikel kanan
12

Batas posterior jantung dari superior ke inferior


 Atrium kiri dan vena pulmonalis
 Atrium kanan
 Vena cava inferior (Collins, 2007).

Gambar Cardiomedistinal tampak proyeksi lateral (sinistra et dektra)

Dalam melakukan pembacaan X foto toraks jantung dilakukan


beberapa penilian antara lain yaitu:
a. Konvigurasi
Batas kanan : parasternal
Batas kiri : pertengahan klavikula (mid clavikula)
Batas atas (batas dari arkus aorta): 1-2 c di bawah manubrium
sterni
Batas bawah : sukar ditentukan.
b. Letak atau Situs
Kedudukan orga di dada dan dibawah diafragma. Normalnya yaitu
jantung di hemitoraks kiri dan fundus gaster dan apeks jantung di
abdomen sisi kiri (situs solitus)
c. Ukuran
Untuk menentukan ukuran jantung dengan menggunakan CTR
(Cardo Thoracic Ratio yang telah memuni syarat untuk
pemeriksaan jantung
13

2.2.2. Pembesaran Jantung

Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah
membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada
pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-
garis untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2) (Rasad, 2010)..

a + b
𝐶𝑇𝑅 = = ±50%
c1 + c2

(normal : 48-50 %)

Gambar 2.8. Pengukuran CTR

Kardiomegali pada foto thoraks PA dan lateral (Collins, 2007). :


Pembesaran ruang X foto Proyeksi PA X foto proyeksi Lateral
jantung
Ventrikel Kanan Apeks ke laterokranial, Ruang retrosternal sempit
segmen pulmomnalis
menonjol
Atrium Kanan Batas jantung kanan, Tak memberikan
meleber ke kanan, lebih gambaran khas
14

dari 1/3 hemithorax kanan


Ventrikel Kiri Apeks ke laterokaudal Retrocardial space distal
sempit

Atrium kiri Double contour, Retrocardiac space bagian


penonjolan aurikel atrium atas sempit
kiri, brongkus utama kiri
terangkat

Gambar pembesaran atrium kanan

Gambar pembesaran Ventrikel kanan


15

Gambar pembesaran atrium kiri

Gambar pembesaran ventrikel kiri


16

2.3. Congestive heart fealure (CHF)


2.3.1 Definisi CHF
Congestive heart fealure (CHF) atau Gagal jantung adalah suatu
sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot
miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun
beban tekanan yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan olaeh karena gangguan primer otot
jantung, atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya.
Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada
defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena.
Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi
pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis
pulmonal, atau koarktasio aorta (Wilson, 2006).
2.3.2. Etiologi CHF

Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung :
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung), yaitu :
Kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja
yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau
tekanan (afterload) akibat penyakit jantung bawaan atau didapat.
2. Faktor miokardium, yaitu :
Kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium,
misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam
reumatik atau difteri.
b. Otot jantung mengalami defisiensi nutrisi, seperti pada anemia
berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal
kardiomiopati.
17

2.3.3 Patofisiologi CHF


Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-
paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti
sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau
mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris
dan korda tendinae akibat dilatasi ruang (Kumar, 2007).
18

Gambar 2.6. Mekanisme Edema Paru pada CHF

2.3.4. Klasifikasi CHF


Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The
New York Heart Association (NYHA) classification for heart failure
membaginya menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan
jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai
berikut :

1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan


aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan
sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan
dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup
melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada
walaupun saat beristirahat (Wilson, 2006).
19

2.3.5. Manifestasi Klinis CHF


Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi
menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan
dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
harus ada di saat bersamaan.
Kriteria mayor :

1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.


2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dispneu d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (120x/menit) (Wilson, 2006).

2.3.6. Gambaran Radiologi CHF


Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien
dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan
(2) edema di dasar paru-paru.
20

Gambar 2.7. Anatomi Radiografi Jantung

Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih
pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.
Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri
mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta
pembentukan edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru,
menyebabkan pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus
atas paru-sehingga menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada
lobus atas. Pengalihan pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi
posisi erect (tegak), pembesaran pembuluh-pembuluh darah pada lobus
atas sama dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus
bawah yang berjarak sama dari hilum (Rasad, 2010).

Peningkatan tekanan vena pulmonalis atau hipertensi pulmonal


berhubungan dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan
dapat di klasifikasikan menjadi beberapa derajat yang sesuai dengan
gambaran radiologisnya pada foto toraks. Pengklasifikasian ini merupakan
21

urut-urutan yang terjadi pada CHF. Menurut Elliots, klasifikasi hipertensi


vena pulmonalis dibagi menjadi :

1. Stage 1 :
Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh
darah paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus
atas lebih kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus
bawah paru. Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki
kapasitas reservoir dan akan mengalir pada vaskular yang tidak
menerima perfusi darah, sehingga menyebabkan terjadinya ditensi
pada vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini
mengakibatkan terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal.
Awalnya terjadi aliran darah yang sama, kemudian terjadi redistribusi
aliran darah dari lobus bawah menuju lobus atas.
Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah
paru, kardiomegali, dan broad vascular pedicle.
2. Stage 2 :
Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran
cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat
dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran
cairan masuk ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak
gambaran garis Kerley B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan
masuk ke dalam interstitial peribronkovaskular, pada foto toraks akan
tampak gambaran penebalan pada dinding bronkus yang disebut
peribronchial cuffing dan pengaburan pembuluh darah paru (perihilar
haze). Selain itu, fisura interlobaris juga akan terlihat menebal pada
foto toraks.
3. Stage 3 :
Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan
berlanjutnya kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat
dikompensasi oleh drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan
22

kebocoran cairan menuju alveoli (edema alveolar) dan kebocoran


cairan menuju cavum pleura (efusi pleura). Pada foto toraks akan
tampak gambaran konsolidasi, air bronchogram, cotton woll
appearance, dan efusi pleura.
4. Stage 4 :
Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada
hipertensi pulmonum yang lama) (Lorraine, 2011).

Gambar 2.9. Klasifikasi CHF pada Gambaran Radiologi


23

Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-


tanda edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar:

a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah


b) Perihilar kabur

Gambar 2.10. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur

c) Peribronchial cuffing :
Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan
interstitial di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya
dinding bronkus.
24

Gambar 2.11. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat


kecil pada bronkus.
d) Garis Kerley A :
Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak
seperti garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke
arah perifer. Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran
yang beranastomosis antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral.
Garis ini jarang ditemui dibanding garis Kerley B, dan tidak akan
tampak tanpa disertai adanya garis Kerley B atau garis Kerley C.

Gambar 2.12. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C

e) Garis Kerley B :
Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru
perifer. Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi
septum interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara
satu dengan lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini
bisa tampak pada semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru
bagian basal di sudut costofrenicus pada foto toraks PA.
25

Gambar 2.13. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal


yang pendek-pendek pada bagian basal paru

f) Garis Kerley C
Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini
pendek dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan
garis Kerley B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh
menebalnya anastomosis pembuluh limfe atau superimpose dari
beberapa garis Kerley B.
g) Efusi pleura
Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada
jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.

Gambar 2.14. Efusi pleura tampak pada foto torak PA dan lateral
h) Bat’s Wings
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli
dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas
alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain,
26

dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan
kurang tegas/jelas atau densitas perihilar.

Gambar 2.15. Congestive Heart Failure dengan densitas ruang udara


perihilar di dalam distribusi “bat wings” yang mewakili edema paru.

Gambar 2.16. Ilustrasi Gambaran Foto Toraks Pasien CHF


27

Gambar 2.17. Congestive Heart Failure

Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-


vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik
di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura
horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang
disebut “Phantom tumour”, itu bisa menghilang pada pemeriksaan
radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik.

Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya gagal jantung juga memiliki


gambaran radiologis yang berbeda antara satu dengan lainnya, seperti pada
kelainan jantung didapat dan pada kelainan jantung bawaan (Cremers,
2010; Rasad, 2010).

2.3.7. Diagnosis Banding CHF


2.3.7.1 Kelainan Jantung Didapat

1. Stenosis mitral
Penyakit reuma atau infeksi oleh coccus, menimbulkan parut yang
dapat menyempitkan katup mitral. Penyempitan yang berat dengan
diameter 1 cm atau kurang, menyebabkan hambatan bagi darah yang
mengalir dari paru melalui vena-vena pulmonalis. Vena-vena ini
melebar karena bertambah isinya dan tampak pada foto sebagai
pembuluh darah lebar dan pendek diatas hilus dengan arah ke atas.
Selain bertambahnya vena-vena ini, tekanan atrium kiri dan vena
pulmonalis juga bertambah tinggi sehingga menyebabkan tekanan di
28

dalam sirkulasi paru juga bertambah tinggi. Kedaan ini disebut


hipertensi pulmonal karena bendungan pada vena.

Pekerjaan ventrikel kanan menjadi bertambah. Otot ventrikel kanan


mengalami hipertrofi. Lama kelamaan hiupertrofi ini akan diikuti
oleh dilatasi venrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini akan
nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan pada posisi PA.
Vaskular paru, baik yang arterial maupun yan venosus tampak
bertambah melebar. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan
dapat mempengaruhi fungsi katup tricuspid. Katup ini akan
mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami
kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi
ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya
insufisiensi katup tricuspid semakin besar pula.

Ventrikel kiri biasanya tidak mengalami banyak perubahan. Pada


keadaan stenosis mitral yang berat, ventrikel kiri dapat menjadi
kecil, begitu juga aorta, karena kekurangan volume darah.

Pembuluh darah paru bertambah terutama di daerah suprahilar


kanan. Vena-vena tampak sebagai pembuluh darah yang pendek dan
lebar di hilus kana-kiri bagian atas.
29

Gambar 2.18. Kardiomegali sedang dengan atrium kiri yang


mengalami dilatasi berat. Tampak perubahan pada kedua lobus
bawah paru akibat kongesti vena yang berkepanjangan. Serta tampak
garis Kerley B pada kedua paru.

2. Insufisiensi mitral (Regurgitasi mitral)


Bila pada stenosis mitral katup menyempit, tetapi masih dapat
menutup dengan baik, maka pada insufisiensi mitral (regurgitsi
mitral) katup mitral tidak dapat menutup dengan sempurna. Hal ini
disebabkan oleh :

 Otot papilaris lemah karena meradang


 Otot papilaris putus karena trauma
 Prolaps katup
 Cincin katup melebar mengikuti dilatasi atrium kiri atau
ventrikel kiri
Pada waktu sistolik sebagian darah dari ventrikel kiri masuk lagi ke
dalam atrium kiri. Darah balik ini jumlahnya dapat besar, bergantung
pada parahnya kerusakan katup mitral. Pada diastolic darah dari
atrium yang jumlahnya menjadi besar ini mengalir ke dalam
ventrikel kiri.

Akibat regurgitasi darah pada insufisiensi mitral ini terjadilah


pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Darah yang mengalir
melalui aorta menjadi kurang jumlahnya. Hal ini dapat berakibat
30

mengecilnya caliber aorta. Pembesaran atrium kiri ini akan


menghambat masuknya darah dari paru melalui vena-vena
pulmonalis. Vena-vena pulmonalis terbendung, melebar, dan ini
menyebabkan tekanan di dalam vena meninggi. Maka terjadilah
hipertensi pulmonal. Ventrikel kanan membesar karena hipertrofi
dan dilatasi, sebagaimana terlihat pada stenosis mitral.

Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan


stenosis mitral dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Pada
insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar, sedang pada stenosis
mitral ventrikel ini normal atau kecil. Aorta pada insufisiensi mitral
besarnya bergantung pada darah yang mengalir melalui aorta. Bila
regurgitasi itu besar, maka jumlah darah yang mengalir melalui aorta
menjadi kecil. Pada foto arkus aorta akan tampak kecil. Pada
kelainan mitral, baik yang bersifat stenosis atau insufisiensi sering
terjadi kelainan-kelainan pada paru. Perubahan ini akan nampak jelas
bila penderita menunjukkan tanda-tanda dekompensasi.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru adalah :

a) Pelebaran pembuluh paru yaitu pembuluh vena dan kemudian


juga akan terjadi pelebaran arteri. Pelebaran ini disebabkan
karena bendungan pada vena pulmonalis. Selama arteri
pulmonalis masih nampak, biasanya ventrikel kanan masih
bekerja baik. Bila arteri ini mulai kecil dan sukar dilihat, maka
kemungkinan ventrikel kanan sudah menunjukka gejala
kegagalan.
b) Terjadi bintik opak di parenkim paru. Biasanya dimulai sekitar
hilus kanan dan kiri. Bintik ini menunjukkan adanya edema di
jaringan interstitial. Gambaran paru menjadi lebih suram dari
normal. Makin banyak edema, bercak-bercak ini makin
31

bertmabah besar lebar dan mengakibatkan perselubungan di


sekitar hilus kanan dan kiri. Ini adalah edema alveolar.
c) Efusi pleura
Biasanya penimbunan cairan di kavum pleura ini agak jarang.
Efusi pleura dapat terjadi terutama pada dekompensasi yang
sudah lanjut.

d) Bintik perkapuran di paru hemosiderosis.

3. Insufisiensi aorta (Regurgitasi aorta)


Pada insufisiensi aorta, katup aorta tidak dapat menutup sempurna.
Penyebabnya banyak sekali, atara lain radang reuma, radang sifilis,
dan cincin katup melebar karena dilatasi ventrikel kiri.

Pada sistolik, darah dari ventrikel kiri masuk ke dalam aorta secara
normal. Pada diastolic, darah dari aorta sebagian masuk ke dalam
ventrikel. Jumlahnya bergantung pada parahnya katup aorta. Dalam
keadaan parah yang lanjut, jumlah darah yang kembali itu besar.
Darah yang bolak balik ini disebut regurgitasi. Dengan demikian
penyakit katup ini disebut regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta.

Aorta pada sistolik melebar, sedangkan pada diastolic mengecil,


lebih kecil daripada aorta yang normal sebagai akibat regurgitasi.
Ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan juga dilatasi. Pada foto
tampak pembesaran aorta dan ventrikel kiri, sedang pinggang
jantung bertambah mendalam. Bentuk jantung semacam ini disebut
konfigurasi aorta atau bentuk sepatu.

Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka atrium kiri dan


pembuluh darah paru melebar, terutama vena pulmonalis.

4. Stenosis aorta
32

Stenosis katup aorta menyebabkan terjadinya dilatsi pasca stenotik


pada aorta asendens. Aorta desenden tidak berubah, tetapi kadang-
kadang menjadi lebih kecil dari normal. Ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan kemidian disertai dilatasi.

Selama ventrikel kiri cukup kompeten, keadaan vascular paru tidak


berubah. Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka darah
tidak dapat dipompa ke aorta secara biasa, dan akibat timbunan
darah di ventrikel kiri ini terjadilah pembesaran atrium kiri dan
bendungan vena pulmonalis (Rasad, 2010).

Gambar 2.19. Kardiomegali sedang dengan batas jantung kiri yang


mendatar.

2.3.7.2. Kelainan Jantung Bawaan

1. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal untuk sebagian besar merupakan kelainan
congenital. Sebagian lainnya disebabkan oleh pengisutan katup akibat
reuma.

Penyempitan pada arteri pulmonalis dapat terjadi di berbagai tempat,


yang penting adalah :
33

a) Penyempitan pada infundibular, mengakibatkan stenosis


infundibular.
b) Penyempitan di katup pulmonal sendiri, stenosis valvular.
c) Penyempitan di cabang-cabang arteri pulmonalis, stenosis
supravalvular.
Stenosis dapat terjadi di dua tempat, misalnya stenosis infundibular dan
stenosis valvular atau stenosis supravalvular.

2. Atrial Septal Defect (ASD)


Defek pada sekat atrium dapat terjadi pada septum primum yang tidak
menutup. Atau terjadi pada septum sekundum (foramen ovale), karena
foramen ini terlalu lebar atau penutupnya kurang sempurna (Kumar,
2007).

Pada kebocoran jantung dengan arah arus dari kiri ke kanan ini (L-R
shunt) hilus melebar, tebal, dan tampak pulsasi hilus. Pulsasi ini
disebut hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri pulmonalis
penuh darah dan melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat
sampai ke hilus. Hilar dance ini dapat dilihat pada kedua hilus dengan
fluoroskopi.

Darah dari atrium kiri mengalir ke dalam atrium kanan (L-R shunt).
Bersama dengan darah dari atrium kanan, darah tersebut masuk ke
dalam ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. Jumlah darah dalam
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis menjadi besar dan terjadi
dilatasi ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Darah yang masuk ke
ventrikel kiri berkurang.

Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke


ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat,
sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh
darah hilus melebar demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun
34

pembuluh darah bagian tepi menyempit dan tinggal pembuluh darah


dari sentral (hilus) saja yang melebar. Bentuk hilus yang melebar,
meruncing ke bawah berbentuk seperti tanda koma terbalik (inverted
coma).

Gambaran ini menunjukkan adanya tekanan yang meninggi dari


pembuluh darah paru : hipertensi pulmonal (arterial). Tingginya
hipertensi pulmonal ini akan membawa perubahan pada arah
kebocoran. Tekanan di ventrikel kana dan di atrium kanan berangsur
menjadi tinggi. Bila tekanan atrium kanan lebih tinggi daripada atrium
kiri, kebocoran menjadi terbalik arahnya yaitu kebocoran dari kanan
ke kiri (R-L shubt). Pada awalnya penderita tidak sianotik, sekarang
dengan pembalikan arah arus darah penderita menjadi sianotik.
Keadaan ini disebut sindrom Eisenmenger (Rasad, 2010) .

Gambar 2.20. Gambaran arteri pulmonalis yang sedikit meningkat dan


arteri pulmonalis utama tampak konveks dengan ukuran jantung yang
normal

3. Ventricular Septal Defect (VSD)


Kelainan congenital ini paling sering dijumpai pada anak-anak.
Kebocoran ini terjadi di septum intraventrikular. Kebocoran ini terjadi
karena kelambatan dalam pertumbuhannya. Biasanya terjadi di pars
muskularis atau di pars membranasea dari septum. Besarnya
35

kebocoran bervariasi, mulai dari ukuran kecil sampai besar. Darah


dari ventrikel kiri mengalir melalui defek ke dalam ventrikel kanan (L-
R shunt).

Bersama-sama darah yang datng dari atrium kanan, darah di ventrikel


kanan jumlahnya bertambah besar. Seluruh pembuluh darah arteri
pulmonalis beserta pembuluh darah di paru melebar. Hilus melebar.

Arteri pulmonalis menonjol. Aorta menjadi kecil, karena darah yang


seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel
kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang
julahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalai dilatasi.
Ventrikel kiri otot-ototnya mengalami hipertrofi. Hipertrofi ini agak
sukar dilihat pada foto polos. Arah arus dari kiri ke kanan dapat
berbalik menjadi dari kanan ke kiri bila terjadi kelainan pada
pembuluh darah paru, yaitu pembuluh darah paru lumennya menjadi
sempit terutama di bagian perifer. Hal ini berakibat tekanan di arteri
pulmonalis menjadi tinggi. Tekanan di ventrikel kanan juga meninggi.
Bila tekanan di ventrikel kanan menjadi lebih tinggi dari pada tekanan
di ventrikel kiri, maka terjadilah pembalikan arah kebocoran menjadi
R-L shunt. Perubahan arah kebocoran ini menyebabkan penderita
menjadi sianosis, sesuai dengan gejala Eisenmenger.
36

Gambar 2.21. Kardiomegali sedang dengan apeks ventrikel kiri yang


membesar hingga dinding toraks kiri. Pembuluh darah paru meningkat
simetris dengan arah aliran yang berbentuk konveks

4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


Pada kelainan congenital ini terdapat hubungan antara aorta dengan
arteri pulmonalis. Penghubungnya adalah duktus arteriosus Botali.
Pada kehidupan intrauterine, duktus itu berfungsi untuk sirkulasi
darah dari arteri pulmonalis ke aorta. Pada waktu lahir, duktus ini
menutup. Bila duktus ini besar, maka ia akan tetap merupakan
hubungan antara aorta dan arteri pulmonalis. Darah dari aorta akan
mengalir arteri pulmonalis (L-R shunt). Kelainan ini disebut PDA.
Aorta asenden terisi normal dengan darah dari ventrikel kiri. Caliber
arkus tampak normal. Setelah sampai duktus, sebagian darah mengalir
ke arteri pulmonalis. Arteri pulonalis dan cabang-cabangnya menjadi
lebar, sedangkan aorta desenden mengecil. Pembuluh darah paru
melebar, hilus melebar, dan pada fluoroskopi tamapak hilar dance.

Bila kemudian tetjadi penyempitan pembuluh darah paru bagian tepi,


maka tekanan di arteri pulmonalis akan meninggi. Keadaan ini akan
memungkinkan arah arus kebocoran berbalik menjadi R-L shunt, dari
37

arteri pulmonalis ke aorta. Pada saat itu pasien akan mengalami


sianosis atau mengalami sindrom Eissenmenger.

Gambar 2.22. Kardiomegali ringan dengan arteri pulmonalis utama


yang berbentuk konveks dan arkus aorta yang prominen diatas MPA.

5. Tetralogi Fallot
Pada tetralogi fallot terdapat 4 kelainan pokok, yaitu :

a) Hipertrofi ventrikel kanan


Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan penebalan otot
(hipertrofi) yang dapat dilihat jelas pada foto lateral.

b) Semitransposisi letak aorta


Posisi aorta dapat dilihat dari posisi septum. Septum tampak
sebagai bayangan hitam antara ventrikel kanan-kiri.
Semitransposisi aorta (overriding aorta) akan tampak dari posisi
aorta yang pangkalnya sebagian berada di ventrikel kiri dan
sebagian berada di ventrikel kanan.

c) VSD dengan kebocoran kanan ke kiri


d) Stenosis pulmonal
Pada foto polos tampak paru yang radioluse dari biasanya. Pembuluh
darah paru berkurang dan pembuluh yang Nampak mempunyai caliber
kecil. Jantung membesar ke kiri dengan pinggang jantung yang
38

mendalam atau konkaf. Arkus aorta sering Nampak di sebelah kanan


kolumna vertebra. Akibat kelaianan ini, sejak lahir bayi menjadi
sianosis.

Gambar 2.23. Bentuk jantung seperti sepatu (boot shaped) dengan


ukuran yang normal. Pembuluh darah paru tampak berkurang dan
arkus aorta tampak prominen di sebelah kiri.

2.3.8. Penatalaksanaan CHF

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi


beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama
fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1)
beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya
dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional II).
Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai
respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau
perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk
perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif (Rasad, 2010).
39

BAB III

LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita

Nama : Tn Kasmani

Usia : 63 th

Jenis kelamin : Laki Laki

Alamat : Jl. Pelik Mranggen, Demak

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa (WNI)

Ruangan : Baitus Izzah 1/Rawat INAP

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)

Pasien datang dengan keluhan sesak , sesak dirasakan terus


menerus bahkan ketika istirahat. Keluhan dirasakan sejak 10 hari lalu ,
sebelumnya sesak hanya dirasakan ketika aktifitas namun sesak juga
dirasakan ketika pasien istirahat. Pasien mengaku sesak berkurang ketika
posisi setengah duduk dengan bantal tinggi. Pasien juga mengeluh nyeri
kepala yang dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat sakit dengan keluhan serupa (+)
40

- Riwayat DM (+)
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat alergi obat disangkal (+)

3.3. Diagnosis

Kardiomegali (suspek LVH)

Elongasi aorta

Edema pulmo

3.4. Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI

3.4.1.1 Darah Rutin

3.4.1.1.1 Hb 14,9 g/dl

3.4.1.1.2 Ht 45,1 %

3.4.1.1.3 Leukosit 9,73 ribu/uL

3.4.1.1.4 Trombosit 271 mg/dl

KIMIA

3.4.1.2 Ureum 44 mg/dl

3.4.1.3 Creatinin Darah 0.74 mg/dl

3.4.2 Pemeriksaan Radiologi

3.4.1.1. Gambaran Radiologi Thorax


41

3.4.1.2. Pembacaan Hasil Foto Thorax

Cor : Apeks bergeser ke laterokaudal.

Pinggang jantung mendatar.

Elevasi broncus ke kiri,

Elongasi aorta

Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat disertai

bluuring vascular, disertai blurring vaskuler

diaphragma dan sinus costofrenikus tak tampak kelainan.

KESAN

Cor : Kardiomegali suspek LVH , LA


42

Elongasi aorta

Pulmo : Edem pulmo


43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Seorang pasien laki-laki dengan usia 63 tahun datang ke IGD RSI Sultan

Agung dengan keluhan sesak nafas dan terasa lemas 1 minggu SMRS dan

memburuk sejak 1 hari SMRS.

Sesak terjadi setiap hari, terus menerus dan mengganggu aktivitas. Sesak

nafas juga terjadi saat pasien istirahat. Pasien mengeluh mual, muntah, dan

penurunan nafsu makan.

. Nyeri berkurang sedikit dengan istirahat dan tidur dengan bantal tinggi.

pasien memeriksakan diri langsung ke IGD RISA dan langsung menjalani rawat

inap. Penderita memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal,

memiliki riwayat hemodialisa, jarang olaraga, dan merokok.

Dari hasil pemeriksaan radiologi foto thoraks, didapatkan gambaran pada

foto thoraks : Cor : CTR > 50%, mengalami pembesaran (suspek LVH, LAH) .

Pulmo : edem pulmo.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan antara usia dengan kardiomegali (LVH)

Pasien Tn. K memiliki usia kategori usia lanjut yang sangat berisiko

terjadinya pembesaran jantung. Hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan dilakukan di Poliklinik Penyakit

Dalam RSU Kota Tasikmalaya oleh Gyse’le S. Bleumink dkk, dimana


44

insiden kejadian gagal jantung banyak dijumpai pada usia lebih dari 55

tahun.

4.2.2 Hubungan antara hipertensi dengan kardiomegali (LVH)

Dari hasil pemeriksaan di dapatkan pasien Tn. K memiliki riwayat

hipertensi dan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi mengalami

pembesaran jantung kiri atau LVH. Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya bahwa hipertensi merupakan faktor resiko terhadap kejadian

hipertrofi ventrikel kiri dimana pria dengan hipertensi beresiko sebesar 7,737

kali mendapatkan LVH dibandingkan dengan mahasiswa pria yang

normotensi (Ribka dkk, 2015). Pada pemeriksaan ekokardiografi menujukan

bahwa LVH terjadi pada lebih dari 50% penderita hipertensi sedang dan

hamper pada semua penderita yang di rawat karena hipertensi berat

(Horrower, 1998).

Jantung mengalami hipertrofi dalam usaha akibat beban tekan

(Pressure over load) atau beban volume (Voleme overload yang

mengakibatkan peningkatan tegangan dinding otot jantung. Hipertrofi

ventrikel kiri dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang

dipengaruhi oleh sistem saraf adrenergik sebagai respon neurohumoral,

kemudian diikuti dengan peningkatan aliran darah balik vena karena

vasokontriksi dipembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal.

Bertambahnya volume darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja

jantung, kontraksi otot jantung akan menurun karena suplai aliran darah yang
45

menurun dari aliran koroner akibat arteriosclerosis dan berkurangnya

cadangan aliran pembuluh darah koroner. Dengan peningkatan tahanan

perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung mengalami hipertrofi karena

aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi miokard. Akibat dari

pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi anatomi, dimana

apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati ruang

retrocardiac space (Statters, 2000)

4.2.3 Hubungan antara aktivitas fisik dengan kardiomegali (LVH)

Berdasarkan riwayat pasien menunjukan adanya aktivitas yang buruk

yaitu di tunjukan dengan jarangnya olaraga dan merokok. Pada penelitian

hubungan aktivitas Fisik dengan LVH sebelumnya menujukan bahwa pria

dengan aktivitas fisik yang kurang berisiko sebesar 6,333 kali mendapatkan

LVH di bandingkan dengan pri yang beraktivitas fisik sedang. Merokok

merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab

rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap

oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan

hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena

tekanan darah yang lebih tinggi (Ribka dkk, 2015).

4.2.4 Hubungan antara gagal jantung dengan edema pulmo

Pada pemeriksaan ditemukan adanya kardiomegali disertai tanda-

tanda kongestif, seperti kenaikan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan


46

edema pulmo. Edema ini disebabkan oleh gangguan fungsi sistolik dan/atau

fungsi diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik atrium kiri dan kapiler paru

yang mendadak akan menyebabkan transudasi ke jaringan intertisial paru

(Lorraine, 2011).
BAB V

KESIMPULAN
Congestive heart fealure (CHF) atau Gagal jantung adalah suatu sindroma

klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam

mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan

yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

Pada pasien dalam kasus diatas didapkan diagnosis Congestive heart failure

(CHF) atau Gagal jantung kiri di dasarkan pada pemeriksaan radiologi X foto

thorak posisi PA di dapatkan apeks kelaterokaudal dan adanya elongasi aorta.

Pada mekanisme kompensasi otot miokard ventrikel kiri pada pasien ini

akibat peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung

mengalami hipertrofi karena aktifasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi

miokard. Akibat dari pembesaran jantung kiri menyebabakan perubahan posisi

anatomi, dimana apeks cordis akan bergeser kearah laterokaudal dan menempati

ruang retrocardiac space. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik

ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan

tekanan hidrostatik atrium kiri dan kapiler paru yang mendadak akan

menimbulkan transudasi ke jaringan intertisial paru yang menyebabkan edema

paru.

47
DAFTAR PUSTAKA
Brashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis
patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007. p53-5.

Collins J, Stern EJ. 2007. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. ISBN:0781763142.

Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart


Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010

Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance : Anamnesis & Pemeriksaan Fisik. Jakarta :


Erlangga.

Guyton, A.C; Hall, J.E; 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
107-128.

H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk. 2003. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi
4. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Hartono L. 1995.Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV.


Jakarta: EGC.

Horrower, A. and Mc Farlane, G., 1998. Left ventricular hypertrophy in hyper


tension. Am J Med;(S)1B:89-91.

Ismail. Gagal jantung kongestif. [Online] 1 Mei 2009 [akses 18 Juli 2015].
Available from: URL: http://www.gagal-jantung-kongestif.co.id.html.

Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.Jakarta :
EGC.

L. brashers, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi pemeriksaan dan


Manajemen. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. 2011. Acute Pulmonary
Edema. (Akses 17 Juli 2015) Available from: URL http://www.nejm.org.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Ribka L, Wowor., Kandou, G.D., Umboh, J.M.L., 2015. Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Pembesaran Jantung Kiri (LVH) pada Mahasiswa Pria Peserta
Kepanitraan Klinik Madya Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
FK Universitas Sam Ratulangi Manado.

48
49

Statters DJ. Malik M. Ward DE. Camm AJ. QT dispersion, problem of


methodology and clinical significance. J. cardiovascular electrophysiology
1994 Aug. 672-85.

Sudoro, Aru . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta :
FKUI.

Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
50

DAFTAR PUSTAKA GAMBAR

1. Heart Failure (HF) (Congestive Heart Failure)


in Merck manual

2. Radiographic analysis of vascular distribution: a review (PDF)


by Carle Ravin
Presented as part of a Conference on Chest Radiology 1982

3. Pulmonary artery-bronchus ratios in patients with normal lungs,


pulmonary vascular plethora, and congestive heart failure.
by J H Woodring
April 1991 Radiology, 179, 115-122.

4. American College of Radiology ACR Appropriateness Criteria:


Congestive Heart Failure
5. The Radiologic Distinction of Cardiogenic and Noncardiogenic Edema
(PDF)
by Eric Milne et al
American Journal of Roentgenology, Vol 144, Issue 5, 879-894

6. The vascular pedicle of the heart and the vena azygos. Part II: Acquired
heart disease.
by M Pistolesi, E N Milne, M Miniati and C Giuntini
July 1984 Radiology, 152, 9-17.

7. Pulmonary hypertension secondary to left-sided heart disease: a cause for


ventilation-perfusion mismatch mimicking pulmonary embolism.
by Au VW, Jones DN, Slavotinek JP.
British Journal of Radiology. 2001 Jan; 74(877) 86-88.

8. The pulmonary vessels in incipient left ventricular decompensation


by M. Simon
Circulation 1961; 24:185-190

9. Pulmonary vascular congestion in acute myocardial infarction:


Hemodynamic and radiologic correlation
by McHugh, T. J., Forrester, J. S., Adler, L., et al.
Ann. Intern. Med., 1972; 76:29-33

10. Radiological detection of clinically occult cardiac failure following


myocardial infarction
51

Harrison M.O., Conte P.J., Heitzman E.R.


Br J Radiol. 1971; 44:265-272

11. Absolute lungdensity in experimental canine pulmonary edema


by Gamsu G,Kaufman K ,Swann S ,Brito A.
Invest Radiol 1979 ; 14: 261-269

12. Aging and the respiratory system


Bonomo L., et al.
Radiologic Clinics of North America, vol. 46, nr 4, July 2008: 685-702

Anda mungkin juga menyukai