Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. D DENGAN BERAT


BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUANG NICU
RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktek Keperawatan Anak


Dosen Pembimbing : Ns. Yusniarita S.Kep., M.Kep

DISUSUN OLEH :
GELORA DIAN LESTARI (P07120522041)
SINTA PURNAMA DEWI (P07120522090)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN V


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan yang Berjudul “Asuhan Keperawatan Pada By. Ny. D
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang NICU
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Anak


Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Telah diperiksa dan disetujui Tanggal …………………………

Oleh,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

(Ns. Yusniarita, S.Kep., M.Kes) (Ns. Dewi Wirawati, SST)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berat Badan Lahir Rendah sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama, diperkirakan 15-20% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah
BBLR mewakili lebih dari 20 juta kelahiran per tahun. Meskipun ada variasi dalam prevalensi
BBLR di setiap negara, namun hampir 95,6% dari mereka berada di negara berkembang atau
negara dengan sosial ekonomi rendah(Di et al., 2020). Menurut (Kemenkes 2015) Berat Bayi
Lahir Rendah ( BBLR ) merupakan Bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama
dengan 2500 gram. Ada dua macam kelahiran dapat lahir dengan prematur (usia kandungan
kurang dari 37 minggu) dan lahir dengan KMK (Kecil Masa Kehamilan) bayi yang lahir cukup
bulan dengan berat badan kurang dari normal.
Pada BBLR sangat menentukan kondisi kesehatan di masa dewasa bayi yang dilahirkan
dengan Berat badan kurang dari 2500 gram berkorelasi erat dengan penyakit degeneratif di
usia dewasa (Rosmala Nur, Adhar Arifuddin, 2016). hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama . Tingginya angka kejadian dapat mempengaruhi kualitas
sumber daya manusia di masa depan, karena bayi yang lahir dengan Berat badan lahir randah
juga dapat menyebabkan peningkatan risiko kecacatan permanen, gangguan kognitif dan
masalah kesehatan kronis lainnya dikemudian hari (Sari et al., 2018).
Menurut WHO 2018 prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu 15,5 persen atau
sekitar 20 juta yang lahir setiap tahun, sekitar 96,5 persen diantaranya terjadi di negara
berkembang . Upaya pengurangan BBLR hingga 30 persenpada tahun 2025. Hal tersebut
menunjukkan sebesar 2,9 persen setiap tahunnya antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2025
dan terjadi pengurangan yaitu dari 20 juta menjadi 14 juta bayi BBLR(WHO, 2018).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa penyebab
terjadinya kematian bayi di Indonesia adalah asfiksia yaitu 37 persen, BBLR yaitu 34 persen
dan infeksi/sepsis yaitu 12 persen. Angka kelahiran bayi dengan BBLR di Indonesia mencapai
350.000 setiap tahun. Angka prevalensi BBLR di Indonesia yaitu 6,2. Provinsi dengan
prevalensi terendah adalah Jambi yaitu 2,6 sedangkan prevalensi tertinggi yaitu di Sulawesi
Tengah yaitu 8,9 (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan hasil data di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tahun 2022 di
ruangan NICU pada bulan juni terdapat BBLR 26 kasus dan 11 kasus BBLR rujukan.
Sedangkan bayi yang tidak BBLR pada bulan juni terdapat 9 kasus dan 10 kasus bayi rujukan.
Pada bulan juli terdapat bayi BBLR 34 kasus dan 6 kasus bayi BBLR rujukan. Sedangkan bayi
yang tidak BBLR pada bulan juli terdapat 12 kasus dan 12 kasus bayi rujukan.
BBLR dipengaruhi banyak faktor dapat dicegah dan dideteksi secara dini melalui
kunjungan antenatal care (ANC) yang lengkap dari segi kuantitas dan pelayanan yang
berkualitas (Fatimah et al., 2018). Merawat dan memenuhi kebutuhan bayi BBLR
membutuhkan perhatian yang lebih dibanding dengan merawat bayi dengan berat lahir normal
karena Berat bayi lahir rendah memiliki kerentanan resiko lebih tinggi terinfeksi penyakit,
gagal tumbuh organ dan resiko kematian dibanding bayi lahir dengan berat normal.(Rita
Setyani Hadi Sukirno, 2019).
Peran perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan ibu post partum dengan berat
bayi lahir rendah adalah pemenuhan kebutuhan nutirisi pada bayi yaitu pembrian ASI ,
memonitor suhu tubuh , melakukan metode kangguru, memberikan terapi sinar fluorescent
yang ditujukan kepada kulit neonatus untuk menurunkan kadar bilirubin (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada Bayi Berisiko Tinggi dengan menggunakan metode proses keperawatan
penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan Keperawatan Pada By. Ny. D dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di Ruang NICU RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini maka dirumuskan masalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pada By. Ny. D dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang NICU RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten”
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan penulis mampu memahami dan mempraktekkan
setiap aspek Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
b. Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui setiap aspek pengkajian Keperawatan pada By. Ny. D dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR)
 Untuk menganalisa data dari hasil pengkajian keperawatan pada Pada By. Ny. D
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
 Untuk menentukan diagnosa Keperawatan pada pada By. Ny. D dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR)
 Untuk menentukan perencanaan Keperawatan pada Pada By. Ny. D dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR)
 Untuk melakukan Implementasi dan Evaluasi Keperawatan pada Pada By. Ny. D
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Berat Bayi Lahir Rendah


1. Definisi

Berat bayi lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang daro 2500 gram pada
waktu lahir (sofian amru, 2012). Berat yang lahir dengan berat lahir < 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilan . berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah
lahir (Ratna Dewi Pudiastuti, 2015). Ada 2 keadaan BBLR yaitu :
a. Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni adalah bayi yang dilahirkan
kurang bulan (preterm) mempunyai organ yang belum berfungsi seperti bayi aterm
sehingga bayi tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar rahim. Makin pendek masa
kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-alat tubuhnya, akibatnya makin mudah
terjadi komplikasi, seperti : sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi,
dan pendarahan intrakanial.
b. BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) adalah
bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat badan yang sama.
2. Klasifikasi
Klasifikasi BBLR ada beberapa cara dalam mengelompokkannya yaitu (Tando,
2016) :
a. Klasifikasi BBLR menurut harapan hidupnya :
1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
3) Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER) berat lahir 1000 gram
b. Menurut Masa Gestasinya:
1) Prematuritas murni: Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badanya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2) Dismaturitas: Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya.
3. Etiologi
Penyebab bayi BBLR menurut Atikah Proverawati (2010) sebagai berikut :
a. Faktor Ibu
1) Penyakit
- Pada ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan seperti : anemiasel
berat, perdarahan ante partum, hipertensi, preeklamsia berat, eklamsia dan
infeksi kandung kemih dan ginjal.
- Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual seperti
HI/AIDS, TORCH.
2) Keadaan ibu
- Ibu hamil dengan usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun menjadi faktor
prematuritas tinggi.
- Kehamilan ganda
- Jarak antar kehamilan sebelumnya pendek yaitu kurang dari satu tahun.
- Memiliki riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
- Kejadian tertinggi biasanya pada keadaan sosial ekonomi rendah.
- Gizi yang kurang.
- Bayi lahir dari pernikahan yang tidak sah angka kejadian BBLR lebih
tinggi dibandingkan kelahiran bayi dari pernikahan yang sah.
4) Sebab lain
- Ibu perokok.
- Ibu peminum alkohol.
- Ibu pecandu obat narkotika.
b. Faktor Janin
- Infeksi janin kronik.
- Radiasi.
- Kehamilan ganda.
c. Faktor Plasenta
- Berat plasenta kurang, berongga atau keduanya (hidramnion).
- Plasentitis vilus (bakteri, infeksi, virus).
- Plasenta yang lepas.
d. Faktor Lingkungan
- Terkena radiasi.
- Terpapar zat beracun.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala berat badan lahir rendah menurut Marmi K. (2015) yaitu:
a. Berat kurang atau sama dengan 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang
dari 33 cm, kepala lebih besar
c. Kulit tipis, transparan, lambut lanugo banyak, lemak kurang
d. Kepala tidak mampu tegak, pernafasan 40 – 50x/menit, pernapasan tidak teratur, Nadi
100-140x/menit
e. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labio mayora, klitoris
menonjol (bayi perempuan) dan testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi
pada skrotum kurang (bayi laki-laki)
f. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakan lemah, fungsi syaraf
yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah
5. Patofisiologi
Satu diantara patofisiologi BBLR ialah asupan nutrisi yang rendah terdapat pada
ibu hamil yang setelah itu secara langsung juga mengakibatkan berat badan lahir
rendah. Bilamana dilihat dari segi kehamilan, satu diantara etiologi ialah hamil
ganda dimana pada dasarnya tumbuh kembang janin lebih dari satu, maka dari itu
nutrisi yang mana saat hamil ganda gizi dan nutrisi yang diperoleh dari ibu harus
terpecah maka terkadang satu diantara janin pada hamil ganda juga mengalami
BBLR. Kemudian apabila dianalisa dari segi janin, salah satu etiologinya ialah
infeksi pada rahim yang dapat menyebabkan BBLR pada bayi. (Poverawati dan
Sulistyorini, 2010).
Bayi berat lahir rendah disebabkan pada beberapa aspek, seperti infeksi dari
faktor ibu, plasenta dan janin, perdarahan antepartum dan multi gravid dengan
jangks kelahirannya yang sangat dekat, kurang dari 20 tahun usia ibu. Kondisi sosial
dan ekonomi keluarga dapat berdampak bilamana rendah akan menjadi salah satu
factor pemenuhan nutrisi yang kurang dan dapat menyebabkan bayi berat lahir
rendah. Kelaziman ibu yang buruk seperti merokok juga dapat berdampak pada
akibat bayi lahir rendah. Janin kembar, hidramnion dan kelainan janin menjadi salh
satu penyebab janin, yang akan menyebabkan dinding pada otot rahim melemah
dapat menciptakan bayi berat lahir rendah pada factor plasenta. Selain itu terdapat
juga factor maternal seperti yang diakibatkan oleh kelahiran prematur ataupun
retardasi pertumbuhan intrauterine tercantum pada kelahiran bayi berat lahir rendah
sebelumnya, taraf pendidikan maternal yang rendah, ketidakmampuan dalam segi
status sosial,tidak adanya pemeriksaan antenatal, lebih dari 35 tahun atau kurang
dari 16 tahun usia maternal, interval antar kehamilan pendek, perokok pasif dan
aktif, penggunaan obat terlarang ataupun alkohol, stress fisik seperti berjalan atau
berdiri yang sangat lama atau melampaui, psikologis tidak ditemukan atau
rendahnya dukungan sosial, tidak menikah, masa tubuh sebelum hamil rendah atau
kurang dari 45kg ataupun lebih dari 100kg dan masalah peningkatan masa tubuh
selama hamil yang buruk.
Bayi dengan berat lahir rendah memiliki ciri permukaan tubuh yang relatif lebih
luas maka dari itu akan menyebabkab penguapan yang berlebihan maka bayi
menglamai kehilangan cairan dan menciptakan masalah dehidrasi atau masalah
resiko ketidakseimbangan suhu tubuh. Kemudian bayi berat lahir rendah juga
mempunyai jaringan lemak subkutan yang tipis akan menyebabkan hilangnya panas
melalui kulit, selain itu reflek hisap dan menelan belum sempurna sehingga
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pada tubuh serta konsistensi
pemberian ASI. Nutrisi yang sepenuhnya sangat dibutuhkan untuk manajemen bayi
berat lahir rendah dan preterm, akan tetapi umumnya terdapat kesulitan dalam
mencukupi kebutuhan nutrisi mereka bermacam digesti dan ingesti makanan yang
belum sepenuhnya berkembang, semakin imautr seorang bayi semakin besar
masalahnya. Nutrisi yang dibutuhkan untuk kelompok ini tidak diketahui dengan
pasti bahwasanya semua bayi preterm berdampak sebab buruknya cadangan nutrisi
dan berbagai karakter fisik dan perkembangan (Nurarif, 2013).
6. Komplikasi
Komplikasi BBLR (Rahmawati, 2017):
a. Hipotermi
Ciri terjadinya hipotermi pada BBLSR antara lain :
1) Suhu tubuh bayi kurang dari 36,5°C
2) Kurang aktif dan tangis lemah
3) Malas minum
4) Bayi teraba dingin
5) Frekuensi jantung <100x/menit
6) Nafas pelan dan dalam
b. Hipoglikemi
1) Kadar glukosa darah <45 mg/dl
2) Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
3) Timbul saat lahir hingga hari ke 3
4) Ibu dengan riwayat diabetes
5) Keringat dingin
6) Hipotermia, sianosis, apneu intermitten
c. Ikterik/hiperbilirubin
BBLSR dengan hiperbilirubin terjadi sebab belum maturnya fungsi hepar pada
bayi prematur, bilamana tidak cepat diatasi dapat mengakibatkan kerusakan otak
pada bayi yang akan menimbulkan tanda- tanda sisa yang konstan.
Hiperbilirubin ditandai pada :
1) Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna
kuning
2) Konjungtiva berwarna kuning pucat
3) Kejang
4) Pada bayi premature kadar bilirubin lebih dari 10 mg/dl
5) Menurunnya kemampuan menghisap
6) Letargi
d. Kasus pemberian minum. Hal ini ditandai dengan :
1) Peningkatan berat badan bayi <20g/hr selama 3 hari
2) Ibu tidak dapat menyusui
e. Infeksi
BBLSR dapat berlangsung bilamana terdapat ibu demam sebelum dan
selama persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya
adfiksia saat lahir. Ciri terjadinya infeksi pada BBLSR yaitu :
1) Terdapat lekositosis atau lekositopenia dan trombositopenia
2) Bayi malas minum
3) Suhu tubuh bayi hipertermi ataupun hipotermi
4) Adanya gangguan nafas
5) Letargi
6) Kulit ikterus, skerema
7) Kejang
f. Gangguan pernafasan
1) Deflsiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat
nafas/RDS
2) Akibat aspirasi belum terkoordiansinya reflek batuk,reflek menghisap dan
reflek menelan
3) Lemahnya thoraks yang lunak dan otot respirasi
4) Tidak teraturnya pernafasan

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (2015) pemeriksaan penunjang bayi
BLLR antara lain :
a. Periksa jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000 –
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
b. Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisetmia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal.
c. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau
hemolisis berlebih ).
d. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl
pada 3-5 hari.
e. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata – rata
40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
f. Pemeriksaan analisa gas darah.
8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Cara Ibu post partum menangani berat bayi lahir rendah diantaranya (MTBS, 2015) :
a. Mempertahankan Suhu Tubuh
Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, setiap kali bayi basah keringkan
tubuhnya dan ganti pakaian atau kainnya dengan yang kering, baringkan di tempat
yang hangat dan jauh dari jendela atau pintu, beri alas kain yang bersih dan kering di
tempat untuk pemeriksaan bayi termasuk timbangan bayi. Jika tidak ada tanda tanda
hipotermia, mandikan bayi 2 kalisehari, selesai memandikan segera keringkan tubuh
bayi, kenakan pakaian bersih dan kering, topi, kaus tangan, kaus kaki, dan selimut
jika perlu, minta ibu untuk meletakkan bayi di dadanya sesering mungkin dan tidur
bersama ibu,pada BBLR atau suhu 35,5°C, hangat kan bayi dengan metoda kanguru
atau dengan lampu 60 watt berjarak minimal 60 cm dari bayi
b. Cara metoda kanguru
Bayi hanya memakai popok,topi,kaus tangan dan kaus kaki,beri bayiposisi telungkup
di dada ibu dengan posisi tegak dan menempel kedada ibu serta atur posisi
kepala,leher dan badan untuk menghindariterhalangnya jalan napas. Tangan dan kaki
dalamkeadaan fleksi seperti posisi katak kemudian fiksasi dengan selendang.
Kemudian ibu mengenakan pakaian longgar, sehingga bayi dapat berada dalam 1
pakaian dengan ibu.Jika perlu, gunakan selimut. Selain ibu, ayah dan anggota
keluarga lain bisa melakukan metoda kanguru.
c. Mencegah infeksi dengan ketat
Cara mencegah infeksi yaitu cuci tangan sebelum atau sesudah memegang bayi,
bersihkan tali pusat jika basah atau kotor dengan air matang, kemudian keringkan
dengan kain yang bersih dan kering.Ingatkan ibu untuk selalu menjaga tali pusat
selalu bersih dan kering, jaga kebersihan tubuh bayi dengan memandikannya setelah
suhu stabil.Gunakan sabun dan air hangat, bersihkan seluruh tubuh dengan hati-hati.
Hindarkan bayi baru lahir kontak dengan orang sakit, karena sangat rentan tertular
penyakit, minta ibu untuk memberikan kolostrum karena mengandung zat kekebalan
tubuh, anjurkan ibu untuk menyusui sesering mungkin hanya ASI saja sampai 6 bulan.
Bila bayi tidak menyusu, beri ASI perah dengan menggunakan cangkir,sendok atau
sonde. Hindari pemakaian botol dan dot karena dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi saluran cerna.
d. Pengawasan nutrisi (ASI)
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi dilakukan
dengan cermat.Penimbangan berat badan mencerminkan kondisi gizi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan dilakukan dengan
ketat.
e. Lakukan imunisasi segera
Berikan imunisasi HB0 sebelum bayi berumur 7 hari, beri imunisasi BCG dan Polio
1 ketika bayi berumur 1 bulan kecuali bayi yang lahir di Rumah Sakit, imunisai
diberikan sebelum di pulangkan, tunda pemberian imunisasi pada bayi yang
mempunyai klasifikasi merah serta tali pusat dalam keadaan bersih.
f. Menasehati ibu
Beri nasehat kepada ibu untuk kapan kembali segera gerakan bayi berkurang, napas
cepat, sesak napas atau sukar bernafas, perubahan warna kulit,malas atau tidak bisa
menyusui, adan teraba dingin, timbul demam, telapak kaki dan tangan terlihat
kuning,pemberian vitamin A 200.000 IU perhari selama 2 hari kepada ibu selama
masa nifas serta melakukan KB pasca persalinan, dan gizi seimbang.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi oksigen, resusitasi yang adekuat, dan pengaturan suhu
b. PDA harus diawasi
c. Pemberian nutrisi yang cukup, keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat dan engelolaan
hiperbilirubinemia.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi dari tim kesehatan
serta keluarga klien yang meliputi :
1. Identitas : Usia ibu saat hamil, usia kehamilan, kehamilan dengan penyakit penyerta
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : PB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33 cm.
Kesadaran apatis, daya hisap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi, dan
mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskuler
b. Riwayat penyakit sekarang
Bayi dengan ukuran fisik : UK < 37 minggu, BB < 2500 gram, panjang badan < 45
cm. Gambaran fisik : kepala lebih besar dari badan, kulit tipis transparan, rambut
lanugo banyak, lemaksubkutan tipis, daya hisap lemah atau bayi tak mau minum,
tangis yang melengking.
c. Riwayat penyakit dahulu
Bayi beresiko mengalami BBLR, jika ibu mempunyai riwayat penyakit seperti
hipertensi, plasenta pervia, kehamilan kembar,malnutrisi, kebiasaan ibu merokok,
minum alkohol, ibu yang memderita penyakit malaria, dll.
d. Riwayat kehamilan dan melahirkan
Adanya riwayat melahirkan sebelumnya,dan pada saat partus siapakah yang
berperan dalam proses pertolongan partus tersebut. Riwayat pemberian ANC
terpadu termasuk didalamnya.

e. Riwayat imunisasi

Pemberian vaksin tetanus diberikan 2 kali pada ibu hamil, yaitu TT (tetanus) I
diberikan setelah bulan ke-3 dan TT II diberikan dengan interval minimal 1 bulan,
serta tidak boleh < 1 bulan sebelum persalinan agar kadar anti tetanus serum bayi
mencapai kadar optimal. Bila ibu hamil belum mendapatkan polio, berikan vaksin
polio yang aman untuk ibu hamil.
f. Riwayat nutrisi
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR
kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi
denganBBLR sering mendapatkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit
tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan lebih dari 35 minggu dan berat lahir
lebih dari 2000 gram umumnya bisa langsung menetek (Proverawati.dkk, 2010).
3. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi kurang
atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
b. Pola Personal hygiene : Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan
pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popok
khusus bayi BBLR yang kering dan halus.

c. Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemah


d. Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi urin
rendah, frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih dari 4x dalam sehari
sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam sehari, volume urin normal
berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi bila berat badan bayi 2,5 -5 kg
urin yang dihasilkan berkisar 60- 240 ml dalam sehari.
e. Pola Tidur : Bayi cenderung lebih banyak tidur.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan lemah, bayi terlihat kecil,
pergerakan masih kurang dan lemah, BB <2500 gram, dan tangisan masih
lemah.
2) Nadi : 180 kali per menit, kemudian menurun sampai 120-140x/menit
3) RR : 80 kali per menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
4) Suhu : kurang dari 36,5 C
b. Pemeriksaan ABCD
1) Antropometri pada bayi dengan BBLR terutama berat badan terbagi menjadi 3
yaitu : BBLR berat antara 1500- 2500 gram, BBLSR berat antara 1000-1500
gram, dan BBLER berat kurang dari 1000 gram, lingkar dada < 33 cm
(Proverawati,2010)
2) Biokimia, pada bayi BBLR sering dijumpai adanya peningkatan kadar
hemogloblin, eritrosit karena imaturitasdari sel dan belum sempurnanya enzim.
3) Clinical, pada BBLR berat badan bayi belum memenuhi standar yakni 2500
gram dan pada kasus ini biasanya juga terjadi kelemahan reflek atau fungsi
menghisap.
4) Diet Makanan atau nutrisi yang diberikan biasanya hanya ASI dan susu formula
khusu BBLR jika disarankan oleh dokter.
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Inspeksi : biasanya pada BBLR kepala lebih besar dari badan, kulit tipis,
ubun ubun besar dan kecil belum menutup
Palpasi : pada BBLR rambut tipis dan halus, lingkar kepala <33 cm
(Sukarni & Sudarti, 2014, p. 112).

2) Mata

Inspeksi : mata simetris, pupil isokor, terdapat banyaklanugo pada area pelipis,
konjungtiva anemis (Manggiasih & Jaya, 2016, p. 359).

3) Hidung

Inspeksi : terdapat pernafasan cuping hidung akibat gangguan pola nafas,


terpasang selang oksigen 1-2 liter/menit

Palpasi : pada BBLR tulang hidung masih lunak, karena tulang rawan belum
sempurna (Pantiawati, 2010).

4) Mulut

Inspeksi : pucat, sianosis, mukosa bibir kering, terpasang selang OGT (Sudarti
& Fauziah, 2013).

5) Telinga

Inspeksi : pada BBLR terlihat banyak lanugo, daun telinga imatur

Palpasi : daun telinga pada BBLR lunak (Maryanti & Sujianti, 2011).
6) Wajah

Inspeksi : warna kulit merah karena hipertermia, bentuk simetris, lanugo


banyak, kriput seperti orang tua (Manggiasih & Jaya, 2016).

7) Leher

Inspeksi : pada BBLR mudah terjadi gangguan pernafasan akibat dari inadekuat
jumlah surfaktan, jika hal ini terjadi biasanya didapatkan retraksi suprasternal
(Proverawati & Ismawati, 2010).

8) Paru-paru

I : biasanya pada BBLR pernafasan tidak teratur, otot bantu pernafasan, lingkar
dada <30 cm, retraksi dada ringan

P : dinding dada elastis, puting susu belum terbentuk (Ridha, 2014).

P : terdapat suara sonor

A : jika bayi mengalami gangguan pernafasan biasanya bayi mendengkur,


jika terjadi aspirasi meconium maka terdapat suara ronchi (Proverawati &
Ismawati, 2010).

9) Jantung

I : biasanya ictus cordis Nampak di ICS mid klavikula

P : ictus cordis teraba ICS 4 mid klavikula sinistra

P : area jantung redup (Ridha, 2014).

A : S1 S2 tunggal, normalnya heat rate 120-160 kali/menit (Pantiawati, 2010, p.


29).

10) Abdomen

Biasanya pada BBLR tidak terjadi distensi abdomen, kulit perut tipis,
pembuluh darah terlihat (Sukarni & Sudarti, 2014).
11) Punggung
Inspeksi : keadaan punggung simestris, terdapat lanugo (Proverawati &
Ismawati, 2010).

12) Genetalia

Pada bayi BBLR perempuan, labia minora belum tertutup oleh labia mayora,
klitoris menonjol. Pada bayi laki-laki testis belum turun dan rague pada skrotum
kurang(Maryanti & Sujianti, 2011).
13) Ekstremitas
Pada BBLR garis plantar sedikit, kadang terjadi oedem, pergerakan otot
terlihat lemah, terdapat lanugo pada lengan, akral teraba dingin (Pantiawati,
2010).

14) Anus

Biasanya pada BBLR anus bisa berlubang atau tidak (Proverawati &
Ismawati, 2010).

d. Neurology atau reflek

1) Reflek Morrow

Reflek morrow adalah timbul oleh rangsangan mendadak/mengejutkan. Bayi


akan mengembangkan tangannya ke samping dan melebarkan jari-jari
kemudian tangannya ditarik kembali dengan cepat. Reflek ini akan mereda 1
atau 2 minggu dan hilang setelah 6 bulan.

2) Reflek Rooting (reflek mencari)

Kepala bayi akan berpaling memutar kea rah asupan dan mencari puttng susu
dengan bibirnya. Reflek ini berlanjut sementara bayi masih menyusu dan
menghilang setelah 3- 4 bulan.

3) Reflek Menghisap ( Sucking )

Ditimbulkan oleh rangsangan pada daerah mulut atau pipi bayi dengan
puting/jari tangan. Bibir bayi akan maju ke depan dan lidah melingkar kedalam
untuk menyedot. Menghilang saat bayi berusia 2-3 bulan.
4) Reflek Menggenggam
Timbul bila kita menggoreskan jari melalui bagian dalam atau meletakkan jari
kita pada telapak tangan bayi. Jari- jari bayi akan melingkar ke dalam
seolah memegangi suatu benda dengan kuat. Reflek ini menghilang umur 3-4
bulan.

5) Tonic Neck Reflek

Tonic neck reflek merupakan reflek mempertahankan posisi leher/kepala.


Timbul bila kita membaringkan bayi secara terlentang. Kepala bayi akan
berpaling ke salah satu sisi sementara ia berbaring terlentang. Lengan pada sisi
kemana kepalanya berpaling akan terlentang lurus keluar, sedangkan tangan
lainnya dilipat. Reflek ini sangat nyata pada 2-3 bulan dan hilang sekitar 4 bulan
6) Reflek Gallant

Reflek gallant ditimbulkan dengan menggosok satu sisi punggung sepanjang


garis paravertebratal 2-3 cm dari garis tengah mulai dari bahu hingga bokong.
Reflek ini secara normal akan hilang setelah 2-3 bulan.

7) Stepping Reflek

Stepping reflek akan timbul ketika kita memegangi bayi pada posisi berdiri dan
sedikit menekan. Bayi akan mengangkat kakinya secara bergantian seakan-akan
berjalan. Reflek ini terlihat setelah 1 minggu danmenghilang setelah 2 bulan.

8) Swallowing Reflek

Swallowing reflek adalah reflek gerakan menelan bendabenda yang didekatkan


ke mulut, memungkinkan bayi memasukkan makanan ada secara permainan tapi
berubah sesuai pengalaman. Terjadi mulai : usia 0-3 bulan, penyebab : ada benda
yang masuk ke mulutnya, maka akan segera dia hisap, lalu dia telan. Reflek ini
tidak akan hilang, namun leat usia 3 bulan bayi sudah menghisap secara sadar.
Waspada jika tidak ada reflek, kemungkinan ada kelainan pada susunan ketika
kita memasukkan puting susu atau dot dan bayi mulai menghisap kemudian
menelan. 2-3 cm dari garis tengah mulai dari bahu hingga bokong. Reflek ini
secara normal akan hilang setelah 2-3 bulan.

2. Diagnosa Keperawatan

Berikut adalah uraian dari masalah yang tibum pada bayi dengan berat bayi lahir rendah
menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) 2017 :

1) Pola napas tidak efektif (D.0005)

2) Menyusui tidak efektif

3) Hipotermi (D.0132)

4) Ikterus Neonatus (D.0024)

5) Resiko infeksi (D.0142)


Pathway Keperawatan Bayi Berat Badan Rendah (BBLR)

Faktor Ibu : Faktor Janin : Faktor Plasenta :


Malnutrisi, Anemia Gemeli, Hidramion Nutrisi Ibu ke janin tidak
efektif

Pertumbuhan Janin Terhambat

BBLR : BB 1800-2500 gr
BBSR : BB < 1500 gr
BBER : BB < 1000 gr

Sumber : WOC ( 2014), SDKI (2017)


3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
No (SDKI)
1. Pola nafas Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas (I.01011)
tidak efektif keperawatn diharapkan hasil pola Observasi :
(D.0005) napas membaik (L.01004). 1) Monitor pola napas
Kriteria hasil : 2) Monitor bunyi napas
1) Dispnea menurun 3) Monitor seputum
2)Penggunaan otot bantu napas Terapeutik :
menurun 1) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
3)Pemanjangan fase ekspirasi 2) Berikan oksigen
menurun 3) Posisikan semi fowler
Edukasi
1) Berikan edukasi untuk memposisikan semi fowler kepada keluarga
Kolaborasi
6) Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
2. Menyusui Tujuan : setelah dilakukan tindakan Konseling Laktasi (I.03119)
tidak efektif keperawatan diharapkan status Observasi :
menyusui membaik dengan kriteria 1) Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling
hasil menyusui
1) Perlekatan bayi pada payudara ibu 2) Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
membaik 3) Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama menyusui
2) Kemampuan ibu memposisikan bayi Terapeutik
dengan benar membaik 1) Berikan pujian pada perilaku ibu yang benar
3) Tetesan atau pancaran ASI membaik Edukasi
4) Suplai adekuat ASI membaik 1) Ajarkan teknik menyusuo yang tepat sesuai kebutuhan ibu
3. Hipotermi Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen hipotermia (I.14507)
(D.0132) keperawatan diharapkan termogulasi Observasi :
neonatus membaik(L.14135) 1) Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : 2) Identifikasi penyebab hipotermia
1) Menggil menurun 3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
2) Suhu tubuh membaik Terapeutik :
3) Ventilasi menurun 1) Sediakan lingkungan yang hangat ( incubator)
2) Lakukan penghangatan pasif (selimut, penutup kepala,pakaian tebal )
3) Lakukan penghangatan aktif eksternal ( perawatan metode kangguru )
4. Ikterus Tujuan : Fototerapi neonatus (I.03091)
neonatus setelah dilakukan tindakan Observasi :
(D.0024) keperawatan diharapkan integeritas 1) Monitor ikterik pada skelra dan kulit bayi
kulit dan jaringan meningkat 2) Identifikasi kebtuhan cairan sesuai dengan usai gestasi dan berat badan
Kriteria hasil : 3) Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
1) Suhu kulit membaik 4) Monitor efek samping fisioterapi
2) Tekstur kulit mambaik Teraupeutik :
1) Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi
2) Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
3) Berikan menutup mata
4) Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi
5) Biarkan tubuh bayi terpapar siar fototerapi secara berkelanjutan
6) Gunakan linen berwarna uti agar memantulkan cahaya sebanyak
mungkin.
Edukasi :
1) Anjurkan ibu menyusui setiap 20-30 menit
2) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
5. D.0142 L.14128 TingkatInfeksi I.14539 Pencegahan Infeksi
Risiko Ekspetasi : Menurun Observasi :
Infeksi Kriteria hasil : 1) Monitor tanda dangejala infeksi local (dolor/sakit, kalor/panas,
a. Kebersihan tangan perawatdan tumor/bengkak, rubor/kemerahan, dan fungtiolaesa/perubahan
keluargaklien fungsi dari jaringan) dan sistemik.
meningkat Terapeutik :
b. Kebersihan badan klien 1) Batasi jumlah pengunjung
meningkat 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
c. Nafsu klienmakan lingkungan pasien
meningkat 3) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
d. Demam Edukasi :
menurun 1) Jelaskan tandadan gejala infeksi
e. Kemerahanmenurun 2) Ajarkan cara mencuci tangandengan benar
f. Nyeri menurun 3) Anjurkan meningkatkanasupan nutrisi
g. Bengkak menurun 4) Anjurkan meningkatkanasupan cairan
h. Vesikel Kolaborasi :
Menurun Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
i. Kadar sel darahputih membaik
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, N., Utama, B. I., & Sastri, S. (2018). Hubungan Antenatal Care dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah pada Ibu Aterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 6(3), 615. https://doi.org/10.25077/jka.v6.i3.p615-620.2017

Mulyati, S., & Djamilus, F. (2017). Kelas Ibu Hamil dan Perilaku Perawatan Bayi. Jurnal
Pendidikan Kesehatan. https://doi.org/10.31290/jpk.v(6)i(1)y(2017).page:43-49
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis JILID 1. MediaAction.

Riskesdas. (2018). Pesan Untuk Remaja Putri Indonesia: Cantik Itu Sehat, Bukan Kurus.
Kemkes.Go.Id. https://www.kemkes.go.id/article/view/18112300003/pesan-untuk-
remaja-putriindonesia-cantik-itu-sehat-bukan-kurus.html

Rita Setyani Hadi Sukirno. (2019). Kesabaran Ibu Merawat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Journal of Psychological Perspective, 1(1), 1–13.
https://www.ukinstitute.org/journals/jopp/article/view/joppv1i101

Rosmala Nur, Adhar Arifuddin, R. N. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 7(1), 29–42.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif/article/view/5817/4574

Sari, I. K., Tjekyan, R. S., & Zulkarnain, M. (2018). Faktor Resiko Dan Angka Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (Bblr) Di Rsup Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2014. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Https://Doi.Org/10.26553/Jikm.2018.9.1.41-52

Setyo, M., & Paramita, A. (2015). Pola Kejadian Dan Determinan Bayi Dengan Berat Badan
Lahir Rendah ( Bblr ) Di Indonesia Tahun 2013 ( Pattern Of Occurrence And
Determinants Of Baby With Low Birth Weight In Indonesia 2013 ). 2013, 1–10

Sudarti, & Fauziah, A. (2013). Asuhan Neonatus resiko tinggi dan kegawatan. Nuha Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDLI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Trisna, A., & Rahayuningsih, F. B. (2016). Praktik Perawatan Masa Nifas Di Kecamatan
Pecangaan Kabupaten Jepara Terkait Dengan Faktor Sosial Budaya. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 6(1), 47–56.

Anda mungkin juga menyukai