Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT

SEPTEMBER, 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Oleh:

Aflin Bihar, S.Ked


105101100220

Pembimbing:
dr. Merlyn Meta Astari, Sp.A

(Dibawakan dalam rangka tugas kepanitraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak)

FAKULTAS KEDOKTRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
Daftar Isi

BAB I .............................................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3

BAB II ............................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 4

A. Definisi ................................................................................................................................. 4

B. Epidemiologi ........................................................................................................................ 4

C. Etiologi dan Faktor Risiko ................................................................................................... 7

D. Klasifikasi BBLR ................................................................................................................. 9

E. Diagnosis BBLR ................................................................................................................ 10

F. Manajemen BBLR ............................................................................................................. 11

G. Komplikasi ......................................................................................................................... 15

H. Prognosis ............................................................................................................................ 16

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 18


BAB I
PENDAHULUAN

Berat badan merupakan salah satu indicator kesehatan bayi baru lahir. Rerata berat bayi
normal (usia gestasi 37 s.d 41 minggu) adalah 3.200 gram (7 lbs). secara umum, bayi berat lahir
rendah dan bayi dengan berat berlebih (≥ 3.800 gram) lebih besar risikonya untuk mengalami
masalah. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin
cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep bayi berat lahir rendah tidak sinonim
dengan prematuritas telah diterima secara luas pada akhir tahun 1960-an. Tidak semua BBL yang
memiliki berat lahir kurang dari 2500gram lahir BKB. Demikian pula tidak semua BBL dengan
berat lebih dari 2500 gram lahir aterm.1

Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan jumlah kelahiran bayi
prematur sekitar 675.700 per tahun.2 Kejadian hambatan pertumbuhan pascakelahiran bayi
prematur masih cukup tinggi. Oleh karena itu, manajemen nutrisi pada bayi prematur dan bayi
berat lahir rendah (BBLR) atau bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sangat penting untuk
mencegah terjadinya gagal tumbuh pada bayi prematur. Menurut Riskesdas tahun 2013, jumlah
kelahiran BBLR tahun 2013 adalah 10,2%, mengalami penurunan sedikit dibanding tahun 2010
sebesar 11,1%.2
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh 25 provinsi kepada Direktorat Gizi Masyarakat,
dari tahun 2019 bayi baru lahir yang dilaporkan ditimbang berat badannya, didapatkan sebanyak
111.827 bayi (3,4%) memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Sedangkan menurut hasil
Riskesdas tahun 2018, dari 56,6% balita yang memiliki catatan berat lahir, sebanyak 6,2% lahir
dengan kondisi BBLR.3
Sementara itu, menurut Dinkes Sulawesi Selatan, presentase bayi dengan BBLR di
Sulawesi selatan meningkat yaitu 4,697 kasus (3,23%) pada tahun 2015, dengan jumlah lahir hidup
sebesar 149.986. 4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) sebagai berat badan saat lahir kurang dari 2500 g. Berat badan lahir rendah terus
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan dikaitkan dengan
berbagai konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. 5
Menurut Bansal, dkk, berat badan lahir rendah telah didefinisikan sebagai berat
lahir kurang dari 2.500 gram. Bayi-bayi ini memiliki risiko kematian hampir 40 kali lipat
lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus dengan berat badan normal. Mereka juga
memiliki risiko morbiditas neonatal yang lebih tinggi, kegagalan pertumbuhan masa
kanak-kanak dan masalah perkembangan.6
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau
pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR).7

B. Epidemiologi

Secara keseluruhan, diperkirakan 15% sampai 20% dari semua kelahiran di seluruh
dunia adalah BBLR, mewakili lebih dari 20 juta kelahiran per tahun. 5 Prevalensi berat
badan lahir rendah sangat bervariasi di seluruh wilayah – dari 7,2 persen di Wilayah Lebih
Maju hingga 17,3 persen di Asia. Ada juga variasi di seluruh sub-wilayah. Di Asia Selatan,
prevalensi berat badan lahir rendah adalah 26,4% pada tahun 2015 – lima kali lebih tinggi
dari prevalensi 5,1% di Asia Timur. Faktanya, kedua sub-kawasan Asia ini masing-masing
memiliki prevalensi BBLR tertinggi dan terendah dari semua sub-kawasan di dunia. Di
wilayah lain, terdapat homogenitas yang lebih besar antara sub-wilayah dengan prevalensi
BBLR tertinggi dan terendah. Di Amerika Latin dan Karibia misalnya, hanya ada
perbedaan 1,3%, sedangkan di Afrika, hanya ada perbedaan 3%.8
Dari 20,5 juta bayi berat lahir rendah yang lahir pada tahun 2015, lebih dari
setengahnya lahir di Asia. Memang, Asia Selatan menyumbang hampir setengah dari
semua bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah di dunia. Afrika adalah rumah bagi
sekitar seperempat dari semua bayi baru lahir dengan berat badan rendah, dengan mayoritas
lahir di Afrika Timur dan Barat.8
Kemajuan dalam mengurangi berat badan lahir rendah masih terbatas di semua
wilayah dan sub-wilayah, baik untuk prevalensi maupun jumlah anak yang terkena
dampak. Di Amerika Latin dan Karibia dan di Daerah Lebih Maju tidak ada perubahan
sama sekali dalam prevalensi berat badan lahir rendah antara tahun 2000 dan 2015.
Memang secara keseluruhan, tidak ada wilayah atau sub-wilayah yang mengalami
perubahan signifikan secara statistik dalam prevalensi atau jumlah yang terpengaruh
selama 15- periode tahun.8

Gambar 1: Prevalensi berat badan lahir rendah, menurut negara dan


wilayah Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2015.8
Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan jumlah kelahiran
bayi prematur sekitar 675.700 per tahun. Kejadian hambatan pertumbuhan pascakelahiran
bayi prematur masih cukup tinggi. Oleh karena itu, manajemen nutrisi pada bayi prematur
dan bayi berat lahir rendah (BBLR) atau bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sangat
penting untuk mencegah terjadinya gagal tumbuh pada bayi prematur. Menurut Riskesdas
tahun 2013, jumlah kelahiran BBLR tahun 2013 adalah 10,2%, mengalami penurunan
sedikit dibanding tahun 2010 sebesar 11,1%.2
Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat
badan lahir rendah (BBLR). Penyebab kematian lainnya di antaranya asfiksia, kelainan
bawaan, sepsis, tetanus neonatorium, dan lainnya. 3
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh 25 provinsi kepada Direktorat Gizi
Masyarakat, dari tahun 2019 bayi baru lahir yang dilaporkan ditimbang berat badannya,
didapatkan sebanyak 111.827 bayi (3,4%) memiliki berat badan lahir rendah (BBLR).
Sedangkan menurut hasil Riskesdas tahun 2018, dari 56,6% balita yang memiliki catatan
berat lahir, sebanyak 6,2% lahir dengan kondisi BBLR. 3

Gambar 2: Proporsi penyebab kematian neonatal (0-28


hari) di Indonesia tahun 20193
Sementara itu, menurut Dinkes Sulsel, presentase bayi dengan BBLR di Sulawesi
selatan meningkat yaitu 4,697 kasus (3,23%) pada tahun 2015, dengan jumlah lahir hidup
sebesar 149.986. 4

C. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus.Etiologi dari
maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth
Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit
kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta,
plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia,
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain
etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur
dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan kromosom, infeksi
intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multiple.6

Tabel 1: Etiologi dari BBLR6


Faktor Risiko BBLR:
1. Usia Ibu
Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun) ataupun terlalu tua (> 35 tahun)
merupakan salah satu faktor risiko penyebab BBLR. Penyulit pada kehamilan remaja
(< 20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurung waktu reproduksi sehat (usia 20-30
tahun) keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Ibu
hamil > 35 tahun terjadi penurunan fungsi organ melalui proses penuaan dan jalan lahir
juga tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan pendarahan, selain itu dapat
melahirkan bayi belum cukup bulan.
2. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin baik kemampuan berpikir
dan penerimaan informasi tentang pentingnya perawatan ANC sedini mungkin,
sehingga kebutuhan janin terpenuhi sebagaimana yang diharapkan. Ibu yang buta huruf
atau berpendidikan rendah memiliki insidens BBLR lebih tinggi dibandingkan ibu yang
berpendidikan lebih tinggi. Ibu yang berpendidikan rendah mempunyai informasi
kurang tentang perawatan prenatal (perawatan selama kehamilan), nutrisi selama
kehamilan, diet penting, dampak perilaku ibu terhadap janin.
3. Stress Psikologis
Hasil penelitian rahman et al (2007) menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami depresi berisiko 1,9 kali melahirkan BBLR. Penelitian Nesreen (2010)
menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami depresi berisiko 2,24 kali melahirkan
BBLR.
4. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR.
Keterbatasan status sosial ekonomi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam
mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan pelayanan antenatal yang adekuat.
Umumnya ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah akan mempunyai intake makanan
yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang berakibat
terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut.
5. Status Gizi
Status gizi buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan bayi
berat lahir rendah (BBLR), terhambatnya perkembangan otak janin, anemia pada bayi
baru lahir, bayi baru lahir terinfeksi, dan abortus. Malnutrisi saat kehamilan dapat
mengakibatkan volume darah menjadi berkurang sehingga mengurangi aliran darah ke
plasenta yang berdampak pada ukuran plasenta tidak optimal dan transfer nutrient
melalui plasenta berkurang sehingga pertumbuhan janin terhambat atau terganggu
(IUGR).

D. Klasifikasi BBLR

Bayi dengan berat lahir rendah dapat diklasifikasikan berdasarkan: 9


1. Berat badan lahir
a. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) dengan berat lahir kurang dari
1000 gram
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram
c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram
2. Usia Kehamilan
a. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan belum mencapai 37
minggu
b. Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan 37-42 minggu
c. Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu
3. Usia Kehamilan dan berat badan lahir
a. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai dengan berat
badan untuk usia kehamilan (sesuai masa kehamilan/SMK)
b. Bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya
(kecil masa kehamilan/KMK).

Berdasarkan kalsifikasi diatas, bayi berat lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu:
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
pada usia gestasi atau biasa disebut dengan Neonatus Kurang Bulan Sesuai dengan
Masa Kehamilan (NKB-SMK)
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya pada masa gestasi.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilan (KMK)

E. Diagnosis BBLR7

1. Anamnesis
 Umur ibu
 Hari pertama haid terakhir
 Riwayat persalinan sebelumnya
 Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 Kenaikan berat badan selama hamil
 Aktivitas, penyakit yang diderati, dan obat-obatan yang diminum selama
hamil
2. Pemeriksaan Fisis
 Berat badan < 2.500 gram
 Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
 Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Skor Ballard
 Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
 Darah rutin, glukosa darah
 Bila perlu (tergantung klinis) dan fasilitas tersedia, diperiksa kadar elektrolit
dan analisis gas darah
 Foto rontgen dada diperlikan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas
 USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <35 minggu,
dimulai pada umur 3 hari dan dilanjutkan sesuai hasil yang didapat.

F. Manajemen BBLR7

 Pemberian vitamin K1
 Injeksi 1 mg IM sekali pemberian; atau
 Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6
minggu).
 Mempertahankan suhu tubuh normal
 Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator,
atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat sesuai
petunjuk pada tabel dibawah:

Tabel 2: Cara menghangatkan bayi7

 Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin


 Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada dibawah:
Tabel 3 : Pengukuran suhu tubuh7

 Pemberian minum
 ASI merupakan pilihan utama
 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi
menghisap paling kurang sehari sekali
 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
 Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih menginginkan dapat
diberikan lagi (ad libitum).
 Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak
stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluran cerna, NEC,
IUGR berat, dan berat lahir <1000 g.
 Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa
normal.

Panduan pemberian minum berdasarkan Berat Badan: 7


 Berat lahir <1000 g
 Minum melalui pipa lambung
 Pemberian minum awal : ≤10 mL/kg/hari
 Asi perah/ term formula/half-strength preterm formula
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang
baik: tambahan 0,5-1 mL, interval 1 jam, setiap ≥24 jam
 Setelah 2 minggu: Asi perah + HMF (human milk fortifier)/ful
strength preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram
 Berat lahir 1000-1500 g
 Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
 Pemberian minum awal : ≤10 mL/kg/hari
 ASI PERAH/term formula/half-strength preterm formula
 Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang
baik: tambahan 1-2 ml, interval 2 jam, setiap ≥24 jam - Setelah 2
minggu: Asi perah + HMF (human milk fortifier)/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram.
 Berat lahir 2000-2500 g
 Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
 ASI PERAH/term formula

Supportif7

 Jaga dan pantau kehangatan


 Jaga dan pantau patensi jalan napas
 Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
 Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang timbul
(misalnya hipotermi, kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia, dll)
 Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga lainnya.
 Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak memungkinkan, biarkan
ia berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui
 Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat apabila
dimungkinkan.

Lain-lain atau rujukan7

 Bila perlu lakukan pemeriksaan USG kepala atau fisioterapi


 Pada umur 4 minggu atau selambat-lambatnya usia koreksi 34 minggu
konsultasi ke dokter spesialis mata untuk evaluasi kemungkinan retinopathy
of prematurity (ROP)
 THT: skrining pendengaran dilakukan pada semua BBLR, dimulai usia 3
bulan sehingga apabila terdapat kelainan dapat dikoreksi sebelum usia 6
bulan.
 Periksa alkaline phosphatase (ALP), P, Ca saat usia kronologis ≥4 minggu
dan 2 minggu setelah bayi minum secara penuh sebanyak 24 kalori/oz. Jika
ALP > 500 U/L berikan fosfat 2-3 mmol/kg/hari dibagi 3 dosis.
 Imunisasi yang diberikan sama seperti bayi normal kecuali hepatitis B.
 Bila perlu siapkan transportasi dan atau rujukan

Tumbuh Kembang7

 Pantau berat bayi secara periodik


 Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi
dengan berat lahir ≥ 1500 gram dan 15% untuk bayi berat lahir <1500 gram).
Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi
komplikasi.
 Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir)
dan telah berusia lebih dari 7 hari:
 Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah
180 mL/kg/ hari
 Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar
jumlah pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari
 Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI sampai 200 mL/kg/hari
 Timbang berat badan setiap hari, ukur panjang badan dan lingkar
kepala setiap minggu

Pemantauan setelah pulang7


Masalah jangka Panjang yang mungkin timbul:
 Gangguan perkembangan
 Gangguan pertumbuhan
 Retinopati karena prematuritas
 Gangguan pendengaran
 Penyakit paru kronik
 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
 Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Untuk itu perlu dilakukan pemantauan sebagai berikut:


 Kunjungan ke dokter hari ke-2, 10, 20, 30 setelah pulang, dilanjutkan setiap
bulan
 Hitung umur koreksi
 Pertumbuhan: berat badan, panjang badan dan lingkar kepala (lihat grafik
pertumbuhan).
 Tes perkembangan: Denver development screening test (DDST)
 Awasi keadaan kelainan bawaan

G. Komplikasi

Berikut ini komplikasi yang dapat muncul pada BBLR: 6


 Asfiksia perinatal
 Ketidakstabilan suhu
 Masalah pemberian makan karena tidak adanya koordinasi refleks mengisap dan
menelan dan tidak maturnya pola peristaltik usus
 Hiperbilirubinemia
 Penyakit paru: Apnea, RDS
 Gangguan metabolisme: Hipoglikemia, hipokalsemia, hiperkalemia,
hipernatremia, hiponatremia, dan hypomagnesemia
 Patent ductus arteriosus
 Kerentanan terhadap infeksi
 Enterokolitis nekrotikans
 Retinopati prematuritas
 Perdarahan intraventrikular.
Masalah khusus bayi SGA (Small Gestational for Age) sebagai berikut:6
 Perinatal asphyxia
 Meconium aspiration syndrome
 Infections
 Hypoglycemia
 Polycythemia
 Hypothermia
 Dysmorphology.

H. Prognosis

Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa
gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tinggi angka
kematian), asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan
intraventrikuler,infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan
sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan
postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain-lain).
Kematian bayi BBLR berhubungan langsung dengan berat lahir dan maturitas
kehamilan. Semakin kecil berat dan kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Secara
umum, lebih dari 90% dari semua bayi BBLR tidak memiliki cacat perkembangan saraf
utama.6
BAB III
PENUTUP

Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
sebagai berat badan saat lahir kurang dari 2500 g. Berat badan lahir rendah terus menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan dikaitkan dengan berbagai konsekuensi
jangka pendek dan jangka Panjang.
Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat badan lahir
rendah (BBLR). Penyebab kematian lainnya di antaranya asfiksia, kelainan bawaan, sepsis, tetanus
neonatorium, dan lainnya.
Indonesia merupakan negara kelima tertinggi di dunia dengan jumlah kelahiran bayi
prematur sekitar 675.700 per tahun. Menurut Riskesdas tahun 2013, jumlah kelahiran BBLR tahun
2013 adalah 10,2%, mengalami penurunan sedikit dibanding tahun 2010 sebesar 11,1%.
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus.Etiologi dari
maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth Restriction).
Yang termasuk prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi,
penggunaan obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio
plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada
etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau
malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus
yaitu Gangguan kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi
multiple.
Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa gestasi
(makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tinggi angka kematian), asfiksia atau
iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler,infeksi, gangguan
metabolik. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan
perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,
makanan, pencegahan infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia dan lain-lain).
Daftar Pustaka

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Waloyo J, Hartanto F,
Hutahaean B, editors. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. 11–29 p.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Asuhan Nutrisi pada Bayi Prematur. Jakarta;
2016. 1–60 p.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Boga
Hardh. Short Textbook of Preventive and Social Medicine. Jakarta; 2020. 256 p.

4. Rahmat B, Aspar H, Masse M, Risna. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumkit TK II Pelamonia Makassar Tahun 2019. J
Kesehat Delima Pelamonia. 2019;8(5):55.

5. World Health Assembly. WHA GLobal Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy
Brief. WHO. 2014;28:66.

6. Bansal C, Agrawal R, Sukumaran T. IAP Textbook of Pediatrics. 5th ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.; 2013. 39–41 p.

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Pudjiadi A, Hegar B,


Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra E, Harmoni ED, editors. Jakarta: IDAI; 2009.

8. UNICEF W&. Unicef-WHO: Low Birthweight Estimates. World Heal Organ.


2019;4(3):3–9.

9. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta:
IDAI; 2014.

Anda mungkin juga menyukai