Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Data World Health Organizations (WHO) mengatakan prevalensi
angka harapan hidup bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) di negara maju
dengan 10% hasil ini sangat meningkat drastis, situasi seperti ini bisa saja
disebabkan oleh kemajuan bidang perinatal neonatal, kemajuan resusitasi
pada BBLSR, dan penanganan kehamilan risiko tinggi, lebih dari 20 juta bayi
lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram lebih dari 96% diantaranya di
negara berkembang (Meliya, 2016). Negara berkembang memiliki prevalensi
kematian BBLSR bervariasi sekitar 57%. Setiap tahunnya BBLSR
mengalami resiko lebih tinggi yang dapat dialami seperti retardasi
pertumbuhan dini, penyakit menular, keterlambatan perkembangan dan
kematian selama masa bayi (WHO, 2017).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500
gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan
neonatal. Kematian neonatus merupakan komponen utama penyebab angka
kematian bayi atau infant mortality rate, yaitu angka yang dipakai sebagai
indikator kemajuan kesehatan suatu negara.
World Health Organizations (WHO) memperkirakan 15% - 20% dari
seluruh kelahiran di dunia mengalami berat badan lahir rendah, yang
mewakili lebih dari 20 juta kelahiran per tahun. Data WHO mencatat
Indonesia berada di peringkat sembilan dunia dengan persentase BBLR lebih
dari 15,5 % dari kelahiran bayi setiap tahunnya. Penurunan angka BBLR
telah menjadi fokus dunia yang tertuang dalam Sustainable Development
Goals (SDGs). Pada tahun 2025 ditargetkan telah tercapai penurunan angka
BBLR hingga 30%. Hal ini berarti setiap tahun pada periode 2012 – 2025
setidaknya terjadi penurunan relatif angka BBLR sebesar 3% atau terjadi
penurunan angka BBLR dari 20 juta menjadi 14 juta .
Pada tahun 2019 penyebab kematian neonatal terbanyak di Indonesia
adalah kondisi BBLR. Data Direktorat Gizi Masyarakat tahun 2019
2

menunjukkan terdapat sekitar 3,4% bayi dengan BBLR dilaporkan oleh 25


dari 34 provinsi di Indonesia, sementara hasil pelaksanaan Riskesdas tahun
2018 menunjukkan 6,2% dari 56% balita yang memiliki catatan berat lahir
teridentifikasi terlahir dengan kondisi BBLR. Angka ini menunjukkan bahwa
capaian proporsi BBLR di Indonesia telah mencapai Target RPJM tahun
2019 sebesar 8%. Perkembangan data jumlah BBLR berdasarkan hasil
Riskesdas dari tahun 2007 sampai tahun 2018 menunjukkan peningkatan.
BBLR merupakan indikator Kementerian Kesehatan dalam peningkatan
status kesehatan masyarakat yaitu menurunnya persentase BBLR dari 10,2%
menjadi 8%3 . (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan
(2019) bahwa pada tahun 2019 data kejadian BBLR di Provinsi Sumatera
Selatan tercatat sebanyak 272 kasus. Angka ini merupakan penurunan yang
cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 296 kasus pada tahun
2018 (BPS Sumsel, 2019)
Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan
masalah yang sangat kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi
pada kesehatan yang buruk karena tidak hanya menyebabkan tingginya
angka kematian, tetapi dapat juga menyebabkan kecacatan, gangguan, atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit kronis
dikemudian hari, hal ini disebabkan karena kondisi tubuh bayi yang belum
stabil Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa BBLR sangat
menentukan kesehatan di masa yang akan datang. Bayi yang dilahirkan
dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan erat dengan
penyakit degeneratif di usia dewasa. BBLR lebih rentan terhadap kejadian
kegemukan dan berisiko menderita NCD (Non Communicable Diseases) di
usia dewasa, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kesehatan
seseorang harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan.
Pemeriksaan rutin saat hamil atau Antenatal Care (ANC) salah satu cara
mencegah terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal care
minimal dilakukan 4 kali selama kehamilan (Aruben, 2016).
Bayi dengan BBLR memiliki risiko lebih tinggi mengalami kematian,
3

keterlambatan petumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak


dibandingkan dengan bayi yang tidak BBLR (Rajashree, 2015). Bayi BBLR
memiliki peluang lebih kecil untuk bertahan hidup. Ketika mereka bertahan
hidup, mereka lebih rentan terhadap penyakit hingga mereka dewasa. BBLR
cenderung mengalami gangguan perkembangan kognitif, retardasi mental
serta lebih mudah mengalami infeksi yang dapat mengakibatkan kesakitan
atau bahkan kematian. Dampak lain yang muncul pada orang dewasa yang
memiliki riwayat BBLR yaitu beresiko menderita penyakit degeneratif yang
dapat menyebabkan beban ekonomi individu dan masyarakat.
Menurut Khoiriah et al., (2015). BBLR merupakan salah satu faktor
utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak di masa depan BBLR mudah sekali mengalami resiko infeksi
karena cadangan imunoglobulin maternal yang menurun sehingga
kemampuan membuat antibodi rusak atau dapat disebabkan oleh jaringan
kulit yang masih tipis, ini juga yang menyebabkan BBLR mudah sekali
mengalami hipotermi. BBLR mengalami imaturitas organ-organ tubuhnya
seperti organ paru-paru sehingga BBLR mudah mengalami kesulitan
bernafas, fungsi kardiovaskuler yang menurun dan belum matur, fungsi
ginjal yang belum matur, fungsi hati dan pencernaan yang masih lemah.
BBLR juga dapat mengalami gangguan nutrisi karena reflek menelan dan
mengisap bayi yang masih lemah, kapasitas perutnya pun kecil sehingga
cadangan nutrisi terbatas (Elizabeth, et.al, 2013).
Penatalaksanaan untuk bayi BBLSR maupun BBLR biasanya
mencakup bantuan pernapasan, mengupayakan suhu lingkungan yang netral,
pencegahan infeksi, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, penghematan
energi bayi agar energi yang dimiliki bayi dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi, perawatan kulit untuk melindungi dan
mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit karena kondisi kulit bayi yang
belum matang, pemberian obat-obatan serta perlu adanya pemantauan data
fisiologis. Perawatan pada bayi preterm (BBLR) di rumah sakit dengan
penggunaan inkubator bertujuan untuk menghemat energi pada bayi preterm
selama masa pertumbuhan dan perkembangannya (Manuaba et.al., 2017).
4

Kebutuhan dasar bayi preterm berupa pengaturan suhu, kelembapan udara,


kebersihan lingkungan, kebutuhan perfusi, oksigenisasi jaringan yang baik,
kebutuhan nutrisi yang sesuai dan adekuat serta kebutuhan emosional dan
sosial (Suradi, 2018).
Penanganan yang tepat dan terencana merupakan kunci keberhasilan
penanganan bayi dengan berat lahir sangat rendah di rumah sakit.Konsep
pelayanan perinatologi yang berkualitas tinggi memerlukan organisasi yang
komprehensif dan melibatkan seluruh profesional di bidang kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan.
Asuhan keperawatan yang berkualitas pada bayi dengan berat lahir
sangat rendah sangat menentukan tingkat mortalitas dan morbiditas bayi pada
periode kehidupan pertamanya serta pertumbuhan dan perkembangan untuk
periode kehidupan selanjutnya. Asuhan keperawatan pada bayi dengan berat
lahir rendah yang berkualitas dapat terus ditingkatkan dengan melakukan
evaluasi yang berkesinambungan dari asuhan keperawatan yang diberikan
pada bayi dengan berat lahir sangat rendah maupun berat lahir rendah.
Dari pembahasan diatas maka sangat penting untuk melakukan
asuhan keperawatan pada bayi dengan BBLSR di ruang Melati Rumah Sakit
Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi dengan BBLSR di
ruang Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun
2022.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan BBLSR di ruang
Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2022.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi dengan BBLSR
di ruang Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2022.
c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada bayi dengan BBLSR
di ruang Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas
5

Tahun 2022.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada bayi dengan
BBLSR di ruang Melati Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2022.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada bayi dengan BBLSR di
Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2022.
f. Mampu membedakan antara kesenjangan kasus dan teori yang ada.
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada bayi dengan
BBLSR di Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun
2022.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Laporan asuhan keperawatan ini berguna untuk menambah
wawasan dan sebagai bekal ilmu bagi penulis untuk memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat terkait dengan masalah-
masalah yang tertentunya berhubungan dengan BBLSR.
2. Bagi InstitusiPendidikan
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang. Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam proses belajar
mengajar, khusunya tentang Laporan asuhan keperawatan dan
memberikan sumbangan pikiran yang kiranya dapat berguna sebagai
informasi awal.
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan demi membantu petugas rumah sakit dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan ilmu dan ketrampilan yang terus dipenuhi serta
di jadikan bahan diskusi antar perawat di ruang Melati.

Anda mungkin juga menyukai