“FARINGITIS AKUT”
DIRUANG POLIKLINIK ANAK
RUMAH SAKIT MARDI WALUYO METRO
OLEH :
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“BBLR”
A. Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah di bidang kesehatan
terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR
cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/premature merupakan masalah
kesehatan yang memerlukan perawatan yang memadai. Kejadian BBLR di Indonesia
masih merupakan masalah yang harus kita perhatikan secara bersama, karena bayi
berat badan lahir rendah dapat mengalami dampak pada tumbuh kembang
selanjutnya. (Nurlaila, 2015).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat kurang
dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009). Berat badan lahir
merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya.
Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500 gram
atau lebih. BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi
terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Angka kematian BBLR
akibat ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal dan
menimbulkan komplikasi seperti asfiksia, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi
(Proverawati Atikah, 2010).
Menurut (World Health Organization, 2010) pravalensi BBLR dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering terjadi pada Negara-
negara yang sering berkembang atau sosial ekonomi rendah, prevalensi BBLR tahun
2013 menurut (WHO) adalah sebesar 10,2% di dunia.
Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin. Ikterus
akan tampak secara visual jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia
pada bayi baru lahir sering ditemukan pada minggu pertama setelah lahir terutama
pada bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram dan pada bayi <37 minggu
(Kosim, 2007).
Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah paling umum yang dihadapi
dalam jangka bayi yang baru lahir. Secara historis, manajemen berasal ari studi
tentang toksisitas bilirubin pada dengan penyakit hemolitik. Rekomendasi yang lebih
baru mendukung penggunaan terapi yang kurang intensif dalam jangka bayi yang
sehat dengan sakit kuning.
Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian golongan darah antara ibu dan
bayi yang merupakan salah satu penyebab hemolisis pada bayi baru lahir, dimana
hemolisis merupakan faktor resiko tersering hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
(Al-Swaf, 2009; Dharmayani, 2009). Pada beberapa penyakit seperti hemolitik,
kelainan metabolik dan endokrin, kelainan hati dan infeksi, kadar bilirubin yang lebih
dari 20 mg/dL akan menyebabkan bilirubin yang belum dikonjugasi di hati atau
unconjugated bilirubin dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier) dan
bersifat toksik terhadap sel otak (Kosim, 2007).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami mengenai Konsep
Asuhan Keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah dan Hiperbilirubinemia
2. Tujuan Umum
a. Menjelaskan definisi dari Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Hiperbilirubinemia
b. Menjelaskan etiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Hiperbilirubinemia
c. Menjelaskan manisfestasi Hiperbilirubinemia dan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
d. Menjelaskan patofisiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Hiperbilirubinemia
e. Menjelaskan klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Hiperbilirubunemia
f. Menjelaskan komplikasi Hiperbilirubinemia dan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
g. Menjelaskan penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Hiperbilirubinemia
h. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
dan Hiperbilirubinemia
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan beberapa sumber yang
kami dapatkan mulai dari beberapa sumber buku dan mencari beberapa sumber di
internet seperti jurnal, ebook dan modul.
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan makalah ini, yang terdiri dari BAB I
yakni pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan teori yakni Konsep Dasar BBLR
dan Hiperbilirubunemia dan Konsep Asuhan Keperawatan BBLR dan
Hiperbilirubinemia. Dan BAB III penutup yakni simpulan dan saran, dan yang
terakhir daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram
(Arief dan Weni, 2016)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) Acuan lain dalam pengukuran BBLR juga
terdapat pada pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)gizi. Dalam
pedoman tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) bayi yang lahir dengan berat
kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah
lahir (Putra,2012).
2. Etiologi
Penyebab BBLR terjadi karena beberapa faktor. Semakin muda usia
kehamilan, semakin besar resiko dapat terjadinya BBLR (Proverawati,
Sulistyorini, 2010). berikut ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
BBLR secara umum :
a. Faktor Ibu :
1) Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia,
gravidarum,pendarahan antepartum,trauma fisik dan psikologis,infeksi
akut,serta kelainan kardiovaskuler
2) Usia ibu: angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada usia ibu dibawah
20 tahun dan diatas 35 tahun
3) Jarak antara kehamilan sebelumnya pendek yaitu kurang dari 1 tahun
4) Memiliki riwayat BBLR sebelumnya
5) Memiliki riwayat BBLR sebelumnya
6) Kondisi ibu saat hamil : peningkatan berat badan ibu yang tidak
adekuat dan ibu yang perokok
b. Faktor janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian bblr antara lain :
kehamilan ganda,ketuban pecah dini,cacat bawaan,kelainan
kromosom,infeksi (missal : Rubella dan Sifilis) dan
hidramnion/polihidramnion.
c. Faktor ekonomi
1) Kejadian tertinggi biasanya pada keadaan sosial ekonomi yang rendah
2) Gizi yang kurang
d. Faktor lingkungan
1) Terkena Radiasi
2) Terpapar Zat beracun
3. Manisfestasi Klinis
Menurut Poverawati,Sulistyorini (2010) manifestasi klinis yang dapat
ditemukan pada bayi degan berat badan lahir rendah adalah.
a. Berat Badan kurang dari 2500 gram
b. panjang Badan kurang dari 45 cm
c. lingkar dada kurang 30 cm dan linkar kepala kurang dari 33 cm
d. kepala lebih besar dari tubuh
e. Rambut lanugo masih banyak,jaringan lemak subkutan tipis atau sedikit
f. tulang rawan dan daun telinga belum cukup,sehingga elastisitas belum
sempurna
g. Tumit mengkilap dan telapak kaki halus
h. Genetalia belum sempurna,pada bayi perempuan labia minora belum
tertutup oleh labia mayora, kalau pada bayi laki-laki Testis belum turun
kedalam skrutom,pigmentasi dan rugue pada skorutom kurang
i. Pergerakan kurang dan lemah,tangis lemah,pernapasan belum teratur, dan
sering mendapatkan apne.
j. Bayi lebih banyak tidur dari pada bangun,sehingga refleks menghisap
dan menelan belum sempurna
k. Suhu tubuh mudah berubah menjadi hipotermi
4. Patofisiologi
Salah satu patofisiologi dari BBLR yaitu asupan gizi yang kurang pada
ibu,ibu hamil yang kemudian secara otomatis juga menyebabkan berat
badan lahir rendah.apabila dilihat dari faktor kehamilan,salah satu
etiologinya yaitu hamil ganda yang mana pada dasarnya janin berkembang
dan tumbuh lebih dari satu,maka nutrisi atau gizi yang mereka peroleh
dalam rahim tidak sama dengan janin tunggal,yang mana pada hamil
ganda gizi dan nutrisi yang didapat dari ibu harus terbagi sehingga kadang
salah satu dari janin pada hamil ganda juga mengalami BBLR. Kemudian
jika dikaji dari faktor janin,salah satu etiologinya yaitu infeksi dalam
rahim yang mana dapat menggangu atau menghambat pertumbuhan janin
dalam rahim yang bisa mengakibatkan BBLR pada bayi.(Manggiasih dan
Jaya.2016)
5. Klasifikasi
Menurut Proverawati dan Sulistyorini (2010), ada beberapa cara
mengelompokan bayi BBLR, yaitu:
a. Menurut harapan hidupnya
1) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan
berat lahir 1.500-2.500 gram
2) Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir
dengan berat lahir <1.500 gram
3) Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir
dengan berat lahir <1.000 gram
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematur murni adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya
berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.
2) DismaturIntra Uterine Growth Restriction (IUGR) adalah bayi lahir
dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan di karenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam
kandungan.
3) Menurut Renfield dalam Maryunani(2013) IUGR dibedakan menjadi
dua yaitu:
(a) Proportionate IUGR merupakan janin yang menderita distres
yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga
berat, panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi yang
seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah masa
gestasi yang sebenarnya.
(b) Disporpotionate IUGR merupakan janin yang terjadi karena
distres sub akut gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sampai janin lahir.
6. Komplikasi
Menurut Mitayani (2013) Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan
lahir rendah adalah sebagai berikut :
a. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi)
b. Hipoglikemi simptomatik,terutama pada laki-laki
c. Penyakit membrane hialin : disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/cukup sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk pernapasan berikutnya.
d. Aspiksia neonatrum
e. Hiperbilirubinnemia : Bayi dismatur sering mendapatkan
hiperbilirubinemia,hal ini mungkin disebabkan karena ganguan
pertumbuhan hati
7. Penatalaksanaan
Perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah menurut Nurafif &
Hardi (2016)
a. Pengaturan suhu
Untuk mencegah hipotermi,diperlukan lingkungan yang cukup hangat dan
istirahat kosumsi O2 yang cukup. Bila dirawat dalam inkubator maka
suhunya untuk bayi dengan BB 2 kg adalah 35 dan untuk bayi dengan BB
2-2,5 kg adalah 34. Bila tidak ada incubator, pemanasan dapat dilakukan
dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat yang
dibungkus dengan handuk atau lampu petromak didekat tidur bayi. Bayi
dalam incubator hanya dipakaikan popok untuk memudahkan pengawasan
mengenai keadaan umum,warna kulit,pernafasan,kejang dan sebagainya
sehingga penyakit dapat dikenali sedini mungkin.
b. Pengaturan makanan/nutrisi
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah
sedikit demi sedikit secara perlahan-lahan dan hati-hati.pemberian
makanan dini berupa glukosa,ASI atau PASI mengurangi resiko
hipoglikemia,dehidrasi atau hiperbilirubinia.bayi yang daya isapnya baik
dan tanpa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut.umumnya bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram memerlukan minum pertama dengan
pipa lambung karena belum adanya koordinasi antara gerakan menghisap
dengan menelan.
Dianjurkan untuk minum pertama sebanyak 1 ml larutan steril
untuk bayi dengan berat kurang dari 1000 gram,2-4 ml untuk bayi dengan
berat antara 1000-1500 gram dan 5-10 ml untuk bayi dengan berat lebih
dari 1500 gram. Apabila dengan pemberian makanan pertama bayi tidak
mengalami kesukaran,pemberian ASI/PASI dapat dilanjutkan dalam
waktu 12-48 jam.
c. Mencegah infeksi
Bayi premature mudah terserang infeksi.hal ini disebabkan karena daya
tubuh bayi terhadap infeks kurang antibody relatif belum terbentuk dan
day fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik.prosedur
pencegahan infeksi adalah sebagai berikut :
1. Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir selama 2
menit sebelum masuk keruangan rawat bayi.
2. Mencuci tangan dengan zat anti septic/sabun sebelum dan sesudah
memegang seorang bayi
3. Mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang
berhubungan dengan bayi
4. Membatasi jumlah bayi dalam satu ruangan
5. Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke ruang bayi
e. Riwayat keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh keluarga (baik
berhubungan / tidak berhubungan dengan penyakit yang diderita klien),
gambar genogram dengan ketentuan yang berlaku (symbol dan 3 generasi).
f. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh anak dan alasannya
2) Pembawaan anak secara umum (periang, pemalu, pendiam, dan
kebiasaan menghisap jari, membawa gombal, ngompol)
3) Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman, keselamatan
anak, ventilasi, letak barang-barang)
g. Keadaan kesehatan saat ini
Diagnosis medis, tindakan operasi, obat-obatan, tindakan keperawatan,
hasil laboratorium, data tambahan.
h. Pengkajian pola fungsi Gordon
1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan Status kesehatan sejak
lahir, pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang
menyebabkan anak absen dari sekolah, praktek pencegahan kecelakaan
(pakaian, menukar popok,dll), kebiasaan merokok orang tua, keamanan
tempat bermain anak dari kendaraan, praktek keamanan orang tua
(produk rumah tangga, menyimpan obat-obatan,ddl).
2) Nutrisi metabolikPemberian ASI / PASI, jumlah minum, kekuatan
menghisap, makanan yang disukai / tidak disukai, makanan dan
minuman selama 24 jam, adakah makanan tambahan/vitamin,
kebiasaan makan, BB lahir dan BB saat ini, masalah dikulit:rash,
lesi,dll.
3) Pola eliminasi
Pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah/tidak), mengganti
pakaian dalam / diapers (bayi), pola eliminasi urin (frekuensi ganti
popok basah/hari,kekuatan keluarnya urin, bau, warna)
4) Aktivitas dan pola latihan Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, dimana,
sabun yang digunakan), kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari
(jenis permainan, lama, teman bermain, penampilan anak saat bermain,
dll), tingkat aktivitas anak/bayi secara umum, tolerans, persepsi
terhadap kekuatan, kemampuan kemandirian anak (mandi, makan,
toileting, berpakaian, dll.)
5) Pola istirahat tidur
Pola istirahat/tidur anak (jumlahnya), perubahan pola istirahat, mimpi
buruk, nokturia, posisi tidur anak, gerakan tubuh anak.
6) Pola kognitif-persepsi
Responsive secara umum anak, respons anak untuk bicara, suara, objek
sentuhan, apakah anak mengikuti objek dengan matanya, respon untuk
meraih mainan, vocal suara, pola bicara kata-kata, kalimat,
menggunakan stimulasi/tidak, kemampuan untuk mengatakan nama,
waktu, alamat, nomor telepon, kemampuan anak untuk
mengidentifikasi kebutuhan; lapar, haus, nyeri, tidak nyaman.
7) Persepsi diri – pola konsep diriStatus mood bayi / anak (irritabilitas),
pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi, banyak/tidaknya
teman.
8) Pola peran – hubungan
Struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi antara anggota
keluarga dan anak, respon anak/bayi terhadap perpisahan,
ketergantungan anak dengan orang tua.
9) Sexualitas
Perasaan sebagai laki-laki / perempuan (gender), pertanyaan sekitar
sexuality bagaimana respon orang tua.
10) Koping – pola toleransi stress
Apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat stress, toleransi stress,
pola penanganan masalah, keyakinan agama.
11) Nilai – pola keyakinan
Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen, keyakinan
akan kesehatan, keyakinan agama.
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran, postur tubuh, fatigue
2) Tanda – tanda vital
Tekanan darah. Nadi, respirasi, suhu
3) Ukuran anthropometric
Berat badan, panjang badan, lingkar kepala
4) Mata
Konjungtiva, sclera, kelainan matae.
5) Hidung
Kebersihan, kelainan
6) Mulut
Kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
7) Telinga
Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
8) Dada
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung, paru-paru)
9) Abdomen
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
10) Punggung
Ada/tidak kelainan
11) Genetalia
Kebersihan, terpasang kateter/tidak, kelainan
12) Ekstremitas
Odema, infuse/transfuse, kontraktor, kelainan
13) Kulit
Kebersihan kulit, turgor kulit, lesi, kelainan
j. Pemeriksaan tumbuh kembang
1) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
kejadian-kejadian penting; pertama kali mengangkat kepala, berguling,
duduk sendiri, berdiri, berjalan, berbicara/kata-kata bermakna atau
kalimat, gangguan mental perilaku.
2) Pelaksanaan pemeriksaan pertumbuhana. Pengukuran Berat badan
a. Pengukuran Tinggi badan
b. Pengukuran lingkar lengan atas
c. Pengukuran lingkar kepala
d. Kecepatan tumbuh
3) Pelaksanaan DDST
Berdasarkan hasil pengkajian melalui DDST (Denver Development
Screening Test) untuk umur 0 – 6 tahun perkembangan anak di atur
dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan yang
meliputi:
a) Kemandirian dan bergaul Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri
dengan orang lain.
b) Motorik halus Kemampuan anak untuk menggunakan bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot halus sehingga tidak perlu tenaga,
namun perlu koordinasi yang lebih kompleks.
c) Kognitif dan bahasa Kemampuan mengungkapkan perasaan, keinginan,
dan pendapat melalui pengucapan kata-kata, kemampuan mengerti dan
memahami perkataan orang lain serta berfikir.
d) Motorik kasarKemampuan anak untuk menggunakan dan melibatkan
sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga. Jika
usia> 6 tahun tanyakan tumbuh kembang secara umur sebagai berikut:
(1) Berat badan lahir, 1 tahun, dan saat ini
(2) Pertumbuhan gigi, usia gigi tumbuh, jumlah gigi, masalah
dengan pertumbuhan gigi
(3) Usia saat mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata
pertama
(4) Perkembangan sekolah, lancer, masalah disekolah
(5) Interaksi dengan publik dan orang dewasa
Partisipasi dengan kegiatan organisasi (kesenian, olahraga,dsb)
2. Diagnosis Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
5
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
dihabiskan(menin makanan
7. Pengetahuan 5 perlu
(meningkat)
8. Penyiapan dan
5 Edukasi
penyimpanan
makanan yang 1. Anjurkan posisi duduk, jika
aman (meningkat) mampu
9. Penyiapan dan 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
penyimpanan
Minuman yang
aman meningkat Kolaborasi
(meningkat) 5
1. Kolaborasi pemberian medikasi
10. Sikap terhadap
sebelum makan (mis. Pereda
makanan
nyeri, antiemetik), jika perlu
minuman sesuai
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan tujuan
menentukan jumlah kalori dan
kesehatan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
(meningkat)
jika perlu
11. Perasaan cepat
kenyang
(menurun )
12. Nyeri abdomen
5
(menurun )
13. Sariawan
(menurun)
14. Rambut rontok
(menurun)
15. Diare (menurun)
16. Berat badan
(membaik)
17. Indeks Massa
5
Tubuh (IMT)
(membaik)
18. Frekuensi makan
(membaik)
19. Nafsu makan
(membaik)
20. Bising usus
(membaik)
21. Tebal lipatan kulit
trisep (membaik)
5
22. Membran mukosa
(membaik)
5
5
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh
mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.(Hidayat,2011) tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemapuan klien dalam mencapai tujuan.hal ini dapat
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan.
a. Berat badan kembali normal
b. Bising usus normal
a. Siklus Enterohepatik
Cairan empedu merupakan gabungan antara asam empedu dan garam empedu.
Bilirubin tetrapyrrole (berwarna coklat), merupakan komponen pemberi warna
terbesar pada empedu dan merupakan produk akhir dari metabolisme heme.
Apabila bilirubin mengalami oksidasi akan berubah menjadi biliberdin (berwarna
hijau).
b. Metabolisme bilirubin
1) Produksi
2) Transportasi
3) Konjugasi
4) Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direct yang larut dalam air
dan dieksresi cepat ke system empedu kemudian ke usus. Dalam usus
bilirubin ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis
menjadi bilirubin indirect dan reabsorbsi. Silus ini disebut siklus
enterohepatic.
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi baru
lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada
hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih dari 5
mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat
sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum
bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung
kurang lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi
kurang bulan (Imron, 2015).
4. Etiologi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena
tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan sel
yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena
penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi
maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke
empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut
meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan neonatus untuk
mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi
protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke
sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
e. Manifestasi Klinis Neonatus Hiperbilirubin Bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir tersebut tampak berwarna kuning
dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih (Mansjoer, 2013).
Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga
menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya
dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera,
kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan
mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari
kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin
direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau
ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat
(Suriadi dan Yuliani 2010).
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan
bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
5. Patofisiologi Hiperbilirubin
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui
traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum
terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin
terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin
yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012)
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi
non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi
bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal.
Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular.
Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi
sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan
dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh
obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL
maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna,
2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya
glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan
Yuliani 2010)
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat
dalam ASI. Terjadi empat sampai tujuh hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30 mg/dL selama minggu kedua sampai
ketiga. Jika pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirubinemia akan menurun
berangsurangsur dapat menetap selama tiga sampai sepuluh minggu pada kadar yang
lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama satu sampai dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula
mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan Yuliani 2010).
6. Penatalaksanaan Neonatus Hiperbilirubin
a. Penanganan Hiperbilirubin
Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai diantaranya :
1) Menyusui Bayi
Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
Untuk itu bayi harus mendapat ASI yang cukup. Pemberian ASI akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke
usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak
dapat diarbsorbsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan
turun.
2) Terapi Sinar Matahari
Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15 – 20 menit, ini dilakukan
setiap hari antara pukul 06.30 – 08.00. Biasanya dianjurkan setelah bayi
selesai dirawat di rumah sakit. Selama ikterus masih terlihat, perawat harus
memperhatikan pemberian minum. Hindari posisi yang membuat bayi melihat
langsung kea rah matahari karena dapat merusak matanya ( Suriadi, 2001)
3) Penatalaksanaan
a) Fototerapi
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar total bilirubin serum meningkat. Terapi sinar atau fototerapi dilakukan
selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh
organ hati dan dapat dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar
bilirubin menurun. Di samping itu, pada terapi sinar terapi ditemukan pola
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus
sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus
dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%, sebelum transfusi tukar,
atau sesudah transfusi tukar. Terapi sinar tidak banyak bermanfaat untuk
njeonatus dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna,
neonatus yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan
perilstaltik usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi enterohepatik
bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja secara efektif.
Selama fototerapi, bayi yang tidak berpakaian diletakkan kira-kira 36 cm
sampai 40 cm dibawah cahaya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai
kadar bilirubin serum menurun ke nilai yang bisa diterima. Setelah terapi
dihentikan, bayi harus periksa kembali beberapa jam kemudian untuk
memastikan apakah nilai bilirubin tidak meningkat lagi (Jensen, 2005).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:
(1) Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.
(2) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
(3) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan
kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus.
Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
(4) Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
(5) Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energi yang optimal.
(6) Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin
(7) Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
(8) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah
diukur, di catat dan dilakukan pemantaun tanda dehidrasi.
(9) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
(10) Lamanya terapi sinar dicatat
b) Transfusi Tukar
Transfuse tukar adalah cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonatus. Transfuse tukar dilakukan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya
telah diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Indikasi untuk
melakukan transfuse tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%,
kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/ jam (Surasmi, 2013)
7. Pemeriksaan Penunjang Neonatus Hiperbilirubin
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6
mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL
maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi
dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12
mg/dL, antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14
mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis
(Suriadi & Yulliani, 2010).
b. Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
c. Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis atau atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).
8. Komplikasi Neonatus Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan lebih fatal,
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan
neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara
lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang melengking
(Suriadi dan Yuliani, 2010).
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern ikterus pada
tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, paralisis upward
gaze, dan dysplasia dental enamel. Kern ikterus merupakan perubahan neuropatologi
yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama di
ganglia basalis, pons, dan cerebellum.
d. Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN NILAI INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Ikterik Neonatus Setelah di berikan Fototerapi neonatus
berhubungan asuhan keperawatan
Observasi
dengan penurunan selama 3x24 jam
berat badan diharapkan
1. Monitor ikterik pada
abnormal (7-8%
sklera dan kulit bayi
1. Kadar bilirubin dalam
pada bayi baru lahir
2. Monitor suhu tubuh dan
rentang normal
yang menyusu ASI >
tanda vital setiap 4 jam
(<10mg/dL)
15% pada bayi
sekali
2. Warna kulit tidak
cukup bulan), pola
3. Monitor efek samping
ikterik
makan tidak
fottoterapi (misalnya :
3. Refleks menghisap
ditetapkan dengan
hipertermi, diare, rush
normal
baik, kesulitan
pada kulit, penurunan
4. Mata bersih (tidak
transisi ke
berat badan lebih dari 8-
ikterik)
kehidupan ekstra
10%)
5. Berat badan tidak
uterin, usia kurang
dari 7 hari, menyimpang dari
Terapeutik
keterlambatan rentan normal
pengeluaran feses 6. Warna urin dan feses
1. Siapkan lampu
(mekonium) tidak pucat
fototerapi dan inkubator
atau kotak bayi
2. Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
3. Berikan penutup mata
(eye protectoe/biliband)
pada bayi
4. Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
5. Ganti segera popok bayi
bila BAB/BAK
6. Gunakan linen berwarna
putih agar memantulkan
cahaya sebanyak
mungkin.
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemeriksaan
darah vena bilirubin direk
dan indirek
2 Resiko Setelah dilakukan MANAJEMEN CAIRAN
ketidakseimbangan perawatan selama 2x 24
Observasi
volume cairan tubuh jam
berhubungan
dengan peningkatan
Ekspektasi membaik 1. Monitor status hidrasi
IWL (insensible
( mis, frek nadi,
water loss) akibat
Kriteria hasil
kekuatan nadi, akral,
fototerapi dan
pengisian kapiler,
kelemahan 1. FISIOLOGIS 5
kelembapan mukosa,
menyusui. 2. PSI (meningkat)
5 turgor kulit, tekanan
3. Asupan cairan
darah)
(meningkat)
5 2. Monitor berat badan
4. Haluaran urin
harian
(meningkat)
3. Monitor hasil
5. Kelembaban
5 pemeriksaan
membrane
laboratorium (mis.
(meningkat)
5 Hematokrit, Na, K, Cl,
6. Mukosa (meningkat)
berat jenis urin , BUN)
7. Asupan makanan 5
4. Monitor status
(meningkat)
hemodinamik ( Mis.
8. Edema (menurun)
MAP, CVP, PCWP jika
9. Dehidrasi (menurun)
5 tersedia)
10. Asites (menurun)
11. Konfusi (menurun) 5 Terapeutik
12. Tekanan darah
(membaik) 5 1. Catat intake output dan
13. Denyut nadi radial hitung balans cairan
5
(membaik) dalam 24 jam
14. Tekanan arteri rata- 2. Berikan asupan cairan
5
rata (membaik) sesuai kebutuhan
15. Membran mukosa 5 3. Berikan cairan intravena
(membaik) bila perlu
5
16. Mata
Kolaborasi
cekung(membaik)
5
17. Turgor kulit
1. Kolaborasi pemberian
(membaik)
diuretik, jika perlu
18. Berat badan
(membaik) 5
5
13. Pertumbuhan
rambut (membaik)
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.(Hidayat,2011).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemapuan klien dalam mencapai
tujuan.hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
a. Sudah tidak mengigil
b. Suhu tubuh normal
c. Frekuensi nadi normal
d. Tekanan darah normal
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR merupakan istilah untuk mengganti
bayi premaur karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan
kurang dari 2500 gram yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan
lebih rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, kami berharap semua mahasiswa/i maupun
perawat dapat lebih memahami Konsep Asuhan Keperawatan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) dan Hiperblirubinemia dengan sebaik-baiknya dalam melakukan
asuhan keperawatan, sehingga proses dalam melakukan asuhan keperawatan yang
dilakukan memperoleh keberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan keperawatan.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
https://www.academia.edu/28136550/MAKALAH_HIPERBILIRUBINEMIA (diakses pada
tanggal 12 April 2021)