Di susun oleh :
KELOMPOK 9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
2.500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua
bagian yaitu BBL sangat rendah bila berat badan lahir kurang dari 1.500 gram dan
BBLR bila berat badan lahir antara 1.501-2.499 gram. (Marmi, S.ST, Kukuh
Rahardjo, 2012). Berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan
salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kematian perinatal da
neonatal. Berat badan lahir rendah (BBLR) di bedakan dalam 2 kategori yaitu :
BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena
intrauterin growth retardation(IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat kurang
untuk usiannya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan IUGR sebagai akibat
ibu dengan status gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular
seksual (PMS) sebelum konsepsi atau ketika hamil. (www.balitbang.depkes.go.id)
Menurut badan kesehatan (WHO), salah satu penyebab kematian bayi
adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), persoalan pokok pada BBLR adalah angka
kematian perinatalnya sangat tinggi dibanding angka kematian perinatal pada bayi
normal. Penelitian Puffer (1993) menunjukkan bahwa resiko kematian perinatal
bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2.000 gram adalah 10 kali lebih besar,
kematian bayi dengan berat badan antara 2.000 gram sampai 2.399 gram 4 kali
lebih besar dibanding dengan kematian perinatal bayi dengan berat badan normal.
Angka kejadian BBLR dianggap sebagai indikator kesehatan masyarakat karena
erat hubunganya dengan angka kematian, kesakitan dan kejadian gizi kurang di
kemudian hari. Menurut WHO, BBLR merupakan penyebab dasar kematian dari
dua pertiga kematian neonatus. Sekitar 16% dari kelahiran hidup atau 20 juta bayi
pertahun dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan 90% berasal
dari Negara berkembang.
Peneliti lainya menyebutkan bahwa dinegara berkembang di perkirakan
setiap 10 detik terjadi satu kematian bayi akibat dari penyakit atau infeksi yang
berhubungan dengan BBLR. (Siza, 2002). Keberhasilan pembangunan kesehatan di
Indonesia masih belum memuaskan, terbukti dari masih tingginya Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indikator kesehatan yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak adalah Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan derajat kesehatan
masyarakat dan menilai keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Angka
kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentan 2,1%- 17,2%, Secara nasional berdasarkan analisa,
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah.
Berdasarkan estimasi dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI). Pada tahun 1992-1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat
badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%. Dari data tersebut terlihat
bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di
rumah sakit Al-fatah (Ardiansyah, 2010). Berdasarka servey nasional AKI di
Provinsi Jawa Timur, pada lima tahun terakhir, dari tahun 2007 – 2011,
menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Laporan Kematian Ibu (LKI)
kab/kota se-Jatim, menunjukkan AKI Jawa Timur pada tahun 2009 adalah 90.70
per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2010 adalah 101.40 per 100.000 kelahiran hidup
dan pada tahun 2011 adalah 104.3 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut
sudah melampaui dari target MDGs sebesar 102 per 100.000 Kelahiran Hidup. Data
yang diperoleh dari BPS Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa AKB selama
sepuluh tahun terakhir ini relatif menunjukkan angka yang menurun. AKB pada
tahun 2011 adalah 29.24 per 1000 kelahiran hidup, menunjukkan angka yang
menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 29.99 per 1.000 kelahiran hidup,
namun tersebut masih jauh dari target MDGs tahun 2015, yaitu sebesar 23 per
1.000 Kelahiran Hidup.
Medical Record RSUD Gambiran Kota Kediri BBLR pada tahun 2010
mencapai 337 kasus dengan berat badan lahir (<2.500) gram, tahun 2011 mencapai
363 kasus dengan berat badan lahir (<2.500) gram, dan pada tahun 2012, angka
kejadian BBLR berjumlah 336 dari 1.888 kelahiran hidup, dan 46 bayi yang
tercatat meninggal dunia dengan berat badan lahir (<2.500) gram.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan dengan BBLR antara lain
kemiskinan merupakan akar dari masalah yang menimbulkan kondisi kurang gizi
pada kaum perempuan selain ketersediaan pangan dan konsumsi makanan yang
kurang jumlahnya maupun nilai gizinya menimbulkan kurang energi kronik (KEK)
dan anemia. Kondisi tersebut lazim didapatkan pada kaum ibu di desa yang sudah
sejak kecil menderita kurang kalori dan protein (KKP) dan anemia. Nilai budaya
setempat seringkali belum menempatkan kaum perempuan dalam kesetaraan
gender, sehingga pembagian makanan dalam keluarga tidak mendapat prioritas.
Beban pekerjaan yang berat pada perempuan desa menambah buruknya gizi
dan kesehatan kaum perempuan. Kondisi tersebut seorang perempuan memasuki
masa kehamilan yang menambah buruk kesehatan dan gizinya. Kelahiran yang
terlalu muda, terlalu rapat, terlalu banyak dan terlalu tua menambah buruknya
kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil yang merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya BBLR (Mitayani, 2009).
Penyuluhan harus diberikan pada ibu dan keluarga pada saat masa
kehamilan terutama tentang nutrisi yang baik saat kehamilan, pola hidup yang sehat
dan deteksi dini atas kehamilan dengan resiko tinggi. Dari berbagai upaya baik
peningkatan pelayanan dari petugas kesehatan maupun dari pihak ibu beserta
keluarga, hal ini akan membantu mencegah dan mengurangi kelahiran bayi dengan
resiko tinggi terutama bayi dengan BBLR.
Tingginya angka kematian bayi baru lahir dengan resiko tinggi, terutama
pada bayi dengan BBLR, merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan untuk
memfasilitasi proses adaptasi bayi dengan BBLR pada masa transisi karena adanya
masalah pada jam – jam pertama kehidupan luar rahim. Dengan mengetahui
masalah – masalah potensial yang akan terjadi pada bayi dengan BBLR, maka akan
membantu tenaga kesehatan mengetahui tindakan apa yang harus segera dilakukan,
seperti ; penanganan bayi BBLR dengan menggunakan metode kanguru (PMK),
merujuk bayi BBLR ke rujukan yang lebih lengkap fasilitasnya. Melihat tingginya
angka kesakitan dan kematian pada bayi dengan BBLR, Maka peneliti tertarik
untuk membahas dan mempelajari lebih dalam tentang penyakit berat badan lahir
rendah pada bayi baru lahir.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari dan mempraktikkan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Berat Badan Lahir Rendah di RSUD 45 Kuningan.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :
a. Pengkajian dan analisa data prioritas klien untuk kasus BBLR
b. Merumuskan diagnosa atau masalah keperawatan dari kasus BBLR
c. Melakukan rencana asuhan keperawatan untuk kasus BBLR
d. Menyusunsegera implementasi (dependen, independen, interdependen)
kasus BBLR
e. Mengevaluasi efektifitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki tindakan
yang dipandang perlu diperbaiki dengan kasus BBLR
C. Manfaat
Hasil studi kasus dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam upaya
penyempurnaan asuhan keperawatan pada kasus Berat Badan Lahir Rendah.
1. Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan penyempurnaan
penanganan kasus Berat Badan Lahir Rendah.
2. Perawat
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam
asuhan keperawatan pada kasus Berat Badan Lahir Rendah.
3. Penulis
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan asuhan
keperawatan di Rumah sakit.
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan memiliki berat
badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini akan berdampak buruk untuk
tumbuh kembang bayi ke depannya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada 2
keadaan BBLR yaitu :
1. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni adalah bayi yang
dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai organ yang belum berfungsi
seperti bayi aterm sehingga bayi tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di
luar rahim. Makin pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-
alat tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti : sindroma
gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi, dan pendarahan intrakanial.
2. BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan
(KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) pertumbuhan alat-alat
dalam tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat
badan yang sama.
A. Etiologi
Menurut Nur, Arifuddin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar & Salendu
(2016) serta Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam & Gebrehiwet (2017) ada
beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan masalah BBLR yaitu:
1. Faktor ibu
a. Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLR lebih tinggi
terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%) dibandingkan dengan yang
tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan WHO yaitu
usia yang paling aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia reproduksi, hamil
dan melahirkan.
b. Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau
lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak 9 BBLR, itu
dikarenakan setiap proses kehamilan dan persalinan meyebabkan trauma
fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan
menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
c. Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi
kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran, bayi lahir cacat
dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang.
d. Jarak Kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun berisiko
3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan dengan ibu
yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan pola hidup, belum
menggunakan alat kontrasepsi dan ibu tidak melakukan pemeriksaan dengan
rutin.
e. Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi alkohol
dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran darah
umbilikal sehingga pertumbuhan janin akan mengalami gangguan dan
menyebabkan anak lahir dengan BBLR.
2. Faktor Kehamilan
a. Eklampsia / Pre-eklampsia.
b. Ketuban pecah dini.
c. Perdarahan Antepartum.
d. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
e. Faktor janin
f. Cacat bawaan (kelainan kongenital).
g. Infeksi dalam rahim.
B. Tanda dan gejala
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak
7. Menangis lemah
8. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak,
9. Rambut kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
10. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan subkutan
sedikit.
11. Otot hipotonik lemah
12. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan tidak
teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit
13. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi oedem,
garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat
14. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba (belum
turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta labia mayora belum
menutupi labia minora atau labia mayora hampir tidak ada (Nuratif, 2015).
BBLR menunjukan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan
keadaannya yang lemah , yaitu sebagai berikut :
1. Tanda – tanda bayi kurang bulan (KB)
a. Kulit tipis dan mengkilap
b. Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna
c. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama pada
punggung
d. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik
e. Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora
f. Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun
g. Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk
h. Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur
i. Aktivitas dan tangisnya lemah
j. Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah
2. Tanda – tanda bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)
a. Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat
b. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis
c. Bila kurang bulan jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila cukup bulan
payudara dan puting sesuai masa kehamilan
d. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora
e. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun
f. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
g. Menghisap cukup kuat (Proverawati, 2010).
C. Komplikasi
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh
pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri mengalami hipotermi
adalah suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis
sangat lemah, seluruh tubuh dingin, pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemi
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika
asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak.
3. Gangguan imunologi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G,
maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sangup membentuk anti
bodi dan daya fagositisis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena
sistem kekebalan bayi belum matang.
4. Sindroma gangguan pernapasan
Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru.
Gangguan nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah
penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan
meningkatnya umur kehamilan.
5. Masalah eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara anatomis
dan fungsinya.
6. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan
masih belum sempurna sehingga waktu pengosongan lambung bertambah.
D. Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi resiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
1. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan hipoglikemia,
anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada
bayi BBLR Prematur.
2. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
4. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan kalori
yang meningkat. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan
tubuh tidak sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah
kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (2015) pemeriksaan penunjang
bayi BLLR antara lain :
1. Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000 – 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
2. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebih ).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1 -2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata
– rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
6. Pemeriksaan analisa gas darah.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi premature akan cepatmengalami kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah dan permukaan badan relative luas. Oleh karena itu
bayi premature harus dirawat didalam incubator, sehingga panas badannya
mendekati rahim. Bila belum memiliki incubator, bayi premature dapat
dibungkus dengan kain dan di sampingnya di taruh botol yang berisi air panas
atau menggunakan metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kanguru dalam kantung ibunya (Proverawati, 2010).
2. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan
kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu ) merupakan pilihan pertama jika
bayi mampu menghisap. Permulaan pemberian cairan yang diberikan sekitar
200 cc/kg/BB/hari. Cara pemberian makanan BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara
dalam usus (Proverawati.dkk, 2010).
3. Pencegahan infeksi
Infeksi adalah masuk bibit penyakit atau kuman dalam keadaan tubuh
khususnya mikroba. BBLR sangat mudah mendapatkan infeksi. Rentan
terhadap infeksi dikarenakan oleh kadar immunoglobulin serum pada BBLR
masih rendah. BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam
bentuk apapun. Fungsi perawatan disini adalah memberikan perlindungan
terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu bayi BBLR tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan
masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptic alat-alat yang
digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal,
mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah
timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat (Sudarti, 2012).
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi oleh sebab
itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm akibat
tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi diberikan sekitar 30%-35%
dengan mengunakan head box. Konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang
panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan.
6. Kenaikan berat badan pada bayi
Bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram akan mengalami kehilangan berat
badan 15% selama 7-10 hari pertama. Berat lahir biasanya tercapai kembali,
kenaikan berat badan selama 3 bulan. Kenaikan berat badan bayi BBLR
dengan berat badan <1500 gram adalah 150-200 gram seminggu (misalnya 20-
30 gram/hari) (Sudarti, 2012).
7. Pengawasan jalan napas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakea, bronkeolus,
bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan
nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu
bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses
kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR beresiko
mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta.
Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah
lahir ( aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan
dengan menepuk atau menjetik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan
ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini
dicegah sekaligusmengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi
BBLR ( Verawati, 2010).
G. Pathway
BBLR
Sistem termoregulesi
Reflek menghisap Tidak efektifnya yang imatur
dan menelan belum pola pernafasan
berkembang dengan
baik
Termoregulesi tubuh
tidak efektif
Perbahan nutrisi
kurang dari
Sumber : Proverawati dan Ismawati, (2010)
kebutuhan
Gambar 2.1 Pathway BBLR
tubuh
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi
dari tim kesehatan serta keluarga klien yang meliputi :
a. Identitas
Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan penyakit penyerta.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm. Kesadaran apatis, daya hisap lemah
atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi, dan mungkin terjadi
kelumpuhan otot ekstravaskuler
2) Riwayat penyakit sekarang
Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37 minggu, BB < 2500 gram, panjang
badan < 45 cm. Gambaran fisik : kepala lebih besar dari badan, kulit tipis
transparan, rambut lanugo banyak, lemak subkutan tipis, daya hisap lemah
atau bayi tak mau minum, tangis yang melengking.
3) Riwayat penyakit dahulu
Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu mempunyai riwayat penyakit
seperti hipertensi, plasenta pervia, kehamilan kembar, malnutrisi, kebiasaan
ibu merokok, minum alkohol, ibu yang memderita penyakit malaria, dll.
4) Riwayat kehamilan dan melahirkan
Adanya riwayat melahirkan sebelumnya,dan pada saat partus siapakah
yang berperan dalam proses pertolongan partus tersebut. Riwayat
pemberian ANC terpadu termasuk didalamnya.
5) Riwayat imunisasi
Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil, yaitu TT
(tetanus) I diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II diberikan dengan interval
minimal 1 bulan, serta tidak boleh < 1 bulan sebelum persalinan agar kadar
anti tetanus serum bayi mencapai kadar optimal. Bila ibu hamil belum
mendapatkan polio, berikan vaksin polio yang aman untuk ibu hamil.
6) Riwayat nutrisi
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak
dapat menghisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan pemberian ASI
dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan
kehamilan lebih dari 35 minggu dan berat lahir lebih dari 2000 gram
umumnya bisa langsung menetek (Proverawati.dkk, 2010).
c. Kebutuhan dasar
1) Pola nutrisi : Reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola personal hygiene : Perawat dan keluarga pasien harus menjaga
kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus
diganti popok khusus bayi BBLR yang kering dan halus.
3) Pola aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemah
4) Pola eliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi
urin rendah, frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih dari 4x
dalam sehari sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam sehari,
volume urin normal berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi bila
berat badan bayi 2,5 -5 kg urin yang dihasilkan berkisar 60- 240 ml dalam
sehari.
5) Pola tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan lemah, bayi
terlihat kecil, pergerakan masih kurang dan lemah, BB <2500 gram,
dan tangisan masih lemah.
b) Nadi : 180 kali per menit, kemudian menurun sampai 120- 140x/menit
c) RR : 80 kali per menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan ABCD
a) Antropometri pada bayi dengan BBLR terutama berat badan terbagi
menjadi 3 yaitu : BBLR berat antara 1500- 2500 gram, BBLSR berat
antara 1000-1500 gram, dan BBLER berat kurang dari 1000 gram,
lingkar dada < 33 cm (Proverawati,2010).
b) Biokimia, pada bayi BBLR sering dijumpai adanya peningkatan kadar
hemogloblin, eritrosit karena imaturitas dari sel dan belum
sempurnanya enzim.
c) Clinical, pada BBLR berat badan bayi belum memenuhi standar yakni
2500 gram dan pada kasus ini biasanya juga terjadi kelemahan reflek
atau fungsi menghisap.
d) Diet Makanan atau nutrisi yang diberikan biasanya hanya ASI dan susu
formula khusu BBLR jika disarankan oleh dokter.
3) Pemeriksaan fisik haed to toe
a) Kepala
Inspeksi : biasanya pada BBLR kepala lebih besar dari badan,
kulit tipis, ubun ubun besar dan kecil belum menutup
Palpasi : pada BBLR rambut tipis dan halus, lingkar kepala <33 cm
(Sukarni & Sudarti, 2014).
b) Mata
Inspeksi : mata simetris, pupil isokor, terdapat banyak lanugo pada
area pelipis, konjungtiva anemis.
c) Hidung
Inspeksi : terdapat pernafasan cuping hidung akibat gangguan pola
nafas, terpasang selang oksigen 1-2 liter/menit
Palpasi : pada BBLR tulang hidung masih lunak, karena tulang rawan
belum sempurna (Pantiawati, 2010).
d) Mulut
Inspeksi : pucat, sianosis, mukosa bibir kering, terpasang selang OGT
(Sudarti & Fauziah).
e) Telinga
Inspeksi : pada BBLR terlihat banyak lanugo, daun telinga imatur
Palpasi : daun telinga pada BBLR lunak (Maryanti & Sujianti, 2011).
f) Wajah
Inspeksi : warna kulit merah karena hipertermia, bentuk simetris,
lanugo banyak, kriput seperti orang tua (Manggiasih & Jaya,
2016).
g) Leher
Inspeksi : pada BBLR mudah terjadi gangguan pernafasan akibat dari
inadekuat jumlah surfaktan, jika hal ini terjadi biasanya didapatkan
retraksi suprasternal (Proverawati & Ismawati, 2010).
h) Paru – paru
I : biasanya pada BBLR pernafasan tidak teratur, otot bantu
pernafasan, lingkar dada <30 cm, retraksi dada ringan
P : dinding dada elastis, puting susu belum terbentuk (Ridha, 2014).
P : terdapat suara sonor
A : jika bayi mengalami gangguan pernafasan biasanya bayi
mendengkur, jika terjadi aspirasi meconium maka terdapat suara
ronchi (Proverawati & Ismawati, 2010).
i) Jantung
I : biasanya ictus cordis Nampak di ICS mid klavikula
P : ictus cordis teraba ICS 4 mid klavikula sinistra
P : area jantung redup (Ridha, 2014).
A : S1 S2 tunggal, normalnya heat rate 120-160 kali/menit (Pantiawati,
2010).
j) Abdomen
Biasanya pada BBLR tidak terjadi distensi abdomen, kulit perut tipis,
pembuluh darah terlihat (Sukarni & Sudarti, 2014)
k) Punggung
Inspeksi : keadaan punggung simestris, terdapat lanugo (Proverawati &
Ismawati, 2010).
l) Genetalia
Pada bayi BBLR perempuan, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, klitoris menonjol. Pada bayi laki-laki testis belum turun dan
rague pada skrotum kurang (Maryanti & Sujianti, 2011).
m) Ekstremitas
Pada BBLR garis plantar sedikit, kadang terjadi oedem, pergerakan
otot terlihat lemah, terdapat lanugo pada lengan, akral teraba dingin
(Pantiawati, 2010).
n) Anus
Biasanya pada BBLR anus bisa berlubang atau tidak
4) Neurologi atau reflek
a) Reflek morrow
Reflek morrow adalah timbul oleh rangsangan
mendadak/mengejutkan. Bayi akan mengembangkan tangannya ke
samping dan melebarkan jari-jari kemudian tangannya ditarik kembali
dengan cepat. Reflek ini akan mereda 1 atau 2 minggu dan hilang
setelah 6 bulan.
b) Reflek rooting (mencari)
Kepala bayi akan berpaling memutar kea rah asupan dan mencari
puttng susu dengan bibirnya. Reflek ini berlanjut sementara bayi masih
menyusu dan menghilang setelah 3- 4 bulan.
c) Reflek menghisap
Ditimbulkan oleh rangsangan pada daerah mulut atau pipi bayi dengan
puting/jari tangan. Bibir bayi akan maju ke depan dan lidah melingkar
kedalam untuk menyedot. Menghilang saat bayi berusia 2-3 bulan.
d) Reflek menggeggam
Timbul bila kita menggoreskan jari melalui bagian dalam atau
meletakkan jari kita pada telapak tangan bayi. Jarijari bayi akan
melingkar ke dalam seolah memegangi suatu benda dengan kuat.
Reflek ini menghilang umur 3-4 bulan.
e) Tonic neck reflek
Tonic neck reflek merupakan reflek mempertahankan posisi
leher/kepala. Timbul bila kita membaringkan bayi secara terlentang.
Kepala bayi akan berpaling ke salah satu sisi sementara ia berbaring
terlentang. Lengan pada sisi kemana kepalanya berpaling akan
terlentang lurus keluar, sedangkan tangan lainnya dilipat. Reflek ini
sangat nyata pada 2-3 bulan dan hilang sekitar 4 bulan.
f) Reflek gallant
Reflek gallant ditimbulkan dengan menggosok satu sisi punggung
sepanjang garis paravertebratal 2-3 cm dari garis tengah mulai dari
bahu hingga bokong. Reflek ini secara normal akan hilang setelah 2-3
bulan.
g) Stepping reflek
Stepping reflek akan timbul ketika kita memegangi bayi pada posisi
berdiri dan sedikit menekan. Bayi akan mengangkat kakinya secara
bergantian seakan-akan berjalan. Reflek ini terlihat setelah 1 minggu
dan akan menghilang setelah 2 bulan.
h) Swallowing reflek
Swallowing reflek adalah reflek gerakan menelan benda - benda yang
didekatkan ke mulut, memungkinkan bayi memasukkan makanan ada
secara permainan tapi berubah sesuai pengalaman. Terjadi mulai : usia
0-3 bulan, penyebab : ada benda yang masuk ke mulutnya, maka akan
segera dia hisap, lalu dia telan. Reflek ini tidak akan hilang, namun leat
usia 3 bulan bayi sudah menghisap secara sadar. Waspada jika tidak
ada reflek, kemungkinan ada kelainan pada susunan ketika kita
memasukkan putting susu atau dot dan bayi mulai menghisap
kemudian menelan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
b. Hipotermia (D.0131)
c. Termoregulasi tidak efektif (D.0149)
d. Menyusui tidak efektif (D.0029)
e. Defisit nutrisi (D.0019)
f. Resiko infeksi (D.0142)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Identitas Pasien
a. Nama : By. Ny. I
b. Tempat/ tanggal lahir : Kuningan, 26 Maret 2022
c. Pekerjaan Ayah/Ibu : Guru
d. Pendidikan Ayah/Ibu : S1
e. Alamat : Luragung
f. Suku : Sunda/ Indonesia
g. Agama : Islam
h. Tgl masuk RS : 26 Maret 2022
i. Tgl Pengkajian : 29 Maret 2022
II. Keluhan Utama :
BBLR
III. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Pra natal
1. ANC
• Berapa kali kunjungan : 1 bulan sekali
• Tempat Periksa : Bidan, jika USG ke RS
• Penkes yang didapat : Pemenuhan nutrisi
• HPHT : 23 Juli 2021
• HPL : 30 April 2022
2. Kehamilan BB selama hamil : 6 kg
3. Komplikasi Kehamilan :
4. Komplikasi obat : tidak ada
5. Obat – obatan yang didapat : obat penambah darah
6. Riwayat Hospitalisasi : Tidak ada
7. Golongan darah ibu :
b. Natal
1. Awal persalinan : ± 6jam
2. Lama persalinan : ± 15 menit
3. Komplikasi persalinan : tidak ada
4. Terapi yang diberikan : Infus, antibiotik
5. Cara melahirkan : SC
6. Tempat melahirkan : di RS
c. Post Natal
1. Usaha napas
( ) dengan bantuan () spontan
2. Kebutuhan Resusitasi
APGAR Score
Menit 1 Menit 5
A (Appearance) warna kulit 1 (badan merah 1 (badan merah
ekstremitas kebiruan) ekstremitas
kebiruan)
P (Pulse) Denyut jantung 2 (>100) 2 (>100)
G (Grimace) Reaksi thd 1 (menyeringai) 2 (Bersin/batuk)
rangsangan
A (Activity) Kontraksi otot 1 (ekstremitas sedikit 2 (gerakan aktif)
fleksi)
R (Respiration) Pernafasan 2 (lemah/tidak teratur) 2 (mengangis
kuat)
Jumlah 6 (Asfiksia sedang) 9 (Asfiksia
ringan/ normal)
V. Riwayat Sosial
a. Sistem Pendukung/Keluarga yang dapat di hubungi : orangtua pasien
b. Hubungan orangtua dengan bayi
Ibu Ayah
Menyentuh
Memeluk
Berbicara
Bekunjung
Kontak mata
d. Lingkungan Rumah
Ibu pasien mengatakan kebersihan rumah selalu dijaga, serta adanya ventilasi,
lingkungan aman dan tidak ada ancaman.
VI. Keadaan Kesehatan saat ini
a. Diagnosa Medik : BBLR
b. Tindakan Operasi : SC
c. Status Nutrisi : ASI
d. Status Cairan : tidak ada
e. Obat / terapi : Salep mata,Vit.K, Infus D10% 7tpm
f. Aktivitas : menjalani aktivitas diruang perinatologi
g. Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan :
Pemberian ASI dan mengkaji TTV setiap 2 jam sekali
VII. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : CM
c. Tanda Vital : Nadi : 149x/menit, R : 51x/menit, Suhu : 36,2oC
1. Reflek
() menggenggam () moro () Isap
2. Tonus/aktivitas
()aktif () tenang () letargi ()kejang
()lemah () melengking ()sulit menangis
3. Kepala/leher
• Fontanel anterior
() lunak () tegas () datar ()menonjol
()cekung
• Sutura sagitalis
()tepat ()terpisah ()menjauh
• Gambaran wajah
()simetris ()asimetris
• Molding
()bersesuaian () tumpang tindih ()caput succe danum
() chepalo hematoma
4. Mata
()bersih ()sekresi
5. THT
• Telinga ()normal ()tidak normal
• Hidung ()bilateral ()obstruksi ()cuping
hidung
• Palatum ()normal ()tidak normal
6. Abdomen
()lunak () tegas ()datar ()kembung
7. Thorak
()simetris ()asimetris
8. Paru – paru
• Suara nafas
() bersih ()ronkhi ()wheezing
()terdengar disemua lapang paru ()tidak terdengar ()menurun
• Respirasi
()spontan, jumlah : 51x/menit ()sungkup ()ventilator
9. Jantung
()bunyi normal ()mur-mur ()lain-lain
()nadi perifer
Brachial ()berat ()lemah ()tidak ada
Femoral ()berat ()lemah ()tidak ada
10. Ekstremitas
()semua ekstremitas bergerak normal
()ROM terbatas
()tidak bisa dikaji
()ekstremitas atas bawah simetris
11. Umbilikus
()normal ()abnormal ()inflamasi
()drainase
12. Genital
()laki-laki normal ()perempuan normal ()ambivalen
()lain-lain
13. Anus
()paten ()imperforata
14. Spina
()normal ()abnormal
15. Kulit
Warna
()pink ()pucat ()jaundice ()rash ()tandalahir
16. Suhu
()penghangat radian ()pengaturan suhu ()incubator
()suhu ruang ()boks terbuka
VIII. Pemeriksaan tingkat perkembangan/ Reflek primitive
a. Kemandirian dan bergaul : pasien mengangis bila tidak nyaman
b. Motoric halus : pasien mampu menggenggam
c. Kognitif dan bahasa : mengangis
d. Motoric kasar : bergerak tenang
Kesimpulan perkembangan
() mengangis bila tidak nyaman
() Membuat suara tenggorok yang pelan
() memandang wajah dengan sungguh – sungguh
() mengeluarkan suara
() berespon secara berbeda terhadap obyek yg berbeda
() memberi reaksi dengan melihat kearah sumber cahaya
() Mengoceh dan memberi reaksi terhadap suara
() mambalas senyuman
IX. Informasi Lain
Ny. I datang ke Rumah Sakit dengan kehamilan 33-34 minggu, didapat data
objektif dengan TD : 140/90 mmHg, N: 76x/menit, R: 21x/menit, S: 37,2oC,
pasien melahirkan secara SC pada tanggal 26 maret 2022 dengan BB lahir bayi
1600 gram, LK 28cm, PB 49cm, didapat data tanda-tanda vital bayi dengan N:
149x/menit, R: 51x/menit, S: 36,2oC
X. Analisa Data
- N : 149x/menit kulit
- R : 51x/menit
- Bayi menjalani Hipotermia
perawatan di inkubator
Deficit nutrisi
3 D.S : - Dismaturitas Risiko Infeksi
D.O:
- K.U baik BB < 2500 gram
- Terpasang OGT
- Menjalani perawatan di BBLR
inkubator
- Terpasang infus D10% Penurunan daya tahan
7tpm
Risiko Infeksi
- S : 36,2oC
- N : 149x/menit
- R : 51x/menit
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Gebregzabiherher, Y., Haftu, A., Weldemariam, S., & Gebrehiwet H. (2017). The
Prevalence and Risk Factors for Low Birth Weight among Term Newborns in
Adwa General Hospital, Northern Ethiopia. Obstetrics and Gynecology
International, 1-7.
Nur, R., Arifuddin, A., & Vovilia, R. (2016). Analisis faktor risiko kejadian berat badab
lahir rendah di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Preventif, 7(1), 1–
64.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic- Noc. Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta : Mediaction
Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak.Yogyakarta :Nuha
Susilowati, E., Wilar, R., & Salendu, P. (2016). Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian berat badan lahir rendah pada neonatus yang dirawat di RSUP Prof .
Dr. R. D. Kandau periode Januari 2015 – Juli 2016. Jurnal eClinic (eCI),
Volume 4 nomor 2.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI