Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2021


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

RADIOLOGI TUMOR PLEURA

Oleh:

Aflin Bihar
1051011 002 20

Pembimbing:
Dr. Andi Hendra Yusa, Sp.Rad, M.Kes
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Radiologi)

BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aflin Bihar


NIM : 1051011 002 20
Judul Refarat : Radiologi Tumor Pleura

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juli 2021


Pembimbing

dr. Andi Hendra Yusa, Sp.Rad, M.Kes

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................7
1. Anatomi & Fisiologi Pleura..................................................................................................7
2. Definisi Tumor Pleura........................................................................................................10
3. Epidemiologi.......................................................................................................................10
4. Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Pleura...........................................................................11
5. Klasifikasi Tumor Pleura....................................................................................................12
A. Primary Pleural Tumors..................................................................................................12
B. Secondary Pleural Tumor................................................................................................18
6. Diagnostik Tumor Pleura....................................................................................................19
7. Tatalaksana Tumor Pleura..................................................................................................33
8. Prognosis.............................................................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gambaran radiologis tumor pleura dapat dilihat dengan beberapa teknik pencitraan.
Evaluasi noninvasif standar termasuk radiografi dada dan computed tomography (CT), serta
dapat dilengkapi dengan MRI dan kadang-kadang dengan USG. Gambaran kelainan pleura,
termasuk kalsifikasi, biasanya ditunjukkan dengan baik pada CT scan. CT scan sangat berguna
dalam membedakannya dari lesi paru perifer dan dalam mendefinisikan lokasi dan luasnya massa
pleura.1

Tumor pleura difus dan soliter. (a) diagram Coronal menunjukkan penyakit pleura
difus di sisi kiri dada dan massa pleura soliter di hemithoraks kanan (b) diagram Transverse
Menunjukkan tumor pleura nodular yang meluas dengan efusi di hemitoraks kiri dan
massa fokal pleura kanan.

Tumor pleura biasanya muncul sebagai massa jaringan lunak, dengan sudut tumpul
pada dinding dada. Neoplasma tersebut bisa berupa fokal atau difus dan mungkin berhubungan
dengan efusi pleura. Meskipun terdapat tumpang tindih dalam gambaran radiologis tumor jinak

4
dan ganas, beberapa ciri tertentu membantu dalam perbedaan ini. Sebagai contoh, pada penyakit
pleura ganas difus, temuan dari proses neoplastik adalah penebalan pleura yang melingkar, nodul
pleura yang meluas, ketebalan pleura parietal yang melebihi 1 cm, dan keterlibatan mediastinum
pleura. Berbeda dengan lesi rongga dada ganas, tumor fibrous lokal biasanya muncul sebagai
tumor soliter, berbatas tegas, berupa massa jaringan lunak berlobus yang timbul di permukaan
pleura. Meskipun ciri-ciri ini menggambarkan neoplasma pleura jinak dan ganas, diagnosis pasti
hampir selalu memerlukan biopsi. Di antara berbagai tumor pleura, penyakit metastasis
merupakan neoplasma yang paling umum. Tumor primer mencapai kurang dari 5 % dari
neoplasma pleura. Jenis histopatologi spesifik tumor yang berasal dari pleura adalah
mesothelioma ganas difus, tumor fibrous lokal, dan neoplasma yang jarang seperti limfoma
pleura primer.1
Neoplasma pleura adalah kelompok beragam entitas patologis jinak dan ganas yang
mencakup keganasan primer dan sekunder. Kebanyakan neoplasma pleura adalah metastasis,
biasanya dari kanker paru-paru, meskipun neoplasma ekstratoraks seperti kanker payudara dan
ovarium memiliki kecenderungan untuk menyebar ke pleura.2
Tumor primer pleura muncul sebagai neoplasma difus atau local. Tumor dengan bentuk
difuse, diketahui sebagai diffuse mesothelioma pleural yang muncuk dari sel mesothelial
disepanjang lapisan pleura, biasnya tumor ini bersifat maligna dan paling banyak berhubungan
dengan paparan asbestos.3
Penyebab yang sedikit dari tumor ini, diketahui adalah solitary fibrous tumor of the
pleura (SFTP). Tumor ini berasal dari lapisan submesothelial mesenchymal. Pada tahun-tahun
awal, terdapat kontroversi tentang asal neoplasma ini, sehingga menyebabkan munculnya
berbagai istilah untuk neoplasma ini, misalnya Localized Pleural Mesothelioma, Pleural
Fibroma, Localized Fibrous Mesothelioma, Submesothelial Fibroma, dan localized Fibrous
Tumor. Namun, kemajuan dalam imunohistokimia dan mikroskop electron telah menyebabkan
tumor ini disebut sebagai SFTP dan telah diklasifikasikan sebagai tumor yang terpisah dari
mesothelioma pleural yang malignan.3
Berbagai tumor dapat mempengaruhi pleura mulai dari lipoma jinak hingga keganasan
agresif yang jarang, seperti sarkoma sinovial. Adenokarsinoma metastatik adalah penyebab
paling umum dari penyakit pleura ganas, sedangkan mesothelioma ganas adalah tumor pleura
primer yang paling umum. Radiografi dada berguna dalam penilaian awal penyakit pleura yang

5
dicurigai, tetapi temuan mungkin tidak dapat membedakan kondisi jinak dari ganas. Computed
tomography (CT) adalah teknik pencitraan andalan untuk penilaian utama penyakit pleura dan
memberikan peningkatan sensitivitas untuk identifikasi proses pleura ganas. Magnetic resonance
imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET) adalah teknik pelengkap untuk
penilaian penyakit pleura yang dapat memberikan informasi staging dan prognostik tambahan.4

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi & Fisiologi Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embriogenik
berasal dari jaringan intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya
mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan
anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim
paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang
tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral
diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara
pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran
darah sistemik. Pleura visceral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang
mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.5

Gambar: Pleura Visceral dan pleura parietal

7
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas
permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg.
Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga
dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm
menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura
mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.Bagian inferior pleura parietal dorsal
dan ventral mediastinum tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan
bertahan hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal dari hilus
menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum
pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus
traumatik.6

Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan
internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis, diafragmatik
superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari
arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri
mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri
dan kembali menuju vena kava superior melalui vena azigos. Pleura visceral mendapat sirkulasi
darah dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.6

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika. Pleura kostalis
diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika oleh saraf frenikus.
Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan
nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun secara
luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.6

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura
parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura parietal
melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka
langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfisialis terletak pada jaringan ikat di
lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan
limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri
8
mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju
nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum, dan dari pleura diafragmatik menuju nodus
parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior. Cairan pleura tidak masuk ke dalam
pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal
sehingga tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus
torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga pleura
menyebabkan chylothorax.7

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh
rongga pleura. Tekanan pleura Bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan
transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.
Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil
elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan
rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler,
kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit.Ketidakseimbangan
komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.7

Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan pleura
dan tekanan permukaan pleura.Tekanan cairan pleura mencerminkan dinamik aliran cairan
melewati membran dan bernilai sekitar 10 cmH2O. Tekanan permukaan pleura mencerminkan
keseimbangan elastik rekoil dinding dada ke arah luar dengan elastic rekoil paru ke arah dalam.
Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks
paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor
gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal; perbedaan tekanan pleura
antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif
rata di seluruh jaringan paru normal sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda
pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal
sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab
pneumotoraks spontan. Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi7.

Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid yang
diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga terbentuk lubrikasi
untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut Bersama tekanan permukaan pleura,

9
keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak
antara pleura viseral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 μm. Proses respirasi
melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan napas
dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan saluran napas tetap
terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran
napas. Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut
tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga
memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi.5

2. Definisi Tumor Pleura

Tumor pleura adalah tumor yang ditemukan di pleura di antara paru-paru dan
dinding dada. Tumor ganas yang paling umum terjadi pada pleura adalah mesothelioma.
Komplikasi paling sering akibat keganasan ini adalah efusi pleura. Namun temuan ini tidak
spesifik karena efusi pleura juga dapat ditemukan pada tumor pleura yang jinak. Tanda lain
yang dapat menunjukkan keganasan adalah dengan melakukan pemeriksaan Computed
Tomography (CT) umumnya meliputi; penebalan pleura > 1 cm, penebalan pleural nodul,
keterlibatan dari pleural mediastinal surface, dan kehilangan volume dari hemithorax yang
dipengaruhi.8

3. Epidemiologi

Mesothelioma pleura menyumbang 5-28% dari semua keganasan yang berhubungan


dengan pleura. Terdapat hubungan yang kuat dengan paparan asbes (40-80%). Paparan
paraoccupational (misalnya salah satu pekerja dari anggota kelurga yang terkena asbes) juga
dapat terjadi.9
Setiap tahun, terdapat 2000 kasus mesothelioma pleural di Amerika Serikat. Hampir
87.3% kasus yang terjadi pada pria dan 64.8% kasus pada Wanita disebabkan oleh asbestos
(kelompok silikat) dan menunjukkan periode latensi yang panjang selama beberapa dekade
terakhir.10
Tujuh juta orang di Jepang telah didiagnosa dengan mesothelioma ganas di
bandingkan dengan 40 juta orang di Australia. Perbedaan ini utamanya disebabkan jumlah
asbes yang dikonsumsi pada priode tertentu.

10
Australia, sebagai salah satu negara yang terkena dampak asbes secara berlebihan
pasca perang dunia kedua, menjadikannya memiliki insidensi tertinggi mesothelioma ganas.
Sekitar 660 kasus baru mesothelioma ganas yang menyebabkan kematian dan
didokumentasikan pada tahun 2007, penyakit ini mendekati jumlah kematian yang
disebabkan oleh multiple myeloma dan kanker ovarium. Terdapat juga variasi regional dalam
kejadian mesothelioma, misalnya di Australia, kejadian yang paling tinggi terjadi pada pria
yg di Australia Barat.
Asbes yang halus di gunakan sebagai pengganti rumput untuk menutup halaman
sekolah dan tempat bermain di taman kota menyebabkan terjadinya mesothelioma massif
yang kebanyakan bermain pada daerah tersebut adalah anak-anak. Sesudah itu, penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh asbes terdapat pada pekerja yang terekspos kemudian di
pabrik-pabrok dan penggunaan produk-produk dari asbes, seperti pada tukang pipa,tukang
kayu, atau instalator isolasi asbes. Selanjutnya, laporan 20-30% dari kasus mesothelioma
malignan, terdiri atas siapa saja yang terpapar oleh asbes yang banyak dimana serat-serat
asbes tersebut terlepas ke atmosphere di negara-negara industry.
Selanjutnya adalah Solitary Fibrous Tumor of the Pleura (SFTP). Tumor ini
termasuk tumor langka dengan kasus kurang dari 800 kasus yang telah dilaporkan. Ini
berbanding terbalik dengan diffuse mesothelioma pleural, dimana mesothelioma pleuaral ini
di laporkan terdapat 3000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat.3
Meskipun SFTP terjadi pada rentang usia yang luas (5-87 tahun), namun Sebagian
besar penyakit ini terjadi pada decade ke-6 sampai ke-7 kehidupan, dengan frekuensi yang
cukup seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hanya satu kasus yang telah dilaporkan
berhubungan dengan aspek familial (ibu dan anak perempuan). Secara umum, tidak ada
predisposisi genetic yang jelas untuk tumor ini dan tidak ada hubungannya pula dengan
paparan asbes, tembakau, atau agen lingkungan.3

4. Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Pleura

1. Usia
Risiko perkembangan mesothelioma meningkat seiring bertambahnya usia, karena
periode latensi yang Panjang setelah paparan asbes. Kebanyakan pasien adalah lebih dari
50- 70 tahun (rata-rata 63 tahun). Ada dominasi laki-laki pada kejadian ini sesuai dengan

11
pola pekerjaan (laki-laki/perempuan) rasio 3-4:1. Gejala yang muncul termasuk nyeri
dinding dada (unilateral atau bilateral), radang selaput dada, batuk, dan dispnea progresif
sekunder menjadi efusi pleura. Kadang pasien terdiagnosis tanpa gejala apabila
stadiumnya masih dini. Penyakit ini juga bisa bermetastasis jauh ke hati, limpa, tiroid,
atau otak.11
2. Paparan Asbestos
Faktor risiko tertinggi adalah akibat paparan dari asbestos yang mengakibat
spektrum penyakit thorax seperti mesothelioma malignan, yang meliputi pleural fibrosis,
pleural plaque, benign asbestos pleural effusion, asbestosis (parenchymal fibrosis), dan
small cell dan non-small cell lung carcinoma.11
3. Genetik
Inversi parasentrik pada kromosom 12q13 yang melibatkan gen fusi NAB2-
STAT6 mungkin merupakan mekanisme yang mungkin. Sebuah penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal Chest melaporkan SFTP familial pada seorang ibu dan
putrinya.12
4. Infeksi kronik
Terdapat hubungan antara limfoma ekstranodal dengan peradangan kronik,
misalnya hubungan antara Helicobacter Pylori dengan limfoma lambung. Dalam skenario
yang sama, primary pleural lymphoma dikaitkan dengan riwayat pyothorax kronis (2,2%
kasus), atau sebagai akibat dari peradangan kronis pleura karena pneumotoraks
sebelumnya untuk mengobati tuberkulosis. Diperkirakan bahwa peradangan pleura yang
berlangsung lama merupakan faktor penting dalam perkembangan limfoma ini. Virus
Epstein-Barr dan stimulasi sitokin inflamasi juga diduga berperan. Limfoma pleura
terkait pyothorax cenderung muncul sebagai lesi massa yang terdiri dari limfoma non-
Hodgkin tingkat tinggi yang berasal dari sel B.13
5. Lain-lain
 Serat non abses, erionite
 Radiasi

5. Klasifikasi Tumor Pleura


A. Primary Pleural Tumors
1. Mesothelioma Pleural Malignant (MPM)
12
Mesothelioma adalah neoplasma langka yang muncul pada sel mesothelial
sepanjang rongga tubuh seperti pleura, pericardium, peritoneum, dan tunica vaginalis.
Kebanyakan mesothelioma malignan terjadi pada rongga dada dan kejadiannya di
pengaruhi oleh paparan asbestos.11
Insidensi tertinggi dari mesothelial neoplasma ini ditemukan di Australia dan
Inggris (kira-kira 30 kasus per juta orang per tahun) dengan berbagai variasi diantara
kedua negara. Faktor risiko tertinggi adalah akibat paparan dari asbestos yang
mengakibat spektrum penyakit thorax seperti mesothelioma malignan, yang meliputi
pleural fibrosis, pleural plaque, benign asbestos pleural effusion, asbestosis
(parenchymal fibrosis), dan small cell dan non-small cell lung carcinoma.11
Pasien dapat memberikan riwayat pajanan asbes di tempat kerja (misalnya,
konstruksi, pembuatan kapal, atau industri otomotif) atau tinggal di wilayah dengan
industri yang dikenal kontaminasi atau risiko lingkungan. Lingkungan dan/atau
paparan asbes domestik adalah dianggap berkontribusi pada peningkatan proporsi
mesothelioma pada Wanita. Rata-rata waktu dari paparan asbes hingga
pengembangan mesothelioma panjang, mulai dari 20 hingga lebih besar dari 40
tahun, dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi paparan.11
Risiko perkembangan mesothelioma meningkat seiring bertambahnya usia,
karena periode latensi yang Panjang setelah paparan asbes. Kebanyakan pasien adalah
lebih dari 50- 70 tahun (rata-rata 63 tahun). Ada dominasi laki-laki pada kejadian ini
sesuai dengan pola pekerjaan (laki-laki/perempuan) rasio 3-4:1. Gejala yang muncul
termasuk nyeri dinding dada (unilateral atau bilateral), radang selaput dada, batuk,
dan dispnea progresif sekunder menjadi efusi pleura. Kadang pasien terdiagnosis
tanpa gejala apabila stadiumnya masih dini. Penyakit ini juga bisa bermetastasis jauh
ke hati, limpa, tiroid, atau otak.11
Pasien dengan Pleural Mesothelioma Pleura biasanya datang dengan nyeri
dada, sesak napas, dan batuk. Invasi ke dinding dada dapat menyebabkan nyeri yang
tak tertahankan. Efusi pleura terjadi pada 95% kasus. Sebagai tumor tumbuh, ada
infiltrasi lengkap dari pleura dan pembungkus paru-paru. Mediastinalinvasion dapat
menyebabkan disfagia, paralisis nervus frenikus, tamponade jantung, dan sindrom
vena cava superior.2

13
Torakoskopi merupakan prosedur diagnostik yang baik untuk pasien yang
diduga menderita mesothelioma. Ini memiliki sensitivitas 91% -98% dalam diagnosis
mesothelioma pleura ganas tetapi keduanya mahal dan invasive.9
Aspek penting dari mesothelioma pleura ganas adalah bahwa ia memiliki
kecenderungan untuk menyebar di sepanjang jalur tabung dada, trokar torakoskopi,
sayatan bedah, dan jarum biopsy.9

Derajat Mesothelioma Pleural Malignant:


Ada tiga sistem pementasan yang sedang digunakan, dan masing-masing
mengukur variabel yang agak berbeda. Sistem pementasan tertua dan yang paling
sering digunakan adalah sistem Butchart, yang didasarkan terutama pada besarnya
massa tumor primer dan membagi mesotelioma menjadi empat tahap.
 Butchart sistem tingkat massa tumor primer
1. Stadium I: Mesothelioma hadir pada pleura kanan atau kiri dan mungkin juga
melibatkan diafragma pada sisi yang sama.
2. Stadium II: Mesothelioma menyerang dinding dada atau melibatkan
kerongkongan, jantung, atau pleura di kedua sisi. Kelenjar getah bening di
dada juga mungkin terlibat.
3. Tahap III: Mesothelioma telah merambah melalui diafragma ke dalam
lapisan rongga perut atau peritoneum. Kelenjar getah bening di luar yang di
dada juga mungkin terlibat.
4. Stadium IV: Ada bukti dari metastasis atau menyebar melalui aliran darah ke
organ lain.

 Sistem TNM
lebih baru menganggap variabel tumor massa dan menyebar, keterlibatan
kelenjar getah bening, dan metastasis. TNM sistem: variabel T (tumor), N
(getah bening), dan M (metastasis)
1. Stadium I: Mesothelioma melibatkan pleura kanan atau kiri dan juga
mungkin telah menyebar ke, perikardium diafragma paru-paru, atau di sisi
yang sama. Kelenjar getah bening tidak terlibat.

14
2. Stadium II: Mesothelioma telah menyebar dari pleura pada satu sisi ke
kelenjar getah bening di dekatnya di sebelah paru-paru pada sisi yang
sama. Hal ini juga mungkin telah menyebar ke dalam, perikardium
diafragma paru-paru, atau di sisi yang sama.
3. Tahap III: Mesothelioma adalah sekarang dalam dinding dada, otot, tulang
rusuk, jantung, kerongkongan, atau organ lain di dada pada sisi yang sama
dengan atau tanpa penyebaran ke kelenjar getah bening pada sisi yang
sama dengan tumor primer.
4. Stadium IV: Mesothelioma telah menyebar ke kelenjar getah bening di
dada pada sisi yang berlawanan tumor primer, diperluas ke pleura atau
paru-paru pada sisi yang berlawanan, atau langsung diperpanjang ke
organ-organ dalam rongga perut atau leher. Setiap metastasis jauh
termasuk dalam tahap ini.

 Sistem Brigham: variabel resectability tumor dan status nodal


Sistem Brigham adalah sistem terbaru dan mesothelioma bertahap sesuai
resectability (kemampuan untuk pembedahan mengangkat tumor) dan
keterlibatan kelenjar getah bening.
1. Stadium I: mesothelioma dioperasi dan tidak ada keterlibatan kelenjar
getah bening
2. Stadium II: mesothelioma dioperasi tetapi dengan keterlibatan kelenjar
getah bening
3. Tahap III: mesothelioma dioperasi memperluas ke dinding dada, jantung,
atau melalui diafragma, peritoneum, dengan atau tanpa extrathoracic getah
bening-node keterlibatan
4. Stadium IV: penyakit metastasis jauh

2. Solitary Fibroma Tumor Pleura (SFTP)


Tumor fibrosa soliter pada pleura adalah tumor yang tumbuh lambat yang
paling sering timbul dari pleura visceral. Sekitar 10-15% adalah ganas, dan dapat
bermetastasis secara luas.14

15
SFTP adalah neoplasma yang berasal dari lapisan submesothelial
mesenchymal. Tumor ini termasuk tumor langka dengan kasus kurang dari 800 kasus
yang telah dilaporkan. Ini berbanding terbalik dengan diffuse mesothelioma pleural,
dimana mesothelioma pleuaral ini di laporkan terdapat 3000 kasus baru setiap tahun
di Amerika Serikat.3
Meskipun SFTP terjadi pada rentang usia yang luas (5-87 tahun), namun
Sebagian besar penyakit ini terjadi pada decade ke-6 sampai ke-7 kehidupan, dengan
frekuensi yang cukup seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hanya satu kasus
yang telah dilaporkan berhubungan dengan aspek familial (ibu dan anak perempuan).
Secara umum, tidak ada predisposisi genetic yang jelas untuk tumor ini dan tidak ada
hubungannya pula dengan paparan asbes, tembakau, atau agen lingkungan.3
Etiologi dari SFTP seringkali tidak diketahui. Penelitian dari Miettinen et al
menunjukkan bahwa terdapat hubungannya dengan variasi genetic dari lahir atau
pengaruh lingkungan.12
Gejala-gejala yang muncul akibat dari tumor SFTP ini seperti batuk, nyeri
dada, dyspnea, demam, HPO (Hyperthrophic Pulmonary Osteoarthropathy),
penurunan berat badan, hingga hemoptisis.3
SFTP sering salah diagnosis karena tidak memiliki gambaran yang jelas,
temuan pencitraan seringkali tidak spesifik, dan pengetahuan tentang diagnosis
dikalangan medis professional masih kurang.12
Diagnosis yang efektif dari SFTP tergantung pada hasil pencirtaan,
pemeriksaan patologi, dan imunohistokimia. CT Thorax biasanya menunjukkan
massa yang terisolasi di rongga dada, halus, dan interior yang padat. Imunohistokimia
dari tumor ini ditemukan CD34, yang dimana temuan ini penting sebagai marker
diagnostik dari tumor SFTP, ini juga penting untuk membedakan SFTP dari tumor
mesothelioma dan lesi sarcoma lainnya.12

3. Primary Pleural Lymphoma


Keterlibatan pleura oleh limfoma biasanya dikaitkan dengan tempat
penyakit lain, terutama mediastinum limfadenopati dan/atau infiltrat parenkim.

16
Limfoma jarang mempengaruhi pleura sebagai kausa utama, tetapi ada hubungan
yang diakui dengan keadaan imunodefisiensi dan pyothorax kronis.4
Pleural lymphoma berkaitan erat dengan Lymphoma Hodgkin maupun
non-Hodgkin. Deposit lymphomatous muncul melalui jalur lymphatic dan aggregasi
lymphoid di jaringan penghubung subpleural pada lapisan visceral pleura. Dalam
aspek radiografi, lymphoma pleura solid muncul sebagai nodule atau infltrasi tumor
diffusa. Kejadian efusi pleura pada primary pleural lymphoma dikaitkan dengan
obstruksi pada saluran limfatik oleh limfadenopati mediastinum. Keterlibatan
limfomatosa pleura tidak jarang terjadi secara sekunder. Dalam keadaan ini,
tampaknya terkait dengan limfadenopati mediastinum atau limfoma parenkim paru
atau berkembang sebagai manifestasi penyakit berulang.1
Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) berhubungan dengan efusi pleura di atas
20% dari pasien. Pada banyak kasus, efusi pleura sifatnya eksudat, hal ini mungkin
bermanifestasi sebagai chylothorax karena infiltrasi neoplastic melalui saluran
limfatik atau kompresi ekstrinsik akibat dari massa lymphomatous di rongga dada.15
Primary Pleural Lymphoma memiliki manifestasi klinis yang beragam,
namun kurang spesifik, seperti nyeri dada, dispnea, batuk, atau demam. Pada
pemeriksaan CT bisa didapatkan efusi dan penebalan pleura, terutama terjadi pada
nodul yang menonjol kedalam paru-paru.16
Primary Pleural Lymphoma secara khas muncul pada CT sebagai area
penebalan seperti plak yang terlokalisasi dan berbasis luas. Manifestasi lain termasuk
nodul soliter dan penebalan pleura nodular difus. Kadang-kadang limfoma pleura
dapat muncul sebagai efusi yang terisolasi sebelum berkembang menjadi massa
tumor.4
Tanda-tanda yang relatif spesifik untuk diagnosis keganasan termasuk
penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura nodular, penebalan pleura lebih
dari 1 cm, dan keterlibatan permukaan pleura mediastinum.4
Efusi pleura pada pasien dengan lymphoma dapat berkembang sebagai
akibat dari mekanisme, termasuk infiltrasi pleura oleh tumor, kelenjar getah bening
mediastinum dengan obstruksi ductus thorax, atau obstruksi tumor limfatik yang

17
mengalirkan pleura. Diagnosis pada Primary Pleural Lymphoma didasarkan pada
bukti histopatologis.16

B. Secondary Pleural Tumor

1. Metastasic Pleural
Adenokarsinoma payudara, paru-paru, dan saluran pencernaan adalah
neoplasma primer yang paling umum yang bermetastasis ke pleura. 4penyakit
metastasis menyumbang sebagian besar neoplasma pleura. sekitar 40% dari
metastasis pleura timbul dari karsinoma paru, 20% dari karsinoma payudara, 10%
dari limfoma, dan 30% sisanya dari metastasis lain.1
Tumor lain dengan predileksi penyebaran pleura termasuk karsinoma sel
ginjal, melanoma, dan timoma. Metastasis lebih sering terjadi di bagian bawah toraks.
Adenokarsinoma paru perifer dan timoma dapat mencapai permukaan pleura.4
Thymoma invasif adalah neoplasma primer toraks yang jarang dengan
kecenderungan untuk perluasan pleura. implantasi pleura ini menghasilkan massa
yang tersebar luas. Thymoma invasif mungkin secara radiografis tidak dapat
dibedakan dari mesothelioma, terutama ketika komponen tumor mediastinum anterior
thymoma relatif kecil. metastasis ekstratoraks dari timoma invasif sering terjadi.
namun, ekstensi infradiaphragmatic dapat menyebabkan invasi ke hati, rongga perut,
dan retroperitoneum. beberapa tumor primer ekstratorakal dapat bermetastasis ke
pleura. ini termasuk ovarium, rahim, gastrointestinal, dan karsinoma pankreas, serta
sarkoma sesekali. ketika tidak ada tumor primer yang dikenali, adenokarsinoma
metastatik ke pleura mungkin sulit untuk didiagnosis karena kesamaan histologisnya
dengan mesothelioma ganas. histokimia, imunohistokimia, dan mikroskop elektron
mungkin diperlukan untuk diferensiasi.11
Metastasis pleura biasanya mempengaruhi pleura visceral dan parietal, efusi
pleura hampir selalu terjadi karena gangguan drainase limfatik atau permeabilitas
kapiler meningkat oleh peradangan atau pecahnya endotelium.17

18
Infiltrasi pleura umunya bermanifestasi sebagai efusi pleura, yang merupakan
manifestasi pertama dari metastasis pleura. Selain gejala dan manifestasi sistemik
penyakit neoplastik, seperti pada kondisi umum, anoreksia atau penurunan berat
badan, salah satu gejala yang paling konstan adalah dispnea, yang terjadi pada >50%
pasien dengan efusi pleura maligna.17

6. Diagnostik Tumor Pleura


A. Mesothelioma Pleura Malignant (MPM)
 Gambaran Klinis
Pasien dengan Pleural Mesothelioma Pleura biasanya datang dengan nyeri
dada, sesak napas, dan batuk. Invasi ke dinding dada dapat menyebabkan nyeri
yang tak tertahankan. Efusi pleura terjadi pada 95% kasus. Sebagai tumor
tumbuh, ada infiltrasi lengkap dari pleura dan pembungkus paru-paru. Mediastinal
invasion dapat menyebabkan disfagia, paralisis nervus frenikus, tamponade
jantung, dan sindrom vena cava superior.2
Pasien dapat memberikan riwayat pajanan asbes di tempat kerja (misalnya,
konstruksi, pembuatan kapal, atau industri otomotif) atau tinggal di wilayah
dengan industri yang dikenal kontaminasi atau risiko lingkungan. Lingkungan
dan/atau paparan asbes domestik adalah dianggap berkontribusi pada peningkatan
proporsi mesothelioma pada Wanita. Rata-rata waktu dari paparan asbes hingga
pengembangan mesothelioma panjang, mulai dari 20 hingga lebih besar dari 40
tahun, dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi paparan.9

 Pemeriksaan Radiologi
1. Sinar X
Radiografi dada konvensional secara tipikal menunjukkan efusi pleura
dan kadang-kadang menunjukkan suatu massa pleuara. Plaque (lembar-lembar
fibrosa pleural yang jinak) adalah suatu tanda paparan serat asbes tapi bukan
merupakan suatu pelopor untuk mesothelioma malignan.
Kelainan radiologis yang paling sering ditemukan awalnya adalah
ketidaaturan pleura dan efusi pelural unilateral pada foto polos thorax.

19
Temuan lain kadang-kadang ditemukan pada rontgen dada meliputi kerusaka
osseus, reaksi periosteal, atau pengapuran. Massa pluera terisolasi tanpa efusi
jarang dan terjadi dalam waktu kurang dari 25% dari pasien pada pemeriksaan
radiologi awal.
Review dari roentgenograms dada awal menunjukkan 3 pola: Efusi
pleura, penebalan pleura secara tidak teratur, da lesi massa yang muncul pada
paru dari pleura. Beberapa kasus kecil dianataranya mengalami efusi pleura
bilateral yang terjadi selama penyakit berlangsung. Terdapat gambaran
opafikasi pada seluruh hemithorax. Beberapa hanya setengah dari hemithorax.
Efusi pleura biasanya terlokalisir, tumor dapat terlihat mengisi daerah parsial
pleura sepanjang lateral dinding dada dan pleural visceral.

Terdapat efusi pleura di paru kanan akibat dari Penebalan nodul pleura yang meluas dan
mesothelioma sekunder melingkar (panah), dengan perluasan ke mediastinum
pelura, membungkus paru kanan

20
Radiografi dada posteroanterior menunjukkan Radiografi dada posteroanterior menunjukkan
penebalan pleura nodular membentuk cincin kateter pleura kiri dengan Air Fluid Level
tumor yang membungkus paru kanan. (panah) di rongga pleura kiri
Perhatikan plak pleura kalsifikasi kiri (panah)

2. Computed Tomography
Computed Tomography (CT) Scan sering memperlihatkan suatu efusi
pleura yang berdiri sendiri (74% kasus) atau massa awal pleura (92% kasus)
dengan atau tanpa penebalan septum interlobular (86% kasus). Invasi pada
dinding dada terlihat hanya pada 18% pasien saja, biasanya setelah intervensi.
CT Scan juga digunakan untuk mengidentifikasi tanda-tanda dari paparan serat
bases, seperti plaque (terdapat pada 20% kasus).
CT scan lebih unggul daripada radiografi konvensional dalam
mengevaluasi tingkat difus dari mesothelioma pleura ganas. Tumor ini sering
muncul dengan penebalan nodular luas. Secara karakteristik, pleura viseral dan
parietal ikut terlibat. Sebuah “mediastinum beku “dari hemitoraks yang terlibat
telah dianggap sebagai ciri diagnostik mesothelioma ganas difus. Namun dapat
terjadi pergeseran baik ipsilateral atau kontralateral, sebagai akibat dari efusi
pleura berat atau massa yang besar. Sekitar 20 % kasus menunjukkan kalsifikasi
pleura. CT scan sangat membantu dalam menunjukkan metastase tak terduga ke
abdomen mengidentifikasi penyakit metastasis.

CT Scan dengan kontras yang telah disempurnakan CT scan seorang pasien lain yang diperoleh dari
menunjukkan massa homogen besar menempati sisi dada bagian tengah menunjukkan penebalan
kanan dada bagian bawah, dengan sedikit pergeseran jaringan lunak (panah) berlobus dan tidak teratur
struktur mediastinum ke kontralateral yang meluas ke kosta kanan dan pleura 21
CT scan yang didapatkan dari dada bagian bawah menunjukkan adanya efusi pleura pada
hemithoraks kanan bawah, memperluas ke sebuah fisura, dengan kalsifikasi plak pleura
kecil
3. MRI
Pada pasien dengan potensi untuk dilaksanakan operasu, MRI dapat
membantu memperlihatkan stadium dari mesothelioma. Pada mesothelioma
ganas, Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna dalam menentukan luas
dari mesothelioma malignan, khususnya Ketika tumor menyebar ke struktur
local seperti pada tulang rusuk dan diafragma. Alat ini juga sangat membantu
dalam perencanaan radiotherapy untuk penyakit yang terlokalisir, seperti spinal
cord mesothelioma. Mesothelioma ganas biasanya memberikan gambaran iso-
atau sedikit hypeintense.

22
\

(A)Menunjukkan penebalan pleura yang isointense terhadap otot di


hemithorax kanan (B)Hiperintensitas penebalan pleura (C) Peningkatan difus
dari penebalan pleura

4. Positron-Emission Tomography (PET)


Sejumlah penelitian telah diterbitkan tentang pretreatment Penilaian
MPM dengan PET, baik sendiri atau sebagai perbandingan dengan modalitas
pencitraan lainnya. Gerbaudo et al melaporkan akurasi keseluruhan 94%
(sensitivitas 97%, spesifisitas 80%). Persetujuan dengan biopsi tumor sangat
tinggi (94%, k=0,77), lebih baik dibandingkan dengan CT (82%, k=0,47;
P<0,0001).18
2-[18F]-fluoro-2-deoxy-D-glucose (FDG)-PET/CT dapat menjadi
alat pemecahan masalah yang berguna dalam membedakan penyakit pleura
jinak dan ganas dengan sensitivitas dan spesifisitas mendekati 97 dan 90%,
masing-masing untuk mendeteksi keganasan.4

B. Solitary Fibroma Tumor Pleura (SFTP)

 Gambaran Klinik

23
SFTP mayoritas tumbuh lambat dan secara histologis jinak, tetapi
degenerasi ganas terlihat pada sebagian kecil kasus. Sebagian besar berasal dari
pleura viseral dan sekitar 50% bertangkai dan bergerak di dalam rongga pleura.
Tumor ini dapat mencapai ukuran yang cukup besar dan dapat tumbuh untuk
menempati seluruh hemitoraks. Presentasi klinis yang muncul seperti batuk, sesak
napas, atau bahkan sensasi massa bergerak di dalam dada. Paraneoplastik sindrom,
seperti jari clubbing dan osteoartropati paru hipertrofik, dalam beberapa penelitian
menunjukkan terdapat hubungan.4
SFTP biasanya tampak sebagai massa halus, bulat atau berbentuk oval pada
radiografi polos. Pada CT, bentuk lesi, sudutnya dengan pleura, dan pola peningkatan
media kontras bergantung pada ukuran. Tumor yang berukuran kecil biasanya
memiliki bentuk semilunar, membentuk sudut tumpul dengan pleura, dan
menunjukkan peningkatan yang homogen. Tumor berukuran sedang hingga besar
cenderung lebih ovoid dan membentuk sudut lancip pada permukaan pleuranya.4
Secara imunohistokimia, pewarnaan SFTP positif untuk CD34, yang
merupakan penanda diagnostik penting yang memainkan peran penting dalam
membedakan SFTP dari mesothelioma dan lesi sarkoma lainnya. STAT6 adalah
penanda spesifik untuk fibroma soliter, sedangkan SMA dan desmin umum pada
tumor miogenik dan S100 dan SOX100 umum pada tumor neurogenik.12
Gejala-gejala yang muncul akibat dari tumor SFTP ini seperti batuk, nyeri
dada, dyspnea, demam, HPO (Hyperthrophic Pulmonary Osteoarthropathy),
penurunan berat badan, hingga hemoptisis.2 Sekitar setengah dari tumor fibrosa soliter
bertangkai dan bergerak, kadang-kadang mengubah lokasi dalam rongga pleura pada
pencitraan dari waktu ke waktu.14

 Pemeriksaan Radiologi
1. Sinar X
Tes diagnostik awal yang biasa untuk SFTP adalah radiografi dada, yang
tidak spesifik tetapi berfungsi untuk mendokumentasikan adanya massa di dada. Lesi
dapat bervariasi dalam ukuran, dan umumnya memiliki batas yang berbatas tegas.
Biasanya terletak di dekat pinggiran paru-paru atau dalam proyeksi celah interlobar.

24
Tumor yang timbul sebagai massa dinding dada parietal biasanya menghasilkan
setidaknya satu sudut tumpul dengan permukaan pleura.3
Muncul sebagai massa berbasis pleura, yang cenderung relatif terbatas,
tetapi juga dapat berlobus. Ini sering membentuk sudut tumpul dengan dinding dada
dan dapat tumbuh hingga ukuran besar. Lesi bertangkai dapat mengubah posisi dan
penampilan dengan respirasi atau dengan perubahan posisi pada radiografi serial.
SFTP biasanya tampak sebagai massa halus, bulat atau berbentuk oval pada
radiografi polos.3
Gambaran radiologis juga tergantung pada tumor ukuran. Biasanya,
fibroma tampak halus atau massa berlobus di dalam toraks bagian bawah.19

radiografi posteroanterior menunjukkan


menunjukkan opasitas hampir semua
massa jaringan lunak (panah) di atas
lapangan paru kanan (panah hitam).
lengkung aorta yang mensimulasikan
massa mediastinum

Kiri (PA): opasitas jaringan lunak yang tidak jelas pada sudut
kardiofrenikus kanan Kanan (lateral): menunjukkan opasitas jaringan
lunak (panah)

2. Computed Tomography

25
Tes diagnostik awal yang biasa untuk SFTP adalah radiografi dada, yang
tidak spesifik tetapi berfungsi untuk mendokumentasikan adanya massa di dada.
Lesi dapat bervariasi dalam ukuran, dan umumnya memiliki batas yang berbatas
tegas. Biasanya terletak di dekat pinggiran paru-paru atau dalam proyeksi celah
interlobar. Tumor yang timbul sebagai massa dinding dada parietal biasanya
menghasilkan setidaknya satu sudut tumpul dengan permukaan pleura,
ditunjukkan oleh panah pada. Sayangnya, hanya sepertiga dari massa berbasis
pleura parietal menunjukkan sudut tumpul.3
Pada CT, LFTP muncul sebagai jaringan lunak, massa hipodens
dengan peningkatan homogen setelah injeksi media kontras, dapat membentuk
sudut tumpul dengan dinding dada. Dengan bentuk tumor yang lebih besar,
peningkatan heterogen karena nekrosis atau perdarahan dan area kistik dapat
terlihat.8

Panah menunjukkan sudut tumpul khas yang dibuat oleh massa


berbasis pleura dengan permukaan pleura

26
3. MRI
Pada MRI, lesi ini cenderung menjadi hipointens dan terkadang dengan
intensitas sinyal tinggi karena area nekrotik atau kistik dengan warna hitam dan
penampilan putih.8
Temuan MRI SFTP biasanya menunjukkan intensitas sinyal rendah atau
menengah pada gambar berbobot T1 dan T2, yang berkorelasi dengan seluleritas
tinggi dan kolagen berlimpah.20
penampilan MRI sesuai dengan MRI yang diharapkan karakteristik
jaringan fibrosa. Tumor ini biasanya menunjukkan sinyal rendah hingga
intermediet pada T1- dan T2 dan proton density-weighted sequences. Sinyal
tinggi pada T2 menunjukkan area nekrosis dan degenerasi miksoid.19

Gambar CT aksial menunjukkan, jaringan lunak oval berbatas Gambar koronal T2W menunjukkan beberapa fibroma
tegas, massa pleura pada hemitoraks kanan bawah posterior pleura panah putih) dan efusi pleura bersepta (hitam).
dengan penonjolan homogen, tanpa kalsifikasi (panah). panah).

27
Gambar (coronal) di atas menunjukkan Intermediate- Gambar (Transaxial) di atas menunjukkan High-
signal-intesity mass (panah) yang muncul dari massa signal-intesity mass yang muncul dari massa pleura
C. Primary Pleural Lymphoma pleura (panah)

 Gambran Klinik
Primary Pleural Lymphoma memiliki manifestasi klinis yang beragam,
namun kurang spesifik, seperti nyeri dada, dispnea, batuk, atau demam. Pada
pemeriksaan CT bisa didapatkan efusi dan penebalan pleura, terutama terjadi pada
nodul yang menonjol kedalam paru-paru.16
Primary Pleural Lymphoma secara khas muncul pada CT sebagai area
penebalan seperti plak yang terlokalisasi dan berbasis luas. Manifestasi lain termasuk
nodul soliter dan penebalan pleura nodular difus. Kadang-kadang limfoma pleura
dapat muncul sebagai efusi yang terisolasi sebelum berkembang menjadi massa
tumor.4
Tanda-tanda yang relatif spesifik untuk diagnosis keganasan termasuk
penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura nodular, penebalan pleura lebih
dari 1 cm, dan keterlibatan permukaan pleura mediastinum.4
Efusi pleura pada pasien dengan lymphoma dapat berkembang sebagai akibat
dari mekanisme, termasuk infiltrasi pleura oleh tumor, kelenjar getah bening
mediastinum dengan obstruksi ductus thorax, atau obstruksi tumor limfatik yang
mengalirkan pleura. Diagnosis pada Primary Pleural Lymphoma didasarkan pada
bukti histopatologis.16

 Gambran Radiologi
1. Sinar X

28
Primary Pleural Lymphoma secara khas muncul sebagai area
penebalan seperti plak yang terlokalisasi dan berbasis luas. Manifestasi lain
termasuk nodul soliter dan penebalan pleura nodular difus. Kadang-kadang
limfoma pleura dapat muncul sebagai efusi yang terisolasi sebelum berkembang
menjadi massa tumor.4 Limfoma pleura primer dapat muncul dengan gambaran
yang tidak spesifik:1

 nodul berbasis pleura padat

 penebalan pleura difus

 efusi pleura sering dikaitkan

Frontal chest Radiograph show irregular left pleural


thickening (Arrows)

2. Computed Tomography
Limfoma pleura primer secara khas muncul di CT sebagai lokal,
berbasis luas daerah penebalan seperti plak. Lain Manifestasinya termasuk nodul
soliter dan difus penebalan pleura nodular. Kadang-kadang pleura limfoma dapat
hadir sebagai efusi terisolasi sebelumnya untuk pengembangan massa tumor yang
dapat dibuktikan.4

29
CT scan aksial 2 bulan kemudian ketika pasien CT scan aksial menunjukkan penebalan nodular
mengalami nyeri dada menunjukkan jaringan lunak sisi kiri yang halus (panah)
perkembangan penyakit yang nyata dengan
penebalan pleura difus (panah), efusi baru, dan
adenopati mediastinum

D. Metastasic Pleural

 Gambran Klinik
Adenokarsinoma payudara, paru-paru, dan saluran pencernaan adalah
neoplasma primer yang paling umum yang bermetastasis ke pleura.4 thymoma invasif
adalah neoplasma primer toraks yang jarang dengan kecenderungan untuk perluasan
pleura.11
Metastasis pleura biasanya mempengaruhi pleura visceral dan parietal, efusi
pleura hampir selalu terjadi karena gangguan drainase limfatik atau permeabilitas
kapiler meningkat oleh peradangan atau pecahnya endotelium.17
Infiltrasi pleura umunya bermanifestasi sebagai efusi pleura, yang merupakan
manifestasi pertama dari metastasis pleura. Selain gejala dan manifestasi sistemik
penyakit neoplastik, seperti pada kondisi umum, anoreksia atau penurunan berat
badan, salah satu gejala yang paling konstan adalah dispnea, yang terjadi pada >50%
pasien dengan efusi pleura maligna.17
Pasien dengan metastasic pleural biasanya datang dengan dispnea dan/atau
nyeri dada. Derajat dispnea mungkin tidak berkorelasi langsung dengan volume efusi.
Gejala mungkin berhubungan dengan status paru dasar pasien dan tingkat akumulasi
cairan.14
Metastasis pleura juga dapat bermanifestasi sebagai nodul dan massa pleura,
yang juga paling baik dievaluasi dengan CECT. Temuan mengenai keganasan pleura

30
meliputi penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura nodular, penebalan
pleura parietal lebih dari 1 cm, dan keterlibatan pleura mediastinum. Fitur pencitraan
ini tidak membedakan antara metastasis pleura dan mesothelioma pleura.14
Diagnosis efusi pleura maligna paling sering ditegakkan dengan thoracentesis,
dengan sitologi pleura berikutnya. Jika biopsi pleura diperlukan untuk diagnosis ,
positron emission tomography (PET) imaging atau contrast-enhanced CT (CECT)
dapat menjelaskan target optimal untuk pengambilan sampel jaringan.14

 Gambran Radiologi
1. Sinar X
Efusi pleura adalah manifestasi radiologis yang paling umum dari
metastasis pleura dan keganasan adalah penyebab paling umum dari efusi
pleura masif.4 Gambaran CXR memberikan gambaran termasuk penebalan
pleura berlobus sirkumferensial, efusi pleura, tulang rusuk yg berdesakkan,
dan elevasi hemidiafragma yang konsisten dengan hilangnya volume.19

radiografi dada posteroanterior menunjukkan penebalan


difus bilateral (panah)

2. Computed Tomoghraphy
Metastasis pleura juga dapat bermanifestasi sebagai nodul dan massa
pleura, yang juga paling baik dievaluasi dengan CECT. Temuan mengenai

31
keganasan pleura meliputi penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura
nodular, penebalan pleura parietal lebih dari 1 cm, dan keterlibatan pleura
mediastinum. Fitur pencitraan ini tidak membedakan antara metastasis pleura dan
mesothelioma pleura.14
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada CT, diagnosis penyakit
keganasan lebih ditegakkan dengan adanya penebalan pleura parietal lebih dari 1
cm, penebalan pleura sirkumferensial, penebalan pleura nodular.19

Ada efusi pleura loculated sisi kiri dan penebalan Contrast Enhanced menunjukkan Efusi Pleura
pleura nodular konfluen dengan yang Kanan ganas dengan penebalan pleura
mendasarinya erosi tulang rusuk (panah). nodular

3. MRI
Pada MRI, temuan pencintraan berupa penebalan pleura dengan sinyal
hipotense atau isotense pada gambar T1-Weighted dan sedikit hiperintens pada
gambar T2-Weighted dengan peningkatan T1-Weighted pada gambar pasca-
kontras.8
MRI biasanya hanya dilakukan dalam kasus dimana CT dengan kontras
dikontraindikasikan atau dimana infiltrasi ekstrapleural belum dapat di tunjukkan

32
dengan pada CT. MRI sangat baik untuk kontras jaringan lunak, memungkinkan
penilaian terhadap dinding dada dan invasi terhadap diafragma.19

(1) Gambar aksial MRI T1-weighted dan (2) aksial MRI T2-weighted menunjukkan penebalan pleura difus
yang berhubungan dengan keterlibatan metastasis (panah)

Pemeriksaan Histopatologi
Invasi tidak dapat ditunjukkan pada sitologi; oleh karena itu, diagnosis definitif
mesothelioma memerlukan evaluasi histologis. Biopsi sebagian besar diperoleh dengan
torakoskopi atau laparoskopi.21
Mesothelioma sarcomatoid selalu sulit untuk didiagnosis. Secara histologis,
mereka menyerupai tumor sel spindel lainnya dan karenanya riwayat klinis yang cermat
dan IHC dapat membantu dalam diagnosis banding, meskipun, kadang-kadang, ketika
tumor tidak memiliki reaktivitas IHC terhadap sebagian besar antibodi, hal itu tidak
mungkin dilakukan.21
Masalah diagnostic utama mesothelioma maligna adalah dengan
mengindentifikasi sel mesothelial neoplastic. Oleh karena itu Teknik identifikasi yang
melibatkan histokimia, antibody monoclonal dan mikroskop electron mungkin diperlukan.
Sangat sulit membedakan mesothelioma epitel ganas dari metastasis pleura oleh
adenokarsinoma. Adenokarsinoma biasanya postifi pada pewarnaa PAS dan antibody
monoclonal, sedangkan mesothelioma biasanya positif pada alcian blue. Dengan demikian,
dapat dimengerti bahwa biopsy, umumnya diperoleh dengan torakoskopi atau torakotomi,
diperlukan untuk pemeriksaan sitologi. Terdapat risiko penyebaran neoplasma melalui

33
saluran jarum dengan Teknik torakoskopi dan biposi jarum. Namun risiko ini dapat dicegah
dengan radioterapi local setelah prosedur diagnostic.22

Perbedaan Neoplasma Pleural, Pulmonal, dan Neoplasma Ekstrapleural23

Massa Pleura (a) muncul di antar pleura visceral dan pleura parietal, menunjukkan diameter
yang berbeda dan sudut yang tumpul terhadap dinding dada, permukaan massa dan parenkim
paru yang halus dan teratur, ketika massa pleura meningkat sudut inferior dinding dada
umumnya menjadi lebih lancip. Lesi ekstrapleural (c) memiliki diameter yang sama dan
permukaan parenkim paru yang halus dan teratur. Lesi paru perifer (d) yang melibatkan pleura

34
cenderung membentuk sudut lancip terhadap dinding dada. Lesi paru menunjukkan margin
yang tidak teratur.23

7. Tatalaksana Tumor Pleura

A. Pembedahan
Perawatan utama untuk tumor pleura SFTP adalah menghilangkan lesi primer.
Bedah thorakoskopi dengan bantuan video memiliki keuntungan yang jelas untuk
pengangkatan tumor kecil (<5 cm) yang tidak melibatkan dinding dada, termasuk durasi
operasi yang lebih pendek, lebih sedikit perdarahan selama operasi, lebih sedikit drainase
selang dada, dan pemulihan yang lebih cepat. Pendekatan torakotomi cocok untuk massa
raksasa, untuk mengangkat tumor lebih lengkap dan mengurangi kemungkinan
penyebaran sel tumor.12
Peran pembedahan dalam Tumor pleura MPM adalah untuk mencapai hasil yang
maksimal melalui sitoreduksi. Reseksi bedah mikroskopis lengkap sangat tidak mungkin,
dan MPM hampir selalu muncul kembali setelah dilakukan operasi. Oleh karena itu,
pembedahan harus selalu menjadi bagian dari pengobatan multimodalitas.Terjadinya
metastasis nodal, adanya difus pada dada dinding, diafragma, dan mediastinum, dan
histologi non-epitheloid telah dibuktikan berpengaruh pada hasil dari operasi penyakit
ini. Keterlibatan organ ekstratoraks, termasuk hemitoraks kontralateral dan penyebaran
intraperitoneal harus dianggap sebagai kontraindikasi untuk operasi sitoreduksi.
Pengobatan neoadjuvant diperlukan sebelum sitoreduksi bedah dapat dipertimbangkan,
sebagai bagian dari uji klinis, dan bukan bagian dari perawatan klinis rutin.24

B. Kemoterapi
Sejak tahun 2003, standar perawatan kemoterapi lini pertama rejimen untuk tumor
pleura MPM terdiri dari cisplatin dengan pemetrexed atau kombinasi lain dari agen platin
(yaitu carboplatin) dan antifolat multitarget (yaitu ralitreks). Penambahan bevacizumab
harus dipertimbangkan jika tidak terdapat kontra-indikasi. Sayangnya, ada tidak ada
terapi lini kedua yang disetujui untuk MPM. Beberapa opsi yang ditwarkan untuk terapi
lini kedua termasuk perawatan berulang dengan kemoterapi berbasis Pemetrexed.24

35
Cisplatin dalam kombinasi dengan raltitrexed telah menunjukkan kemajuan dalam
kelangsungan hidup sama dengan yang dilaporkan untuk pemetrexed dalam kombinasi
dengan cisplatin, tetapi raltitrexed tidak lagi tersedia secara komersial untuk indikasi ini.
Untuk pasien tidak dapat mentoleransi pemetrexed, cisplatin dalam kombinasi dengan
gemcitabine atau vinorelbine adalah sebuah alternatif, atau vinorelbine sendiri, meskipun
manfaat kelangsungan hidup belum terbukti untuk obat-obatan. Untuk pasien yang
cisplatin tidak dapat digunakan, carboplatin dapat diganti namun data non-acak telah
menunjukkan tingkat respon yang lebih rendah dan tingginya tingkat toksisitas
hematologis untuk kombinasi berbasis carboplatin, meskipun dengan angka
kelangsungan hidup yang mirip dengan pasien yang menerima cisplatin.23

C. Terapi Radiasi
Manfaat dari terapi radiasi ini adalah dikaitkan dengan induksi respon imun
antitumor dengan nekrosis sel tumor terkait radiasi. Efek kekebalan dari radiasi
neoadjuvant telah di konfirmasi baik dalam menghambat perkembangan neoplasma.
Penelitian yang dilakukan oleh NCBD, modalitas penanganan dengan radioterapi yang
dikombinasikan dengan intervensi bedah dapat meningkatkan angka kesembuhan
seseorang.24

D. Imunoterapi
Imunoterapi sel dendritic telah terbukti menghasilkan respon imun antitumor
terhadap MPM. Dalam sebuah penelitian pasien pada pasien keganasan pleura tingkat
lanjut, pasien yang diberikan kemotrapi siklofosfamid ajuvan di tambah imunoterapi sel
dendritic memberikan kelangsungan hidup yang lebih lama. Siklofosfamid berfungsi
untuk menginduksi sel T regulator dan meningkatkan respon imun antitumor.24

E. Multimodality Terapi
Semua pendekatan standar untuk mengobati tumor padat-radiasi, kemoterapi, dan
operasi-telah diteliti pada pasien dengan mesothelioma rongga dada ganas. Meskipun

36
operasi, dengan sendirinya, sangat tidak efektif, operasi dikombinasikan dengan
kemoterapi dan radiasi adjuvant (terapi trimodality) telah menghasilkan perpanjangan
kelangsungan hidup yang signifikan (3-14 tahun) di antara pasien dengan faktor-faktor
yang menguntungkan. [40] Namun, seri besar lainnya memeriksa pengobatan
multimodality hanya menunjukkan perbaikan moderat dalam kelangsungan hidup
(survival median 14,5 bulan dan hanya 29,6% yang masih hidup 2 tahun) Mengurangi
sebagian besar tumor dengan operasi Cytoreductive adalah kunci untuk kelangsungan
hidup memperluas.. Dua operasi telah dikembangkan: pneumonectomy extrapleural dan
pleurectomy / decortication. Indikasi untuk melakukan operasi ini unik. Pilihan operasi
yaitu tergantung pada ukuran tumor pasien. Ini merupakan pertimbangan penting karena
volume tumor telah diidentifikasi sebagai faktor prognosis pada mesothelioma.23
Pleurectomy / decortication suku cadang paru-paru yang mendasari dan dilakukan
pada pasien dengan penyakit tahap awal ketika tujuannya adalah untuk menghapus semua
tumor terlihat bruto (reseksi lengkap makroskopik), bukan hanya paliatif extrapleural
pneumonectomy. Adalah operasi yang lebih luas yang melibatkan reseksi parietal dan
visceral pleura, paru-paru yang mendasari, diafragma ipsilateral, dan perikardium
ipsilateral. Operasi ini diindikasikan untuk subset dari pasien dengan tumor yang lebih
maju, yang dapat mentolerir pneumonectomy.23

8. Prognosis

Seperti kebanyakan kanker, prognosis untuk penyakit ini sering tergantung pada
bagaimana awal itu didiagnosis dan bagaimana agresif itu diperlakukan. Mesothelioma
seperti pada umunya, sulit untuk mendiagnosa pada tahap-tahap awal, dan biasanya baru
dapat terdiagnosis setelah tahap lanjut, namun setelah terdiagnosis pada tahap lanjut,
pilihan pengobatan lebih terbatas dan pemberianpun menjadi kurang efektif.cara terbaik
untuk menghindari prognosis buruk mesothelioma adalah melalui deteksi dini.

37
Daftar Pustaka

1. Dynes C, Maureen E. Imaging Manifestations of Pleural Tumors. Imaging.


1992;12(6):1191–201.

2. Connell D, Comin G. Radiology Key. 2016;1–9. Available from:


https://radiologykey.com/knee-10/

3. Robinson LA. Solitary fibrous tumor of the pleura. Cancer Control. 2006;13(4):264–9.

4. Salahudeen HM, Hoey ETD, Robertson RJ, Darby MJ. CT appearances of pleural
tumours. Clin Radiol [Internet]. 2009;64(9):918–30. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.crad.2009.03.010

5. Yunus, F; Pratomo IP. Anatomi dan fisiologi pleura. Cdk. 2013;40(6):407–12.

6. Light RW. Pleural Disease. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2013. 2–7 p.

7. Light RW. Pleural Disease. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2013. 8–16 p.

8. Aluja Jaramillo F, Gutierrez F, Bhalla S. Pleural tumours and tumour-like lesions. Clin
Radiol [Internet]. 2018;73(12):1014–24. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.crad.2018.07.093

9. Agarwal PP, Seely JM, Matzinger FR, MacRae RM, Peterson RA, Maziak DE, et al.
Pleural mesothelioma: Sensitivity and incidence of needle track seeding after image-
guided biopsy versus surgical biopsy. Radiology. 2006;241(2):589–94.

10. Karpathiou G, Stefanou D, Froudarakis ME. Pleural neoplastic pathology. Respir Med
[Internet]. 2015;109(8):931–43. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2015.05.014

11. Fels Elliott DR, Jones KD. Diagnosis of Mesothelioma. Surg Pathol Clin [Internet].
2020;13(1):73–89. Available from: https://doi.org/10.1016/j.path.2019.10.001

12. Sun N, Wang J, Cheng Z, Han W, Li G, Tong L. Solitary fibrous tumor of the pleura in a
22-year-old woman: a case report. J Int Med Res. 2020;48(9).

13. Ahmad H, Pawade J, Falk S, Morgan JA, Balacumaraswami L. Primary pleural

38
lymphomas. Thorax. 2003;58(10):908–9.

14. Kim SJ, Azour L, Moore WH. Pleural disease: A review for the general radiologist. Appl
Radiol. 2020;49(6):17–22.

15. Report C. Annals of Thoracic Surgery Research Primary Non-Hodgkin Lymphoma of the
Pleura Associated with Bilateral Chylothorax : An Unexpected Diagnosis. 2019;1(1):2–4.

16. Sun ML, Shang B, Gao JH, Jiang SJ. Rare case of primary pleural lymphoma presenting
with pleural effusion. Thorac Cancer. 2016;7(1):145–50.

17. Luong D, Cuete D. Pleural Metastases [Internet]. Radiopedia. 2018 [cited 2021 Jul 18]. p.
1–3. Available from: https://radiopaedia.org/articles/pleural-metastases?lang=us

18. Bonomi M, De Filippis C, Lopci E, Gianoncelli L, Rizzardi G, Cerchiaro E, et al. Clinical


staging of malignant pleural mesothelioma: Current perspectives. Lung Cancer Targets
Ther. 2017;8:127–39.

19. Qureshi NR, Gleeson F V. Imaging of Pleural Disease. Clin Chest Med. 2006;27(2):193–
213.

20. Supakul R, Sodhi A, Tamashiro CY, Azmi SS, Kadaria D. Solitary fibrous tumor of the
pleura: A rare cause of pleural mass. Am J Case Rep. 2015;16:854–7.

21. Carbone M, Adusumilli PS, Alexander HR, Baas P, Bardelli F, Bononi A, et al.
Mesothelioma: Scientific clues for prevention, diagnosis, and therapy. CA Cancer J Clin.
2019;69(5):402–29.

22. Ferrer J, Roldan J. Clinical Management of the Patient with Pleural Effusion. Eropean J
Radiol. 2000;34:78–86.

23. Sureka B, Thukral BB, Mittal MK, Mittal A, Sinha M. Radiological review of pleural
tumors. Indian J Radiol Imaging. 2013;23(4):313–20.

24. Katzman D, Sterman DH. Updates in the diagnosis and treatment of malignant pleural
mesothelioma. Curr Opin Pulm Med. 2018;24(4):319–26.

39
40

Anda mungkin juga menyukai