Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA

RT 1 /RW 04

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMANSARI

KOTA TASIKMALAYA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Keluarga III


Dosen: Anih Kurnia, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :

Rizal Risyandi (10119073)

Vira Alya Chandra K (10119082)

Elis Darlisa (10119081)

PROGMAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIkes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
> BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi,
terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes RI,2015). Bayi BBLR mempunyai
risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
badan normal. Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi
BBLR lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka prevalensi BBLR di Indonesia masih
tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing
provinsi.Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%),sedangkan di
Provinsi Jawa Tengah berkisar 7% (Kemenkes RI,2015). BBLR disebabkan oleh usia kehamilan
yang pendek

(prematuritas),dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia
disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi
oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa kehamilan. Bayi dengan
berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik.
Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan
berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi
untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun
(Juaria dan Henry, 2014) .

> Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap bayi BBLR dengan
menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi adekuat dan melakukan pencegahan infeksi. Meskipun
demikian, masih didapatkan 50% bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau bertahan
hidup dengan malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan perkembangan neurologis. Oleh karena
itu,pencegahan insiden BBLR lebih diutamakan dalam usaha menekan Angka Kematian Bayi
(Prawiroharjo,2014). Development Goals yang ke IV yaitu menurunkan angka kematian anak
terutama di negara berkembang, perlu dilakukan upaya pencegahan kejadian BBLR di masa
mendatang, salah satunya dengan melakukan pengawasan ketat terhadap faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian BBLR. Berdasarkan data diatas, maka perlu diteliti faktor-faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian BBLR di RSU Sukoharjo.

B. Rumusan masalah

Apakah terdapat hubungan antara IMT, umur ibu hamil dan paritas ibu dengan kejadian
berat badan lahir rendah ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum
Mengetahui apakah terdapat hubungan antara IMT, usia ibu dan paritas dengan
kejadian berat badan lahir rendah.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui prevalensi kejadian berat badan lahir rendah di rumah sakit Sukoharjo.

b. Mengetahui hubungan IMT, paritas dan umur ibu dengan kejadian berat badan lahir

rendah pada bayi post partum.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan IMT umur ibu dan
paritas dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR).
a. Untuk masyarakat
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk
mencegah berat badan lahir rendah. b. Untuk isntitusi

Dapat memberikan informasi pada institusi tentang hubungan IMT umur ibu dan
paritas dengan kejadian BBRL c. Untuk orang tua

Dapat memberikan informasi pada orang tua mengenai pencegahan BBRL

d. Untuk peneliti lain


Dapat digunakan sebagai acuan dan informasi penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR )

1. DEFISINI BBLLR

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat dilahirkan memiliki
berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh
World Health Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir
kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau bayi tidak
cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi prematur, bisa juga terjadi pada bayi
cukup bulan yang mengalami proses hambatan dalam pertumbuhannya selama kehamilan (Profil
Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).

2. Klasifikasi BBLR

Bayi BBLR dapat di klasifikasikan berdasarkan gestasinya, Bayi bblr dapat digolongkan sebagai
berikut :

1. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) prematuritas murni, yaitu BBLR yang mengalami
masa gestasi kurang dari 37 minggu. Berat badan pada masa gestasi itu pada umumnya biasa
disebut neonatus kurang bulan untuk masa kehamilan (Saputra, 2014).

2. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dismatur, Yaitu BBLR yang memiliki berat badan yang
kurang dari seharusnya pada masa kehamilan. BBLR dismatur dapat lahir pada masa kehamilan
preterm atau kurang bulan-kecil masa kehamilan, masa kehamilan term atau cukup bulan-kecil
masa kehamilan, dan masa kehamilan post-term atau lebih bulan-kecil masa kehamilan (Saputra,
2014).

3. Etiologi BBLR

Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus. Etiologi dari maternal dapat
dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk
prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD,
polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten
serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction)
dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol
atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang
termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan, yang
termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan kromosom,
infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multipel (Bansal, Agrawal, dan
Sukumaran, 2013).

Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau

biasa disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) : A. Faktor ibu :

1) Penyakit

Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya kejadiannya bisa penyakit
berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu
yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik, Preeklampsia, diabetes melitus
dan jantung (England, 2014).

a. Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,


preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi atau darah tinggi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c. Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.

2. Ibu (geografis)

a. Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
b. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak yang akan
dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c. Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering terjadi yaitu
paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
d. Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.

3. Keadaan sosial ekonomi

a. Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial ekonomi yang
kurang. Karena pengawasan dan perawatan kehamilan yang sangat kurang.
b. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan bayi.
diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan aktivitas yang ekstrim.

c. Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta mental.

b. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan oleh : kelainan kromosom,
infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan kembar).

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi salah satu faktor. Kelainan
plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi
bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

4. Faktor lingkungan banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan
ini. Faktor lingku ngan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu : tempat tinggal di dataran

tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun (England, 2014).

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan untuk menggambarkan
sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan
prematuritas dan dismaturitas. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :

a. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran dada < 30 cm,
lingkar kepala < 33 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis kelamin perempuan,
sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum turunnya testis.
i. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
j. Menangis dan lemah.
k. Pernapasan kurang teratur.
l. Sering terjadi serangan apnea.
m. Refleks tonik leher masih lemah.
n. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra, 2014).
Selain prematuritas juga ada dismaturitas. Manifestasi klinis dari dismaturitas sebagai
berikut :

a. Kulit pucat ada seperti noda


b. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis
c. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada
d. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis
e. Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat
f. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).
5. Dampak BBLR
> Jangka Pendek
Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR (Izzah , 2018) adalah sebagai

berikut :

1. Gangguan metabolik
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat terjadi karena bayi BBLR memiliki
jumlah lemak yang sangat sedikit di dalam tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu
tubuhnya juga belum matur. Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR yaitu hipoglikemi.
Bayi dengan asupan yang kurang dapat berdampak kerusakan sel pada otak yang
mengakibatkan sel pada otak mati. Apabila terjadi kematian pada sel otak, mengakibatkan
gangguan pada kecerdasan anak tesebut. Untuk memperoleh glukosa yang lebih harus dibantu
dengan ASI yang lebih banyak. Kebanyakan bayi BBLR kekurangan ASI karena ukuran bayi kecil,
lambung kecil dan energi saat menghisap sangat lemah.

2. Gangguan imunitas
a. Gangguan imunologik
Sistem imun akan berkurang karena diberikan rendahnya kadar Ig dan Gamma globulin.
Sehingga menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi BBLR juga sering terinfeksi penyakit
yang ditularkan ibu melalui plasenta.
b. Kejang pada saat dilahirkan
Untuk menghindari kejang pada saat lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) harus
dipantai dalam 1 X 24 jam. Dan harus tetap dijaga ketat untuk jalan napasnya.
c. Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi)
Ikterus pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan adanya gangguan pada zat
warna empedu yang dapat mengakibatkan bayi berwarna kuning ( Khoiriah, 2017).

3. Gangguan pernafasan
a. Sindroma gangguan pemafasan
Gangguan sistem pernapasan pada bayi BBLR dapat disebabkan karena kurang adekuatnya
surfaktan pada paru – paru.
b. Asfiksia
Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul asfiksia.

c. Apneu periodik
Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya organ yang terbentuk pada saat bayi
BBLR dilahirkan.
d. Paru belum berkembang
Paru yang belum berkembang menyebabkan bayi BBLR sesak napas. Untuk menghindari
berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering dilakukan resusitasi.
e. Retrolenta fibroplasia
Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat berlebihnya gangguan oksigen pada bayi BBLR
(Kusparlina, 2016).

4. Gangguan sistem peredarah darah


a. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi padi bayi BBLR karena terjadi gangguan pada pembekuan darah.
Gangguan fungsi pada pembukuh darah dapat menyebabkan tingginya tekanan vaskuler
pada otak dan saluran cerna. Untuk mempertahankan pembekuan darah normal dapat
diberikan suntikan vitamin K.
b. Anemia
Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi pada bayi BBLR.

c. Gangguan jantung.
Gangguan jantung dapat terjadi akibat kurang adekuatnya pompa jantung pada bayi BBLR.

5. Gangguan cairan dan elektrolit


a. Gangguan eliminasi
Pada bayi BBLR kurang dapat mengatur pembuangan sisa metabolisme dan juga kerja ginjal
yang belum matang. Sehingga, menyebabkan adsorpsi sedikit, produksi urin berkurang dan
tidak mampunya mengeluarkan kelebihan air didalam tubuh. Edema dan asidosis metabolik
sering terjadi pada bayi BBLR.
a. Distensi abdomen
Distensi abdomen pada bayi BBLR dapat menyebkan kurangnya absopsi makanan di dalam
lambung. Akibatkan sari – sari makanan hanya sedikit yang diserap.
b. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR kurang sempurna sehingga lemahnya otot – otot dalam
melakukan pencernaan dan kurangnya pengosongan dalam lambung (England, 2014).
- Jangka Panjang
Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada BBLR (Izzah,

2018) adalah sebagai berikut :

1. Masalah psikis

a. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan


Pada bayi BBLR terdapat gangguan pada masa pertembuhan dan perkembangan
sehingga menyebabkan lambatnya tumbuh kembang Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).
b. Gangguan bicara dan komunikasi
Gangguan ini menyebabkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki
kemampuan bicara yang lambat dibandingkan bayi pada umummnya.
c. Gangguan neurologi dan kognisi
Gangguan neurologi dan kognisi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga sering
ditemukan (Lestari, 2018).

2. Masalah fisik

a. Penyakit paru kronis


Penyakit paru kronis disebabkan karena infeksi. Ini terjadi pada ibu yang merokok dan
terdapat radiasi pada saat kehamilan.
b. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Pada bayi BBLR sering terjadi Retinopathy of prematurity (ROP) dengan BB 1500 gram
dan masa gestasi < 30 minggu.
c. Kelainan bawaan
d. Kelainan bawaan merupakan kelainan fungsi atubuh pada ibu yang dapat ditularkan
saat ibu melahirkan bayi BBLR ( Khoiriah, 2017).
6. Tata Laksana BBLR
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar serta
memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi masalah-masalah
yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi Hal – hal berikut :
1. Mempertahankan suhu dengan ketat.
BBLR mudah mengalami hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga
ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat.
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
karena sangat rentan. Bayi BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal
sekecil apapun harus perlu diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu
cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan ASI.
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya refleks otot juga
terdapat pada bayi BBLR Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan
hati-hati.
4. Penimbangan ketat.
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena peningkatan
berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan
daya tahan tubuh (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Ada juga penatalaksanaan menurut Proverawati, A. 2010 yaitu Penatalaksanaan umum
pada bayi dengan BBLR dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi


Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi
secara baik dan optimal, metabolismenya masih rendah, dan permukaan badannya
yang sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa suatu alat di dalam
inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau panas badan sesuai suhu dalam
rahim. Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0C untuk bayi
dengan berat badan sebesar 1,7 kg dan suhu sebesar 32,2 0C untuk bayi yang
memiliki berat badan lebih kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat
inkubator, bayi dapat dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat
diletakkan botol ysng diisi dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru
yang dapat dilakukan dengan cara menempatkan atau menempelkan bayi secara
langsung di atas dada ibu.

2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi


Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan pilihan
susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok dengan
kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan utama apabila
bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk mengisap maka
dapat dilakukan dengan cara ASI dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan
kepada bayi dengan menggunakan sendok atau dapat dengan cara memasang
sonde ke lambung secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan
tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang
komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus untuk bayi
BBLR (Hartini, 2017).

3. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil ataupun sedikit.
Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi. Pada bayi yang terkena
infeksi dapat dilihat dari tingkah laku, seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah,
letargi, suhu tubuh yang relatif meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan
meningkat, terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak akan semakin
turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari
bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan asepsis dan
antisepsis alatalat yang digunakan, rasio perawat pasien ideal, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibotik
yang tepat (Kusparlina, 2016).

4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kekurangan cairan
dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk menambah asupan
cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk kebutuhan tubuh.

5. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi

BBLR. Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan
sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan ekspansi
paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi oksigen yang
dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box.
Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam waktu yang panjang akan dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui
tudung kepala, dapat menimbulkan kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat
dilakukan dengan pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway Pressure) atau
dengan pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen yang cukup aman
dan relatif stabil.

6. Pengawasan Jalan Nafas


Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya jalan
nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR susah dalam beradaptasi apabila terjadi asfiksia
selama proses kelahiran sehingga menyebabkan kondisi pada saat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan tindakan
pemberian jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi
yang miring, merangsang pernapasan dengan cara menepuk atau menjentik tumit.
Bila tindakan ini dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan
jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk
terjadinya aspirasi. Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia sehingga
dapat memperkecil kejadian kematian bayi BBLR (Proverawati, 2010)

7. Usia Ibu
- Definisi Usia
Definisi usia merupakan lama beradanya seseorang yang dapat diukur dalam satuan waktu
tiap tahun semenjak di lahirkan di muka bumi. Dan setiap tahunnya usia akan bertambah
serta berjalan dengan perkembangan anatomis tubuh dan fisiologis yang terjadi di dalam
tubuh manusia. ( Dorland, 2010).
8. Hubungan Usia Ibu dengan BBLR

Salah satu yang memiliki peranan penting terhadap bayi BBLR yaitu usia. Hamil pada usia
muda dapat merubah mental dan fisik pada seorang ibu. Secara psikis, pada umumnya
remaja belum seutuhya siap menjadi seorang ibu untuk bayinya nanti. Selain tidak ada
persiapan, kehamilannya pun kurang dapatnya perhatian dan perawatan yang cukup baik.
Risiko fisiknya pun cukup besar karena banyak dari beberapa organ reproduksi remaja muda
seperti rahim belum cukup matang untuk menerima beban yang cukup berat seperti
kehamilan (Kusparlina, 2016). Dalam masa reproduksi yang dianggap sehat dikenal bahwa
usia yang sangat aman untuk proses kehamilan dan melakukan persalinan adalah 20-35
tahun (Manuaba, 2014).
Ibu dengan umur < 20 tahun dapat dikatakan sangat berisiko untuk dapat melahirkan bayi
prematur karena memiliki uterus yang belum berkembang secara sempurna sehingga
fungsinya belum dapat bekerja secara optimal. Ibu dengan umur < 20 tahun juga memiliki
serviks yang pendek sehingga meningkatkan resiko infeksi. Ibu yang berusia muda biasanya
cenderung melahirkan bayi yang lebih kecil dari bayi normal pada umumnya karena ibu yang
berusia muda masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, sehingga tidak hanya
bayi yang membutuhkan nutrisi tetapi ibu dan bayi saling berkompetisi untuk mendapatkan
nutrisi (Edessy, 2014). Hal yang sama terjadi pada usia ibu yang cukup tua dan rentan sering
mengalami komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Selain itu rentan terkena penyakit dan
organ reproduksi nya sudah terjadi perubahan fungsi sebagus usia- usia yang subur (Takziah,
2013).

9. Paritas
- Definisi Usia

Paritas adalah jumlah banyaknya anak yang telah dilahirkan baik hidup ataupun mati (BKKBN,
2011).
Paritas dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat
dibedakan menjadi : a. Nulipara
Nullipara adalah perempuan yang masih sama sekali belum pernah melakukan proses
melahirkan anak (Manuaba, 2014).

b. Primipara
Primipara adalah perempuan yang telah melakukan proses melahirkan seorang anak, yang cukup
untuk menjalani hidup didunia luar (Zhafira, 2018).

c. Multipara
Multipara adalah perempuan yang telah melakukan proses melahirkan anak lebih dari satu kali
yang cukup untuk menjalani hidup didunia luar. Biasanya berjumlah dua sampai empat anak
(Zhafira, 2018).

d. Grande multipara
Grande multipara adalah perempuan yang telah melakukan proses melahirkan 5 orang anak atau
lebih. Biasanya jika melahirkan anak terlalu banyak dapat mengalami penyulit dalam proses
kehamilan serta persalinan (Manuaba, 2014).
- Hubungan Parotas Dengan BBLR

Banyak faktor yang dapat menyebabkan bayi BBLR. Banyak penyebab pra-kehamilan yang telah
didapatkan untuk mempengaruhi kehamilan diantaranya adalah paritas primipara dan multipara
(Khoiriah, 2017). Faktor paritas juga dapat dihubungkan dengan kejadian bayi BBLR. BBLR terjadi
karena tidak siapnya sistem reproduksi ibu karena telah terjadi penipisan akibat dari seringnya
ibu melakukan proses melahirkan. Status paritas yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan
risiko kejadian BBLR dan bayi lahir mati, hal tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi status
paritasnya maka kemampuan organ ibu yaitu rahim susah untuk menyediakan nutrisi bagi
kehamilan yang terlalu sering sehingga dapat mengakibatkan penyaluran nutrisi dari ibu dan
janin mengalami gangguan yang dapat menyebabkan terjadi bayi BBLR (Sulistyorini, 2015).

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata klien : nama,tempat lahir, jenis kelamin.
b. Orang tua      : nama ayah/ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan
dan alamat.
c. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat antenatal :
a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, HT,gizi buruk,merokok,
ketergantungan obat-obatan, DM, penyakit kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,
kelainan congenital.
c) Riwayat komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat
dengat permasalahan pada bayi baru lahir.
d) Kala I : perdarahan antepartumbaik solusio plasenta maupun plasenta
previa.
e) Kala II :persalinan dengan tindakan pembedahan, karena pemakaian obat
penenang (narkose) yang dapat  menekan system pusat pernafasan.
2) Riwayat post natal :
a) Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua (0-3),
asfiksia berat (4-6), asfiksia sedang (7-10) asfiksia ringan.
b) Berat badan lahir : preterm atau BBLR < 2500 gram, untuk aterm 2500
gram,  LK  kurang atau lebih dari normal (34-36)
c) Pola nutrisi yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi
gastrointestinal, muntah, aspirasi, kelemahan  menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parenteral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
d) Pola eliminasi yang perlu dikaji pada neonates adalah BAB :
frekuensi,jumlah,konsisten. BAK : frekuensi dan jumlah.
e) Latar belakang sosial budaya kebudayaan yang berpengaruh terhadap
BBLR kebiasaan ibu merokok, obat-obatan jenis psikotropika, kebiasaan
ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, dan kebiasaan ibu melakukan diet
ketat atau pantangan makanan tertentu.
f) Hubungan psikologis. sebaiknya segera setelah bayi baru alhir dilakukan
rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan.
g) Keadaan umum : pada neonates dengan BBLR keadaannya lemah dan
hanya merintih.kesadaran neonates dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukan kondisi neonatos
yang baik.
h) Tanda-tanda vital : neonates post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Suhu normal pada tubuh bayi n
(36 C-37,5C), nadi normal antara (120-140 x/m), untuk respirasi normal
pada bayi (40-60 x/m), sering pada bayi post asfiksia berat respirasi sering
tidak teratur.
i) Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
j) Kepala : kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
k) Mata : warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukan refleksi terhadap
cahaya.
l) Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lender.
m)Mulut : bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
n) Telinga : perhatiakan kebersihannya dan adanya kelainan.
o) Leher : perhatikan keberhasilannya karena leher neonates pendek.
p) Thorak : bentuk simetris,terdapat tarikan intercostals,perhatikan suara
wheezing dan ronchi,frekwensi bunyi jantung lebih dari 100x/m.
q) Abdomen : bentuk silindris,hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah ascus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,bising usus timbul
1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI tract
belum sempurna.
r) Umbilicus : tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan atau tidak adanya
tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
s) Genetalia : pada neonates aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonates laki-laki, neonates perempuan lihat labia
mayir dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
t) Anus : perhatikan adanya darah dalam tinja,frekwensi buang air besar serta
warna dari feces.
u) Ekstremitas : warna biru,gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
v) Reflex : pada neonates preterm post asfiksia berat rflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang.

d. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik.
2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak
subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik
buruk).
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan
refleks lemah.
4.  Risiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif.
5. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur.
6. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kelembaban kulit.

e. Intervensi atau perencanaan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan
ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil:
Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Membran mukosa merah muda.

Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji frekwensi dan pola 1. Membantu dalam membedakan
pernapasan, perhatikan adanya periode perputaran pernapasan normal
apnea dan perubahan frekwensi dari serangan apnetik sejati, terutama
jantung. sering terjadi pad gestasi minggu ke-
2. Isap jalan napas sesuai kebutuhan 30
3. Posisikan bayi pada abdomen 2. Menghilangkan mukus yang neyumbat
atau posisi telentang dengan jalan napas
gulungan popok dibawah bahu 3. Posisi ini memudahkan pernapasan
untuk menghasilkan hiperekstensi dan menurunkan episode apnea,
4. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap khususnya bila ditemukan adanya
obat-obatan yang akan hipoksia, asidosis metabolik atau
memperberat depresi pernapasan hiperkapnea
pada bayi   4. Magnesium sulfat dan narkotik
menekan pusat pernapasan dan
Kolaborasi : aktifitas SSP
5. Berikan oksigen sesuai indikasi 5. Hipoksia, asidosis netabolik,
hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia dan sepsis memperberat
serangan apnetik
6.  Berikan obat-obatan yang sesuai 6. Perbaikan kadar oksigen dan
indikasi karbondioksida dapat meningkatkan
fungsi pernapasan

2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi


residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak
subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik
buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan.
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C).
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Hipotermia membuat bayi cenderung 3. K
1. Kaji suhu dengan memeriksa merasa stres karena dingin, penggunaan et
suhu rektal pada awalnya, simpanan lemak tidak dapat diperbaruai id
selanjutnya periksa suhu aksila bila ada dan penurunan sensivitas  untuk
a
atau gunakan alat termostat meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
dengan dasar terbuka dan kadar O2. k
penyebar hangat. se
2. Tempatkan bayi pada inkubator 2. Mempertahankan lingkungan i
atau dalam keadaan hangat. termonetral, membantu mencegah stres
m
karena dingin
b
3. Pantau sistem pengatur suhu , 3.  Hipertermi dengan peningkatan laju
penyebar hangat (pertahankan metabolisme kebutuhan oksigen dan a
batas atas pada 98,6°F, glukosa serta kehilangan air dapat terjadi n
bergantung pada ukuran dan bila suhu lingkungan terlalu tinggi. g
usia bayi)
a
4. Kaji haluaran dan berat jenis 4. Penurunan keluaran dan peningkatan
urine berat jenis urine dihubungkan dengan n
penurunan perfusi ginjal selama periode
stres karena rasa dingin
5. Pantau penambahan berat 5. Ketidakadekuatan  penambahan berat
badan berturut-turut. Bila badan meskipun masukan kalori adekuat
penambahan berat badan tidak dapat menandakan bahwa kalori
adekuat, tingkatkan suhu digunakan untuk mempertahankan suhu
lingkungan sesuai indikasi. lingkungan tubuh, sehingga memerlukan
  peningkatan suhu lingkungan.
6. Perhatikan perkembangan 6. Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
takikardia, warna kemerahan, berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
diaforesis, letargi, apnea atau teratasi.
aktifitas kejang.
Kolaborasi :
7. Pantau pemeriksaan 7. Membantu mencegah kejang berkenaan
laboratorium sesuai indikasi dengan perubahan fungsi SSP yang
(GDA, glukosa serum, disebabkan hipertermi
elektrolit dan kadar bilirubin) 8. Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi
8. Berikan obat-obat sesuai pada hiportemia dan hipertermia
dengan indikasi :  fenobarbital
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi,
imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil :
Bayi mendapat kalori dan nutrient esensial yang adekuat.
Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal
dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji maturitas refleks berkenaan 1. Menentukan metode pemberian makan
dengan pemberian makan yang tepat untuk bayi
(misalnya : mengisap, menelan,
dan batuk)
2. Auskultasi adanya bising usus, 2. Pemberian makan pertama bayi stabil
kaji status fisik dan statuys memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12
pernapasan jam setelah kelahiran. Bila distres
pernapasan ada  cairan parenteral di
indikasikan dan cairan peroral haru s
ditunda
3.  Kaji berat badan dengan 3. Mengidentifikasikan adanya resiko
menimbang berat badan setiap derajat dan resiko terhadap pola
hari, kemudian dokumentasikan pertumbuhan.
pada grafik pertumbuhan bayi 4.  Memberikan informasi tentang
4. Pantau masuka dan dan masukan aktual dalam hubungannya
pengeluaran. Hitung konsumsi dengan perkiraan kebutuhan untuk
kalori dan elektrolit setiap hari digunakan dalam penyesuaian diet.
5. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan 5. Pemberian cairan intravena mungkin
fontanel, turgor kulit, berat jenis diperlukan untuk memenuhi
urine, kondisi membran mukosa, peningkatan kebutuhan, tetapi harus
fruktuasi berat badan. dengan hati-hati ditangani untuk
menghindari kelebihan cairan
6. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; 6. hipoglikemia secara bermakna
takipnea dan pernapasan tidak meningkatkan mobilitas mortalitas serta
teratur, apnea, letargi, fruktuasi efek berat yang lama bergantung pada
suhu, dan diaphoresis. Pemberian durasi masing-masing episode.
makan buruk, gugup, menangis,
nada tinggi, gemetar, mata
terbalik, dan aktifitas kejang.
Kolaborasi : Kolaborasi :
7. Pantau pemeriksaan laboratorium 7. Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
sesuai indikasi :  Glukas serum. berhubungan dengan penurunan
Nitrogen urea darah, kreatin, simpanan nutrien dan kadar cairan
osmolalitas serum/urine, akibat  malnutrisi.
elektrolit urine. 8. Ketidakstabilan metabolik pada bayi
8. Berikan suplemen elektrolit SGA/LGA dapat memerlukan suplemen
sesuai indikasi misalnya kalsium untuk mempertahankan homeostasis.
glukonat 10%

4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif.
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi.
Kriteri hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Leukosit 5.000-10.000

Intervensi Rasional
Mandiri : 1.  Untuk mengetahui lebih dini adanya
1.  Kaji adanya tanda – tanda-tanda terjadinya infeksi
tanda  infeksi
2. Lakukan isolasi bayi lain yang 2. Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai meminimalkan terjadinya infeksi  yang
kebijakan insitusi lebih luas
3. Sebelum dan setelah menangani 3. Untuk mencegah terjadinya infeksi
bayi, lakukan pencucian tangan
4. Yakinkan semua peralatan yang 4. Untuk mencegah terjadinya infeksi
kontak dengan bayi bersih dan
steril
5.  Cegah personal yang mengalami 5. Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
infeksi menular untuk tidak berlanjut pada bayi
kontak langsung dengan bayi.

5. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur.

Tujuan : cairan terpenuhi.


 Kriteria hasil :
Bebas dari tanda-tanda dehidrasi
Menunjukan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Bandingkan masukan dan 1. Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
pengeluaran urine setiap shift dan sementara kebutuhan terapi cairan kira-
keseimbangan kumulatif setiap kira 80-100 ml/kg/hari pada hari
periodik 24 jam pertama, meningkat sampai 120-140
ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum.
2. Pantau berat jenis urine setiap 2. Meskipun imaturitas ginjal dan
selesai berkemih atau setiap 2-4 ketidaknyamanan untuk
jam dengan menginspirasi urine mengonsentrasikan urine biasanya
dari popok bayi bila bayi tidak mengakibatkan berat jenis yang rendah
tahan dengan kantong penampung pada bayi preterm (rentang
urine. normal1,006-1,013). Kadar yang rendah
menandakan volume cairan berlebihan
dan kadar lebih besar dari 1,013
menandakan ketidakmampuan masukan
cairan dan dehidrasi.
3. Evaluasi turgor kulit, membran 3. Kehilangan atau perpindahan cairan
mukosa, dan keadaan fontanel yang minimal dapat dengan cepat
anterior. menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh
turgor kulit yang buruk, membran
mukosa kering, dan fontanel cekung.
4. Pantau tekanan darah, nadi, dan 4. Kehilangan 25% volume darah
tekanan arterial rata-rata (TAR) mengakibatakan syok dengan TAR < 25
Kolaborasi : mmHg menandakan hipotensi.
5. Pantau pemeriksaan laboratorium 5. Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas
sesuai dengan indikasi Ht normal 45-53% kalium serum
6. Berikan infus parenteral dalam 6. Hipoglikemia dapat terjadi karena
jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, kehilangan melalui selang nasogastrik
khususnya pada PDA, displasia diare atau muntah.
bronkopulmonal (BPD), atau
entero coltis nekrotisan (NEC)
7. Berikan tranfusi darah. 7. Penggantian cairan darah menambah
volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi.
Mungkin perlu untuk mempertahankan
kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan
kehilangan darah.
  
6. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kelembaban kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit.
Kriteria hasil:
Kulit tetap bersih dan utuh.
 

Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjadinya iritasi.

Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan warna kulit. 1. Untuk mengetahui adanya kelainan
pada kulit secara dini
2. Jaga kebersihan kulit bayi. 2. Meminimalkan kontak kulit bayi
dengan zat-zat yang dapat merusak
kulit pada bayi
3.  Ganti pakaian setiap basah. 3. Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
4. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. 4. Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat. Yogyakarta : AR
Group.

Hanifah, 2010. Perawatan Pediatic. Jakarta : TUSCA

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2004. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.


Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC. Yogyakarta :
Media Action Publishing.

Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Proverawati, 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta : Muha Medika


Kerangka

Anda mungkin juga menyukai