Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ANALISIS JURNAL

Association Between Maternal Lifestyle Factors And Low Birth Weight In


Preterm And Term Births: a Case-Control Study

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Neonatologi

Kelompok 2

Maria Ulfa NH 216070400111005


Robiatul Munawaroh 216070400111007
Fajar Dwi Prastiwi 216070400141010

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berat badan lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai berat lahir kurang
dari 2500 gram, terlepas dari berarpun usia kehamilannya. Bayi baru lahir
dengan BBLR telah terbukti akan mengalami gangguan perkembangan kognitif,
dan beberapa evidence based meyakini bahwa bayi dengan BBLR memiliki
peningkatan risiko penyakit kronis pada kehidupan yang akan datang meliputi
hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes melitus non-insulin, penyakit jantung
koroner dan struk (Xi et al, 2020).
Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF), BBLR
berkontribusi sebesar 40-60% dari kematian bayi secara global. WHO pun
melaporkan BBLR sebagai suatu penyakit yang serius yang telah menjadi faktor
risiko penting dalam peningkatan beban penyakit di seluruh dunia. Tingkat
prevalensi rata-rata BBLR di seluruh dunia adalah 15%, di Cina berdasarkan
survei epidemiologi pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan insiden BBLR
sebesar 6,1% yang mana lebih tinggi dari insiden pada tahun 1998 (5,87%).
Namun, penelitian lain di barat laut Cina melaporkan penurunan prevalensi
kelahiran BBLR dari 4,4% pada tahun 2010 menjadi 3,6% pada tahun 2013 (Xi
et al, 2020).
Banyak faktor gaya hidup telah dikaitkan dengan berat kelahiran. Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa merokok atau terpapar asap rokok (perokok
pasif), minum alkohol, aktivitas fisik dan variasi asupan energi dapat
menyebabkan tingkat BBLR yang lebih tinggi. Namun, beberapa studi studi
meneliti hubungan antara faktor gaya hidup dan BBLR telah menunjukkan hasil
yang bertentangan. Penelitian telah menunjukkan bahwa sebagian besar faktor
gaya hidup memiliki efek yang berbeda pada berat lahir bayi dengan kelahiran
prematur dan bayi cukup bulan. Bagaimanapun, ada kekurangan dari studi yang
mengeksplorasi hubungan faktor gaya hidup dengan BBLR pada bayi cukup
bulan dan bayi prematur secara terpisah. Terlebih lagi, karena ras dan latar
belakang budaya yang berbeda secara regional dengan data dari satu wilayah,
akan sulit untuk digeneralisasikan pada wilayah lain (Xi et al, 2020).
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2020, penyebab
kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat badan lahir rendah (BBLR).
Penyebab kematian lainnya di antaranya asfiksia, infeksi, kelainan kongenital,
tetanus neonatorium, dan lainnya. Dari tahun 2019 bayi baru lahir yang
dilaporkan ditimbang berat badannya, didapatkan sebanyak 111.827 bayi (3,4%)
memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Sedangkan menurut hasil Riskesdas
tahun 2018, dari 56,6% balita yang memiliki catatan berat lahir, sebanyak 6,2%
lahir dengan kondisi BBLR. Kondisi bayi BBLR diantara disebabkan karena
kondisi ibu saat hamil (kehamilan remaja, malnutrisi, dan komplikasi kehamilan),
bayi kembar, janin memiliki kelainan atau kondisi bawaan, dan gangguan pada
plasenta yang menghambat pertumbuhan bayi (intrauterine growth restriction).
Oleh karena itulah, disusunlah makalah ini untuk menganalisa faktor resiko
yang berkaitan dengan BBLR prematur dan aterm.
1.2. Tujuan
a) Untuk mengetahui Gambaran Umum Prematuritas dan BBLR
b) Untuk mengetahui Faktor resiko yang mempengaruhi Prematuritas dan
BBLR
c) Untuk menganalisa pengaruh gaya hidup tibu erhadap kejadian BBLR pada
bayi prematur dan aterm.
1.3. Manfaat
a) Sebagai bahan literasi yang mendukung kajian terkait prematuritas dan
BBLR
b) Memberikan gambaran gaya hidup yang dapat mempengaruhi prematuritas
dan BBLR
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi preterm & BBLR


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai
masa gestasi. Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO)
semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari
2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya
terjadi pada bayi prematur atau bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak
hanya bisa terjadi pada bayi prematur, bisa juga terjadi pada bayi cukup
bulan yang mengalami proses hambatan dalam pertumbuhannya selama
kehamilan.

2.2 Klasifikasi BBLR


Bayi BBLR dapat di klasifikasikan berdasarkan gestasinya, Bayi
bblr dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) prematuritas murni, yaitu
BBLR yang mengalami masa gestasi kurang dari 37 minggu. Berat
badan pada masa gestasi itu pada umumnya biasa disebut neonatus
kurang bulan untuk masa kehamilan.
b) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dismatur, Yaitu BBLR yang
memiliki berat badan yang kurang dari seharusnya pada masa
kehamilan. BBLR dismatur dapat lahir pada masa kehamilan preterm
atau kurang bulan-kecil masa kehamilan, masa kehamilan term atau
cukup bulan-kecil masa kehamilan, dan masa kehamilan post-term
atau lebih bulan-kecil masa kehamilan.

2.3 Etiologi
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus.
Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR
(Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor
maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat,
KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa,
solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal
yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu
alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada
etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu
Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan
kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi
multipel. Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi
dengan berat badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR :
a) Faktor ibu :
1) Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan
biasanya kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu pada saat
ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu
yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik,
Preeklampsia, diabetes melitus dan jantung
 Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi
kandung kemih.
 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi atau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
 Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu (geografis)
 Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke
anak yang akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
 Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling
sering terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
 Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
 Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial
ekonomi yang kurang. Karena pengawasan dan perawatan
kehamilan yang sangat kurang.
 Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi
keadaan bayi. diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan
aktivitas yang ekstrim.
 Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta
mental.
b) Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR
disebabkan oleh : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan kembar).
c) Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat
menjadi salah satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan oleh :
hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi
kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d) Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor
lingkungan ini. Faktor lingku ngan yang dapat menyebabkan BBLR,
yaitu : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar
zat beracun.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas
dan dismaturitas. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :
a) Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm,
lingkaran dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c) Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d) Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e) Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f) Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g) Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h) Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis
kelamin perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki
belum turunnya testis.
i) Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami
hipotonik.
j) Menangis dan lemah.
k) Pernapasan kurang teratur.
l) Sering terjadi serangan apnea.
m) Refleks tonik leher masih lemah.
n) Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna.
Selain prematuritas juga ada dismaturitas. Manifestasi klinis
dari dismaturitas sebagai berikut :
a) Kulit pucat ada seperti noda.
b) Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis.
c) Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada.
d) Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis.
e) Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat.
f) Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan.

2.5 Dampak BBLR


Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR
adalah sebagai berikut :
a) Gangguan metabolik
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat
terjadi karena bayi BBLR memiliki jumlah lemak yang sangat sedikit
di dalam tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu tubuhnya
juga belum matur. Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR
yaitu hipoglikemi. Bayi dengan asupan yang kurang dapat
berdampak kerusakan sel pada otak yang mengakibatkan sel pada
otak mati. Apabila terjadi kematian pada sel otak, mengakibatkan
gangguan pada kecerdasan anak tesebut. Untuk memperoleh
glukosa yang lebih harus dibantu dengan ASI yang lebih banyak.
Kebanyakan bayi BBLR kekurangan ASI karena ukuran bayi kecil,
lambung kecil dan energi saat menghisap sangat lemah.
b) Gangguan imunitas
1) Gangguan imunologik Sistem imun akan berkurang karena
diberikan rendahnya kadar Ig dan Gamma globulin. Sehingga
menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi BBLR juga sering
terinfeksi penyakit yang ditularkan ibu melalui plasenta.
2) Kejang pada saat dilahirkan Untuk menghindari kejang pada
saat lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) harus dipantai
dalam 1 X 24 jam. Dan harus tetap dijaga ketat untuk jalan
napasnya. c. Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi) Ikterus pada Bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan adanya
gangguan pada zat warna empedu yang dapat mengakibatkan
bayi berwarna kuning.
c) Gangguan pernafasan
1) Sindroma gangguan pemafasan Gangguan sistem pernapasan
pada bayi BBLR dapat disebabkan karena kurang adekuatnya
surfaktan pada paru – paru.
2) Asfiksia Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul
asfiksia.
3) Apneu periodik Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya
organ yang terbentuk pada saat bayi BBLR dilahirkan.
4) Paru belum berkembang Paru yang belum berkembang
menyebabkan bayi BBLR sesak napas. Untuk menghindari
berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering dilakukan
resusitasi.
5) Retrolenta fibroplasia Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat
berlebihnya gangguan oksigen pada bayi BBLR.
d) Gangguan sistem peredarah darah
1) Perdarahan dapat terjadi padi bayi BBLR karena terjadi
gangguan pada pembekuan darah. Gangguan fungsi pada
pembukuh darah dapat menyebabkan tingginya tekanan
vaskuler pada otak dan saluran cerna. Untuk mempertahankan
pembekuan darah normal dapat diberikan suntikan vitamin K.
2) Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi pada bayi
BBLR. c. Gangguan jantung. Gangguan jantung dapat terjadi
akibat kurang adekuatnya pompa jantung pada bayi BBLR.
e) Gangguan cairan dan elektrolit
1) Gangguan eliminasi Pada bayi BBLR kurang dapat mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan juga kerja ginjal yang belum
matang. Sehingga, menyebabkan adsorpsi sedikit, produksi urin
berkurang dan tidak mampunya mengeluarkan kelebihan air
didalam tubuh. Edema dan asidosis metabolik sering terjadi
pada bayi BBLR.
2) Distensi abdomen Distensi abdomen pada bayi BBLR dapat
menyebkan kurangnya absopsi makanan di dalam lambung.
Akibatkan sari – sari makanan hanya sedikit yang diserap.
3) Gangguan pencernaan Saluran pencernaan pada bayi BBLR
kurang sempurna sehingga lemahnya otot – otot dalam
melakukan pencernaan dan kurangnya pengosongan dalam
lambung .
Jangka Panjang Dampak atau masalah jangka panjang yang
terjadi pada BBLR adalah sebagai berikut :
a) Masalah psikis
1) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan Pada bayi BBLR
terdapat gangguan pada masa pertembuhan dan perkembangan
sehingga menyebabkan lambatnya tumbuh kembang Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).
2) Gangguan bicara dan komunikasi Gangguan ini menyebabkan
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki kemampuan
bicara yang lambat dibandingkan bayi pada umummnya.
3) Gangguan neurologi dan kognisi Gangguan neurologi dan
kognisi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga sering
ditemukan .
b) Masalah fisik
1) Penyakit paru kronis Penyakit paru kronis disebabkan karena
infeksi. Ini terjadi pada ibu yang merokok dan terdapat radiasi
pada saat kehamilan.
2) Gangguan penglihatan dan pendengaran Pada bayi BBLR
sering terjadi Retinopathy of prematurity (ROP) dengan BB 1500
gram dan masa gestasi < 30 minggu.
3) Kelainan bawaan d. Kelainan bawaan merupakan kelainan
fungsi atubuh pada ibu yang dapat ditularkan saat ibu
melahirkan bayi BBLR.

2.6 Tata laksana BBLR


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup
besar serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi:
a) Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami
hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga ketat.
b) Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR harus
memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan.
Bayi BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil
apapun harus perlu diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah
satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
c) Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR belum
sempurna dan lemahnya refleks otot juga terdapat pada bayi BBLR Oleh
karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
d) Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena
peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
Penatalaksanaan umum pada bayi dengan BBLR dapat dilakukan
beberapa hal sebagai berikut:
a) Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi. Keadaan bayi BBLR akan mudah
mengalami rasa kehilangan panas badan dan menjadi hipotermi, karena
pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi secara baik dan
optimal, metabolismenya masih rendah, dan permukaan badannya yang
sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa suatu alat di dalam
inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau panas badan sesuai
suhu dalam rahim. Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar
29,40C untuk bayi dengan berat badan sebesar 1,7 kg dan suhu
sebesar 32,20C untuk bayi yang memiliki berat badan lebih kecil. Bila
tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat dibungkus
menggunakan kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol ysng
diisi dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru yang dapat
dilakukan dengan cara menempatkan atau menempelkan bayi secara
langsung di atas dada ibu.
b) Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi. Pengaturan dan
pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan pilihan susu
yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok
dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan
pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi
tidak mampu untuk mengisap maka dapat dilakukan dengan cara ASI
dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada bayi dengan
menggunakan sendok atau dapat dengan cara memasang sonde ke
lambung secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan
tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu
formula yang komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu
formula khusus untuk bayi BBLR.
c) Pencegahan Infeksi Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh
yang relatif kecil ataupun sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan
sering terkena infeksi. Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari
tingkah laku, seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu
tubuh yang relatif meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan
meningkat, terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak akan
semakin turun. Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan
terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan
masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali
pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan asepsis dan antisepsis
alatalat yang digunakan, rasio perawat pasien ideal, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan
pemberian antibotik yang tepat.
d) Hidrasi Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi
untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk
kebutuhan tubuh.
e) Pemberian Oksigen Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila
diperlukan pada bayi BBLR. Pemberian oksigen ini dilakukan untuk
mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen
pada bayi BLR dapat menimbulkan ekspansi paru akibat kurngnya
surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi oksigen yang dapt
diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan menggunakan head
box. Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam waktu yang panjang
akan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan retina. Oksigen
dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat menimbulkan kebutaan
pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sebisa mungkin lakukan
dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat dilakukan dengan
pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway Pressure) atau dengan
pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen yang cukup
aman dan relatif stabil.
f) Pengawasan Jalan Nafas Salah satu bahaya yang paling besar dalam
bayi BBLR yaitu terhambatnya jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat
menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi
BBLR susah dalam beradaptasi apabila terjadi asfiksia selama proses
kelahiran sehingga menyebabkan kondisi pada saat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko mengalami serangan apneu
dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang
cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti
ini diperlukan tindakan pemberian jalan nafas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi yang miring, merangsang
pernapasan dengan cara menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini
dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung
dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk
terjadinya aspirasi. Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia
sehingga dapat memperkecil kejadian kematian bayi BBLR
BAB III
Pembahasan Jurnal

3.1 identitas
Judul : Association between maternal lifestyle factors
and low birth weight in preterm and term births: a
case-control study
Penulis : Chuhao Xi, Min Luo, Tian Wang, Yingxiang
Wang, Songbai Wang, Lan Guo, dan Ciyong Lu
Penerbit : BMC
Tahun Terbit : 2020

3.2 Metode pelaksanaan penelitian


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus case control. Menurut
Etih Sudarnika (2011) studi asus case control adalah bentuk studi analitik
observasional yang bertujuan untuk melihat asosiasi (hubungan
keteraitan). Penggunaan model rancangan ini diawali dengan memilih
populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus adalah populasi yang
mengalami pajanan/kesakitan suatu kondisi yang akan diteliti. Populasi
kontrol adalah populasi yang sehat/tidak mengalami pajanan/kesakitan.
Pada setiap populasi baik kasus maupun kontrol ditarik mundur
kebelakang untuk dilihat riwayat/faktor risikonya. Mencari sebuah faktor
risiko sebuah penyakit adalah salah satu cara mengaplikasian rancangan
studi case control ini. Pemaparan tersebut dapat menjelaskan bahwa
pemilihan metode studi kasus dari penelitian ini sudah tepat. Diketahui
bahwa penelitian ini membahas tentang hubungan kondisi gaya hidup dan
kejadian melahiran bayi dengan BBLR (berat badan lahir rendah). Dalam
pengambilan data penelitian ini juga sudah memberikan informed consent
kepada responden.
Penelitian ini menggunakan sampel yang ditentukan dari pendekatan
antara proporsi dengan asumsi tingkat kepercayaan, daya, rasio kontrol
terhadap kasus, ods ratio, dan paparan terhadap kelompok kontrol.
Dalam mengkerucutan sampel peneliti ini menerapan kriterian inklusi dan
eksklusi untuk mencapai tujuan.
Kelompok sampel kasus dibagi menjadi dua, yaitu BBLR preterm dan
BBLR aterm. Pembagian ini dilakukan untuk mendeteksi kemunginan
adanya faktor risiko yang berbeda. Hal ini disebabkan, bagaimanapun
baik preterm maupun aterm adalah kondisi yang berbeda. Akan tetapi di
kedua kondisi tersebut mungkin untuk terjadi BBLR.
Pengumpulan data menggunakan metode kuesioner dan pendataan
kasus prospetik. Di dalam kuesioner semua kondisi yang menggambaran
faktor risiko terjadinya bayi dengan BBLR dimunculan. Kuesioner berfous
pada gaya hidup yang dijalani oleh responden, kondisi demografi
responden, dan faktor pre disposisi terjadinya BBLR. Masing-masing poin
dirincikan menjadi beberapa poin lagi. Sedangan pendataan kasus
prospektif dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang persalinan,
bayi baru lahir, dan rangkaian perawatan antenatal ibu dan bayi. semua
informasi didapatkan dari tenaga kesehatan (bidan). Setelah terkumpul
data prospektif diperiksa secara silang dengan hasil kuesioner untuk
memastikan kualitas data.

3.3 Hasil
Kriteria penelitian terpenuhi pada 294 kasus BBLR dan 1381 kasus
kontrol. Kondisi sosio demografis baik BBLR prematur, BBLR, maupun
kelompok kontrol diisi dengan rentang umur 19-34 tahun, IMT sebelum
hamil, mayoritas hamil dalam kondisi menikah, kedisiplinan melakukan
ANC, keterangan riwayat BBLR serta kondisi sosial ekonomi keluarga.
Kejadian BBLR preterm dan aterm didasarkan oleh beberapa faktor, yaitu
perokok pasif dan aktifitas fisik yang rutin dilakukan.
Analisis bivariat multivariat menjelaskan bahwa beberapa kondisi
dapat meningkatkan risiko kejadian BBLR baik dengan pre term maupun
aterm. Usia di atas 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya BBLR 2-3 kali,
hipertensi gestasional meningkatkan risiko BBLR hingga 6 kali. Kelompok
BBLR dan kontrol, status BBLR berkaitan dengan kondisi IMT sebelum
hamil kurang dari 18,5 berisiko 2 kali lebih besar dan riwayat BBLR
meningkatkan 4 kali risiko BBLR. Mayoritas ibu dengan bayi BBLR berada
di kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah.
Melalui analisis bivariat, aktivitas fisik dan penambahan berat badan
kehamilan secara signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR prematur.
Sedangkan perokok pasif dan kenaikan berat badan gestasional secara
signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR aterm. Sedangkan aktivitas
fisik secara signifikan berkaitan erat dengan kejadian BBR baik preterm
maupun aterm. Ibu hamil yang kenaikan berat badannya kurang dari
cukup juga secara signifikan berkaitan dengan kejadian BBLR 3 kali lebih
berisiko.

3.4 Pembahasan
Aktifitas fisik yang dilakukan ibu hamil secara mayoritas dikatakan ikut
berperan dalam mencegah dalam kejadian BBLR prematur, tetapi tidak
dengan BBLR aterm. Menurut penelitian ini, dampak aktivitas fisik
intensitas sedang selama kehamilan dapat mempertahankan kehamilan
hingga usia matur, sehingga mengurangi risiko bayi BBLR serta dapat
mempengaruhi regulasi endokrin pertumbuhan janin dan meningkatkan
rasio massa otot terhadap jaringan adiposa. Aktivitas fisik yang rutin
dilakukan selama masa kehamilan (sesuai porsi kehamilan) sangat
berpengaruh positif terhadap kondisi kesehatan kehamilan dan kondisi
keluaran janin. Aktivitas fisik yang rutin ini dapat membantu menjaga
pertambahan berat badan janin tetap optimal, sehingga dapat
menghindarkan dari kejadian BBLR. Selain itu aktifitas fisik yang rutin dan
terkontrol ini secara tidak langsung menurunkan risiko persalinan pre term
karena fungsinya sebagai pencegah gangguan psikologis selama
kehamilan terutama kecemasan (Cristina Silva J et al, 2022).
Paparan asap rokok terhadap ibu hamil (ibu hami perokok pasif) ikut
menyumbang angka kejadian BBLR. Menurut artikel penelitian ini
menurunnya aliran oksigenasi janin akibat karbon monoksida dari rokok
serta terjadinya vasokonstriksi terkait nikotin dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah uterus dan plasenta. Sehingga ibu hamil yang
terpapar rokok secara pasif, hambatan yang diterima lebih ke gangguan
pertumbuhan janin bukan kondisi uterus (yang memicu preterm. Sehingga
paparan asap tembakau terhadap wanita hamil yang tidak merokok lebih
dihubungkan dengan BBLR tanpa persalinan preterm. Ibu yang terpapar
asap rokok dapat mengalami gangguan persisten di sistem metabolisme
janin. Terganggunya sistem metabolisme janin secara persisten ini dapat
mengakibatkan BBLR, bayi lahir pre term, dan bayi lahir dnegan asfiksia.
Asap rokok sangat berbahaya (toksik) untuk perkembangan plasenta dan
pertumbuhan janin. Gangguan seperti ini yang akan memicu baik BBLR
maupun persalinan pre term (Cristina Silva J et al, 2022).
Kondisi kenaikan berat badan selama kehamilan juga mempengaruhi
kejadian BBLR saat bayi lahir baik pre term maupun aterm. Kenaikan
berat badan yang kurang (cukup) akan meningkatkan kejadian BBLR baik
preterm maupun aterm. Sedangkan kenaikan berat badan yang berlebih
selama hamil akan berisiko terhadap kejadian BBLR aterm. Dijelaskan
dalam artikel penelitian ini bahwa terjadinya hiperglikemia (dengan
kenaikan berat badan yang berlebih) merangsang hormon insulin yang
berfungsi sebagai hormon pertumbuhan janin.
Kondisi sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap kejadian BBLR
baik pre term maupun aterm. Hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi
akan mempengaruhi pola hidup sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi akan
mempengaruhi bagaimana ibu hamil memenuhi kebutuhan nutrisi selama
kehamilan, bagaimana ibu hamil menjalani perawatan selama masa
kehamilan dan persalinan (Ipsita Mohapatra et al, 2022). Ibu dengan
sosial ekonomi rendah akan terbatas dalam melakukan ANC selama
persalinan. Paparan antenatal yang digambarkan dengan kepatuhan
mengikuti ANC dapat berpengaruh terhadap kejadian BBLR baik pre term
maupun aterm. Selain itu sosial ekonomi identik menyesuaikan tempat
tinggal atau lingkungan ibu hamil berada. Ibu hamil yang tinggal di yang
sulit fasilitas pelayanan kesehatan identik dengan kondisi sosial
kesehatannya. Mulai dari skrining, tatalaksana, hingga pemulihan. Kondisi
ini akan semakin mendukung terjadinya kejadian BBLR dan persalinan
pre mature karena kurangnya deteksi dini selama masa kehamilan
(Devlynne S O et al, 2022).
Status paritas yang tinggi meningkatkan risiko BBLR. Hal ini
dikarenakan angka paritas yang tinggi identik dengan interval kehamilan
dan persalinan yang pendek. Interval yang pendek ini memngakibatkan
tubuh belum sempurna dalam proses pemulihan paska persaliann dan
menyusui. Pemulihan tubuh wanita ini sangat mempengaruhi fungsinya
untuk kehamilan yang selanjutnya. Selain itu paritas yang sudah tinggi
juga identik dengan usia ibu luar batas optimal untuk kehamilan, yaitu
minimal 20 tahun dan maksimal 35 tahun. Penelitian ini mengungkapkan
bahwa wanita hamil usia >35 tahun berisiko lebih tinggi melahirkan bayi
BBLR prematur. Diketahui, faktor usia dapat mempengaruhi kondisi
pembuluh darah rahim yang tidak optimal untuk kondisi kehamilan yang
mengarah ke peningkatan angka BBLR preterm. Usia ibu hamil ≥ 35
tahun menjadi faktor pre disposisi terjadinya BBLR dan persalinan
prematur (Alejandra RF, 2022).
Kondisi IMT sebelum kehamilan juga perlu dipertimbangkan terkait
kejadian BBLR. Diketahui dari artikel tersebut bahwa IMT pra-kehamilan
merupakan faktor predisposisi yang cukup signifikan dengan kejadian
BBLR. Wanita dengan IMT pra-kehamilan <18,5 lebih berisiko terhadap
bayi BBLR cukup bulan. Pemantauan IMT awal kehamilan penting untuk
dipantau karena dapat mempengaruhi keluaran janin menjadi BBLR atau
makrosomi (Ipsita Mohapatra et al, 2022).
Adanya pembagian kelompok menjadi BBLR preterm, aterm, dan
kelompok kontrol menjadi kelebihan dari penelitian ini. Pembagian
kelompok yang cukup detail ini dapat menggambarkan lebih rinci
gambaran keterkaitan antara gaya hidup dengan kejadian BBLR baik pre
term maupun aterm. Penelitian ini juga sudah mempertimbangkan faktor
perancu seperti status ekonomi, dan tingkat pendidikan, yang dapat
mempengaruhi kejadian BBLR.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a) Aktivitas fisik mungkin berpengaruh terhadap penurunan resiko pada
BBLR dengan prematur
b) Ibu hamil perokok pasif memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan
bayi BBLR.
c) Peningkatan berat yang tidak mencukupi, secara signifikan berkaitan
dengan BBLR baik prematur ataupun aterm.
4.2 Saran
a) Ibu hamil tanpa kontraindikasi exercise harus teratur melakukan aktivitas
fisik untuk meningkatkan status kesehatan dan luaran kahamilannya
b) Ibu hamil harus peduli bahayanya menjadi perokok pasif dan mampu
menentukan cara mengurangi paparan rokok tersebut
c) dikarenakan wanita rentan menjadi perokok pasif ditempat umum,
penelitian dan program kesehatan yang fokus pada ibu dan BBLR perlu
ditingkatkan
d) ibu hamil hanya perlu memenuhi kenaikan berat sedang selama
kehamilan, Asupan nutrisi yang cukup, diet seimbang dan bimbingan
profesional dapat membantu untuk mengoptimalkan berat janin.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah. 2020. Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RS Muhammadiyah Surabaya. Undergraduate thesis,
Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Mohapatra I, Harshini N, Samantaray S R, et al. (July 21, 2022) Association


Between Early Pregnancy Body Mass Index and Gestational Weight Gain
in Relation to Neonatal Birth Weight. Cureus 14(7): e27089.
doi:10.7759/cureus.27089

Ondusko, D.S., Liu, J., Hatch, B. et al. Associations between maternal


residential rurality and maternal health, access to care, and very low
birthweight infant outcomes. J Perinatol (2022).
https://doi.org/10.1038/s41372-022-01456-9

PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2020. (n.d.).

Rodríguez-Fernández A, Ruíz-De la Fuente M, Sanhueza-Riquelme X, Parra-


Flores J, Dolores Marrodán M, Maury-Sintjago E. Association between
Maternal Factors, Preterm Birth, and Low Birth Weight of Chilean
Singletons. Children. 2022; 9(7):967.
https://doi.org/10.3390/children9070967

Silva-Jose C, Sánchez-Polán M, Barakat R, Díaz-Blanco Á, Mottola MF,


Refoyo I. A Virtual Exercise Program throughout Pregnancy during the
COVID-19 Pandemic Modifies Maternal Weight Gain, Smoking Habits and
Birth Weight—Randomized Clinical Trial. Journal of Clinical Medicine.
2022; 11(14):4045. https://doi.org/10.3390/jcm11144045

Sudarnika, Etih. 2011. “Persentasi Power Point Materi : Kajian Kasus Kontrol”.
Bandung: IPB.

Xi, C., Luo, M., Wang, T., Wang, Y., Wang, S., Guo, L., & Lu, C. (2020).
Association between maternal lifestyle factors and low birth weight in
preterm and term births: A case-control study. Reproductive Health, 17(1).
https://doi.org/10.1186/s12978-020-00932-9

Anda mungkin juga menyukai