Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY.

D USIA 12 HARI DENGAN


BBLR NEONATAL RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG
PERAWATAN PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CIBABAT KOTA CIMAHI

LAPORAN SEMINAR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Anak


Dosen Koordinator : Rini Mulyati, S.Kep.Ns., M.Kep.
Dosen Pembimbing : Dewi Umu Kulsum, S.Kep.Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:

Rezki Syah Maulana 2250321149 Rofiyatul Luthfiyanih 2250321105


lis Midiawati 2250321024 Putri Indah Komalawati 2250321058
Silvia Dwi Ananda 2250321017 Siti Khofifah Nurul Badriah 2250321139
Reva Nuraeni 2250321022 Gita Eka Fitria Tantari 2250321147

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas laporan seminar.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga pembelajaran dalam laporan ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Cimahi, Januari 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi


terhadap kematian bayi khususnya pada masa prenatal. Selain itu bayi BBLR
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya keperawatan yang tinggi. Bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) hingga saat ini masih merupakan masalah
di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
masa bayi baru lahir. Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita
berhubungan dengan faktor banyaknya bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan (Atikah dan Cahyo,
2010).
Resiko terbesar BBLR adalah wanita yang melahirkan pada usia remaja.
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi
dengan berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah
pada usia di bawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara
kelahirannya terlalu dekat, kejadian terendah adalah pada usia ibu hamil
antara 26-30 tahun (Atikah dan Cahyo, 2010).
Berdasarkan WHO (2010) prevalansi bayi berat lahir rendah diperkirakan
15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38% dan lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9% - 30%, hasil studi di 7 daerah
multicenter di peroleh angka BBLR dengan rentang 2,1% - 17,2%. Saat ini
BBLR memang masih menjadi faktor penyabab paling banyak angka
kematian bayi (AKB). Karena itu setiap tahun dinkes menargetkan adanya
penurunan AKB. Salah satunya mensosialisasikan penanganan bayi baru
lahir. Bardasarkan data dinas kesehatan, tahun 2017 AKB mencapai 77 orang.
Bila di rata-rata perbulan, ada sembilan hingga sepuluh bayi yang mininggal
setiap bulan. Jumlah tersebut menurunkan daripada tahun sebelumnya (Jawa
Pos, 2018).
Komplikasi yang dialami bayi dengan berat lahir rendah meliputi
asfiksia, aspirasi atau gagal bernafas secara spontan dan teratur sesaat atau
beberapa menit setelah lahir, hipotermia atau gangguan termoregulasi,
gangguan nutrisi dan resiko infeksi. Masalah pada bayi dengan berat badan
lahir rendah juga meliputi permasalahan pada system pernafasan, susunan
syaraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan
termoregulasi (Atikah dan Cahyo, 2010).
Upaya untuk menurunkan angka BBLR dan mengantisipasi angka BBLR
yang turun untuk tidak meningkat kembali.Salah satu dapat dilakukan guna
mencegah terjadinya BBLR adalah mengusahakan semua ibu hamil
mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif. Memperbaiki status
gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih
banyak, dan lebih diutamakan makanan yang mengandung nutrient yang
memadai. Menghentikan kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan
terlarang dan alkohol pada ibu hamil. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan
secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan di mulai sejak
umur kehamilan muda. Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg
perbulan, sebaiknya segera berkonsultasi dengan ahli gizi (Atikah dan Cahyo,
2010). Kebutuhan zat besi sangat penting bahkan dimulai sebelum kehamilan.
Memberikan tablet tambah darah (TTD) yang mengandung zat besi dan asam
folat sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Hal ini di lakukan sebagai upaya
mengurangi anemia pada ibu hamil dan risiko terjadinya BBLR, kematian ibu
dan bayi. Selain zat besi, zat gizi mikro lainnya juga di perlukan ibu hamil.
Zat gizi mikro dari asupan makanan kurang mencukupi kebutuhan ibu hamil
sehingga perlu adanya konsumsi suplemen mikro nutrien secara rutin
(Ernawati, 2011).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan diagnosa medis berat
badan lahir rendah di ruang perawatan Perinatologi Rumah Sakit Umum
Daerah Cibabat?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada
bayi dengan diagnosa medis berat badan lahir rendah di ruang
perawatan Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada bayi dengan diagnosa medis berat
badan lahir rendah di ruang perawatan Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Cibabat.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada bayi dengan diagnosa
medis berat badan lahir rendah di ruang perawatan Perinatologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa
medis berat badan lahir rendah di ruang perawatan Perinatologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada bayi dengan diagnosa
medis berat badan lahir rendah di ruang perawatan Perinatologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada bayi dengan
diagnosa medis berat badan lahir rendah di ruang perawatan
Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat.

D. Manfaat Penulisan

Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dalam


mengembangkan ilmu keperawatan khususnya mengenai asuhan keperawatan
pada bayi dengan BBLR.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah merupakan bayi yang dilahirkan dengan
berat badan kurang dari 2500 gram (H. Nabiel ridha, 2017). Menurut
WHO (1961), istilah bayi prematur diganti dengan Bayi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur
(Winkjosastro, 2009). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa
gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir (Prawirohardjo, 2009).

2. Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Menurut Sugeng (2012), Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
a. Prematur Murni/Bayi Kurang Bulan
Masa gestasi < 37 minggu (259 hari) dan berat badan sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu, atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas/Bayi Kecil Masa Kehamilan
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk
masa gestasi itu, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra
uterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya
tersebut (KMK). Berat badan kurang dari seharusnya yaitu dibawah
persentil ke10 (kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco)
atau dibawah 2 Standar Devinisi (SD) (kurva pertumbuhan intra
uterin Usher dan Mc. Lean).
c. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir
rendah dibedakan dalam:
1) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2499
gram.
2) Bayi Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir <
1500 gram.
3) Bayi Berat Badan Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat badan
lahir < 1000 gram.
d. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan:
1) Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB
dibawah persentil ke- 10 kurva pertumbuhan janin.
2) Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB
diantara persentil ke- 10 dan ke- 90 kurva pertumbuhan janin.
3) Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB
diatas persentil ke- 90 pada kurva pertumbuhan janin.

3. Etiologi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor
fetus. Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan
IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari
faktor maternal yaitu preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan
obat, KPD, polihidramnion, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio
plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan yang
termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal
yaitu anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu
alkohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada
etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu
gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu gangguan
kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau
gestasi multipel (Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013).
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi
dengan berat badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR (Proverawati
dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi
dan biasanya kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu
pada saat ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit
kronik pada ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR
adalah hipertensi kronik, Preeklampsia, diabetes melitus dan
jantung (England, 2014).
a) Adanya komplkasi-komplikasi kehamilan, seperti anemia,
perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia,
infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi atau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH,
penyakit jantung.
c) Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu (geografis)
a) Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak
satu ke anak yang akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c) Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang
paling sering terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih
dari 4.
d) Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita
sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan
sosial ekonomi yang kurang. Karena pengawasan dan
perawatan kehamilan yang sangat kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi
keadaan bayi. diusahakan apabila sedang hamil tidak
melakukan aktivitas yang ekstrim.
c) Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi
fisik serta mental.
b. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR
disebabkan oleh: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan kembar).
c. Faktor plasenta
Kelainan plasenta dapat disebabkan oeh: hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor
lingkungan ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
BBLR, yaitu: tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta
terpapar zat beracun (England, 2014).
4. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
5. Manifestasi Klinis Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya
digunakan untuk menggambarkan sesuatu kejadian yang sedang terjadi.
Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas dan
dismaturitas. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu:
a. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm,
lingkaran dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
d. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
e. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
f. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
g. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
h. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi
jenis kelamin perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki-
laki belum turunnya testis.
i. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami
hipotonik.
j. Menangis dan lemah.
k. Pernapasan kurang teratur.
l. Sering terjadi serangan apnea.
m. Refleks tonik leher masih lemah.
n. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna
(Saputra, 2014).
Manifestasi klinis dari dismaturitas sebagai berikut:
a. Kulit pucat ada seperti noda
b. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis
c. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada
d. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis
e. Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat
f. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).

6. Penatalaksanaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menjadi perhatian yang
cukup besar serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi, penanganan BBLR meliputi
hal- hal berikut:
a. Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, maka suhu sering
diperhatikan dan dijaga ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi karena sangat rentan. Bayi BBLR juga memiliki
imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus perlu
diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara
pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi dan ASI
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya
refleks otot juga terdapat pada bayi BBLR. Oleh karena itu,
pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
d. Penimbangan ketat
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat
karena peningkatan berat badan merupakan salah satu status
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh
(Syafrudin dan Hamidah, 2009).
e. Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 °C pengukuran aksila, pada bayi
baru lahir dengan umur kehamilan 35 minggu perlu perhatian ketat,
bayi dnegan BBL 2000 gram dirawat dalam inkubator atau dengan
box kaca menggunakan lampu.
f. Awasi frekuensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk mengetahui
sindrom aspirasi mekonium.
g. Setiap jam hitung frekuensi pernafasan , bila < 60 lakukan foto
thorax
h. Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan yang didapat.
i. Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi darah, tekanan
darah).
j. Awasi keseimbangan cairan.
k. Periksan reflex hisap dan menelan

7. Pemeriksaan Penunjang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


a. Radiologi
1) Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia
kehamilan kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam.
2) USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35
minggu dimulai pada umur 2 hari.
b. Laboratorium
1) Darah rutin.
2) Gula darah (8-12 jam post natal).
3) Analisa gas darah.
4) Elektrolit darah (k/p)

8. Komplikasi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani
secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu:
a. Sindrom aspirasi meconium (menyebabkan kesulitan bernafas pada
bayi)
b. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
c. Penyakit membrane hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk yang berikutnya.
d. Asfiksia neonetorum
e. Hiperbilirubinemia. Bayi dismatur sering mendapatkan
hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena gangguan
pertumbuhan hati.

B. Konsep Develop Mental Care


1. Definisi Developmental Care
Developmental care adalah praktek profesional, edukasi dan
penelitian dimana perawat perlu mengeksplorasi, mengevaluasi dan
menemukan secara terus menerus perubahan teknologi lingkungan di unit
perawatan neonatus (Coughlin, Gibbins & Hoat, 2009). Developmental
care meliputi memodifikasi lingkungan bayi, belajar untuk membaca dan
merespon perilaku bayi dalam pemenuhan kebutuhannya (Horner, 2010).
Developmental care memberikan struktur dasar lingkungan perawatan
yang dapat mendukung, mendorong dan mengantar perkembangan yang
terorganisir dari bayi (Coughlin, Gibbins & Hoat, 2009).
Developmental care merupakan asuhan perkembangan yang
memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan
perawatan dan observasi perilaku sehingga bayi mendapatkan stimulus
lingkungan yang adekuat (Lissauer & Fanaroff, 2010). Stimulus
lingkungan yang adekuat menyebabkan terjadinya peningkatan stabilisasi
fisiologis tubuh dan penurunan stress (McGrath, 2009).
Konsep Developmental Care berakar dari prinsip ilmu keperawatan
dari Florence Nightingale pada tahun 1860 dimana perawat bertanggung
jawab dalam menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang
kondusif untuk proses penyembuhan pasien. Prinsip–prinsip inilah yang
mendorong seorang pionir yang bekerja di unit neonatus dan anak yaitu
Heidelise Als (1982, 1984) memperkenalkan model Developmental Care
berdasarkan teori Synaptive Of Development yang memberikan kerangka
konsep dan metode untuk stabilisasi, pengasuhan, pemberdayaan dan
interaksi dengan bayi (Bredemeyer, 2009).
Coughlin, Gibbins dan Hoat (2009) mengemukakan bahwa tujuan
dari Developmental Care adalah meminimalisasi potensi terjadinya
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang sebagai akibat
pengalaman hospitalisasi di ruang perawatan. Adapun pengenalan
terhadap perilaku bayi, termasuk pengenalan terhadap kerentanan fisik,
fisiologis, dan emosional, merupakan hal yang mendasari pemberian
Developmental Care ini.
Lissauer dan Fanaroff (2009) mengatakan bahwa perilaku bayi tidak
hanya sebagai bentuk komunikasi melainkan juga sebagai cerminan
kesiapan seorang bayi untuk menjalankan tugas perkembangan yang
merupakn hasil atau respon terhadap pengaruh stimulus lingkungan.
Namun demikian, stimulus lingkungan bukan merupakan satu–satunya
faktor yang mempengaruhi perilaku bayi. Usia gestasi, yaitu usia
kehamilan saat bayi dilahirkan, dan kematangan susunan saraf seorang
bayi berperilaku (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2008).
Oleh karenanya, perawat selayaknya memiliki kemampuan dalam
mengenali perilaku bayi karena merupakan dasar pemberian asuhan
perkembangan (Developmental Care) sehingga pada akhirnya dapat
memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu
bayi. Adanya perubahan–perubahan dalam keseimbangan fisiologis,
tingkat kewaspadaan, aktivitas motorik, dan perhatian merupakan
petunjuk yang dapat digunakan oleh seorang perawat untuk menilai
kemampuan bayi beradaptasi dengan suatu kondisi. Pada bayi dengan
berat lahir rendah, beberapa contoh perilaku yang dapat diamati adalah
perilaku tersentak dan tidak teratur, tampak tegang dan pola tidur yang
sering terjaga. Perilaku ini merupakan respon stress bayi terhadap kondisi
lingkungan yang tidak mendukung seperti lingkungan yang bising dan
pencahayaan yang terang dan menunjukkan bahwa bayi belum kompeten
dalam mengatur dirinya sendiri untuk berespon terhadap stimulus
lingkungan (Lissauer & Fanaroff, 2010).
2. Intervensi Developmental Care
a. Positioning
Perubahan postur yang teratur dengan posisi yang tepat dapat
mempertahankan fungsi neuromuskular dan osteo–articular serta
memberikan kesempatan terhadap perkembangan dan fungsi motorik
pada bayi. Posisi yang tepat dan antomis merupakan komponen
penting dalam asuhan perkembangan (Bowden, 2009). Beberapa
posisi yang dapat dilakukan adalah : posisi prone yang dilakukan
dengan menelungkupkan bayi dimana ekstremitas bagian bawah
fleksi dan kepala dimiringkan ke salah satu sisi. Posisi supine yang
dilakukan dengan memfleksikan ekstremitas bagian bawah. Posisi
miring yang dilakukan dengan memposisikan bayi ke salah satu sisi
dengan memfleksikan tangan dan kaki ke salah satu sisi dengan
memfleksikan tangan dan kaki sehingga berada ditengah–tengah
tubuh. Prinsip–prinsip dalam pemberian posisi adalah : posisi
hendaknya diubah secara teratur untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan yang simetris, posisi prone miring atau supine
hendaknya memfasilitasi ekstremitas dalam keadaan fleksi dengan
dipertahankan dengan menggunakan nesting (pembatas) yang dapat
dibuat dari gulungan kain (Bowden, 2009). Pemasangan nesting atau
sarang yang mengelilingi bayi dan posisi fleksi juga merupakan
asuhan yang memfasilitasi atau mempertahankan bayi berada dalam
posisi normal fleksi. Hal ini karena nesting dapat menopang tubuh
bayi dan juga sekaligus memberi bayi tempat yang nyaman (Lissauer
& Fanaroff, 2009). Posisi terapeutik ini bermanfaat dalam
mempertahankan normalitas batang tubuh dan mendukung regulasi
diri karena melalui posisi ini bayi difasilitasi untuk meningkatkan
aktivitas tangan ke mulut dan tangan menggenggam (Kenner &
McGrath, 2004). Posisi ini juga berfungsi sebagi sistem pengaman
untuk mencegah kehilangan panas karena sikap ini mengurangi
pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2008).
b. Lighting
Penelitian yang dialakukan oleh Ozawa, Sasaki dan Kanda
(2010) tentang efek penerangan terhadap respon fisiologis bayi
menunjukkan bahwa lampu prosedur yang ditingkatkan secara
perlahan pada bayi akan mempermudah bayi beradaptasi secar
perlahan terhadap penerangan yang tajam dan mencegah penurunan
saturasi oksigen. Oleh karena itu mata bayi harus dilindungi dari
lampu prosedur yang terang (Hockenberry & Wilson, 2009).
Penerangan yang dianjurkan dan aman untuk bayi berkisar antara 1 –
60 fct (Couglin, 2009). Tindakan yang dapat dialakukan untuk
mengurangi penerangan adalah melakukan siklus penerangan
dimana bayi diberikan stimulus siang hari (terang) dan malam hari
(gelap), menutup inkubator dengan kain, mencegah pencahayaan
langsung kepada bayi, mencatat respon bayi terhadap cahaya yang
berlebihan. Perawat juga harus memperhatikan penerangan dari
sumber lain seperti lampu prosedur, lampu penghangat dan lampu
fototerapi dari bayi yang lain (Bowden, 2008).
c. Sound
Kebisingan merupakan lingkungan yang dapat membahayakan
bayi. Tingkat kebisingan akibat peralatan monitoring, alarm dan
aktifitas umum berhubungan dengan insiden perdarahan intrakranial
khususnya bayi berat lahir rendah (Hockenberry & Wilson, 2009).
Buonocore dan Bellieni (2008) mengemukakan bahwa telinga bayi
akan sensitif terhadap suara pada tingkat 40 dBA dan resiko
kerusakan terjadi dimulai pada suara dengan level 70 – 80 dBA serta
pada level 100 – 110 dBA bayi beresiko mengalami kerusakan
permanen pada sistem pendengarannya. Rekomendasi dari American
Association Of Pediatric (AAP) tingkat kebisingan di ruang
perawatan neonatus harus berada pada level di bawah 45 dBA
(Merenstein & Gardner, 2007). Kebisingan lingkungan perawatan
berkontribusi terhadap peningkatan level hormon stres pada bayi
berat lahir rendah. Oleh karenanya, hal yang dilakukan sebagai
bagian dari aspek developmental care untuk menurunkan stres pada
bayi yang bersumber dari kebisingan ruang perawatan ini adalah
pemasangan penutup telinga, membuka dan menutup inkubator
secara perlahan dan hati–hati, serta mendorong para petugas
kesehatan untuk berbicara dengan tenang selama di ruang perawatan
(Wong, 2009).
d. Kangaroo Mother Care (KMC)
Kangaroo Mother Care (KMC) merupakan prosedur skin to
skin contact yang dapat menurunkan stres pada bayi. Kontak kulit
secara pasif antara ibu dan bayi secara reguler dapat meringankan
stres. Orang tua dalam hal ini ibu dan ayah tidak mengenakan
pakaian bagian atas, demikian juga bayi kecuali memakai popok.
Bayi diposisikan vertikal pada dada ibu sehingga terjadi kontak
langsung kulit bayi dengan kulit ibu, kontak mata serta kedekatan
secara langsung. Ludington (2001) mengamati efek skin to skin
contact antara bayi dan ibu terhadap level aktivitas disertai adanya
peningkatan periode tidur tenang selama skin to skin contact antara
bayi dengan ibu. Penelitian lain dilakukan oleh Ali (2009) mengenai
manfaat skin to skin contact atau perawatan metode kenguru
(kangaroo maother care) terhadap stabilisasi saturasi oksigen pada
bayi berat lahir rendah didapatkan nilai signifikansi yang tinggi.
e. Clustered Care
Clustered care merupakan prosedur minimal handling atau
tidak sering memanipulasi bayi yang bertujuan untuk melindungi
dan mempertahankan stabilisasi kondisi bayi (Bowden, 2009).
Minimal handling dilakukan untuk memberikan waktu istirahat dan
tidur bagi bayi tanpa adanya gangguan dari aktivitas pengobatan,
perawatan, dan pemeriksaan lainnya dengan cara sesedikit mungkin
memberikan penanganan pada bayi untuk beberapa tindakan dalam
satu waktu. Adapun contoh tindakan minimal handling ini adalah
tindakan reposisi dan pengaturan jadwal pemberian obat dalam
periode waktu yang bersamaan, pemberlakuan jam tenang dan
meminimalisasi tindakan membuka dan menutup inkubator untuk hal
yang tidak perlu (Wong, 2009).
f. Parental Involvement
Keterlibatan keluarga dalam perawatan bayi yang dirawat
diruang perawatan neonatus sangat penting. Kontak fisik antara bayi
dan orang tua meningkatkan kedekatan emosi dan meningkatkan
pemberian ASI pada usia selanjutnya (Bredemeyer, 2008). Penelitian
yang mendukung manfaat kontak kulit dengan kulit antara bayi dan
orang tua yaitu bayi dapat tidur lebih lama, menunjukkan lebih
banyak pergerakan fleksor dan postur, dan lebih sedikit pergerakan
ekstensor (Ferber & Makhoul, 2004)., bayi lebih sedikit menangis,
status perilaku lebih tenang, dan lebih sedikit peningkatan denyut
jantung (Castral, Warnock, Leite, Haas & Scochi, 2008), serta lebih
sedikit menunjukkan respon nyeri pada saat prosedur (Johnston,
2007). Penelitian yang dilakukan oleh Wielenga (2006)
menunjukkan bahwa developmental care memiliki dampak positif
terhadap orang tua, dimana orang tua merasa lebih puas dengan
perawatan yang diberikan berdasarkan prinsip Newborn
Individualized Developmental Care and Assessement Program
(NIDCAP) dari pada perawatan tradisional. Penelitian lain
menunjukkan bahwa orang tua merasa lebih dekat dengan bayi
(Kleberg, 2007).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


1. Identitas Klien
Ada pasien BBLR, angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia 35 tahun, selain itu
jarak kehamilan yang terlalu pendek (kurang dari 1 tahun) juga
mempengaruhi terjadinya BBLR (Depkes RI, 2009).

2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama / alasan MRS
Umur kehamilan biasanya antara 24-37 minggu, rendahnya
berat badan pada saat kelahiran, atau terlalu besar dibanding umur
kehamilan. Berat biasanya kurang dari 2500 gram, lapisan lemak
subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative besar dibanding
badan, 3cm lebih besar dibanding lebar dada. Kelainan fisik yang
mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1-5 menit 0-3 menunjukkan
kegawatan yang parah, 4-6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal.
b. Riwayat penyakit saat ini
Ibu bayi datang ke RS dengan keluhan sebelum lahir:
1) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan,
2) Pergerakan janin lambat
3) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai
yang seharusnya.
Ibu bayi datang ke RS dengan keluhan setelah lahir:
1) Berat badan < 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm.
3) LD < 30 cm.
4) LK < 33 cm.
5) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea

3. Riwayat Persalinan
a. Pre natal
1) Komplikasi kehamilan (ibu menderita toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis
akut, Diabetes Mellitus).
2) Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil seperti pengguna
narkotika.
b. Riwayat natal
Setelah bayi lahir kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai APGAR
pada 1-5 menit, 0-3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4- 6
kegawatan sedang, dan 7-10 normal, dan tanda-tanda lain seperti:
1) Berat badan < 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm.
3) LD < 30 cm.
4) LK < 33 cm.
5) Umur kehamilan < 37 minggu.
6) Kulit tipis, transparan, rambut lanungo banyak, lemak kurang.
7) Otot hipotonik lemah.
8) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
9) Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut atau kaki fleksi-lurus.
10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya,
sehingga seolah-olah tidak teraba tulang rawan.
11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
12) Alat kelamin pada laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum. Pada bayi
perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora.
13) Fungsi syaraf belum matang menyebabkan reflek menghisap,
menelan dan batuk masih lemah.
14) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot
dan jaringan lemat masih kurang.

4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih
cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
b. Rambut
Inspeksi: lihat distribusi rambut merata atau tidak, bersih atau
bercabang dan halus atau kasar.
Palpasi: mudah rontok atau tidak
c. Mata
Inspeksi: kunjungtiva anemis dan scklera ikterik, lihat reflek kedip
baik atau tidak, pupil isokor. Pada pupil terjadi miosis saat
diberikan cahaya.
d. Hidung
Inspeksi: biasanya terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret berlebih dan terpasang O2 Palpasi: adanya nyeri tekan dan
benjolan
e. Mulut dan faring
Inspeksi: pucat sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering, dan
pucat
f. Telinga
Inspeksi: adanya kotoran atau cairan dan bagaimana bentuk
tulang rawannya.
g. Thorax
Inspeksi: Nafas cepat dan tarikan dada bagian bawah ke dalam.
Pada lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
Palpasi : pemeriksaan taktil fremitus.
Auskultasi : Bunyi jantung s1 s2 reguler, nadi takikardi.
h. Abdomen
Inspeksi: lihat kesimetrisan dan adanya pembesaran abdomen
Palpasi: adanya nyeri tekan dan pembesaran abdomen Auskultasi :
Bising usus 5x / menit.
i. Kulit dan kelamin
Inspeksi: pada kulit terlihat keriput, tipis, penuh lanugo, pada dahi,
pelipis, telinga, dan lengan, terlihat hanya sedikit lemak jaringan.
Pertumbuhan genetalia belum sempurna.
Palpasi: pada bayi laki-laki testis belum turun, sedangkan pada bayi
perempuan labia mayora lebih menonjol.

j. Muskuloskeletal
Inspeksi: tumit terlihat mengkilap, dan telapak kaki teraba halus,
tonus otot masih lemah sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakkannya lemah, tubuhnya kurang berisi ototnya lembek,
dan kulitnyapun terlihat keriput dan tipis
k. Neurologi atau reflek
Fungsi saraf yang belum efektif dan tangisannya lemah. Reflek
Morrow: kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam). Reflek
Suckling: menghisap. Reflek Swallowing: menelan masih buruk
atau kurang. Reflek batuk yang belum sempurna.

5. Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagnosa keperawatan didapatkan setelah dilakukan
analisa masalah sebagai hasil dari pengkajian kemudian dicari
etiologi permasalahan sebagai penyebab timbulnya masalah
keperawatan tersebut. Perumusan diagnosa keperawatan disesuaikan
dengan sifat masalah keperawatan yang ada, apakah bersifat aktual,
potensial maupun resiko.
6. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan Tindakan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan Intervensi
1. Hipotermi (D. Setelah dilakukan tindakan Perawatan Bayi Baru Lahir
0131)
keperawatan selama ...x... jam Observasi:
diharapkan hipertermi menurun - Monitor warna bayi perlu dilakukan untuk mengetahui tanda
dengan kriteria hasil: terjadinya hipotermi
1. Berat badan bayi mengalami Terapeutik:
pertambahan - Lakukan evaluasi Apgar pada menit pertama dan kelima setelah
2. Suhu dalam batas norma dan kelahiran
stabil - Jaga suhu tubuh bayi baru lahir (misalnya keringkan bayi baru
3. Tidak terjadi hipotermi lahir, membedong bayi dalam selimut, letakkan bayi pada
4. Tidak terjadi hipertermi tempat yang hangat, pakaikan topi rajut, dan instruksikan orang
5. Bayi tidak gelisah tua menjaga kepal tetap tertutup,dan letakkan bayi baru lahir
6. Tidak terjadi perubahan dibawah pemanas sesuai kebutuhan)
warna kulit - Letakkan bayi pada kulit orang tua akan mengurangi kehilangan
7. Glukosa darah dalam batas panas dari tubuh bayi melalui konduksi, karena kulit orang tua
normal
akan lebih hangat sehingga bayi juga akan menerima panas
alami dari orang tua
Edukasi:
- Bantu orang tua memandikan bayi setelah suhu bayi stabil
dilakukakan karena pemandian bayi dengan waktu lama dan air
yang tidak tepat dapat mempengaruhi suhu bayi

2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)


Infeksi keperawatan selama ...x... jam
Observasi
(D.0142)
diharapkan tingkat infeksi menurun
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil :
sistemik Terapeutik
1. Demam menurun
- Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan menurun
- Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Nyeri menurun
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4. Bengkak menurun lingkungan pasien
5. Kadar sel darah putih membaik - Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
3. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
(D.0023)
keperawatan selama ...x... jam Observasi
diharapkan hipovolemia membaik - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi
dengan kriteria hasil: meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
1. Asupan cairan meningkat nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
2. Output urin meningkat kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
3. Membrane mukosa lembab lemah)
meningkat - Monitor intake dan output cairan
4. Edema menurun Terapeutik
5. Dehidrasi menurun - Hitung kebutuhan cairan
6. Tekanan darah membaik - Berikan posisi Modified Trendelenburg
7. Frekuensi nadi membaik - Berikan asupan cairan oral
8. Kekuatan nadi membaik Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
4. Defisit Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
Nutrisi
keperawatan selama ...x... jam Observasi
(D.0019)
diharapkan status nutrisi membaik Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil: Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makan yang dihabiskan
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
meningkat
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
2. Berat badan membaik
Monitor asupan makanan
3. Indeks massa tubuh (IMT)
Monitor berat badan
membaik
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Ajarkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda

nyeri, antiemetik), jika perlu


- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
7. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,

dalam Potter & Perry, 1997).

8. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi

yang diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan (Potter &

Perry, 2005).

Anda mungkin juga menyukai