EVI TRIANA
4120144
PENDAHULUAN
1
Didapatkan angka kejadian BBLR di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
pada tahun 2021 sebanyak 404 kasus, dan rata-rata perbulan sebanyak 35 kasus.
Di negara berkembang, BBLR terutama disebabkan oleh intra urine growth
retardation (IUGR) akibat ibu yang mengidap kurang gizi pada saat hamil. Di
negara-negara berkembang tersebut yang sering dikaitkan dengan angka
kejadian BBLR adalah keadaan ekonomi yang rendah atau dapat dikatakan
buruk. Jumlah mortalitas pada neonatus jika dinyatakan secara statistik hasilnya
cukup tinggi, BBLR merupakan salah satu penyebabnya. Kurang lebih seperlima
dari 4 juta kejadian kematian pada neonatus penyebabnya adalah bayi yang lahir
kurang bulan dan lahir dengan berat badan yang rendah. Maka dari itu,
perawatan pada bayi prematur atau BBLR merupakan beban bagi sistem sosial
dan kesehatan dimanapun (WHO, 2003).
BBLR juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang
karena dapat memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga
berpengaruh terhadap penurunan kecerdasan. (Pramono & Paramita, 2015).
Negara berkembang, termasuk Indonesia mempunyai angka tinggi kesakitan dan
kematian bayi baru lahir rendah (bayi dengan berat bayi lahir rendah kurang dari
2500 gram) masih menjadi masalah utama. Asfiksia, sindrom gangguan napas,
infeksi serta terjadinya hipotermi merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian BBLR.
Karakteristik ibu yang mempunyai pengaruh terhadap kejadian BBLR adalah
riwayat persalinan (umur ibu), faktor biomedis (psikis dan usia kehamilan), serta
sosial ekonomi (pendidikan ibu). Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi
lahir rendah, ibu yang hamil di bawah umur 20 tahun dan di atas 35 tahun
berisiko 2-4 kali lebih tinggi melahirkan BBLR. (Ahmad,2015). Dampak
terhadap bayi yang dilahirkan secara prematur akan mempunyai alat tubuh yang
belum lengkap seperti bayi matur, oleh karena itu ia mengalami lebih banyak
kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Jika usia kehamilannya pendek
maka makin kurang sempurna pertumbuhannya, hal tersebut akan
mengakibatkan mudah terjadinya komplikasi atau gangguan pada sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem urogenita, system
2
neurology, sistem pembuluh darah, system imunologik, dan sistem imaturitas.
Dalam hal ini, perawat berperan untuk memberikan asuhan keperawatan BBLR
meliputi : Pengkajian, Memprioritaskan masalah, melakukan intervensi,
Implementasi serta evaluasi (Septiani, 2015).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka perawat tertarik dan ingin
memberikan “Asuhan Keperawatan Anak Pada Bayi Ny.R1 Dengan Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) Di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.".
1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan keperawatan pada Bayi Ny. R1 Dengan BBLR di
RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Bayi Ny. R1 Dengan BBLR
di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
b. Mampu menentukan masalah dan diagnosa keperawatan pada Bayi Ny.
R1 Dengan BBLR di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada Bayi Ny. R1 Dengan
BBLR di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi
d. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan Bayi Ny. R1 Dengan BBLR
di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan Bayi Ny. R1 Dengan BBLR di
RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.
3
2. Partisifasi aktif yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik pada ibu klien
guna menentukan masalah kesehatan klien.
3. Wawancara dengan menanyakan pada keluarga, perawat dan dokter yang
menangani klien guna mendapatkan data mengenai kondisi klien.
4. Studi dokumenter yaitu pengumpulan data dengan melihat dari status
laporan klien untuk dijadikan salah satu dasar dalam melakukan asuhan
keperawatan.
5. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang berhubungan dengan
BBLR melalui membaca beberapa literatur.
1.5 MANFAAT
2. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai masukan serta informasi bagi
4
perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan KIA di wilayah setempat
serta sumber pustaka khususnya dalam ilmu keperawatan
3. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pustaka kepada
Pendidikan Institut Kesehatan Rajawali Bandung
b. Bagi Rumah Sakit RSUD Sekarwangi
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan masukan dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan.
c. Bagi perawat
Dapat memberi pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya
tentang gambaran kejadian BBLR di pelayanan kesehatan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
1) Faktor ibu
a) Penyakit : Pada ibu hamil yang mengalami komplikasi
kehamilan seperi: anemia sel berat, perdarahan ante partum,
hipertensi, preeclampsia berat, eklampsia dan infeksi
kandung kemih dan ginjal. Menderita penyakit seperti
malaria, infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS, TORCH.
b) Keadaan Ibu : Ibu dengan usia <20 tahun atau lebih dari 35
tahun menjadi faktor prematuritas tertinggi, kehamilan ganda,
jarak antar kehamilan sebelumnya pendek yaitu kurang dari
satu tahun, dan memiliki riwayat BBLR sebelumnya
c) Keadaan social ekonomi : kejadian tertinggi biasanya pada
keadaan social ekonomi rendah, gizi yang kurang, dan bayi
lahir dari pernikahan yang tidak sah angka kejadian BBLR
6
lebih tinggi dibanding dari kelahiran bayi dari pernikahan
yang sah
d) Sebab lain : ibu perokok, ibu peminum alkohol, dan ibu
pecandu obat narkotik
2) Faktor janin
a) Infeksi janin kronik
b) Radiasi
c) Kehamilan ganda
3) Faktor plasenta
a) Berat placenta kurang, berongga atau keduanya (hidramnion)
b) Plasentitis vilus (bakteri, virus, parasite )
c) Plasenta yang lepas
4) Faktor lingkungan
a) Terkena radiasi
b) Terpapar zat beracun
3. Klasifikasi
1) Klasifikasi BBLR Menurut Berat Lahir yaitu:
a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat 1500 – 2499
gram.
b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir
1000 – 1499 gram.
c) Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat lahir
<1000 gram.
2) Klasifikasi BBLR Menurut Masa Kehamilan yaitu:
a) Prematuritas Murni atau Sesuai Masa Kehamilan /SMK :
bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badan sesuai dengan masa kehamilan.
Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis
transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan
jarang
7
b) Dismaturitas atau Kurang Masa Kehamilan / KMK : bayi
lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasinya. Hal tersebut menunjukkan bayi
mengalami gangguan pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
(Rukmono,2013).
4. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala bayi BBLR menurut Proverawati (2010) Secara
umum bayi BBLR tanda dan gejalanya sebagai berikut :
1) Berat badan kurang dari 2500 gram
2) Panjang badan kurang dari 45cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6) Kepala lebih besar
7) Kulit tipis, transparan , rambut lanugo banyak , lemak kurang
8) Otot hipotonik lemah
9) Kepala tidak mampu tegak
10) Pernapasan 40-50 kali/ menit
11) Nadi 100-140 kali/menit
5. Patofisiologi
Bayi prematur akan beresiko memiliki berat badan yang kurang
atau BBLR yang diakibatkan dengan adanya beberapa faktor. Bayi
BBLR memiliki jaringan kulit yang tipis pada bayi BBLR dapat
menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) yang mengalami
hipotermia. Berat bayi lahir rendah (BBLR)mengalami imaturitas
organ-organ tubuhnya seperti organ paru-paru sehingga BBLR mudah
mengalami kesulitan bernafas, fungsi kardiovaskuler yang menurun
dan belum matur, fungsi ginjal yang belum matur, fungsi hati dan
8
pencernaan yang masih lemah. BBLR juga dapat mengalami
gangguan nutrisi karena reflek menelan dan mengisap bayi yang
masih lemah, kapasitas perutnya pun kecil sehingga cadangan nutrisi
terbatas, Resiko lain yang dapat terjadi pada BBLR adalah hipotermi
karena permukaan tubuh BBLR relatif luas terhadap massa tubuh
sehingga dapat meningkatkan kehilangan panas.
6. Patway
Prematuritas
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bayi BBLR menurut Nurarif, Amin Huda
dan Kusuma, Hardhi (2015)
1) Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat
sampai 23.000 – 24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun
bila ada sepsis)
9
2) Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia
atau hemoragic perinatal).
3) Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebih ).
4) Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2
hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
5) Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata – rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari
ketiga.
6) Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) : biasanya dalam batas normal
pada awalnya
7) Pemeriksaan analisa gas darah.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi BBLR menurut Rukiyah et al. (2010)
1) Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi BBLR mudah
nengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuh bayi harus dipantau
dan dipertahankan dengan ketat.
2) Mencegah infeksi , karena bayi BBLR sangat rentan dengan infeksi
memperhatikan prisip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan
sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi (ASI). Refleks menelan BBLR belum
sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi dilakukan dengan
cermat.
4) Penimbangan ketat, Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab
itu penimbangan harus dilakukan dengan ketat.
5) Kain yang basah harus segera diganti dengan kain yang kering dan
bersih, pertahankan suhu tubuh tetap hangat.
6) Kepala bayi ditutup topi, beri oksigen bila perlu.
10
7) Beri minum bayi dengan sonde/ tetes dengan pemberian ASI.
9. Komplikasi
1) Kesulitan bernafas pada bayi yang disebakan oleh sindrom aspirasi
mekonium
2) Terutama pada laki-laki : hipoglikemia simptomatik,
3) Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps.
4) Asfiksia neonetorum.
5) Hiperbilirubinemia. Gangguan pertumbuhan hati akan
menyebabkan hiperbilirubinemia yang sering didapatkan oleh bayi
dismatur.
2. Etiologi
11
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi (Marwyah 2016) :
1) Faktor ibu : hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi
karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2) Faktor plasenta : yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada
plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak
menempel pada tempatnya.
3) Faktor janin dan neonatus : meliputi tali pusat menumbung, tali
pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir, gamelli, IUGR, kelainan kongenital daan lain-lain.
4) Faktor persalinan : meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-
lain.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni
& Sudarti (2012). antara lain :
1) Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung.
2) Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
3) Tangisan lemah atau merintih
4) Warna kulit pucat atau biru
5) Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
6) Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100
kali per menit.
Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti
dan Fauziah 2012) antara lain :
12
1) Pernapasan cuping hidung
2) Pernapasan cepat
3) Nadi cepat
4) Sianosis
5) Nilai APGAR kurang dari 6
4. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam
paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah , maka
timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini
rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban
dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara
spontan (Sudarti dan Fauziah 2012).
13
5. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti
dan Fauziah, 2013 ) yaitu :
1) Pemeriksaan analisa gas darah
2) Pemeriksaan elektrolit darah
3) Berat badan bayi
4) Penilaiaan APGAR Score
5) Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
1) Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3) Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut : rangsangan
taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut
dan punggung, bila dengan rangsangan taktil belum menangis
lakukan resusitasi mouth to mouth, pertahankan suhu tubuh agar
tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara : membungkus bayi d
engan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan
memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil
untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik
atau kenakan topi.
4) Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10)
lakukan perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan
tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat,
melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang
pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.
7. Komplikasi
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak
di tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara
14
lain: perdarahan otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia,
kejang sampai koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013).
15
karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan
diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama saat
BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak
napas.
6. Pemeriksaan fisik :
1) Pengkajian umum : Bayi BBLR memiliki berat kurang dari 2500
gram, panjang badan kurang dari 45 cm, pernafasan belum teratur
dan sering mengalami serangan apnea, dan bayi BBLR mudah
mengalami hipotermia. Penilaian keadaan umum bayi berdasarkan
nilai APGAR :
Sumber : (Sondakh, 2013 : 158)
APGAR 0 1 2
Keterangan :
Nilai 7-10 : Kondisi baik
Nilai 4-6 : Depresi pernafasan sedang
Nilai 0-3 : Depresi pernafasan berat
2) Pengkajian fisik (Head to toe)
a) Kepala dan leher
16
Inspeksi : Lingkar kepala kurang dari 33 cm, kepala lebih besar
daripada badan, dan tulang rawan dan daun telinga imatur,
batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis,
dan dagu maju, serta pelebaran tampilan mata.
Palpasi : Ubun-ubun dan sutura lebar .Adanya penonjolan
tulang karena ketidakadekuatan pertumbuhan tulang, dan dahi
menonjol Lingkar kepala kurang dari 33 cm
b) Dada
Paru-paru: Inspeksi : Jumlah pernafasan rata-rata antara 40-60
per menit diselingi dengan periode apnea, pernafasan tidak
teratu, dengan flaring nasal melebar, adanya retraksi
(intercostal, suprasternal, substernal). Palpasi : Lingkar dada
kurang dari 30 cm. Auskultasi : Terdengar suara gemerisik dan
dengkuran.
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tampak. Palpasi : Tulang rusuk
lunak, ictus cordis teraba di ICS 4-5. Auskultasi : Denyut
jantung rata-rata 120-160 per menit padabagian apikal dengan
ritme teratur pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar
pada seperempat bagian interkostal
c) Abdomen
Inspeksi : Penonjolan abdomen, tali pusat berwarna kuning
kehijauan.
Auskultasi : Peristaltik usus peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
setelah kelahiran.
d) Genetalia
Inspeksi : Pada bayi perempuan ditemukan klitoris yang
menonjol dengan labia mayora yang belum berkembang,
sedangkan pada bayi laki-laki skrotum belum berkembang
sempurna dengan ruga yang kecil, dan testis tidak turun ke
dalam skrotum.
e) Anus
17
Inspeksi : Pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu
12 jam, terdapat anus.
f) Ekstremitas
Inspeksi : Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi
ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, penurunan
masaa otot, khususunya pada pipi, bokong dan paha.
Palpasi : Tulang tengkorak lunak
g) Kulit
Inspeksi : Kulit berwarna merah muda atau merah,
kekuningkuningan, sedikit venik kaseosa dengan lanugo
disekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap,
kuku pendek belum melewati ujung jari.
18
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.
2.2.3 Perencanaan
19
normal
Hipotermi Setelah dilakukan tindakan Temperature regulation
keperawatan selama.....
diharapkan tidak terjadi 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
hipotermi
2. Rencanakan monitoring suhu secara
Kriteria Hasil : kontinyu
20
kekurangan keperawatan selama..... elektrolit dengan terapi yang
volume cairan menunjukkan status hidrasi meningkatkan kehilangan air tak kasat
adekuat mata
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas data
a. Anak
1) Nama : By R1
2) Tempat/tanggal lahir : Sukabumi, 22 Desember 2021
3) Usia : 2 hari
4) Agama : Islam
5) Jenis kelamin : Perempuan
6) Anak ke : 1
b. Orang tua
1) Ayah
a) Nama : Tn. D
b) Umur : 22 tahun
c) Pendidikan : -
d) Pekerjaan : Karyawan
e) Suku bangsa : Sunda
f) Alamat : Sukabumi
2) Ibu
a) Nama : Ny. R
b) Umur : 21 tahun
c) Pendidikan : -
d) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
e) Suku bangsa : Sunda
22
2 Diagnosa medis
BBLR, Asfiksia sedang
23
2) Jenis persalinan : Spontan
3) Penolong persalinan : bidan
4) Lama persalinan : -
5) BB waktu lahir : 1650 gram
6) PB waktu lahir : 41 cm
7) Posisi janin waktu lahir : Kepala
8) Komplikasi waktu lahir : -
c. Post natal :
1) Kondisi bayi : Asfiksia sedang
2) APGAR score : 5 /7
3) Pengeluaran mekonium : -
9 Kebutuhan dasar
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : -
b. Pola nutrisi :-
10 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : -
b. Tanda-tanda vital :
1) suhu : 36 C
2) nadi : 139 kali/menit
3) respirasi : 63 kali/menit
4) Spo2 : 98%
c. Antropometri :
1) Panjang badan : 41 cm
2) Berat badan : 1650 gram
3) Lingkar lengan atas : 8 cm
24
4) Lingkar kepala : 28 cm
5) Lingkar dada : 27 cm
6) Lingkar perut : 25 cm
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : normochepal
2) Mata : reflek terhadap cahaya ada, pupil normal, kelopak mata
normal, bulu mata normal dan hitam
3) Hidung : sesak
4) Mulut : normal
5) Telinga : bersih dan fungsi pendengaran normal
6) Leher : normal
7) Dada : Retraksi dada (+)
8) Perut : Soupel, Bu (+)
9) Ektremitas : Simetris
10) Kulit : Sianosis
11) Genetalia : Normal.
12 Data penunjang
25
a. Pemeriksaan laboratorium :
Hematologi
Segmen 55
Limfosit 33
Monosit 12
Kimia klinik
26
2021 1. Tampak terpasang OGT
2. Reflek hisap kurang Fungsi organ belum
3. Intake PASI 10x12 ml sempurna
4. BB 1630 gram
Reflek belum sempurna
Risiko infeksi
27
2021 / a. Pasien menunjukkan pola nafas c. Pertahankan CPAP
22.00 yang efektif
b. Ekspansi dada simetris
c. Tidak ada bunyi nafas
tambahan
Jumat, 2 Setelah dilakukan tindakan Managemen Nutrisi
24 keperawatan selama 3x 24 jam
Desemb risiko defisit nutrisi membaik. a. Monitor TTV
er kriteria hasil : b. Identifikasi status nutrisi,
2021 / a. Status nutrisi bayi membaik dan kebutuhan kalori
22.00 b. Berat badan bayi meningkat c. Monitor Berat badan bayi
28
er kalori C, Spo2:98%
2021 / c. Memonitor Berat badan
bayi b. Intake ASI/PASI 10x14 cc
c. BB 1630 gram
d. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
e. Memonitor tanda dan
gejala infeksi
3.6 Evaluasi
29
b. Memberikan O2 nassal
P : Intervensi di Lanjutkan
c. BB 1665 gram
P : Intervensi dilanjutkan
P: intervensi di lanjutkan
A: Risiko infeksi
P: intervensi di lanjutkan
BAB IV
30
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “Asuhan Keperawatan Anak
Pada Bayi Ny.R1 Dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Di RSUD
Sekarwangi Kabupaten Sukabumi".
Pada bab ini penulis mencoba menganalisa setiap masalah yang terdapat pada
pasien dengan membandingkan teori yang ada. Adapun lingkup pembahasan
mencakup tahap-tahap dalam proses keperawatan yaitu pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Dimulai dari data yang didapatkan saat pengkajian bayi masuk dengan
diagnosa medis BBLR dengan berat badan bayi 1650 gram dengan usia
gestasi 32-33 minggu. Sedangkan menurut teori bayi berat lahir rendah
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Bayi yang dilahirkan
dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang
baru sehingga dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya
(Prawirohardjo, 2006).
Data-data yang didapatkan oleh penulis dalam pengumpulan data
meliputi data subjektif dan data objektif. Data subyektif tidak ada. Data
objektif by. R1 menangis kurang kuat, gerak kurang aktif, dan tampak
sesak, terpasang CPAP dengan fio2 : 30%, Flow 8 dan PEEP: 8 mmhg, bayi
juga terpasang saturasi ditangan sebelah kanan 98%, suhu bayi 36,5 oC,
pernafasan 64 x/i. Bayi juga terpasang OGT.
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah menurut
Proverawati dan Ismawati, (2010) yaitu Faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta dan faktor lingkungan. Salah satu dari faktor ibu adalah melalui
31
penyakit komplikasi kehamilan seperti eklamsia, preeklamsia, infeksi
kandung kemih, anemia dan penyakit kronis lainnya seperti DM, hipertensi,
jantung dan lain-lain. Dan data yang didapatkan Saat pengkajian sama
dengan teori.
2 Diagnosa
Setelah data terkumpul, penulis kemudian mengelompokkan data dan
menganalisa data. Setelah itu, perawat merumuskan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil pengkajian dan studi kasus di lahan penulisan. Secara
teori (menurut Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019 ). Pada tinjauan teoritis
ditemukan 7 diagnosa keperawatan sedangkan pada tinjauan kasus
ditemukan 4 diagnosa yang ditegakkan. Diagnosa yang timbul pada tinjauan
kasus adalah :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asfiksia, didapatkan data :
By R1 menangis kurang kuat, gerak kurang aktif, tampak sesak,
Tampak retraksi, Terpasang CPAP dengan fio2 : 30%, Flow 8 dan
PEEP: 8.
b. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan Reflek belum sempurna,
didapatkan data: By. R1 terpasang OGT, reflek hisap kurang, Intake
PASI 10x12 ml, BB 1630 gram
c. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan, didapatkan data : By. R1 terpasang OGT, residu kosong, BAB +
BAK + 48ml, terpasang Infuse Kaen Mg3 dan Amonisteril 6%.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang, didapatkan data : Terpasang OGT, Leukosit 14.800 / mm3,
Penggunaan alat invasif dan Imaturitas sistem imunologi
3 Intervensi
Dalam penyusunan intervensi keperawatan, penulis menggunakan
rencana keperawatan yang telah disusun oleh Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI), dalam hal ini setiap rencana keperawatan
32
dikembangkan berdasarkan teori yang dapat diterima secara logis dan sesuai
dengan kondisi klien.
Tahap perencanaan pada kasus didasarkan pada prioritas masalah yang
sebelumnya telah dilakukan pelaksanaan analisa data yang antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asfiksia. Perencanaan yang
ingin penulis lakukan, yaitu : Observasi TTV , posisikan kepala semi
extensi, pertahankan CPAP
b. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan Reflek belum sempurna.
Perencanaan yang ingin penulis lakukan, yaitu : Monitor TTV ,
Identifikasi status nutrisi, dan kebutuhan kalori, monitor Berat badan
bayi
c. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan. Perencanaan yang ingin penulis lakukan, yaitu : monitor TTV,
monitor pemberian ASI, monitor intake output dan blance cairan
d. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang, yaitu : Batasi jumlah pengunjug, cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien, pertahankan
teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi, anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan monitor tanda dan gejala infeksi
4 Implementasi
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan disesuaikan dengan
masalah yang dihadapi Bayi R1 sehingga masalah tersebut dapat teratasi.
Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi. Secara garis
besar tindakan yang diberikan pada Bayi R1 antara lain :
a. Mengatasi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asfiksia
b. Mengatasi risiko defisit nutrisi berhubungan dengan Reflek belum
sempurna
c. Mengatasi risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan
33
d. Mengatasi risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis
yang kurang
5 Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari pada Bayi R1
dengan penerapan development care pada kasus BBLR hari pertama sampai
hari kelima, kondisi Bayi R1 sudah memperlihatkan adanya perbaikan
namun belum terlalu signifikan. Dari masalah keperawatan yang ditemukan
didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut :
a. Pola nafas tidak efektif didapatkan data pada hari kelima HR :
140x/menit, RR: 60x/menit, S: 36,5 C, Spo2:98%, dan memberikan
O2 nassal. Hal ini menunjukkan masalah belum teratasi sepenuhnya
b. Risiko defisit nutrisi didapatkan data pada hari kelima TTV HR :
142x/menit, RR: 65x/menit, S: 36,6 C, Spo2:98%, Intake ASI/PASI
10x20 cc/sonde, BB 1665 gram. Hal ini menunjukkan masalah belum
teratasi sepenuhnya
c. Risiko ketidakseimbangan cairan didapatkan data ada hari kelima bayi
tampak minum 20cc/sonde, residu kosong. Hal ini menunjukkan
masalah belum teratasi sepenuhnya.
d. Risiko infeksi dapat teratasi pada hari kelima, hal ini didukung dengan
data obyektif yaitu leukosit : 10000/mm3.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Anak dengan masalah Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) pada bayi R1 di ruang NICU RSUD Sekarwangi
Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan proses keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penulis dapat
menyimpulkan :
1. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 desember 2021
adalah data subyektif tidak ada. Data objektif by. R1 menangis kurang
kuat, gerak kurang aktif, dan tampak sesak, terpasang CPAP dengan fio2 :
30%, Flow 8 dan PEEP: 8 mmhg, bayi juga terpasang saturasi ditangan
sebelah kanan 98%, suhu bayi 36,5ºC, pernafasan 64 x/i. Bayi juga
terpasang OGT.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan asfiksia, risiko defisit nutrisi berhubungan dengan
reflek belum sempurna, dan risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan
3. Intervensi keperawatan yang ditetapkan penulis tidak jauh berbeda dengan
yang disampaikan didalam teori hanya difokuskan pada diagnosa
keperawatan yang muncul dan disesuaikan dengan tindakan yang dapat
dilakukan pada By.R1
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah di
susun, penulis melakukan tindakan seperti memonitor TTV, memposisikan
kepala semi extensi, mempertahankan CPAP, mengidentifikasi status
nutrisi, dan kebutuhan kalori, memonitor Berat badan bayi, memonitor
pemberian ASI, memonitor intake output dan blance cairan, membatasi
jumlah pengunjung, mencuuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
35
pasien dan lingkungan pasien, mempertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi, menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan monitor
tanda dan gejala infeksi.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asfiksia intervensi
dilanjutkan, risiko defisit nutrisi berhubungan dengan reflek belum
sempurna intervensi dilanjutkan, dan risiko ketidakseimbangan cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan intervensi dilanjutkan.
5.2 Saran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Anak pada By.R1 dengan BBLR di
Ruang NICU RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi ada beberapa saran
yang dapat penulis simpulkan yaitu:
1. Bagi Rumah Sakit RSUD Sekarwangi
Agar dapat meningkatkan pelayanan dan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien bayi dengan BBLR.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pendidikan sebagai bahan referensi untuk mengembangkan
pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien bayi dengan
diagnose BBLR.
3. Bagi Perawat
Bagi calon penulis selanjutnya yang akan melakukan studi kasus
diharapkan lebih memahami dan dapat meningkatkan kemampuan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien bayi dengan diagnosa BBLR
36
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2017. Profil Kesehatan 2017. Dinkes
Provinsi Jabar: Bandung (diakses pada tanggal 15 januari 2022)
Jayant, D., et. al., 2011.Faktor risiko ibu untuk BBLR Neonatus Studi Kasus Kontrol
di Rumah Sakit di Pedesaan India Maharasthra Barat. Jurnal Nasional
Kedokteran Komunitas
Kemenkes RI, 2014.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 4
tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes RI, 2017.Profil Kesehatan Indonesia 2016, Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic- Noc. Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta : Mediaction
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Edisi 4. Jakarta. : Salemba Medika
Manuaba,IGB: 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Maryuni, Anik, dkk, 2013.Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. CV
Trans Media : Jakarta Timur
Maryuni, Anik, 2013.Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. CV Trans Info
Media : Jakarta
Marwiyah. (2016). Hubungan Penyakit Kehamilan dan Jenis Persalinan Dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.
NurseLine Journal, 2 (1).
Putra, S.R(2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika.
Prawiroharjo, 2010. Masalah Janin bayai baru lahir. Jakarta: PT. Bina Pustaka
sarwono Prawiroharjo
Proverawati dan Sulisyorini, 2010.Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Cetakan I.
Nuha Medika. Yogyakarta.
Rukmono P, 2013.Neonatologi Praktis. Bandar Lampung: AURA
SDKI, 2015.Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta
Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak.Yogyakarta :Nuha
Medika
37
Sudarti dan Fauziah. A. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan
Kegawatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Hal 4
Surasmi. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.
Sondakh, J. J. S. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Erlangga
Williamson, Kenda, 2013. Buku Ajar Asuhan Neonatus. Buku Kedokteran : Jakarta.
Wong,Wahley. Pedoman klinis keperawatan pediatric (Kurnianingsih S, editor
Bahasa Indonesia). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004
38