Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian neonatal di seluruh dunia 20 kali lebih besaruntuk

bayi BBLR dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal (>

2,5 kg). Sekarang menjadi fakta yang diakui bahwa berat badan lahir tidak

hanya menjadi penentu penting dari kelangsungan hidup anak,

pertumbuhan, dan pengembangan, tetapi juga menjadi indikator yang

berharga dari kesehatan, gizi, dan kualitas hidup ibu.

Saat ini BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) merupakan salah satu

penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. World Health

Organizations (WHO) mendefinisikan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

sebagai bagian terlahir dengan kurang dari 2500 gram. BBLR masih terus

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan

berhubungan dengan berbagai konsekuensi jangka pendek maupun

jangka panjang (WHO, 2018).

Menurut World Health Organizations (WHO), diperkirakan terjadi

2,7 juta kematian neonatal dari 20 juta kelahiran di seluruh dunia setiap

tahunnya dan diperkirakan 15-20% adalah bayi dengan Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR). Dengan kata lain setidaknya ada lebih dari 3 juta bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan lahir setiap tahunnya.

Angka prevalensi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada

1
bayi sangat bervariasi baik di daerah dan dalam negara. Dari data World

Health Organization dituliskan bahwa prevalensi kejadian BBLR di dunia

lebih sering terjadi di negara-negara berkembang dengan kontribusi

sebanyak 96.5% (WHO, 2018). Insiden BBLR di tujuh negara Asia

Tenggara berkisar 7–20%, dimana kejadian BBLR di Indonesia 7%,

Vietnam 5%, Burma 9%, Timur Leste 10%, Kamboja 11%, Laos 15%,

Filiphina 21%. Dari data tersebut menunjukan Indonesia masih berada di

bawah Vietnam (World Health Organization, 2019).

Berat lahir merupakan indikator yang penting dan terbukti secara

signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup neonatus dan bayi, baik

ditinjau dari segi pertumbuhan fisik dan perkembangan status mental.

Berat lahir yang tidak seimbang dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu

dan bayinya. Keadaan ibu sebelum dan selama hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung (Kusumawati,

2017).

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu

bangsa ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi,

target Sustainable Development Goals (SDGs) dalam mengurangi angka

kematian neonatal belum tercapai. BBLR merupakan penyebab utama

kematian prenatal. Sebagian besar bayi dengan BBLR dilahirkan di

negara berkembang yaitu 96,5%, khususnya di daerah yang populasinya

rentan (Tiro, 2018). Angka kematian bayi berkaitan erat dengan kejadian

2
BBLR. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam

peningkatan mortabilitas, morbiditas dan disabilitas neonates, bayi dan

anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya

di masa depan. Berdasarkan studi epidemiologi, bayi BBLR mempunyai

risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan dengan bayi yang

lahir dengan berat badan normal.

Di Indonesia sendiri persentase BBLR mencapai 10,2%, artinya

satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR. Jumlah ini

masih belum bisa menggambarkan kejadian BBLR yang sesungguhnya,

mengingat angka tersebut didapatkan dari dokumentasi/catatan yang

dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA) dan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sedangkan jumlah bayi yangtidak

memiliki catatan berat badan lahir, jauh lebih banyak. Hal ini berarti

kemungkinan bayi yang terlahir dengan BBLR jumlahnya jauh lebih

banyak lagi (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data dari Kemenkes RI

Tahun 2020, di tahun 2019 kejadian BBLR menjadi penyebab utama

kematian bayi yaitu sebanyak 35.5% kasus.

Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan

masalah yang sangat kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi

pada kesehatan yang buruk karena tidak hanya menyebabkan tingginya

angka kematian, tetapi dapat juga menyebabkan kecacatan, gangguan,

atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan

3
penyakit kronis dikemudian hari, hal ini disebabkan karena kondisi tubuh

bayi yang belum stabil. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

BBLR sangat menentukan kesehatan di masa yang akan datang. Bayi

yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan

erat dan beresiko menderita NCD (Non CommunicableDisease) di usia

dewasa, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kesehatan

seseorang harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan.

Pemeriksaan rutin saat hamil atau Antenatal Care (ANC) salah satu cara

mencegah terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal care

minimal dilakukan 4 kali selama kehamilan (Aruben, 2016).

Bayi dengan berat badan lahir rendah pada usia selanjutnya setelah

dilahirkan mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat dari

bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal, dan sering gagal

mencapai tingkat perkembangan yang semestinya akan dicapai (Izzah,

K.A, 2018). Bayi dengan BBLR dibutuhkan penanganan serius, karena

pada kondisi tersebut bayi mudah mengalami hipotermi dan belum

sempurna pembentukan organ tubuhnya sehingga rentan mengalami

kematian (Rahfiluddin, 2017).

Data Direktorat Gizi Masyarakat tahun 2019 menunjukkan terdapat

sekitar 3,4% bayi dengan BBLR dilaporkan oleh 25 dari 34 provinsi di

Indonesia, sementara hasil pelaksanaan Riskesdas tahun 2018

4
menunjukkan 6,2% dari 56% balita yang memiliki catatan berat lahir

teridentifikasi terlahir dengan kondisi BBLR. Sedangkan, untuk kasus

BBLR tertinggi berdasarkan provinsi di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi

Tenggara sebesar 8,9%, sedangkan kasus BBLR terendah yaitu provinsi

Jambi sebesar 2,6%. Adapun untuk proporsi bayi dengan BBLR di provinsi

Sulawesi Selatan sebesar 7% (Kemenkes RI, 2018). Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah proporsinya masih tinggi dibanding angka nasional.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

tahun 2020 kejadian BBLR tertinggi terjadi di tiga daerah kabupaten/kota,

yakni Bulukumba sebanyak 88,8%, Makassar sebanyak 78,1%, dan

Bone sebanyak 41,0% (Dinkes Provinsi Sul-Sel, 2020). Dari data Dinas

Kesehatan Kota Makassar tahun 2019, angka kejadian BBLR tertinggi

terjadi di tiga puskesmas, yakni Puskesmas Jongaya sebanyak 55 kasus,

Puskesmas Tamangapa 26 kasus, dan Puskesmas Antara sebanyak 22

kasus. (Dinkes Kota Makassar, 2019). Sedangkan, dari data Dinas

Kesehatan Kota Makassar tahun 2020 angka kejadian BBLR tertinggi

terjadi di Puskesmas Tamangapa yakni sebanyak 12,63%, disusul

Puskesmas Daya sebanyak 11,9% dan Puskesmas Jongaya sebanyak

7,92%. (Dinkes Kota Makassar, 2020).

Penyebab utama bayi berat badan lahir rendah dibagi menjadi tiga

faktor, yaitu faktor maternal, faktor janin, dan plasenta, namun

terhambatnya pertumbuhan janin biasanya disebabkan oleh

multifaktorial. Faktor maternal sendiri biasanya meliputi usia ibu,

pendidikan, pekerjaan, jarak kehamilan, paritas, kehamilan ganda,

5
hipertensi, anemia, dan kebiasaan ibu saat hamil (Ludyaningrum, 2016).

Faktor janin seperti cacat bawaan dan infeksi yang terjadi selama

kehamilan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin.

Faktor plasenta yang berhubungan dengan struktur plasenta, ketika

mengalami perubahan morfologi, kelainan plasenta seperti infark,

peradangan kronis pada vili, trombosis pembuluh darah plasenta yang

6
dapat menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi serta oksigen ke

janin(Aleksenko dkk., 2017).

Faktor–faktor yang berisiko terhadap BBLR meliputi kekurangan

energi kronis (KEK), anemia pada ibu hamil, multiparitas, jarak

kehamilan, usia ibu kurang dari 20 tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun,

tinggi badan ibu berpengaruh terhadap meningkatnya risiko BBLR

karena postur tubuh yang pendek dianggap memiliki status gizi yang

kurang baik (Haryanti dkk., 2017).

Menurut Azamti (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

umur ibu yang mempunyai resiko tinggi untuk hamil dan melahirkanadalah

35 tahun. Umur ibu yang 35 tahun anatomi tubuhnya mulai mengalami

degenerasi sehingga kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat

kehamilan dan persalinan akan meningkat akibatnya kematianperinatal

akan semakin besar. Selain usia, paritas atau jumlah anak yangdilahirkan

ibu juga menjadi penyebab anak dilahirkan dengn BBLR. Paritas ≥4

(Grandemultipara) merupakan paritas resiko dari seorang ibu. Semakin

sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan

kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak

berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan perdarahan pasca

kehamilan dan kelahiran prematur atau BBLR (Azamti dkk., 2018).

Penelitian lain yang dilakukan Hajizadehdkk, mengatakan bahwa faktor

yang mempengruhi kejadian BBLR

7
antara lain adalah usia kehamilan, usia ibu, riwayat abortus, tingkat

pendidikan (Hajizadeh dkk., 2019).

Serangkaian data di atas memerlukan kajian lebih dalam terutama

tentang factor risiko kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas

Tamangapa agar dapat memberikan manfaat khususnya dalam

menurunkan angka BBLR di Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Faktor-faktor apa sajakah yang

berhubungan terhadap kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

pada bayi

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR

2. Mengetahui hubungan kadar Hb ibu dengan kejadian BBLR

8
3. Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian BBLR

4. Mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan BBLR

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Menjadi suatu pengalaman yang berharga dalam rangka

memperluas wawasan dan pengetahuan bagi peneliti

b. Bagi Praktisi

Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan peneliti dan

dapat dijadikan sebagai referensi peneliti lain terutama di bidang Ilmu

Kesehatan Masyarakat.

c. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan khususnya ilmu kesehatan

masyarakat terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Selain itu, diharapkan

9
penelitian ini dapat membantu menyediakan referensi bagi peneliti

selanjutnya yang tertarik pada bidang yang sama.

10
11

Anda mungkin juga menyukai