ANALISIS JURNAL
Kelompok 2
2.3 Etiologi
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus.
Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR
(Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor
maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat,
KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa,
solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal
yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu
alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada
etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu
Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan
kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi
multipel. Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi
dengan berat badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR :
a) Faktor ibu :
1) Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan
biasanya kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu pada saat
ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu
yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik,
Preeklampsia, diabetes melitus dan jantung
Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi
kandung kemih.
Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi atau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu (geografis)
Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke
anak yang akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling
sering terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial
ekonomi yang kurang. Karena pengawasan dan perawatan
kehamilan yang sangat kurang.
Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi
keadaan bayi. diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan
aktivitas yang ekstrim.
Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta
mental.
b) Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR
disebabkan oleh : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan kembar).
c) Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat
menjadi salah satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan oleh :
hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi
kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d) Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor
lingkungan ini. Faktor lingku ngan yang dapat menyebabkan BBLR,
yaitu : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar
zat beracun.
3.1 identitas
Judul : Association between maternal lifestyle factors
and low birth weight in preterm and term births: a
case-control study
Penulis : Chuhao Xi, Min Luo, Tian Wang, Yingxiang
Wang, Songbai Wang, Lan Guo, dan Ciyong Lu
Penerbit : BMC
Tahun Terbit : 2020
3.3 Hasil
Kriteria penelitian terpenuhi pada 294 kasus BBLR dan 1381 kasus
kontrol. Kondisi sosio demografis baik BBLR prematur, BBLR, maupun
kelompok kontrol diisi dengan rentang umur 19-34 tahun, IMT sebelum
hamil, mayoritas hamil dalam kondisi menikah, kedisiplinan melakukan
ANC, keterangan riwayat BBLR serta kondisi sosial ekonomi keluarga.
Kejadian BBLR preterm dan aterm didasarkan oleh beberapa faktor, yaitu
perokok pasif dan aktifitas fisik yang rutin dilakukan.
Analisis bivariat multivariat menjelaskan bahwa beberapa kondisi
dapat meningkatkan risiko kejadian BBLR baik dengan pre term maupun
aterm. Usia di atas 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya BBLR 2-3 kali,
hipertensi gestasional meningkatkan risiko BBLR hingga 6 kali. Kelompok
BBLR dan kontrol, status BBLR berkaitan dengan kondisi IMT sebelum
hamil kurang dari 18,5 berisiko 2 kali lebih besar dan riwayat BBLR
meningkatkan 4 kali risiko BBLR. Mayoritas ibu dengan bayi BBLR berada
di kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah.
Melalui analisis bivariat, aktivitas fisik dan penambahan berat badan
kehamilan secara signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR prematur.
Sedangkan perokok pasif dan kenaikan berat badan gestasional secara
signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR aterm. Sedangkan aktivitas
fisik secara signifikan berkaitan erat dengan kejadian BBR baik preterm
maupun aterm. Ibu hamil yang kenaikan berat badannya kurang dari
cukup juga secara signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR 3 kali lebih
berisiko.
3.4 Pembahasan
Aktifitas fisik yang dilakukan ibu hamil secara mayoritas dikatakan ikut
berperan dalam mencegah dalam kejadian BBLR prematur, tetapi tidak
dengan BBLR aterm. Menurut penelitian ini, dampak aktivitas fisik
intensitas sedang selama kehamilan dapat mempertahankan kehamilan
hingga usia matur, sehingga mengurangi risiko bayi BBLR serta dapat
mempengaruhi regulasi endokrin pertumbuhan janin dan meningkatkan
rasio massa otot terhadap jaringan adiposa. Aktivitas fisik yang rutin
dilakukan selama masa kehamilan (sesuai porsi kehamilan) sangat
berpengaruh positif terhadap kondisi kesehatan kehamilan dan kondisi
keluaran janin. Aktivitas fisik yang rutin ini dapat membantu menjaga
pertambahan berat badan janin tetap optimal, sehingga dapat
menghindarkan dari kejadian BBLR. Selain itu aktifitas fisik yang rutin dan
terkontrol ini secara tidak langsung menurunkan risiko persalinan pre term
karena fungsinya sebagai pencegah gangguan psikologis selama
kehamilan terutama kecemasan (Cristina Silva J et al, 2022).
Paparan asap rokok terhadap ibu hamil (ibu hami perokok pasif) ikut
menyumbang angka kejadian BBLR. Menurut artikel penelitian ini
menurunnya aliran oksigenasi janin akibat karbon monoksida dari rokok
serta terjadinya vasokonstriksi terkait nikotin dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah uterus dan plasenta. Sehingga ibu hamil yang
terpapar rokok secara pasif, hambatan yang diterima lebih ke gangguan
pertumbuhan janin bukan kondisi uterus (yang memicu preterm. Sehingga
paparan asap tembakau terhadap wanita hamil yang tidak merokok lebih
dihubungkan dengan BBLR tanpa persalinan preterm. Ibu yang terpapar
asap rokok dapat mengalami gangguan persisten di sistem metabolisme
janin. Terganggunya sistem metabolisme janin secara persisten ini dapat
mengakibatkan BBLR, bayi lahir pre term, dan bayi lahir dnegan asfiksia.
Asap rokok sangat berbahaya (toksik) untuk perkembangan plasenta dan
pertumbuhan janin. Gangguan seperti ini yang akan memicu baik BBLR
maupun persalinan pre term (Cristina Silva J et al, 2022).
Kondisi kenaikan berat badan selama kehamilan juga mempengaruhi
kejadian BBLR saat bayi lahir baik pre term maupun aterm. Kenaikan
berat badan yang kurang (cukup) akan meningkatkan kejadian BBLR baik
preterm maupun aterm. Sedangkan kenaikan berat badan yang berlebih
selama hamil akan berisiko terhadap kejadian BBLR aterm. Dijelaskan
dalam artikel penelitian ini bahwa terjadinya hiperglikemia (dengan
kenaikan berat badan yang berlebih) merangsang hormon insulin yang
berfungsi sebagai hormon pertumbuhan janin.
Kondisi sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap kejadian BBLR
baik pre term maupun aterm. Hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi
akan mempengaruhi pola hidup sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi akan
mempengaruhi bagaimana ibu hamil memenuhi kebutuhan nutrisi selama
kehamilan, bagaimana ibu hamil menjalani perawatan selama masa
kehamilan dan persalinan (Ipsita Mohapatra et al, 2022). Ibu dengan
sosial ekonomi rendah akan terbatas dalam melakukan ANC selama
persalinan. Paparan antenatal yang digambarkan dengan kepatuhan
mengikuti ANC dapat berpengaruh terhadap kejadian BBLR baik pre term
maupun aterm. Selain itu sosial ekonomi identik menyesuaikan tempat
tinggal atau lingkungan ibu hamil berada. Ibu hamil yang tinggal di yang
sulit fasilitas pelayanan kesehatan identik dengan kondisi sosial
kesehatannya. Mulai dari skrining, tatalaksana, hingga pemulihan. Kondisi
ini akan semakin mendukung terjadinya kejadian BBLR dan persalinan
pre mature karena kurangnya deteksi dini selama masa kehamilan
(Devlynne S O et al, 2022).
Status paritas yang tinggi meningkatkan risiko BBLR. Hal ini
dikarenakan angka paritas yang tinggi identik dengan interval kehamilan
dan persalinan yang pendek. Interval yang pendek ini memngakibatkan
tubuh belum sempurna dalam proses pemulihan paska persaliann dan
menyusui. Pemulihan tubuh wanita ini sangat mempengaruhi fungsinya
untuk kehamilan yang selanjutnya. Selain itu paritas yang sudah tinggi
juga identik dengan usia ibu luar batas optimal untuk kehamilan, yaitu
minimal 20 tahun dan maksimal 35 tahun. Penelitian ini mengungkapkan
bahwa wanita hamil usia >35 tahun berisiko lebih tinggi melahirkan bayi
BBLR prematur. Diketahui, faktor usia dapat mempengaruhi kondisi
pembuluh darah rahim yang tidak optimal untuk kondisi kehamilan yang
mengarah ke peningkatan angka BBLR preterm. Usia ibu hamil ≥ 35
tahun menjadi faktor pre disposisi terjadinya BBLR dan persalinan
prematur (Alejandra RF, 2022).
Kondisi IMT sebelum kehamilan juga perlu dipertimbangkan terkait
kejadian BBLR. Diketahui dari artikel tersebut bahwa IMT pra-kehamilan
merupakan faktor predisposisi yang cukup signifikan dengan kejadian
BBLR. Wanita dengan IMT pra-kehamilan <18,5 lebih berisiko terhadap
bayi BBLR cukup bulan. Pemantauan IMT awal kehamilan penting untuk
dipantau karena dapat mempengaruhi keluaran janin menjadi BBLR atau
makrosomi (Ipsita Mohapatra et al, 2022).
Adanya pembagian kelompok menjadi BBLR preterm, aterm, dan
kelompok kontrol menjadi kelebihan dari penelitian ini. Pembagian
kelompok yang cukup detail ini dapat menggambarkan lebih rinci
gambaran keterkaitan antara gaya hidup dengan kejadian BBLR baik pre
term maupun aterm. Penelitian ini juga sudah mempertimbangkan faktor
perancu seperti status ekonomi, dan tingkat pendidikan, yang dapat
mempengaruhi kejadian BBLR.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a) Aktivitas fisik mungkin berpengaruh terhadap penurunan resiko pada
BBLR dengan prematur
b) Ibu hamil perokok pasif memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan
bayi BBLR.
c) Peningkatan berat yang tidak mencukupi, secara signifikan berkaitan
dengan BBLR baik prematur ataupun aterm.
4.2 Saran
a) Ibu hamil tanpa kontraindikasi exercise harus teratur melakukan aktivitas
fisik untuk meningkatkan status kesehatan dan luaran kahamilannya
b) Ibu hamil harus peduli bahayanya menjadi perokok pasif dan mampu
menentukan cara mengurangi paparan rokok tersebut
c) dikarenakan wanita rentan menjadi perokok pasif ditempat umum,
penelitian dan program kesehatan yang fokus pada ibu dan BBLR perlu
ditingkatkan
d) ibu hamil hanya perlu memenuhi kenaikan berat sedang selama
kehamilan, Asupan nutrisi yang cukup, diet seimbang dan bimbingan
profesional dapat membantu untuk mengoptimalkan berat janin.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. 2020. Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RS Muhammadiyah Surabaya. Undergraduate thesis,
Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Sudarnika, Etih. 2011. “Persentasi Power Point Materi : Kajian Kasus Kontrol”.
Bandung: IPB.
Xi, C., Luo, M., Wang, T., Wang, Y., Wang, S., Guo, L., & Lu, C. (2020).
Association between maternal lifestyle factors and low birth weight in
preterm and term births: A case-control study. Reproductive Health, 17(1).
https://doi.org/10.1186/s12978-020-00932-9