Anda di halaman 1dari 34

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Perinatologi dan Neonatologi


Dosen Pengampuh : Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A (K)

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


DAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)

Disusun Oleh :

KELOMPOK VI
Kelas B

Chandra Ariani Saputri (P102172033)


Nur Anita (P102172040)
Erfina (P102172042)
Fajar Dhini Yahya (P102172043)
Artika Hairani Manurung (P102172046)

PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN SEKOLAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai.Makalah ini kami
susun sebagai salah satu syarat tugas pada mata kuliah “Perinatologi dan
Neonatologi”. Dalam penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan
semua teman-teman kelompok dan dari berbagai pihak, untuk itu tidak
lupa kami ucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya
dalam penyusunan makalah ini baik bantuan dalam bentuk materi maupun
pikiran.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih ada
kekurangan baik dari segi materi, susunan kalimat maupun tata bahasa.
Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “BBLR dan
PJT” ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.Terima kasih.

Makassar, Oktober 2018

Kelompok VI

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
C. Sistematika Penulisan ...................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ...................................................... 3
B. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) .............................................. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 29
B. Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan hasil interaksi
antara potensi genetik dari ayah maupun ibu dan lingkungan
intrauterine (Soetjaningsih, 2014). Berat badan lahir rendah (BBLR)
dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan prematur kehamilannya (<37
minggu) sesuai untuk masa kehamilannya dan bayi yang lahir aterm
kehamilannya (>37 minggu) kecil untuk masa kehamilannya tetapi
terdapat gangguan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT). Di negara maju, sekitar dua per
tiga BBLR disebabkan oleh prematuritas, sedangkan di negara
berkembang sebagian besar BBLR disebabkan oleh PJT
(Cunningham, 2018).
Penyebab kematian perinatal cenderung meningkat sepertiga dari
seluruh kasus bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram mengalami
PJT, dimana hampir 4–8% bayi yang lahir ini berasal dari negara
berkembang dan 6–30% bayi yang lahir dikategorikan dengan PJT.
PJT merupakan 10% komplikasi dari seluruh kehamilan dimana hal ini
berhubungan dengan angka kematian perinatal yaitu 6 sampai 10 kali
lebih tinggi dibanding bayi dengan pertumbuhan yang normal dan
merupakan penyebab kedua terpenting kematian perinatal setelah
persalinan prematuritas (Cunningham et al., 2017).
Pertumbuhan janin terhambat menunjukkan terhambatnya potensi
pertumbuhan secara genetik yang patologis, sehingga didapatkan
adanya bukti-bukti gangguan pada janin seperti gambaran Doppler
yang abnormal, dan berkurangnyavolume cairan ketuban.Dengan
demikian, PJT adalah ketidakmampuan janin mempertahankan
pertumbuhan yang diharapkan sesuai dengan kurva pertumbuhan

1
yang telah terstandarisasi dengan atau tanpa adanya KMK (POGI,
2016).
Akibat perkembangan intrauterine terhambat bayi mengalami
gangguan dengan berat badan lahir rendah terbukti bahwa 75,3%
mengalami hipotermia, 69,8% mengalami malnutrisi, 54,3%
mengalami gangguan pertumbuhan dan 45,78% terjadi gangguan
imun. Pengaruh yang sangat besar dapat terlihat dari faktor
pertumbuhan baik itu hormonal yang bersifat fisiologis maupun
perkembangan kognitif pada anak tersebut (Amielet al., 2004).

B. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami definisi & klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
diagnosis, penanganan, suportif sampai dengan rujukan pada
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2. Mampu memahami definisi & klasifikasi, etiologi, faktor risiko,
penapisan, prognosis serta penanganan pada Pertumbuhan
Janin Terhambat (PJT)

C. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PEMBAHASAN
A. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
B. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2009
mendefinisikan BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi dimana berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
Ada 2 macam BBLR yaitu :
a. Bayi kurang bulan : umur kehamilan 37 minggu
b. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) : bayi dilahirkan kurang dari
percentile ke-10 kurva pertumbuhan janin.
(Sukarni dan Sudiarti, 2014, hal. 111)
Berdasarkan penanganan dan harapan hidup, BBLR
dibedakan dalam 3 kategori yaitu :
a. Berat Badan Lahir Rendah BBLR
Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram (Anggraini dan Septira, 2016). Bayi berat lahir
rendah adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi (IDAI, 2009). BBLR
dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada
bayi cukup bulan (Intrauterine Growth RestrictionlIUGR).
b. Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau very low birth
weight (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
1.000 - 1.500 gram (Saputri, 2017).
c. Berat Badan Amat Sangat Rendah (BBLASR)/ (BBLER)
Berat Badan Amat Sangat Rendah (BBLASR)/ (BBLER)
adalah bayi yang lahir dengan berat badan < 1.000 gram
(Saputri, 2017).

3
2. Etiologi BBLR
Faktor – faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor ibu : umur, paritas, ras, infertilitas, riwayat kehamilan
tidak baik, lahir abnormal, jarak kelahiran terlalu dekat, BBLR
pada anak sebelumnya, penyakit akut dan kronik, kebiasaan
tidak baik seperti merokok dan minum alcohol, preeklamsi, dll.
b. Faktor plasenta tumor, kehamilan ganda
c. Faktor janin : infeksi bawaan dan kelainan kromosom.
(Sukarni dan Sudiarti, 2014, hal.111-112).
3. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Umur ibu
2) Hari pertama haid terakhir
3) Riwayat persalinan sebelumnya
4) Paritas. jarak kelahiran sebelumnya
5) Kenaikan berat badan selama hamil
6) Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang
diminum selama hamil (IDAI, 2009).
b. Pemeriksaan fisik
1) Berat badan <2500 gram
2) Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
3) Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil
untuk masa kehamilan) (IDAI, 2009).
Secara umum, karakteristik bayi BBLR premature yaitu
umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu,
berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram,
panjang badan ≤46 cm, panjang kuku belum melewati
ujung jari, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas, lingkar
kepala sama ≤33 cm, lingkar dada ≤30 cm, rambut lanugo
masih banyak, jaringan lemak subkutan tipis atau kurang,
tulang rawan daun telinga belum sempurna

4
pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak teraba tulang
rawan daun telinga, tumit mengkilap, telapak kaki halus,
alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada
skrotum kurang, testis belum turun ke dalam skrotum,
untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora
belum tertutu poleh labia mayora, tonus otot lemah,
sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah,
fungsi saraf yang belum atau kurang matang,
mengakibatkan reflek hisap, menelan, dan batuk masih
lemah atau tidak efektif dan tangisnya lemah, jaringan
kelenjar mamae kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang, verniks kaseosa tidak ada
atau sedikit (Nurhidayati dan Setianingsih, 2017).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan skor Ballard
2) Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
3) Darah rutin, glukosa darah.
4) Bila perlu (tergantung klinis) dan fasilitas tersedia. Diperiksa
kadar elektrolit dan analisis gas darah.
5) Foto rontgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom
gangguan napas
6) USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
<35 minggu, dimulai pada umur 3 hari dan dilanjutkan
sesuai hasil yang didapat (IDAI, 2009).
4. Penanganan
a. Pemberian vitamin K
1) Injeksi 1 mg IM sekali pemberian; atau
2) Per oral 2 mg dengan 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-
10 hari, dan umur 4-6 minggu) (IDAI, 2009).
b. Mempertahankan suhu tubuh normal

5
1) Gunakan salah satu cara menghangatkan dan
mempertahankan suhu tubuh bayi seperti kontak kulit ke
kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator,
atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan
setempat sesuai petunjuk (Tabel 1).

Table 1. Cara menghangatkan bayi


Cara Penggunaan
Untuk semua bayi
Kontak kulit Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4°C) apabila cara
lain tidak mungkin dilakukan
Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan
KMC <2500 gr, terutama direkomendasikan untuk perawat
berkelanjutan bayi dengan berat badan <1800 gr dan usia
gestasi < 34 minggu
Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 gr atau lebih
Pemancar Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan,
panas
atau menghangatkan kembali bayi hipotermi
Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat < 1500 gr
Incubator yang tidak dapat dilakukan KMC
Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 gr yang tidak
Ruangan memerlukan tindakan diagnostic atau prosedur
hangat
pengobatan
Sumber : IDAI, 2009

2) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan


dingin
3) Ukur suhu tubuh sesuai jadwal (Tabel 2) (IDAI, 2009).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 28 tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, Pasal 20, Ayat 4, poin b
menyatakan penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir
dengan BBLR melalui penggunaan selimut atau fasilitas

6
dengan cara menghangatkan tubuh bayi dengan metode
kangguru.
Sedangkan perawatan dengan metode kangguru
berdasarkan Penelitian yang diterbitkan oleh International
Journal of Epidemiology menunjukkan bahwa perawatan
metode kangguru terbukti bisa mengurangi angka kematian
bayi baru lahir di antara bayi premature dengan berat lahir
kurang dari 2000 gram. Perawatan metode kanguru telah
terbukti efektif untuk mengontrol suhu bayi, meningkatkan
pemberian ASI, mengurangi terjadinya infeksi, meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan bayi, serta membangun
ikatan antara ibu dan bayi (Silvia, Putri and Gusnila, 2015).

Table 2. Pengukuran Suhu Tubuh


Bayi sangat Bayi keadaan
Keadaan bayi Bayi sakit Bayi kecil
kecil membaik
Frekuensi
Tiap jam Tiap 12 jam Tiap 6 jam Sekali/hari
pengukuran
Sumber : IDAI, 2009

c. Pemberian minum
1) ASI merupakan pilihan utama
2) Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah
yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara

7
pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap
paling kurang sehari sekali.
3) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan
beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut,
timbang bayi 2 kali seminggu.
4) Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih
menginginkan dapat diberikan lagi (ad libitum).
5) Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan
respirasi yang tidak stabil, fungsi usus belum
berfungsi/terdapat anomali mayor saluran cerna, NEC,
IUGR berat, dan berat lahir <1000 g.
6) Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan
segera ditingkatkan selama tidak ditemukan tanda dehidrasi
dan kadar natrium serta glukosa normal (IDAI, 2009).
d. Panduan pemberian minum berdasarkan berat badan
1) Berat lahir <1000 g
a) Minum melalui pipa lambung
b) Pemberian minum awal ±10 ml/kg/hari
c) Asi perah/ term formula/half-strength preterm formula
d) Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik: tambahan 0,5-1 mL,interval 1 jam,
setiap ≥24 jam
e) Setelah 2 minggu: Asi perah + HMF (Human Milk
Fortifier) /full-strength preterm formula sampai berat
badan mencapai 2000 g (IDAI, 2009).
2) Berat lahir 1000-1500 g
a) Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage
(feeding)
b) Pemberian minum awal :±10 ml/kg/hari
c) ASI PERAH/term formula/half-strength preterm formula

8
d) Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik: tambahan 1-2 ml, interval 2 jam,
setiap ≥24 jam.
e) Setelah 2 minggu:Asi perah + HMF (human mik fortifier)
full strength preterm formula sampai berat badan
mencapai 2000 g (IDAI, 2009).
3) Berat lahir 1500-2000 g
a) Pemberian minum melalui pipa lambung (govage
feeding)
b) Pemberian minum awal : ±10 ml/kg/hari
c) ASI P/term perahormula/half-strength preterm formula
d) Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik: tambahan 2-4 ml. interval 3 jam,
setiap ≥12-24 jam
e) Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g
(IDAI, 2009).
4) Berat lahir 2000-2500 g
a) Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
b) ASI perah/term formula (IDAI, 2009).
5) Bayi sakit:
a) Pemberian minum awal: 10 mL/kg/hari
b) Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan
toleransi yang baik tambahan 3-5 mL, interval 3 jam,
setiap ≥8 jam (IDAI, 2009).
Penelitian Patel. P et all (2016), menunjukkan BBLSR
dengan pengaturan gizi seimbang sejak awal dan diberikan
secara adekuat terbukti mengurangi kegagalan pertumbuhan
pasca kelahiran. Pengaturan gizi seimbang sebagai berikut:

9
a. Energi. Untuk BBLSR <1500 gram pemberian energy
50kkal/Kg/hari dalam 2-3 minggu melalui parenteral.
Sampai bayi dapat minum melalui oral.
b. Karbohidrat. Pemberian parenteral dextrose konsentrasi
12,5% mengandung 3,4 kkal/g diberikan 30-35% per hari
untuk kebutuhan kalori
c. Protein 3,4 kkal/g diberikan 10-15% dari total nutrisi yang
diberikan.
d. Lemak sumbernya dapat ditemukan pada minyak kedelai,
percampuran minyak kedelai dan minyak zaitun, dan
percampuran minyak ikan danminyak zaitun. Untuk BBLSR
diberikan ≥2g/Kg/Hari atau perlahan-lahan mulai dari 0,5g-
1g/Kg/Hari dan maksimal 3g/Kg/Hari.
5. Suportif
a. Jaga dan pantau kehangatan
b. Jaga dan pantau potensi jalan napas
c. Pantau kecukupan nutrisi, cairan, dan elektrolit
d. Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang
timbul (misalnya hipotermi, kejang, gangguan napas,
hiperbilirubinemia)
e. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota
keluarga lainnya.
f. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak
memungkinkan, biarkan ia berkunjung setiap saat dan siapkan
kamar untuk menyusui.
g. Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman
dekat apabila dimungkinkan (IDAI, 2009).
6. Rujukan
a. Bila perlu lakukan pemeriksaan USG kepala atau fisioterapi

10
b. Pada umur 4 minggu atau selambat-lambatnya usia koreksi 34
minggu konsultasi ke dokter spesialis mata untuk evaluasi
kemungkinan retinopothy of premoturity (ROP).
c. THT: skrining pendengaran dilakukan pada semua BBLR,
dimulai usia 3 bulan sehingga apabila terdapat kelainan dapat
dikoreksi sebelum usia 6 bulan.
d. Periksa alkaline phosphatase (ALP), P, Ca saat usia
kronologis ≥4 minggu dan 2 minggu setelah bayi minum
secara penuh sebanyak 24 kalori/oz. Jika ALP > 500 U/L
berikan fosfat 2-3 mmol/Kg/hari dibagi 3 dosis.
e. Imunisasi yang diberikan sama seperti bayi normal kecuali
hepatitis B.
f. Bila perlu siapkan transportasi dan atau rujukan (IDAI, 2009).
7. Pemantauan
a. Pemantauan Tumbuh Kembang
1) Pantau berat bayi secara periodic
2) Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram
dan 15% untuk bayi berat lahir <1500 gram). Berat lahir
biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila
terjadi komplikasi.
3) Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua
kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
a) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai
tercapai jumlah 180 mL/kg/ hari
b) Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat
badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180
ml/kg/hari
c) Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat,
tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200
ml/kg/hari

11
d) Timbang berat badan setiap hari, ukur panjang badan
dan lingkar kepala setiap minggu
b. Pemantauan setelah pulang
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul yaitu gangguan
perkembangan, gangguan pertumbuhan, retinopati karena
prematuritas, gangguan pendengaran, penyakit paru kronik,
kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit,
kenaikan frekuensi kelainan bawaan. Untuk itu perlu dilakukan
pemantauan sebagai berikut:
1) Kunjungan ke dokter hari ke-2, 10, 20, 30 setelah pulang,
dilanjutkan setiap bulan
2) Pertumbuhan: berat badan, panjang badan dan lingkar
kepala (lihat grafik pertumbuhan).
3) Tes perkembangan: Denver development screening test
(DDST)
4) Awasi adanya kelainan bawaan (IDAI, 2009).
8. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada BBLR
a. Hipotermi
ELBW (Extremely Low Birth Weight) bayi berada pada risiko
tinggi untuk mengembangkan hipotermia karena
ketidakseimbangan antara kehilangan panas konduksi
(permukaan yang dingin), radiasi, penguapan dan konveksi
(dingin suhu kamar) (Nosherwan, 2017).
b. Hipoglikemia
c. Hiperbilirubinemia
d. Respiratory distress syndrome (RDS)
e. Introcerebrol and intraventricular haemorrhage (IVH)
f. Periyentricular leucomalasia (PVL)
g. Infeksi bakteri
h. Kesulitan minum
i. Penyakit paru kronis (chronic lung diseose)

12
j. NEC (necrotizing enterocolitis)
k. AOP (apnea of prematurity) terutama terjadi pada bayi <1000g
l. Patent Ductus Arteriosus (PDA) pada bayi dengan berat
<1000 g
m. Disabilitas mental dan fisik
1) Keterlambatan perkembangan
2) CP (cerebral palsy)
3) Gangguan pendengaran
4) Gangguan penglihatan seperti ROP (retinopathy of
prematurity) (IDAI, 2009).

13
9. Hubungan Berat Badan Lahir dan Usia Kehamilan
Menggunakan Kurva Lubchenco
Menurut (Saifuddin, 2010) berat badan bayi baru lahir
normal adalah sekitar 2500-4000 gram. Jika terlalu kecil
dikhawatirkan organ tubuhnya tidak dapat tumbuh dengan
sempurna sehingga dapat membahayakan kondisi bayi
tersebut. Sebaliknya jika terlalu besar juga ditakutkan sulit lahir
dengan jalan normal dan harus melalui operasi abdomen.
Hubungan antara umur kehamilan dengan berat badan
bayi lahir mencerminkan kecukupan intrauterine, penentuan
hbungan ini akan mempermudah morbiditas dan mortalitas bayi.
Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan maka berat bayi
lahir dikelompokan menjadi Sesuai Masa Kehamilan (SMK),
Kecil Masa Kehamilann (KMK) dan Besar Masa Kehamilan
(BMK) (Ifalahma dan Wulandari, 2015).

14
Berdasarkan kurva tersebut, maka berat badan menurut
usia kehamilan dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan
BB dibawah persentil ke-10
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi ahir dengan
BB diantara persentil ke-10 dan ke-90
c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan
BB diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan janin
(Cunningham, 2018).

15
Menurut Pantiawati (2010) Bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah diklasifikasikan menjadi:
a. Prematuritas Murni adalah bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan
atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa
Kehamilan (NKBSMK)
b. Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan,
dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan posterm.
Dismatur ini dapat juga Neonatus Kurang Bulan – Kecil
untuk Masa Kehamilan (NKBKMK). Neonatus Cukup
Bulan – Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK), Neonatus
Lebih Bulan – Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK)
(Kusparlina, 2016).
10. Ponderal Indeks
Indeks ponderal merupakan suatu formula yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi massa jaringan lunak pada
bayi yang tidak sesuai dengan pertumbuhan tulang atau skeletal
dan merupakan salah satu parameter indeks masa tubuh pada
bayi baru lahir (Putra dan Pramono, 2016).
Beberapa indeks ponderal telah dikenal. Indeks-indeks
ponderal yang paling banyak dan sudah lama (sejak tahun 1908)
dipakai adalah indeks ponderal dari Quatelet dan indeks
ponderal Rohrer. Dalam hal bayi saat lahir, Georgieff1
menyarankan penggunaan indeks berat badan, khususnya dari
Rohrer untuk mengkategorikan bayi dengan berat badan kurang
masa kehamilan ke dalam bayi dengan retardasi pertumbuhan
dalam uterus (intra uterine growth retardation= IUGR) akut
(asimetrik) dan bayi dengan retardasi pertumbuhan dalam uterus
kronis (simetrik) (Kusharisupeni, 2001). True fetal growth

16
restriction, berdasarkan ukuran kepala, perut, dan panjang
lengan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Simetris (20%),
gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana total jumlah sel
kurang, ini biasanya disebabkan oleh gangguan kromosom atau
infeksi kongenital misalnya TORCH. Proses patologis berada di
organ dalam sampai kepala. 2. Asimetris (80%), gangguan
terjadi pada fase Hipertrofi, di mana jumlah total sel normal tetapi
ukurannya lebih kecil. Biasanya gangguan ini disebabkan oleh
faktor maternal atau faktor plasenta.
Indeks ponderal menurut Rohrer dihitung untuk tiap-tiap bayi
lahir dengan rumus BB/TB3, kemudian indeks ponderal itu
dikelompokkan dalam persentil. cut off point dari indeks ponderal
digunakan untuk mengkategorikan IUGR ke dalam IUGR
simetrik atau IUGR asimetrik belum jelas didiskusikan. apabila
kurang atau sama dengan 10% pada kurva indeks ponderal
termasuk IUGR Asimetrik (akut) atau dengan memakai indeks
ponderal disebut sebagai Low Ponderal Index (LPI), sedangkan
apabila lebih dari 10% kurva indeks ponderal termasuk dalam
IUGR simetrik (kronis) atau Adequate Ponderal Index (API)
(Kusharisupeni, 2001).

B. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)


1. Pengertian Pertumbuhan Janin Terhambat
Intra Uterine Growth Retardation/Restriction (IUGR) atau
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) adalah suatu keadaan yang
dialami oleh bayi-bayi yang mempunyai berat badan lahir dibawah
batasan tertentu dari umur kehamilannya (Wirakusumah, 2013;63).
PJT merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola
pertumbuhan janin. Yang terjadi pada PJT adalah proses patologi
yang menghambat janin untuk mencapai proses pertumbuhannya.
PJT atau IUGR merupakan kondisi dimana janin tidak mampu

17
berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat adanya
gangguan nutrisi dan oksigenisasi, atau dengan kata lain suatu
keadaan yang dialami bayi dengan berat badan lahir di bawah
batasan tertentu dari umur kehamilannya (Susilawati, 2014).
PJT atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan
suatu keadaan dimana janin tidak mampu berkembang sesuai
dengan ukuran normal akibat adanya gangguan nutrisi dan
oksigenasi atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi
dengan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari umur
kehamilannya (Lausman et al., 2013).
2. Faktor Resiko dan Etiologi Pertumbuhan Janin Terhambat
a. Faktor Resiko
Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan
pengamatan terhadap faktor risiko dan ketidaksesuaian antara
tinggi fundus uteri (TFU) dengan usia kehamilan. Kurang
akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan PJT pada
umumnya disebabkan oleh: (1) Kesalahan dalam menentukan
umur kehamilan ; (2) Kesalahan dalam cara pengukuran TFU ;
(3) Adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi dengan
sangkaan PJT pada usia kehamilan 28 minggu sampai 34
minggu, kemudian menunjukkan pertumbuhan yang cepat
pada usia kehamilan 36 minggu sampai 39 minggu (POGI,
2016).
Faktor-Faktor Terjadi Risiko PJT :
1) Lingkungan social-ekonomi rendah
2) Riwayat PJT dalam keluarga
3) Riwayat obstetrik yang buruk
4) Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang
rendah
5) Komplikasi obstertik dalam kehamilan
6) Komplikasi medic dalam kehamilan

18
b. Etiologi
1) Faktor ibu : golongan faktor ibu yang merupakan
penyebab yang terpenting
a) Penyakit hipertensif (kelainan vascular ibu)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haerani
Rasyid, Syakib Bakri, 2016) dengan judul penelitian
”Intra Uterine Growth Retardation And Development
Of Hipertension”, Selama kehamilan, jaringan tubuh
mengalami pembelahan sel yang cepat. Pada periode
ini akan menjadi masalah yang kritis jika pasokan gizi
kurang, sehingga bisa mempengaruhi proses
pembelahan sel yang tidak sempurna. Kondisi
rahim/uterus yang tidak optimal menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) serta
menyebabkan perubahan konsistensi fenotip (Haerani
Rasyid et al, 2016).
Ibu yang mengalami hipertensi/ pre eklampsia
akan berpotensi terjadinya kehamilan dengan IUGR,
hal ini disebabkan oleh karena terjadinya
penyempitan pembuluh darah ( vasokontriksi), yang
akan membuat terjadinya hipoksiaa vaskularisi,
dimana keadaan ini dapat mengakibatkan stress
oksidatif pada endotel plasenta, sehingga asupan
nutrisi dan oksigen dari ibu kejanin mangalami
hambatan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa penyebab dari terjadinya IUGR oleh ibu hamil
yang hipertensi, asupan nutrisi ibu hamil yang kurang
dan kelaian kromosom/ pembelahan sel terganggu.
b) Kelainan uterus
c) Kehamilan kembar
d) Ketinggian tempat tinggal

19
e) Keadaan gizi
f) Perokok
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Alice
Wang, Zsuzsanna K, dkk, tahun 2017. Dengan judul
jurnal “Exces Placental secreted frizzled-related
protein 1 in maternal smokers impairs fetal growth” ibu
hamil dengan merokok akan mengakibatakn
pertumbuhan janin terhambat (IUGR), merokok
menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin
yang menyebabkan vasokonstriksi yang
berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah
pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai ke
dalam ruang intervillus. Ibu hamil dengan perokok
maka akan melahirkan bayi dengan berat badan 200-
400 gram yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
(Alice Wang et al, 2017).
2) Faktor fetal: kelainan kromosom, malformasi kongenital,
kehamilan multiple, infeksi janin misalnya TORCH.
3) Faktor plasenta : dikenal sebagai insufiensi plasenta.
Faktor plasenta dapat dikembalikan kepada faktor ibu.
Walaupun begitu, ada beberapa kelainan plasenta yang
khas, seperti tumor plasenta (Martaadisoebrata, 2015).
Kurang lebih 80-85% PJT terjadi akibat perfusi plasenta
yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta, dan 20%
akibat karena potensi tumbuh yang kurang (POGI, 2016).
4) Faktor maternal: nutrisi, infeksi maternal, gangguan aliran
uteroplasenta, riwayat obstetric jelek hipoksia kronis faktor
obstetrik jelek, hipoksia kronis, faktor uterin, kelainan
ginjal, sindrom antifosfolipid, lingkungan
(Martaadisoebrata dkk, 2015, hal. 54-55).

20
3. Jenis-jenis Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
a. PJT tipe I atau tipe simetris adalah terjadi kehamilan 0-20
minggu. Timbul gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbanyak sel (hyperplasia) umumnya karena kelainan
kromosom atau infeksi janin. Prognosisnya buruk.
b. PJT tipe II atau tipe asimetris adalah terjadi kehamilan 28-40
minggu. Timbul gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam
kehamilan yang disertai insufisiensi plasenta. Prognosisnya
baik.
c. PJT tipe III adalah kelainan diantara kedua tipe diatas ini
terjadi pada kehamilan 20-28 minggu. Timbul gangguan
potensi tubuh kombinasi antara gangguan hyperplasia dan
hipertrofi sel akibat, misalnya malnutrisi ibu, kecanduan obat
dan keracunan. Prognosisnya dubia (Martaadisoebrata, dkk,
2015).

Tabel 3. Perbedaan PJT Simetris dan Asimetris


Simetris Asimetris
Insidensi 20-30% Insidensi 70-80%
Terjadi pasa trimester ke-1 & ke-2 Terjadi pada trimester ke-3

Kecil secara simetris Kepala lebih besar dari


abdomen
Menghambat selular embrionik Menghambat hipertrofi selular
Menghambat hipertrofi dan Menurunnya ukuran sel
hiperplasia selular
Menurunnya jumlah & ukuran sel
Indeks ponderal normal Indeks ponderal rendah
Rasio kepala/abdomen dan
Rasio kepala/abdomen dan
femur/abdomen yang
femur/abdomen yang normal
meningkat
Penyakit genetik, infeksi Insufisiensi pembuluh darah
palsenta

21
Biasanya keadaan neonatus
Komplikasi neonatus, prognosis agak buruk dan membaik bila
buruk komplikasi dihindari atau
diterapi secara adekuat
Sumber : Susilawati Dessi, 2009

4. Penapisan dan Diagnosis Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)


a. Penapisan PJT
Walaupun tidak ada satupun pengukuran biometri ataupun
Doppler yang benar-benar akurat dalam membantu menegakkan
atau menyingkirkan diagnosis PJT, namun penapisan PJT penting
sekali dilakukan untuk mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi.
Penapisan awal berupa adanya faktor risiko terjadinya PJT perlu
dilakukan pada semua pasien dengan anamnesis yang lengkap.
Pada populasi umum penapisan PJT dilakukan dengan cara
mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin
pada waktu pemeriksaan antenatal/antenatal care (ANC)
terintegritas sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm.
Walaupun beberapa kepustakaan mempertanyakan keakuaratan
pengukuran tinggi fundus tersebut, khususnya pada pasien yang
obesitas. Jika ada perbedaan sama atau lebih besar dari 3 cm
dengan kurva standar, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
(USG). Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT pemeriksaan
USG serial perlu dilakukan.Pemeriksaan dapat dilakukan pertama
kali pada kehamilan trimester I untuk konfirmasi haid pertama
yang terakhir (HPHT).Kemudian pada pertengahan trimester II
(18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan
kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32
minggu untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan dan fenomena
brain sparing effect (oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler
velocimetry yang abnormal). (POGI, 2016).

22
Diagnosis PJT ditegakkan berdasarkan taksiran berat janin
atau lingkar perut/abdominal circumference (AC) yang sama atau
kurang dari 10 persentil dari pemeriksaan USG yang diakibatkan
oleh proses patologis sehingga tidak dapat mencapai potensi
pertumbuhannya secara biologis. (POGI, 2016).
Penapisan PJT dapat dilakukan jika terdapat satu atau lebih
tanda-tanda di bawah ini :
1) Gerak janin berkurang
2) TFU < 3 cm TFU normal sesuai usia kehamilan
3) Pertambahan berat badan < 5 kg pada usia kehamilan 24
minggu atau < 8 kg pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu
dengan BMI < 30)
4) Taksiran berat janin < 10 persentil
5) HC/AC > 1
6) Volume cairan ketuban berkurang (ICA < 5 cm atau cairan
amnion kantung tunggal terdalam < 2 cm) (POGI, 2016).
b. Diagnosis PJT
Diagnosis PJT dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1) Palpasi abdomen; akurasinya terbatas namun dapat
mendeteksi janin KMK sebesar 30%, sehingga tidak boleh
rutin digunakan dan perlu tambahan pemeriksaan biometri
janin (Peringkat Bukti: III dan IV, Rekomendasi C).
2) Mengukur tinggi fundus uteri (TFU); akurasinya terbatas untuk
mendeteksi janin KMK, sensitivitas 56-86%, spesifisitas 80-
93%. Dengan jumlah sampel 2941, sensitifitas 27%,
spesifisitas 88%. Pengukuran TFU secara serial akan
meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas, sehingga
dianjurkan pada kehamilan diatas usia 24 minggu (Peringkat
Bukti: II dan III, Rekomendasi B). Namun demikian,
pengukuran TFU tersebut tidak meningkatkan luaran perinatal
(Peringkat Bukti: Ib).

23
3) Taksiran berat janin (TBJ) dan abdominal circumference (AC);
metode ini lebih akurat untuk mendiagnosis KMK. Pada
kehamilan risiko tinggi dengan AC<10 persentil memiliki
sensitifitas 72,9-94,5% dan spesifisitas 50,6-83,8% untuk
mendiagnosis KMK. Pengukuran AC dan TBJ ini dapat
memprediksi luaran perinatal yang jelek (Peringkat bukti: II,
Rekomendasi B). Namun pada kehamilan risiko rendah,
dibuktikan dari Systematic Review dalam Cohrane database
bahwa pemeriksaan USG setelah umur kehamilan 24 minggu
tidak meningkatkan luaran perinatal. (Peringkat Bukti: Ia,
Rekomendasi A).
4) Mengukur indeks cairan amnion (ICA), Doppler,
kardiotokografi (KTG) dan profil biofisik; metode tersebut
bersifat lemah dalam mendiagnosis PJT. Metaanalisis
menunjukkan bahwa ICA antepartum < 5 cm meningkatkan
angka bedah sesar atas indikasi gawat janin. ICA dilakukan
setiap minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat
ringannya PJT (Peringkat bukti: I dan III). USG Doppler pada
arteri uterina memiliki akurasi yang terbatas untuk
memprediksi PJT dan kematian perinatal (POGI, 2016).
5. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT
lebih tinggi daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal
antara lain prematuritas, oligohidramnion, DJJ yang abnormal,
meningkatnya angka SC, asfiksia intrapartum, skor Apgar yang
rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi, hiperbilirubinemia,
hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal
dipengaruhi beberapa faktor, termasuk derajat keparahan PJT, saat
terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT.Makin kecil
persentil berat badan makin tinggi angka kematian perinatal.Pola
kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi

24
badan dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT lebih lambat
dibandingkan bayi preterm yang sesuai masa kehamilan dan tidak
mengalami PJT.
Bukti epidemiologis menunjukkan adanya KMK dengan
peningkatan risiko kejadian kadar lipid darah yang abnormal,
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik pada masa
dewasa (hipotesis Barker) (POGI, 2016).
6. Pemantauan Fungsional Janin/Fetal Surveillance
a. Nonstress Test (NST)
Non-Stress Test (NST) merupakan sebuah pemeriksaan
yang sederhana, dan tidak invasif yang dilakukan pada usia
kehamilan lebih dari 28 minggu menggunakan kardiotokografi.
Pemeriksaan ini mengukur laju jantung janin sebagai respon dari
pergerakan janin selama 20-30 menit. Cara melakukan uji
tersebut adalah dengan menggunakan sabuk yang memiliki
sensor yang sensitif terhadap denyut jantung janin dan dipasang
melingkari perut ibu yang berbaring, kemudian denyut jantung
janin akan direkam oleh mesin yang tersedia. Pemeriksaan ini
akan memperlihatkan gambaran yang abnormal pada janin yang
tidak memiliki oksigen yang adekuat karena masalah pada
plasenta atau umbilical cord atau masalah lainnya seperti
distress janin. (POGI, 2016).
Hasil pemeriksaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Reaktif : menandakan bahwa aliran darah ke janin adekuat.
Dikatakan reaktif jika dalam terdapat dua atau lebih
akselerasi laju jantung janin dalam 20 menit, baik dengan
atau tanpa pergerakan yang dirasakan oleh ibu. Dikatakan
akselerasi jika terdapat 15 denyut per menit (dpm) diatas
nilai dasar selama 15 detik jika berusia melebih 32
minggu,atau 10 dpm dalam 10 detik jika berusia kurang dari
32 minggu.

25
2) Non reaktif : membutuhkan beberapa pemeriksaan
tambahan untuk membedakan apakah benar penyebab tidak
reaktif akibat kurangnya oksigenasi atau apakah ada alasan
lain yang menyebabkan janin tidak reaktif (misalnya pola
tidur, riwayat minum obat ibu) (POGI, 2016).
b. Indeks Cairan Amnion (ICA)
USG dapat digunakan untuk menilai indeks cairan amnion
secara semikuantitatif yang sangat bermanfaat dalam
mengevaluasi PJT. Penilaian indeks cairan amnion dapat diukur
dengan mengukur skor 4 kuadran atau pengukuran diameter
vertikal kantong amnion yang terbesar. Nilai prediksi
oligohidramnion untuk PJT berkisar antara 79-100% (POGI,
2016).
Namun demikian indeks cairan amnion yang normal tidak
dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PJT.
Janin PJT dengan oligohidramnion akan disertai dengan
peningkatan angka kematian perinatal lebih dari 50 kali lebih
tinggi. Oleh sebab itu oligohidramnion pada PJT diangap
sebagai suatu keadaan emergensi dan merupakan indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan pada janin viabel. Kemungkinan
adanya kelainan bawaan yang dapat menyebabkan terjadinya
oligohidramnion (agenesis atau disgenesis ginjal) juga perlu
diwaspadai (POGI, 2016).
c. Penilaian Kesejahteraan Janin
Dengan mengetahui kesejahteraan janin, dapat dideteksi
ada atau tidaknya asfiksia pada janin dengan PJT. Beberapa
cara pemeriksaan yang dapat dikerjakan, antara lain
pemeriksaan skor profil biofisik. Kematian perinatal akibat
asfiksia akan meningkat jika nilai skornya <4.
Pada kehamilan risiko tinggi penilaian profil biofisik memiliki
nilai prediksi negatif yang baik. Kematian janin lebih jarang

26
terjadi pada kelompok dengan skor profil biofisik normal
(peringkat bukti Ia, rekomendasi A). Pada pelaksanaanya
penilaian skor profil biosfisik ini sangat menyita waktu dan tidak
dianjurkan pada pemantauan rutin kehamilan risiko rendah atau
untuk pemantauan primer janin dengan PJT (Peringkat bukti IB,
rekomendasi A) (POGI, 2016).
d. Pengukuran Doppler Velocimetry
PJT tipe II yang terutama disebabkan oleh infusiensi
plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara USG Doppler.
Peningkatan resistensi perifer dari kapiler-kapiler uterus
(terutama pada kasus hipertensi dalam kehamilan/HDK) akan
ditandai dengan penurunan tekanan diastolik sehingga Sistolik-
Diastolik (S/D) ratio akan meningkat, demikian juga dengan
indeks pulsatilitas (IP) dan indeks resistensi (IR). Saat ini USG
Doppler dianggap sebagai metode yang paling dini untuk
mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan sebelum terlihat
tanda-tanda lainnya.
Saat ini USG Doppler dianggap sebagai metode yang paling
dini untuk mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan
sebelum terlihat tandatandalainnya. Kelainan aliran darah pada
pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi dengan pemeriksaan
KTG satu minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastolik /
absent end diastolic flow (AEDF) akan diikuti dengan kelainan
pada KTG 3-4 hari kemudian. Gelombang diastolik yang terbalik/
reversed end diastolic flow (REDF) akan disertai dengan
peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam.25
Dengan demikian, pemeriksaan USG Doppler dapat digunakan
untuk mengetahui etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin
dengan PJT (POGI, 2016).
e. Pemeriksaan Pembuluh Darah Arteri
1) Arteri Umbilikalis

27
Pada kehamilan yang mengalami PJT, maka gambaran
gelombang Dopplernya akan ditandai oleh menurunnya
frekuensi akhir diastolik. Pada preeclampsia dan adanya PJT
akan terlihat gambaran gelombang diastolik yang rendah
(reduced), hilang (absent), atau terbalik (reversed). Sampai
saat ini pemeriksaan arteri umbilikalis untuk mendiagnosis
keadaan hipoksia janin pada kasus preeklampsia atau PJT
masih menjadi cara pemeriksaan yang terpilih karena lebih
mudah pemeriksaannya dan interpretasinya (POGI, 2016).
2) Arteri Serebralis Media (Media Cerebralis Artery / MCA)
Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I akan
ditandai oleh gambaran absent of end-diastolic flow,
kemudian gelombang diastolik mulai akan terlihat sejak akhir
trimester I. Pada janin PJT yang mengalami hipoksia akan
terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter. Pada keadaan
ini, gambaran Doppler akan memperlihatkan adanya
peningkatan indeks resistensi atau indeks pulsatilitas arteri
umbilikasis yang disertai penurunan resistensi sirkulasi
serebral yang terkenal dengan fenomena “brain sparing
effect” (BSE) yang merupakan mekanisme kompensasi
tubuh untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan
organ-organ penting lainnya (POGI, 2016).
3) Cerebroplacental Ratio (CPR)
Pemeriksaan rasio otak/plasenta/Cerebroplacental
Ratio (CPR) janin (yaitu nilai IP arteri serebralis media/nilai
IP arteri umbilikalis) merupakan alternatif lain untuk
mendiagnosis PJT. Pemeriksaan CPR bermanfaat untuk
mendeteksi kasus PJT yang ringan (POGI, 2016).

28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan
dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan.
Klasifikasi bayi baru lahir dengan berat badan rendah berdasarkan
derajatnya yaitu BBLR, BBLSR, dan Berat BBLASR/BBLER.
Secara rasional pengelolaan kehamilan yang dicurigai PJT dapat
dimulai dari tindakan untuk menghilangkan faktor risiko seperti infeksi,
kekurangan nutrisi, pengobatan hipertensi, mencegah atau
menghilangkan kebiasaan merokok, dan sebagainya. Berbagai upaya
intervensi telah dicoba namun hasilnya belum dapat
direkomendasikan secara ilmiah, seperti terapi oksigen, nutrisi, rawat
inap di RS, bed rest, betamimetik, calcium channel blockers, terapi
hormon, plasma ekspander, pemberian aspirin, dan sebagainya.
Pemberian kortikosteroid pada kehamilan 24-36 minggu dapat
menurunkan kejadian sindroma distres pernafasan (RDS).
Apabila kehamilan akan diakhiri pada janin prematur, pilihannya
adalah seksio sesaria. Pada janin aterm, induksi persalinan
pervaginam dapat dilakukan dengan pemantauan intrapartum yang
kontinyu. Belum tersedia data yang cukup untuk merekomendasikan
seksio efektif pada semua janin dengan PJT.

B. Saran
1. Pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan perlu
mempersiapkannya dengan baik terutama pemenuhan nutrisi
selama kehamilan agar bayi yang dilahirkan tidak mengalami BBLR
maupun PJT.
2. Bidan harus Meningkatkan kompetensi dan keterampilan untuk
deteksi dini BBLR maupun PJT serta lebih aktif dalam memberikan

29
informasi dan edukasi selama masa pra konsepsi sampai dengan
kehamilan ibu.

30
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham,dkk. 2017. Obstetri Williams Volume I. Jakarta : EGC.

Cunningham FG, [et.al], dkk, (2018), “Obstetri Williams”, Vol.2. Ed.23.


Jakarta : EGC
Haerani Rasyid, Syakib Bakri, 2016.”Intra Uterine Growth Retardation And
Development Of Hipertension.

Lausman A. et al., 2013. Screening, Diagnosis, and Management of


Intrauterine Growth Restriction. Journal of Obstetrics and
Gynecology Canada, 34 (1).

Martaadisoebrata. (2015). “Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi”,


Edisi 3. Jakarta : EGC.
Nosherwan, A., Cheung, P., and Schmolzer, G. M. (2017). ‘Management
of Extremely Low Birth Weight Infants in Delivery Room’, Elsevier.
Nurhidayati, I. and Setianingsih. (2017). ‘Perilaku Perawatan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas Klaten Tengah : Studi
Fenomenologi’, 4(1), pp. 85–94.
Patel, P. et. all .(2016). ‘Total Parenteral nutrition for the very low birth
weight infant’, Elsevier,, pp. 1-6.
Saputri, L. A. (2017). Korelasi Kadar Insulin-Like Growth Factor I (Igf-I)
Serum Maternal Dengan Antropometri Bayi Baru Lahir’, Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 8(2), pp. 53–60.
Sukarni, Icesmi. (2014). Patologi : Kehamilan, Persalinan, Nifas dan
Neonatus Risiko Tinggi. Yogyakarta : Penerbit Nuha Medika.
Susilawati, D. (2009). Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal pada
Pertumbuhan Janin Terhambat dan Normal dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi. Departmen Obstetri dan Ginekologi Universitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai