Anda di halaman 1dari 88

STUDI KASUS

PASIEN BY.NY.SRI WAHYUNI

Dengan Diagnosa

Prematur/BBLSR+NEC gr.II+Late Onset Sepsis

OLEH :

Kelompok 1

Nama Anggota :

1. VIQIH QURNAINI
2. RETNO SURYANINGSIH
3. ANGGER KARNAFALIA
4. RACHMA JUWITA

RUANG NEONATOLOGI

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segenap

rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tidak lupa pula shalawat beriring

salam kita panjatkan keharibaan nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan

keluarganya

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

pembimbing selama kami pelatihan NEONATOLOGI LEVEL 2-3 yang telah

memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang

sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka

kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan, semoga makalah ini

dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepntingan pada

umumnya.

Malang, Agustus 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………......Hal.4
BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………………………………Hal. 6
BAB III TINJAUAN KASUS……………………………………………………………………Hal.60
BAB IV ANALISIS JURNAL PENDUKUNG………………………………………………….Hal.84
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………………Hal.90

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi prematur merupakan bayi yang lahir dari persalinan usia kehamilan

kurang dari 37 minggu (Manuaba, 2013). Bayi prematur salah satu penyebab angka
kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Kejadian bayi prematur masih merupakan persoalan yang harus diperhatikan secara
bersama, bayi prematur berisiko tinggi mengalami mortalitas dan morbiditas pada masa
pertumbuhannya (Nurlaila, et al., 2015). Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 15
juta bayi prematur lahir setiap tahun. Kelahiran prematur berkisar di antara 5-18% dari
keseluruhan angka kelahiran bayi. Lebih dari 60% kelahiran prematur terjadi di Afrika dan
Asia Selatan. Di negara berpenghasilan rendah, rata-rata 12% bayi lahir premature
dibandingkan dengan 9% di negara berpenghasilan tinggi. Negara dengan jumlah kelahiran
prematur terbesar yaitu India (3,5 juta), China (1,2 juta), Nigeria (773.600), dan Pakistan
(748.100) dan Indonesia sebanyak (675 ribu) kelahiran (WHO, 2018).

Kejadian prematuritas pada kehamilan disebabkan oleh multifaktor : factor


maternal, faktor janin, dan faktor lainnya (Saifuddin, 2012). Menurut Fraser
keberlangsungan hidup bayi baru lahir bergantung pada kemampuannya untuk
beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin. Kemampuan adaptasi ini meliputi
sirkulasi kardiopulmonal dan penyesuaian fisiologis untuk menggantikan fungsi
plasenta dan mempertahankan homeostasis (Fraser & Cooper, 2012).Kelahiran
prematur menyebabkan organ tubuh belum dapat berfungsi secara

sempurna, sehingga penyesuaian fungsi organ terhadap perubahan kondisi dari intrauterin
ke ekstrauterin sangat sulit bagi bayi. Perubahan kondisi ekstrauterin dapat menimbulkan
stres pada bayi prematur. Respon stres yang dialami pada bayi dapat melalui perubahan
fisiologis seperti frekuensi napas, nadi, perubahan suhu dan respon perilaku bayi. Selain itu,
respon stres akan berdampak terhadap metabolisme sehingga mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan bayi (Wong, et al., 2009). Perawatan bayi prematur pada masa-masa
awal kelahirannya sangat penting karena bayi masih dalam proses beradaptasi dengan
lingkungan.Bayi prematur yang tidak mendapatkan perawatan dengan baik, lebih mudah
mengalami infeksi (Saifuddin, 2012).

4
B. Tujuan

Tujuan dari dilakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan pada


bayi premature
2. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang terjadi pada bayi premature dengan
ventilasi mekanik
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi peneliti :
1. Dapat menjadi pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan kepada bayi
premature dengan ventilasi mekanik
2. Dapat mengembangkan kemampuan dalam perawatan bayi premature
Manfaat secara umum :
1. Menjadi referensi dalam tehnik merawat bayi premature

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bayi Prematur

2.1.1 Definisi Bayi Prematur

Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum

usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi

prematur atau bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu

tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan

berat badan kurang 2500 gram (Surasmi, dkk, 2003). Prematur juga sering

digunakan untuk menunjukkan imaturitas. Bayi dengan berat badan lahir

sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai

neonatus imatur. Secara historis, bayi dengan berat badan lahir 2500 gram

atau kurang disebut bayi prematur (Behrman, dkk, 2000). Umumnya kehamilan

disebut cukup bulan bila berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari

pertama siklus haid terakhir pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang

terjadi sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu disebut dengan

persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana, 2016).

Istilah prematuritas telah diganti dengan bayi berat badan lahir rendah

(BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat

badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37

minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur cukup, atau

karena kombinasi keduanya (Maryunani & Nurhayati, 2009).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat

lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Sejak tahun 1961 WHO telah

mengganti istilah prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dilakukan

karena tidak semua bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

6
adalah bayi prematur (Rukiyah & Yulianti, 2012).

2.1.1 Klasifikasi Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat dibagi

menjadi 2 yaitu :

1. Bayi Prematur Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi yang lahir dengan

masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan usia

kehamilan. Derajat prematuritas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Bayi sangat prematur (extremely premature) : 24-30 minggu

2) Bayi prematur sedang (moderately premature) : 31-36 minggu

3) Borderline premature : 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat prematur dan matur.

Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering timbul masalah seperti yang dialami

bayi prematur misalnya gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap yang

lemah.

2. Bayi Prematur Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang lahir dengan

berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi tersebut. Banyak

istilah yang dipergunakan untuk

menunjukkan bahwa bayi KMK ini dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam

uterus (intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature, small for dates,

dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan small for

gestational age (SGA). Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post matur)

mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran

kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan

pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut. IUGR dapat dibedakan menjadi 2

7
yaitu sebagai berikut:

1) Proportinate IUGR : janin menderita distres yang lama, gangguan pertumbuhan terjadi

berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir. Sehingga berat,

panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi

keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang sebenarnya.

2) Disproportinate IUGR : terjadi akibat distres sub akut. Gangguan terjadi beberapa

minggu atau beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan

lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Tanda-

tandanya adalah sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering, keriput dan

mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.

2.1.2 Etiologi Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1. Faktor ibu

Faktor ibu merupakan hal dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur,

faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:

1) Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).

2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi dan

anemia sel sabit.

3) Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks).

4) Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).

5) Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut dengan gejala panas tinggi (misal:

thypus abdominalis, dan malaria) dan penyakit kronis (misal: TBC, penyakit jantung,

hipertensi, penyakit ginjal).

6) Trauma pada masa kehamilan, antara lain jatuh.

7) Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol).

8) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

8
9) Bekerja yang terlalu berat.

10) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.

2. Faktor Janin

Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur antara lain

kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, kelainan kromosom,

infeksi (misal: rubella, sifilis,

toksoplasmosis), insufensi plasenta, inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor

rhesus, golongan darah A, B dan O), infeksi dalam rahim.

3. Faktor Lain

Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu faktor plasenta, seperti plasenta

previa dan solusio plasenta, faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan

sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang melelahkan dan merokok.

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), berdasarkan klasifikasinya penyebab

kelahiran bayi prematur dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:

1. Bayi prematur tipe SMK disebabkan oleh:

1) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar.

2) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.

3) Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat

bayi dalam rahim).

4) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).

5) Ibu hamil yang sedang sakit.

2. Bayi prematur tipe KMK disebabkan oleh:

1) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.

2) Ibu memiliki riwayat hipertensi, pre eklampsia dan anemia.

3) Kehamilan kembar.

4) Malaria kronik dan penyakit kronik lainnya.

5) Ibu hamil merokok.

9
2.1.3 Tanda dan Gejala Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan gejala yang dapat

muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut:

1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.

2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.

3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.

4. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.

5. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.

6. Rambut lanugo masih banyak.

7. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.

8. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.

9. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.

10. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan klitoris

menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi

dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).

11. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.

12. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.

13. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak

masih kurang.

14. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), bayi prematur menunjukkan belum

sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaan lemah, yaitu sebagai berikut:

1. Tanda-tanda bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK):

1) Kulit tipis dan mengkilap.

2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan sempurna.

3) Lanugo (rambut halus atau lembut) masih banyak ditemukan terutama pada daerah

10
punggung.

4) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik.

5) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora.

6) Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan dan testis kadang belum turun.

7) Garis telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk.
8)

9) Kadang disertai dengan pernapasan yang tidak teratur.

10) Aktivitas dan tangisan lemah.

11) Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.

2. Tanda-tanda bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK):

1) Umur bayi bisa cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500 gram.

2) Gerakannya cukup aktif dan tangisannya cukup kuat.

3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.

4) Pada bayi laki-laki testis mungkin sudah turun.

5) Bila kurang bulan maka jaringan payudara dan puting kecil.

11
2.1.4 Pathway Bayi Prematur
Factor ibu:

Ibu berusia <20th Factor janin: Factor


lingkungan :
Ibu berusia >35th Kehamilan
Jarak kehamilan terlalu dekat ganda (gemeli) Terpapar asap
rokok,radiasi
Keadaan social ekonomi yang rendah Hidramnion
dan zat-zat
↓↑ Ibu yang menderita HT dan DM
Infeksi beracun

Bayi lahir prematur

System System
System Termoregulasi
pencernaan integumen
pernafasan
yang imatur belum sempurna
Kulit lebih
Terjadi
tipis dari bayi
adaptasi suhu
Infeksi , intestinal yang lahir
dari intra uteri
ischemia, immature aterm
Paru terisi ke ekstra
Surfaktan ↓ immune respon
cairan uteri
Per-meabilitas

Paru diisi Dilatasi ireguler Bayi ↑ panas
Ekspansi
oleh O2 dan pada usus(edema tubuh
paru tidak
mendesak mukosa) Penguap-
maksimal
cairan an↑
Pembakaran
keluar paru-
lemak coklat
paru Trauma mucosa
MK: Pola
usus
Nafas tidak
System
efektif Resiko
Kegagalan Infeksi tak termoregulasi
hipotermi
pengeluaran terkontrol mencapai batas
cairan maksimal

Reflek telan Necrotizing


↓ Enterocolitis(NEC) Resiko infeksi

Cairan menumpuk di jalan nafas 12


Motilitas usus terganggu

MK: Ketidakefektifan bersihan


MK: Resiko deficit nutrisi
2.1.5 Patofisiologi Bayi Prematur

Menurut Surasmi, dkk (2003), neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan

perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori melalui peningkatan metabolisme. Hal

itu disebabkan karena respon menggigil pada bayi tidak ada atau kurang, sehingga

bayi tidak dapat menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stres dingin atau

suhu lingkungan rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai respon terhadap

rangsangan dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan norepinefrin yang menstimulus

metabolisme lemak dari cadangan lemak coklat untuk menghasilkan kalori yang

kemudian dibawa oleh darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia,

metabolisme asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon

terhadap stres dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen. Bila oksigen

yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen berkurang (hipoksia)

dan keadaan ini akan menjadi lebih buruk karena volume paru menurun akibat

berkurangnya oksigen darah dan kelainan paru (paru yang imatur). Keadaan ini dapat

sedikit tertolong oleh haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih

banyak sehingga bayi dapat bertahan lama pada kondisi tekanan oksigen yang

kurang.

Stres dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas norepinefrin yang

menyebabkan vasokontriksi paru. Akibatnya, menurunkan keefektifan ventilasi paru

sehingga kadar oksigen darah berkurang. Keadaaan ini menghambat metabolisme

glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan asam

laktat, kondisi ini bersamaan dengan

metabolisme lemak coklat yang menghasilkan asam sehingga meningkatkan kontribusi

terjadinya asidosis. Kegiatan metabolisme anaerob meghilangkan glikogen lebih

banyak dari pada metabolisme aerob sehingga mempercepat terjadinya hipoglikemia.

13
Kondisi ini terjadi terutama bila cadangan glikogen saat lahir sedikit, sesudah kelahiran

pemasukan kalori rendah atau tidak adekuat (Surasmi, dkk, 2003).

Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena

struktur anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti

bayi yang lebih tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi

untuk mengatur dan mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi

berisiko tinggi lain juga mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau

gangguan pada fungsi anatomi, fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya

kelainan atau penyakit yang diderita. Bayi prematur atau imatur tidak dapat

mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal karena pusat pengatur suhu pada

otak yang belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai

sumber kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan permukaan tubuh yang

relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas tubuh yang lebih banyak.

Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan

panas tubuh melalui aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih kurang

(Surasmi, dkk, 2003)

2.1.10 Masalah yang Terjadi pada Bayi Prematur

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), terdapat beberapa masalah yang

dapat terjadi pada bayi prematur baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Masalah jangka pendeknya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gangguan metabolik, antara lain sebagai berikut:

1) Hipotermia

Terjadi karena sedikitnya lemak tubuh pada bayi prematur dan pengaturan suhu

tubuh bayi yang belum matang.

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah

pada bayi yaitu kurang dari 45 mg/dL. Gula darah berfungsi sebagai makanan otak

14
dan membawa oksigen ke otak. Jika asupan glukosa kurang, maka dapat

menyebabkan sel-sel saraf di otak mati dan dapat mempengaruhi kecerdasan bayi

kelak. Oleh karena itu bayi prematur membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah

lahir dan minum sering atau setiap 2 jam.

3) Hiperglikemia

Hiperglikemia sering terjadi pada bayi sangat prematur karena mendapat cairan

glukosa berlebihan secara intravena.

4) Masalah pemberian ASI

Masalah pemberian ASI terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, dan

keadaan bayi yang kurang energi, lemah serta lambungnya yang kecil dan tidak dapat

mengisap.

2. Gangguan imunitas, antara lain sebagai berikut:

1) Gangguan imonologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena kadar Ig G maupun gamma

globulin yang rendah. Bayi prematur belum sanggup membentuk antibodi dan daya

fagositosis serta reaksi terhadap infeksi yang belum baik.

2) Kejang saat dilahirkan

Kejang dapat terjadi karena infeksi sebelum lahir (prenatal), perdarahan

intrakranial atau akibat vitamin B6 yang dikonsumsi ibu.

3) Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Bayi prematur menjadi kuning lebih awal dari pada bayi cukup bulan pada

umumnya.

3. Gangguan pernafasan, antara lain sebagai berikut:

1) Sindroma gangguan pernapasan

Sindroma gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah perkembangan

imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-

paru.

15
2) Asfiksia

Dampak kelahiran prematur adalah proses adaptasi bayi terhadap pernapasan

waktu lahir sehingga mengalami asfiksia waktu lahir dan membutuhan resusitasi.

3) Apneu periodik (henti napas)

Organ paru-paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna menyebabkan

bayi dengan kelahiran prematur berhenti bernapas.

4) Paru-paru belum berkembang

Organ paru-paru yang belum berkembang menyebabkan bayi mengalami sesak

napas (asfiksia) dan membutuhkan resusitasi dengan cepat.

5) Retrolental fibroplasia

Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan

oksigen yang berlebihan. Kelainan ini sering terjadi pada bayi prematur dengan berat

badan kurang dari 2000 gram dan telah mendapat oksigen dengan konsentrasi tinggi

atau lebih dari 40%.

4. Gangguan sistem peredaran darah, antara lain sebagai berikut:

1) Masalah perdarahan

Perdarahan pada bayi yang lahir prematur dapat disebabkan karena kekurangan

faktor pembekuan darah atau karena faktor fungsi pembekuan darah yang abnormal

atau menurun.

2) Anemia

Anemia pada bayi prematur dapat terjadi lebih dini karena disebabkan oleh

supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan zat besi janin yang sedikit, serta

bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang lebih cepat.

3) Gangguan jantung

Gangguan jantung yang sering ditemui pada bayi prematur adalah patent ductus

ateriosus (PDA) yang menetap sampai bayi berumur 3 hari, terutama pada bayi

dengan penyakit membran hialin. Gangguan jantung lain yang sering terjadi pada bayi

16
prematur adalah

defek septum ventrikel yang sering dialami oleh bayi prematur dengan berat badan

kurang dari 2500 gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu.

4) Gangguan pada otak

Gangguan pada otak yang dapat terjadi pada bayi prematur adalah

intraventricular hemorrhage, yaitu perdarahan intrakranial yang dapat mengakibatkan

masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot, keterlambatan

perkembangan, dan kejang. Selain itu, bayi juga dapat mengalami periventricular

leukomalacia (PVL) yaitu kerusakan dan pelunakan materi putih (bagian dalam otak

yang mentransmisikan informasi antara sel-sel saraf dan sumsum tulang belakang,

juga dari satu bagian otak ke bagian otak yang lain) yang biasanya terjadi pada bayi

dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu.

5) Bayi prematur dengan ikterus

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah mengakibatkan perubahan warna

kuning pada kulit, membran mukosa, sklera, dan organ lain pada bayi.

6) Kejang

Suatu kondisi yang terjadi pada bayi prematur yang ditandai dengan adanya

tremor dan disertai penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak terkendali pada

mulut, mata, dan anggota gerak lain, serta terjadinya kekakuan seluruh tubuh tanpa

adanya rangsangan.

7) Hipoglikemia

Suatu kondisi dimana kadar gula darah bayi yang rendah dan di bawah normal,

yang dapat mengakibatkan bayi menjadi gelisah dan tremor, apatis, kejang, lemah,

letargis, kesulitan makan, keringat banyak, hipertermi bahkan henti jantung.

5. Gangguan cairan dan elektrolit, antara lain sebagai berikut:

1) Gangguan eliminasi

Pada bayi prematur dapat terjadi edema dan asidosis metabolik karena ginjal

17
yang imatur baik secara anatomis maupun fisiologis, kerja ginjal yang masih belum

matang, kemampuan membuang sisa metabolisme dan air yang belum sempurna,

serta produksi urine yang sedikit.

2) Distensi abdomen

Kelainan ini berkaitan dengan usus bayi akibat dari motilitas usus yang

berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung

bertambah, daya untuk mencerna dan mengabsorbsi zat lemak, laktosa, vitamin, yang

larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter

kardioesofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung

ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.

3) Gangguan pencernaan

Saluran pencernaan pada bayi prematur masih belum berfungsi dengan

sempurna sehingga penyerapan nutrisi masih lemah dan kurang baik. Aktifitas otot

pencernaan masih belum sempurna yang

mengakibatkan pengosongan lambung menjadi berkurang. Bayi prematur mudah

kembung karena stenosis anorektal, atresia ileum, peritonitis meconium, dan mega

colon.

4) Gangguan elektrolit

Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan, dan

penyakit bayi. Kebutuhan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan

yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan yang disebabkan oleh keadaan lain.

Pada bayi prematur gangguan elektrolit dipengaruhi oleh kulit bayi yang tipis,

kurangnya jaringan subkutan dan oleh luasnya permukaan tubuh.

Masalah jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi prematur menurut

Proverawati dan Sulistyorini (2010), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Masalah psikis, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan

18
Pada bayi prematur pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lebih lambat

karena berkaitan dengan maturitas otak bayi.

2) Gangguan bicara dan komunikasi

Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal

kecepatan berbicara antara bayi prematur dan BBLR dengan bayi cukup bulan dan

berat lahir normal (BLN). Pada bayi prematur dan BBLR kemampuan bicaranya akan

terlambat dibandingkan bayi cukup bulan dengan berat lahir normal sampai usia 6,5

tahun.

3) Gangguan neurologi dan kognisi

Gangguan neurologis yang sering dialami adalah cerebral palsy. Makin kecil usia

kehamilan bayi, maka semakin tinggi resikonya. Gangguan neurologi lain adalah

retardasi mental, MMR (motor mental retardasi) dan kelainan EEG (dengan atau

tanpa epilepsi).

4) Gangguan belajar atau masalah pendidikan

Suatu penelitian longitudinal di negara maju (UK dan Eropa) menunjukkan

bahwa lebih banyak anak dengan riwayat kelahiran prematur dan BBLR dimasukkan di

sekolah khusus. Namun di negara berkembang sulit untuk menilainya karena faktor

kemiskinan juga dapat mempengaruhi.

5) Gangguan atensi dan hiperaktif

Gangguan ini sekarang dikenal dengan ADD dan ADHD yang termasuk dalam

gangguan neurologi. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini lebih banyak terjadi

pada bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari 2041 gram.

2. Masalah fisik antara lain adalah sebagai berikut:

1) Penyakit paru kronis

Penyakit paru kronis pada bayi prematur dapat disebabkan oleh infeksi,

kebiasaan ibu yang merokok selama kehamilan dan radiasi udara lingkungan.

2) Gangguan penglihatan (retinopati) dan pendengaran

19
Gangguan penglihatan sering dikeluhkan meskipun telah diberikan terapi

oksigen terkendali. Retinopathy of prematury (ROP)

biasanya terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan masa gestasi

kurang dari 30 minggu.

3) Kelainan bawaan (kelainan kongenital)

Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang terjadi pada

struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh bayi saat dilahirkan. Kelainan kongenital

lebih sering ditemukan pada bayi prematur baik SMK maupun KMK, tapi paling tinggi

pada bayi dengan pertumbuhan intrauterin yang terlambat. Kelainan yang sering

ditemukan adalah kelainan celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing), defek tabung

saraf, kelainan jantung, cerebral palsy, clubfoot, dislokasi panggul bawaan,

hipotiroidisme kongenital, fibrosis kistik, defek saluran pencernaan, sindroma down,

fenilketonuria, sindroma X yang rapuh, distrofi otot, anemia sel sabit, penyakit tay-

sachs, sindroma alkohol pada janin.

2.1.12 Pemeriksaaan Penunjang pada Bayi Prematur

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai berikut:

1. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3. Neutrofil meningkat hingga 23.000-

24.000/mm3 hari pertama setelah lahir dan menurun bila ada sepsis.

2. Hematokrit (Ht): 43%-61%. Peningkatan hingga 65% atau lebih menandakan

polisitemia, sedangkan penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic

prenatal/perinatal.

3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah berhubungan

dengan anemia atau hemolisis yang berlebihan.

4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl pada 1-2 hari, dan

12 gr/dl pada 3-5 hari.

20
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran

rata-rata 40-50 mg/dl dan meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.

6. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal pada awal kehidupan.

7. Pemeriksaan analisa gas darah.

2.1.12 Penatalaksanaan pada Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau penanganan

yang dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah mengalami

hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.

2. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan infeksi,

perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum

memegang bayi.

3. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh sebab itu

pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.

4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi

dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat

badan harus dilakukan dengan ketat.

5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih serta

pertahankan suhu tetap hangat.

6. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.

7. Tali pusat dalam keadaan bersih.

8. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada beberapa

penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur dan berat badan

lahir rendah, yaitu sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu tubuh bayi

21
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi

hipotermia, karena pusat pengaturan panas badannya belum berfungsi dengan baik,

metabolismenya juga masih rendah, dan permukaan badan yang relatif luas. Oleh

karena itu, bayi prematur harus dirawat dalam inkubator sehingga panas tubuhnya

dapat sama atau mendekati dengan panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi

dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas

atau menggunakan metode kangguru.

2. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan

pilihan susu, cara pemberian, dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan

bayi.

3. Pencegahan infeksi

Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama disebabkan oleh infeksi

nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin serum

bayi prematur masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik limfosit

juga masih rendah serta fungsi imun yang belum berpengalaman. Oleh karena itu bayi

prematur tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.

4. Penimbangan berat badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat

kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus

dilakukan dengan ketat.

5. Pemberian oksigen

Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur dan

BBLR akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar

30%-35% dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2 yang tinggi dalam

waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi dan dapat

menimbulkan kebutaan.

22
6. Pengawasan jalan nafas

Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan hipoksia yang akan

berakhir dengan kematian. Bayi prematur dapat berisiko mengalami serangan apneu

dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang

sebelumnya diperoleh dari plasenta. Oleh karena itu, perlu pembersihan jalan nafas

segera setelah bayi lahir.

2.2 Konsep Nutrisi pada Bayi Prematur

2.2.1 Fisiologi Saluran Cerna pada Bayi Prematur

Kebutuhan bayi untuk pertumbuhan yang cepat dan pemeliharaan harian harus

disesuaikan dengan tingkat kematangan anatomi dan fisiologi. Koordinasi mengisap

dan menelan sepenuhnya belum baik pada usia kehamilan 36 atau 37 minggu. Reflek

muntah sampai usia kehamilan 36 minggu belum berkembang sehingga mudah terjadi

aspirasi. Reflek mengisap dan menelan pada bayi sudah berkembang tapi masih

lambat dan tidak efektif. Kapasitas lambung sangat terbatas dan mudah mengalami

distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernapasan. Pada hari-hari pertama

pengosongan lambung bayi lebih lambat, pengosongan akan lebih cepat pada hari

ketiga dan seterusnya. Sistem enzim pencernaan bayi pada masa kehamilan 28

minggu sudah cukup matur untuk mencerna dan mengabsorbsi protein dan

karbohidrat. Lemak kurang dapat diabsorbsi karena kurangnya garam empedu

(Surasmi, dkk, 2003).

2.2.2 Kebutuhan Nutrisi pada Bayi Prematur

Pada masa neonatus, nutrisi bayi prematur dan BBLR merupakan kebutuhan

paling besar dibandingkan kebutuhan pada masa manapun dalam kehidupan untuk

mencapai tumbuh kembang yang optimal. Pertumbuhan bayi prematur dan BBLR yang

direfleksikan per kilogram berat badan hampir dua kali lipat bayi cukup bulan, sehingga

bayi-bayi tersebut membutuhkan dukungan nutrisi khusus dan optimal untuk

memenuhi kebutuhannya (Nasar, 2004).

23
Pada umumnya bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram, memerlukan

nutrisi parenteral segera sesudah lahir. Belum ada standar kebutuhan nutrisi yang

disusun secara tepat untuk bayi prematur dan berat badan lahir rendah yang

sebanding dengan air susu ibu (ASI). Rekomendasi yang ada ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi yang mendekati kecepatan tumbuh dan komposisi tubuh

janin normal sesuai masa gestasi serta mempertahankan kadar normal nutrisi dalam

darah dan jaringan tubuh (Nasar, 2004).

Bayi prematur dan BBLR membutuhkan nutrisi yang mengandung beberapa zat

yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya dengan

perhitungan yang berbeda dengan bayi cukup bulan pada umumnya. Menurut

(Retayasa, 2007) zat-zat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Energi

Kebutuhan nutrisi pada neonatus diketahui bervariasi menurut berat lahir dan

usia kehamilan. Bayi prematur hanya mempunyai sedikit cadangan energi karena

kurangnya cadangan glikogen di bawah kulit. Kebutuhan energi bayi prematur dibagi

menjadi dua komponen penting yaitu kebutuhan untuk pemeliharaan fungsi tubuh dan

kebutuhan untuk tumbuh. Kebutuhan untuk pemeliharaan fungsi tubuh antara lain

meliputi metabolisme basal, aktivitas otot regular suhu tubuh (spesific dynamic action)

dan ekskresi. Kebutuhan energi untuk tumbuh berhubungan dengan kandungan energi

dari jaringan dan tergantung pada komposisi jaringan baru yang disintesa. Pemberian

energi parenteral 50 kkal/hari

telah cukup untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan. Untuk sintesa jaringan,

diperlukan 10-35 kkal/kgbb/hari, sedangkan untuk cadangan nutrisi jaringan diperlukan

20-30 kkal/kgbb/hari.

2. Protein

Pemberian protein dimulai 48 jam setelah pemberian nutrisi parenteral dan

diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Jumlah kebutuhan protein dihitung

24
berdasarkan estimasi kebutuhan nitrogen pada kehidupan fetus intrauterin. Fetus

dengan kehamilan 28 minggu membutuhkan 350 mg/kgbb/hari nitrogen, sedangkan

fetus matur membutuhkan 150 mg/kgbb/hari. Gambaran ini sama dengan asupan

protein 2,2 gr/kgbb/hari pada neonatus prematur. Pertumbuhan yang meningkat sesuai

pertumbuhan intrauterin dengan pemberian asupan nitrogen antara 310-481

mg/kgbb/hari. Pertumbuhan dan retensi nitrogen lebih baik pada pemberian asupan

protein 2,5 gr/kgbb/hari pada bayi prematur. Pemberian yang berlebihan akan

menyebabkan hiperamonemia.

3. Lemak

Pemberian lemak dapat menggunakan emulsi lemak 10% yang mengandung 10

gram trigliserida dan 1,1 kkal/ml atau 20% yang mengandung 20 gram trigliserida dan

2 kkal/ml. Pemberian awal dimulai dengan dosis 1 gram/kgbb/hari, kemudian

ditingkatkan 1,5 gram/kgbb/hari sampai mencapai 3 gram/kgbb/hari. Pemberian emulsi

lemak dimulai setelah pemberian dekstrosa dan asam amino dapat ditoleransi dengan

baik dan pemberian emulsi lemak sebaiknya dalam 24

jam setelah pemberian dekstrosa dan asam amino. Untuk perkembangan otak

diperlukan asam lemak rantai panjang seperti asam linoleat dan asam arakhidonat.

Pada bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sering terjadi

defisiensi asam lemak. Manifestasi klinis defisiensi asam lemak antara lain dermatitis,

pertumbuhan rambut yang buruk, trombositopenia, gagal tumbuh dan mudah terjadi

infeksi. Pemberian infus lemak harus dihentikan jika terjadi sepsis, trombositopenia

(<50.000/mm3), asidosis (PH<7,25) dan hiperbilirubinemia.

4. Karbohidrat

Sumber utama karbohidrat berasal dari glukosa. Untuk mencegah terjadinya

hipoglikemia, bayi prematur memerlukan 4-6 mg/kgbb/menit. Pemberian dimulai

dengan 5 mg/kgbb/menit, kemudian ditingkatkan menjadi 14-20 mg/kgbb/menit. Ada

yang memulai dengan 8-10 mg/kgbb/menit dan ditingkatkan menjadi 15-20

25
mg/kgbb/menit. Ada yang harus diperhatikan dalam pemberian glukosa yang

berlebihan karena dapat menyebabkan hiperglikemi. Tindakan terhadap hiperglikemi

adalah menurunkan kecepatan infus dan konsentrasi glukosa yang diberikan.

5. Vitamin

Kebutuhan vitamin dan mineral pada bayi prematur dapat diberikan multivitamin

intravena yaitu MVI-Pediatrics (Armour) yang merupakan gabungan vitamin yang larut

dalam lemak dan air. Sediaan yang hanya larut dalam air yaitu Soluvito-N dapat

ditambahkan pada larutan glukosa

dan yang larut dalam lemak yaitu Vitilipid-N dapat ditambahkan pada larutan lemak.

Pemberian vitamin A dapat diberikan sejak awal, karena vitamin A penting untuk

pertumbuhan jaringan, sintesa protein dan kerusakan epitel. Walaupun unsur mineral

di dalam tubuh jumlahnya sangat sedikit (<0,01%), tetapi diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan. The American Society for Clinical Nutrition

menganjurkan pemberian unsur mineral setelah pemberian NPT selama 4 minggu,

tetapi unsur seng dapat diberikan lebih awal.

Menurut Hidayat (2009), selain beberapa zat di atas bayi juga memerlukan

berbagai macam mineral di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Natrium: berfungsi dalam pengaturan tekanan osmotik, pengaturan keseimbangan

asam dan basa, dan keseimbangan cairan. Kekurangan natrium dapat menyebabkan

kram otot, nausea, dehidrasi, dan hipotensi.

2. Kalium: berfungsi dalam kontraksi otot, hantaran impuls saraf, keseimbangan cairan,

dan pengaturan irama jantung.

3. Klorida: berfungsi dalam pengaturan osmotik, keseimbangan asam dan basa.

4. Kalsium: berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat, serta

mendukung pembekuan darah. Selama 3 bulan terakhir di dalam rahim, bayi

menyerap kalsium dari ibu dalam jumlah yang besar. Namun, bayi prematur tidak

melalui tahapan ini sehingga memerlukan tambahan. Kadar kalsium dalam tubuh bayi

26
harus tersedia dengan cukup karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangannya terutama tulang dan gigi.

5. Fosfor: berfungsi sebagai unsur pokok dalam pertumbuhan tulang dan gigi.

Kekurangan zat fosfor dapat menyebabkan kelemahan otot.

6. Magnesium: berfungsi dalam dalam proses metabolisme, terutama metabolisme

karbohidrat. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan malabsorbsi yang berakibat

terjadinya hipokalsemia.

7. Besi: berfungsi dalam pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah untuk

mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Zat ini juga berperan dalam proses

metabolisme lainnya, seperti perkembangan otak. Akibat masa kehamilan yang lebih

singkat, bayi prematur pun mengalami kekurangan asupan zat besi. Untuk itu, penting

untuk memberikan suplemen harian pada bayi, baik dalam bentuk tetes ataupun susu

formula yang diperkaya akan zat besi.

8. Seng: seng merupakan unsur pokok dari beberapa enzim karbonik anhidrase yang

penting dalam pertukaran CO2.

9. Tembaga: berfungsi dalam kesehatan tulang serta perkembangan otak, darah, kulit,

dan rambut. Bayi yang lahir cukup bulan telah mendapat asupan yang cukup selama

trimester ketiga, sehingga penting untuk bayi prematur untuk mendapatkannya melalui

ASI atau susu formula yang diperkaya dengan tembaga.

2.2.3 Jenis Nutrisi pada Bayi Prematur

Ada beberapa macam jenis nutrisi yang dapat diberikan pada pada bayi

prematur, antara lain sebagai berikut:

1. Nutrisi Enteral

Minuman atau makanan terbaik yang diberikan pada bayi adalah ASI. Bila tidak

ada ASI karena ibu sakit, meninggal atau produksi ASI tidak ada, maka diberikan susu

formula khusus bayi prematur atau sesuai anjuran dokter. Minuman pertama yang

dianjurkan untuk diberikan adalah larutan glukosa 5%. Pemberian makanan secara

27
dini yaitu dua jam pertama setelah kelahiran yang berupa glukosa, air susu ibu (ASI)

atau pendamping air susu ibu (PASI) yang dapat mengurangi risiko hipoglikemia,

dehidrasi dan hiperbilirubinemia. Bayi dengan upaya pengisapan yang cukup baik

dapat diberikan nutrisi melalui botol atau menyusu langsung melalui payudara ibu

(Surasmi, dkk, 2003).

Minum melalui mulut harus dihentikan pada bayi dengan kegawatan pernapasan,

hipoksia, insufisiensi sirkulasi, sekresi yang berlebihan, penyumbatan mulut, sepsis,

depresi sistem saraf pusat, imaturitas atau tanda-tanda penyakit serius. Bayi-bayi ini

memerlukan pemberian nutrisi secara parenteral atau melalui sonde untuk memasok

kalori cairan dan elektrolit. Bayi yang mekanisme menelan dan mengisapnya masih

belum cukup baik harus diberikan makanan melalui sonde. Sonde yang biasa

digunakan adalah pipa plastik eksterna yang lunak (French No. 5) yang berdiameter

0,05 cm dengan ujung atraumatis yang bulat. Pipa dimasukkan melalui hidung sampai

ujung bagian

bawahnya berada di dalam lambung. Pipa harus diganti setelah 3-7 hari. Kadang-

kadang bayi mengalami iritasi lokal akibat pemasangan pipa sehingga dapat

menyebabkan sesak atau sekresi di sekitar pipa dalam nasofaring (Behrman, dkk,

2000).

2. Nutrisi Parenteral

Bila pemberian makanan secara enteral untuk masa waktu yang lama tidak

memungkinkan, makanan intravena total dapat memberikan cairan yang cukup, kalori,

asam amino, elektrolit dan vitamin untuk mempertahankan pertumbuhan pada bayi

prematur. Teknik ini telah berhasil menyelamatkan jiwa bayi dengan diare

berkepanjangan. Infus dapat diberikan melalui kateter tetap vena sentral atau melalui

vena perifer (Behrman, dkk, 2000). Pada bayi prematur dengan berat lahir sangat

rendah (BBLSR), pemberian nutrisi parenteral harus diberikan sebelum pemberian

makanan secara enteral dapat diberikan dengan baik. Pemberian nutrisi parenteral

28
total (NPT) atau nutrisi parenteral parsial (NPP), merupakan sarana penunjang utama

dalam perawatan, dimana 80% unit perawatan intensif memberikan NPT pada minggu

pertama perawatan bayi prematur (Retayasa, 2007).

Tujuan dari makanan parenteral adalah memasukkan kalori nonprotein yang

cukup sehingga memungkinkan bayi untuk tumbuh secara optimal. Infus harus

mengandung asam amino sintetik 2,5-3 gr/dL dan glukosa hipertonik 10% sebanyak

10-25 gr/dL sebagai tambahan nutrisi selain elektrolit, mineral renik dan vitamin yang

cukup. Komplikasi yang dapat terjadi dari pemberian nutrisi parenteral atau

intravena adalah sepsis dan komplikasi metabolik meliputi hiperglikemia yang berasal

dari kadar glukosa infus yang tinggi, hipoglikemia akibat penghentian infus yang

mendadak, hiperlipidemia dan hipoksemia akibat infus lipid intravena, hiperamonemia

karena kadar asam amino tertentu yang tinggi (Behrman, dkk, 2000).

Pemberian nutrisi parenteral total (NPT) dilakukan apabila saluran cerna tidak

dapat digunakan karena malformasi intestinal, bedah saluran cerna, enterokoletis

nektrotikan, distress pernafasan atau keadaan dimana saluran cerna tidak mampu

melakukan fungsi digestif dan absorbsi. Sebagian besar bayi prematur dilahirkan

dengan usia kehamilan <32 minggu, mereka mempunyai kebutuhan gizi yang khusus

karena cepatnya laju pertumbuhan dan fungsinya yang belum matang. Proses

pemberian nutrisi melalui oral memerlukan pengisapan yang kuat, kerjasama antara

menelan dan penutupan epiglotis serta uvula dari laring maupun saluran hidung, juga

gerak esophagus yang normal. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan 29-30

minggu akan mulai mengisap beberapa hari setelah lahir. Koordinasi yang baik antara

mengisap dan menelan biasanya tidak tampak sampai usia kehamilan 33-34 minggu.

Memberikan nutrisi yang optimal pada bayi prematur sangat penting dan menentukan

keberhasilan tumbuh kembang bayi selanjutnya. Bayi yang mendapat nutrisi yang tidak

adekuat akan mengalami gangguan pertumbuhan otak dan berisiko untuk kerusakan

otak permanen (Retayasa, 2007).

29
2.2.4 Jumlah Pemberian Nutrisi pada Bayi Prematur

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Minum pada Bayi Prematur

Berat Lahir <1000 gr 1000-1500 gr 1500-2000 gr 2000-2500 gr


Minum melalui Pemberian Pemberian Apabila mampu
pipa lambung. minum melalui minum melalui sebaiknya
pipa lambung pipa lambung diberikan
(gavage feeding). (gavage feeding). minum per
oral.

Pemberian Pemberian Pemberian


minum awal : < minum awal : < minum awal : <
10 mL/kg/hari 10 mL/kg/hari. 10 mL/kg/hari.

ASI perah/term ASI perah/term ASI perah/term ASI perah/


formula/half formula/half formula/half term formula.
strength preterm strength preterm strength preterm
formula. formula. formula.

Selanjutnya Selanjutnya Selanjutnya


minum minum minum
ditingkatkan jika ditingkatkan jika ditingkatkan jika
memberikan memberikan memberikan
toleransi yang toleransi yang toleransi yang
baik: tambahan baik: tambahan 1 baik: tambahan 2
0,5 - 1 mL, - 2 mL, - 4 mL,
interval 1 jam, interval 2 jam, interval 3 jam,
setiap > 24 jam. setiap > 24 jam. setiap > 12-24
jam.

Setelah 2 Setelah 2 Setelah 2


minggu: ASI minggu: ASI minggu: ASI
perah + HMF perah + HMF perah + HMF
(human milk (human milk (human milk
fortifier)/ full fortifier)/ full fortifier)/ full
strength preterm strength preterm strength preterm
formula, sampai formula, sampai formula, sampai
berat badan berat badan
berat badan mencapai 2000 mencapai 2000
mencapai g. g
2000 g.

Sumber: Pudjiadi, dkk (2010).

30
Tabel 2.2 Anjuran Masukan Nutrisi Bayi BBLR dan Prematur yang Mendapat Susu
Formula
Nutrisi Kebutuhan (Jumlah/kg BB/Hari)
Natrium 1,3-3,0 mmol
Kalium 2,0-5,0 mmol
Klorida 1,4-3,2 mmol
Kalsium 1,9-5,8 mmol
Fosfor 1,8-4,8 mmol
Magnesium 0,3-0,8 mmol
Besi 30-45 mmol
Seng 9-28 mmol
Tembaga 1,6-3,1 mmol
Mangan 0,04-0,24 mmol
Yodium 0,09-0,58 mmol
Retinol 100-250 mg
Vitamin D 5 mg
Vitamin E > 660 mg
Tiamin 22-413 mg
Riboflavin 66-990 mg
Niacin 0,9-8,3 mg
Vitami B6 39-413 mg
Vitamin B12 > 66 mg
Asam Folat > 66 mg
Asam Pantotan > 330 mg
Vitamin C 8-66 mg
Sumber: Surasmi, dkk (2003).

Prinsip utama pemberian nutrisi pada bayi prematur adalah sedikit demi sedikit,

secara perlahan dan hati-hati. Pemberian makanan ini berupa glukosa, ASI, atau PASI

yang akan mengurangi risiko hipoglikemia, dehidrasi, dan hiperbilirubunemia. Bayi

31
yang daya isapnya kuat dan tanpa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut atau

menyusu langsung pada ibu, sedangkan bayi prematur yang belum mampu mengisap

dengan baik, maka pemberian ASI diberikan melalui pipa lambung. Apabila ASI belum

keluar dapat diganti dengan larutan glukosa atau susu formula khusus untuk bayi

prematur sebagai makanan pertamanya dan diberikan secara bertahap sampai jumlah

kebutuhannya terpenuhi (Proverawati & Sulistyorini, 2010).

Pada umumnya bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gram pemberian

nutrisinya menggunakan pipa lambung karena belum efektifnya koordinasi antara

gerakan mengisap dan menelan. Bila ASI belum keluar, maka nutrisi pertama yang

dianjurkan adalah 1 ml larutan glukosa 5% yang steril untuk bayi dengan berat badan

kurang dari 1000 gram, 2-4 ml untuk bayi dengan berat badan 1000-1500 gram, dan 5-

10 ml untuk bayi dengan berat badan lebih dari 1500 gram. Bila pemberian pertama

dimulai dengan 1 ml, maka pemberian berikutnya adalah 1 ml setiap jam terutama

dalam 8 jam pertama. Jika selama 8 jam pertama tidak ada masalah, maka pemberian

dilakukan setiap 2 jam dengan kenaikan jumlah sebanyak 2 cc setiap 2 kali pemberian

sampai jumlah jumlah pemberiannya mencapai 12 ml per kali minum. Apabila

pemberian makanan pertama dengan larutan glukosa 5% bayi tidak mengalami

kesulitan maka pemberian ASI dapat dilanjutkan atau PASI bila ASI belum keluar

(Proverawati & Sulistyorini, 2010).

2.2.5 Cara Pemberian Nutrisi pada Bayi Prematur


Pemberian nutrisi pada bayi prematur dapat dilakukan dengan berbagai

macam cara, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menyusu Langsung

Bayi yang reflek mengisap dan menelannya tampak aktif dengan baik dapat

minum dengan cara langsung menyusu pada ibunya. Apabila ASI belum ada atau tidak

ada, bayi sebaiknya tidak menyusu pada ibu karena bayi akan frustasi dan menolak

untuk menyusu. Bayi dapat dicoba menyusu pada ibunya jika berat badan bayi minimal

2000 gram, suhu tubuh bayi dapat stabil jika di luar inkubator, reflek mengisap dan

32
menelan baik, tidak sianosis, tidak menunjukkan adanya gangguan pernapasan

selama menyusu (Surasmi, dkk, 2003).

2. Minum Melalui Botol

Bayi yang belum atau tidak dapat menyusu pada ibu dapat diberi minum melalui

botol. Dot yang digunakan sebaiknya relatif kuat dan stabil. Lubang dot harus memberi

tetesan atau aliran susu yang lancar tetapi tidak deras. Saat pemberian minum kepala

bayi 30° lebih tinggi dari pada badannya. Bayi prematur dan BBLR minum lebih lambat

dan membutuhkan istirahat yang sering. Jika bayi membutuhkan waktu lebih dari 20

menit untuk menghabiskan jatah satu kali minum, maka pemberian minumnya

diperlukan pertimbangan karena bayi belum cukup kuat untuk minum melalui botol

(Surasmi, dkk, 2003).

3. Pemberian Minum Melalui Pipa atau Sonde

Bayi dengan masa gestasi 32 minggu atau kurang atau bayi yang berat

badannya kurang dari 1500 gram terlalu lemah untuk mengisap dan

menelan secara efektif. Dalam kondisi tersebut pemberian nutrisi diberikan melalui

pipa atau sonde lambung yang dipasang melalui hidung atau mulut. Pipa lambung

yang dimasukkan melalui hidung lebih mudah untuk difiksasi dari pada melalui mulut.

Ketika memasukkan nutrisi melalui pipa lambung, aliran susu harus mengikuti gaya

gravitasi. Aliran yang terlalu cepat atau disemprotkan akan membuat perut bayi

menjadi buncit, terjadi regurgitasi, aspirasi, dan muntah. Setiap akan memberikan

nutrisi atau susu, cairan lambung harus diaspirasi terlebih dahulu. Apabila yang keluar

melebihi 10% dari jumlah nutrisi yang dimasukkan sebelumnya, maka jumlah nutrisi

yang akan dimasukkan dikurangi sesuai dengan julah cairan aspirat. Contohnya jika

pemberian minum sebanyak

30 cc dan cairan aspiratnya 5 cc, maka cairan aspirat dimasukkan kembali dan

ditambah 25 cc dari jumlah yang direncanakan sehingga mencapai 30 cc (Surasmi,

dkk, 2003).

33
4. Cara Pemberian Secara Parenteral

Terdapat dua macam teknik pemberian nutrisi parenteral total (NPT) yang sudah

dikenal luas, yaitu rute perifer dan rute sentral, namun pada bayi ada satu rute lagi

yang bisa diberikan yaitu rute arteri umbilikalis. Pada pemberian melalui rute perifer,

bisa digunakan vena di tungkai atau di kepala. Jalur ini dipilih bila pemberian dalam

waktu singkat atau kurang dari 2 minggu. Osmolalitas cairan yang diberikan tidak tinggi

dan tidak ada pembatasan pemberian cairan. Pada bayi dengan pemberian nutrisi

melalui rute perifer sulit untuk memenuhi kebutuhan kalori karena cairan dibatasi tidak

melebihi 130 ml/kgbb/hari,

konsentrasi dekstrosa kurang atau sama dengan 12,5%, sehingga kalori yang dapat

diberikan adalah 80 kkal/kgbb/hari. Untuk mendapatkan masukan kalori yang tinggi

harus digunakan cairan infus dengan konsentrasi yang tinggi dengan risiko osmolalitas

yang tinggi atau lebih dari 1000 mmol osmol/l. Langkah tersebut dapat dilakukan

dengan jalur vena sentral. Untuk mencapai vena sentral dapat dengan cara perkutan

atau dengan cara pemotongan vena. Vena jugularis dan vena subclavia adalah yang

paling sering digunakan. Cara jalur vena melalui vena subclavia tidak dianjurkan pada

bayi karena sering terjadi komplikasi. Perawatan yang teratur dan hati-hati sangat

penting pada pemakaian keteter vena sentral agar terhindar dari komplikasi dan dapat

digunakan dalam jangka panjang. Tidak dibolehkan memberikan selain cairan nutrisi

melalui keteter ini seperti memberikan darah atau mengambil sampel darah (Retayasa,

2007).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian pada Bayi Prematur

Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki,

meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010).

Menurut Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi prematur meliputi:

34
1. Pengkajian umum pada bayi

Pengkajian umum pada bayi antara lain meliputi:


1) Penimbangan berat badan.

2) Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.

3) Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat istirahat, kelancaran

pernapasan, edema dan lokasinya.

4) Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.

5) Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat, mulut yang

terbuka, menyeringai, dan lain-lain.

2. Masalah yang berkaitan dengan ibu

Masalah-masalah tersebut antara lain adalah hipertensi, toksemia, plasenta

previa, abrupsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi, diabetes

mellitus, status sosial ekonomi yang rendah, tiadanya perawatan sebelum kelahiran

(prenatal care), riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan,

alkohol, rokok, kafein, umur ibu yang di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun, latar

pendidikan rendah, kehamilan kembar, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak

kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual

lain, golongan darah dan faktor Rh.

3. Pengkajian bayi pada saat kelahiran

Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan

saat kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,

bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih

besar dari pada badan dan 3 cm lebih lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1

sampai 5.

4. Kardiovaskular

Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada bagian apikal

dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar pada

seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri

35
karena hipertensi atau atelektasis paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.

2) Mendengarkan suara jantung.

3) Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan, dengan palpasi akan

diketahui perubahan intensitas suara jantung.

4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora, atau ikterus.

5) Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.

6) Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian kapiler perifer (2-3

detik) dan perfusi perifer.

5. Gastrointestinal

Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran mekonium

biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan mengisap yang lemah, tidak

ada anus dan ketidaknormalan kongenital lain. Pengkajian sistem gastrointestinal pada

bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran abdomen, kulit yang

mengkilap, eritema pada dinding abdomen, terlihat gerakan peristaltik dan kondisi

umbilikus.

2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan dengan pemberian

makan, karakter dan jumlah sisa cairan lambung.

3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang pengisap dan

cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).

4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.

5) Palpasi batas hati.

6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya darah sesuai

dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan feses.

7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah mendapatkan makanan.

36
6. Integumen

Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,

sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernix caseosa dengan rambut

lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang

menyeluruh atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek

belum melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada sama sekali, terdapat

petekie atau ekimosis. Pengkajian sistem integumen pada bayi dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan, iritasi, abrasi.

2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau bernoda.

3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam, dan lain-

lain.

4) Mengukur suhu kulit dan aksila.

7. Muskuloskeletal

Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna

yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah

dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak, tingkat

aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan.

2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.

3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau ada indikasi) ukuran tegangan

fontanel dan garis sutura.

8. Neurologis

Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak resisten dan

gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan, mengisap dan batuk masih

lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata biasanya

37
tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26 minggu, suhu

tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata berputar- putar

yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya kelainan

neurologis. Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting, babinski, plantar, dan

refleks lainnya.

2) Menentukan respon pupil bayi.

9. Pernapasan

Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit dan

diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar (nasal

melebar), terdengar dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal),

terdengar suara gemerisik saat bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka dan penyimpangan yang

lain.

2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan otot- otot bantu

pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau subternal, retraksi interkostal atau

subklavikular.

3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.

4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi, ronki basah,

pernapasan mendengkur dan keimbangan suara pernapasan.

5) Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau merintih.

6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode, tipe ventilator, dan ukuran

tabung yang digunakan.

7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan oksimetri nadi dan

sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida melalui oksigen transkutan (tcPO2) dan

karbondioksida transkutan (tcPCO2).

38
10. Perkemihan

Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara mengkaji

jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium yang ditemukan. Pada bayi

prematur, bayi berkemih 8 jam setelah kelahirandan belum mampu untuk melarutkan

ekskresi ke dalam urine.

11. Reproduksi

Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang belum

berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada bayi laki- laki skrotum belum

berkembang sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun ke dalam

skrotum.

12. Temuan sikap

Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Terjadi pada Bayi Prematur

Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian. Beberapa diagnosis

dapat ditetapkan untuk semua bayi, tetapi diagnosis tertentu ditetapkan sesuai dengan

hasil pengkajian yang ditemukan (bervariasi sesuai kondisi bayi). Masalah yang lazim

muncul atau diagnosa keperawatan yang sering muncul pada bayi prematur

berdasarakan SDKI,SIKI dan SLKI, adalah sebagai berikut:

1) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


2) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
3) Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
4) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
5) Risiko Infeksi (D.0142)
2.3.3 Intervensi Keperawatan pada Bayi Prematur

Perencanaan keperawatan untuk bayi prematur dan bayi berisiko tinggi lainnya

bergantung pada diagnosis masalah kesehatan yang menempatkan bayi pada kondisi

risiko tinggi. Rencana atau intervensi keperawatan pada bayi prematur berdasarkan

SDKI,SKLI,SIKI adalah sebagai berikut:

39
N SDKI SLKI SIKI
o

1 Gangguan Pertukaran Gas Luaran Utama : 1. Pemantauan respirasi (I.01014)


(D.0003)
Pertukaran gas (L.01003) Tindakan

a. Observasi
Definisi :
Tujuan : Setelah dilakukan Monitor frekuensi,irama,kedalaman
Kelebihan atau kekurangan tindakan keperawatan 3x24 dan upaya napas
oksigenasi dan atau jam diharapkan pertukaran
Monitor pola napas (mis.
eliminasi karbondioksida gas membaik dengan
bradypnea,takipnea,hiperventilasi,ku
pada membrane alveolus kriteria hasil :
ssmaul,Cheyne-stokes,biot,ataksik)
kapiler
Tingkat kesadaran
Monitor kemampuan batuk efektif
meningkat
Monitor adanya produksi sputum
Penyebab : Dispnea menurun
Monitor adanya sumbatan jalan
1. Ketidakseimbangan Bunyi nafas tambahan
napas
ventilasi-perfusi menurun

2. Perubahan membrane Palpasi kesimetrisan ekspansi paru


Gelisah menurun
alveolus kapiler Auskultasi bunyi napas
Nafas cuping hidung
menurun Monitor saturasi oksigen
Gejala dan Tanda Mayor
PCO2 membaik Monitor nilai AGD
Subyektif : Dispnea
PO2 membaik Monitor hasil X-ray thoraks
Obyektif :
Takikardi membaik b. Teraupetik
1. PCO2 meningkat atau
PH arteri membaik Atur interval pemantauan respirasi
menurun
sesuai kondisi pasien
Sianosis membaik
2. PO2 menurun
Dokumentasi hasil pemantauan
Pola napas membaik
3. Takikardia
Edukasi
4. PH arteri meningkat atau Warna kulit membaik
Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun
pemantauan
5. Bunyi nafas tambahan
Informasi hasil pemantauan, jika

40
perlu

Gejala dan Tanda Minor 2. Manajemen Ventilasi Mekanik


(I.01013)
Subjektif :
Tindakan
1. Pusing
a. Observasi
2. Penglihatan kabur
Periksa indikasi ventilator mekanik
Objektif :
(mis. kelemahan otot napas,
1. Sianosis disfungsi neurologis, asidosis

2. Diaforesis respiratorik)

3. Gelisah Monitor efek ventilator terhadap


status oksigenasi (mis. bunyi paru,
4. Nafas cuping hidung
X-ray paru, AGD, SaO2, SvO2,
5. Pola nafas abnormal ETO2, respon subyektif pasien)
(cepat/lambat,
Monitor kriteria perlunya penyapihan
regular/ireguler,dalam/dangk
ventilator
al)
 Monitor efek negatif ventilator (mis.
6. Warna kulit abnormal (pucat,
deviasi trakea, barotrauma,
kebiruan)
volutrauma, penurunan curah
7. Kesadaran menurun jantung, distensi gaster, emfisema
subkutan)

 Monitor gejala peningkatan


Kondisi klinis terkait
pernapasan (mis. peningkatan
1. Penyakit paru obstruksi denyut jantung dan pernapasan,
kronis (PPOK) peningkatan tekanan darah,
2. Gagal jantung kongestif diaforesis, perubahan status mental)

3. Asma  Monitor kondisi yang meningkatkan


konsumsi oksigen (mis. demam,
4. Pneumonia
menggigil, kejang, dan nyeri)
5. Tuberkulosis paru
 Monitor gangguan mukosa
6. Penyakit membran hialin oral,nasal, trakea dan laring

7. Asfiksis b. Teraupetik

41
8. Persistent pulmonary Atur posisi kepala 45-60° untuk
hypertension of newborn mencegah aspirasi
(PPHN)
Reposisi pasien setiap 2 jam, jika
9. Prematuritas perlu

10. Infeksi saluran napas Lakukan perawatan mulut secara


rutin, termasuk sikat gigi setiap 12
jam

Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

Lakukan penghisapan lendir sesuai


kebutuhan

Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam


atau sesuai protokol

Siapkan bag-valve mask di samping


tempat tidur untuk antisipasi
malfungsi mesin. Berikan media
untuk berkomunikasi (kertas, pulpen)

Dokumentasikan respon terhadap


ventilator

c. Kolaborasi

Kolaborasi pemilihan mode ventilator


(mis. kontrol volume, kontrol tekanan
atau gabungan)

Kolaborasi pemberian agen


pelumpuh otot, sedatif, analgesik,
sesuai kebutuhan

Kolaborasi penggunaan PS atau


PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus

2 Bersihan Jalan Napas Tidak Luaran Utama : 1. Manajemen Jalan Napas (I.01011)

42
Efektif (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tindakan
(L.01001)
a. Observasi

Definisi :  Monitor pola napas


Tujuan : Setelah dilakukan (frekuensi, kedalaman,
Ketidakmampuan
tindakan keperawatan 3x24 usaha napas)
membersihkan sekret atau
jam diharapkan bersihan
obtruksi jalan napas untuk  Monitor bunyi napas
jalan napas kembali efektif
mempertahankan jalan tambahan (mis. gurgling,
dengan kriteria hasil :
napas tetap paten mengi, wheezing, ronkhi
 Batuk efektif kering)
meningkat
 Monitor sputum (jumlah,
Penyebab :
 Produksi sputum warna,aroma)
Fisiologis menurun
b. Teraupetik
1. Spasme jalan  Mengi menurun
napas  Pertahankan kepatenan jalan
 Wheezing menurun napas dengan head-tilt dan chin-
2. Hipersekresi
lift (jaw-thrust jika curiga trauma
jalan napas  Mekonium ( pada
servikal)
neonatus) menurun
3. Disfungsi
 Posisikan semi-Fowler atau
neuromuskule  Dispnea membaik
Fowler
r
 Ortopnea membaik
 Berikan minum hangat
4. Benda asing
 Sulit bicara
dalam jalan  Lakukan fisioterapi dada, jika
membaik
napas perlu
 Sianosis membaik
5. Adanya jalan  Lakukan penghisapan lendir
napas buatan  Gelisah membaik kurang dar 15 detik

6. Sekresi yang  Frekuensi napas  Lakukan hiperoksigenasi


tertahan membaik sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Hiperplasia  Pola napas
dinding jalan membaik  Keluarkan sumbatan benda
napas padat dengan forsep McGill

8. Proses infeksi  Berikan oksigen, jika perlu

9. Respon alergi

43
10. Efek agen c. Edukasi
farmakologis
 Anjurkan asupan cairan 2000
(mis.
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
anastesi)
 Ajarkan teknik batuk efektif

d. Kolaborasi
Situasional
 Kolaborasi pemberian
1. Merok
bronkodilator, ekkspektoran,
ok
mukolitik, jika perlu
aktif
2. Manajemen Jalan Napas Buatan
2. Merok
(I.01012)
ok
pasif Tindakan

3. Terpaj a. Observasi
an
 Monitor posisi selang
poluta
endotrakeal (ETT),
n
terutama setelah mengubah
posisi

Gejala dan Tanda Mayor  Monitor tekanan balon ETT


setiap 4-8 jam
Subjektif : -

Objektif :  Monitor kulit area stoma


trakeostomi (mis. kemerahan,
1. Batuk tidak efektif
drainase, perdarahan)
2. Tidak mampu batuk b. Teraupetik
3. Sputum berlebih
 Kurangi tekanan balon secara
4. Mengi, wheezing periodik tiap shift
dan/atau ronkhi
 Pasang oropharingeal airway
kering
(OPA) untuk mencegah ETT
5. Mekonium di jalan tergigit
napas (pada
 Cegah ETT terlipat (kinking)
neonatus)
 Berikan pre- oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6 kali

44
Gejala dan Tanda Minor ventilasi) sebelum dan setelah
penghisapan
Subjektif :
 Berikan volume pre-oksigenasi
1. Dispnea
(bagging atau ventilasi
2. Sulit bicara mekanik) 1,5 kali volume tidal

3. Ortopnea  Lakukan penghisapan lendir

Objektif : kurang dari 15 detik jika


diperlukan (bukan secara
1. Gelisah
berkala/rutin)
2. Sianosis
 Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
3. Bunyi napas
 Ubah posisi ETT secara
menurun
bergantian (kiri dan kanan)
4. Frekuensi napas setiap 24 jam
berubah
 Lakukan perawatan
5. Pola napas berubah mulut (mis. dengan
sikat gigi, kasa,
pelembab bibir)
Kondisi Klinis Terkait
c. Edukasi
1. Gullian barre
syndrome  Jelaskan pasien
dan/atau keluarga
2. Sklerosis multipel
tujuan dan prosedur
3. Myasthenia gravis pemasangan jalan
napas buatan
4. Prosedur diagnostik
(mis. bronkoskopi, d. Kolaborasi
transesophageal
 Kolaborasi intubasi
echocardiography
ulang jika terbentuk
(TEE))
mucous plug yang
5. Depresi sistem saraf tidak dapat dilakukan
pusat penghisapan

6. Cedera kepala

7. Stroke

45
8. Kuadriplegia

9. Sisdrom aspirasi
mekonium

10. Infeksi saluran napas

3 Pola Napas Tidak Efektif Luaran Utama : 1. Manajemen Jalan Napas


(D.0005) (I.01011)
Pola Napas (L.01004)
Tindakan

Definisi : a. Observasi
Tujuan : Setelah dilakukan
Inspirasi dan/atau ekspirasi tindakan keperawatan 3x24  Monitor pola napas
yang tidak memberikan jam diharapkan pola napas (frekuensi, kedalaman,
ventilasi adekuat kembali efektif dengan usaha napas)
kriteria hasil :
 Monitor bunyi napas
 Ventilasi semenit tambahan (mis. gurgling,
Penyebab :
meningkat mengi, wheezing, ronkhi
1. Depresi pusat kering)
 Kapasitas vital
pernapasan
meningkat  Monitor sputum (jumlah,
2. Hambatan upaya warna,aroma)
 Diameter thoraks
napas (mis. nyeri
anterior-posterior b. Teraupetik
saat bernapas,
kelemahan otot  Tekanan ekspirasi  Pertahankan kepatenan jalan
pernapasan) meningkat napas dengan head-tilt dan

3. Deformitas dinding chin-lift (jaw-thrust jika curiga


 Tekanan inspirasi
dada trauma servikal)
meningkat

4. Gangguan  Posisikan semi-Fowler atau


 Dispnea menurun
neuromuskuler Fowler
 Penggunaan otot
5. Gangguan neurologis  Berikan minum hangat
bantu napas
(mis.
menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika
elektroensefalogram
perlu
(EEG) positif,  Pemanjangan fase

46
cederakepala, ekspirasi menurun  Lakukan penghisapan lendir
gangguan kejang) kurang dar 15 detik
 Ortopnea
6. Imaturitas neurologi  Lakukan hiperoksigenasi
 Pernapasan pursed-
sebelum penghisapan
7. Penurunan energi lip menurun
endotrakeal
8. Obesitas  Pemapasan cuping
 Keluarkan sumbatan benda
9. Posisis tubuh yang hidung menurun
padat dengan forsep McGill
menghambat  Frekuensi napas
ekspansi paru  Berikan oksigen, jika perlu
membaik

10. Sindrom hipoventilasi c.Edukasi


 Kedalaman napas

11. Kerusakan inervasi membaik  Anjurkan asupan cairan 2000


diafragma (kerusakan ml/hari, jika tidak
 Ekskursi dada
saraf C5 ke atas) kontraindikasi
membaik
12. Cedera pada medula  Ajarkan teknik batuk efektif
spinalis
d. Kolaborasi
13. Efek agen
 Kolaborasi pemberian
farmakologis
bronkodilator, ekkspektoran,
14. Kecemasan mukolitik, jika perlu

2. Pemberian Obat Intravena

Gejala dan Tanda Mayor Tindakan

Subjektif : Dispnea a. Observasi

Objektif :  Indentifikasi
kemungkinan alergi,
1. Penggunaan otot
interaksi, dan
bantu
kontraindikasi obat
pernapasan
 Verifikasi order obat
2. Fase ekspirasi
sesuai dengan indikasi
memanjang
 Periksa tanggal
3. Pola napas
kadaluwarsa obat
abnormal (mis.
takipnea,  Monitor tanda vital dan
bradipnea, nilai laboratorium

47
hiperventilasi, sebelum pemberian
kussmaul, obat, jika perlu
cheyne-stokes)
 Monitor efek teraupetik
obat

Gejala dan Tanda Minor  Monitor efek samping,


toksisitas dan interaksi obat
Subjektif : Ortopnea
b. Teraupetik
Objektif :
 Lakukan prinsip enam benar
1. Pernapasan
pursed-lip (pasien, obat, dosis, waktu,
rute, dokumetasi)
2. Pernapasan
cuping hidung  Pastikan ketepatan dan
kepatenan kateter IV
3. Diameter thoraks
anterior-  Campurkan obat ke dalam

posteriormeningk kantung, botol, atau burret,

at sesuai kebutuhan

4. Ventilasi semenit  Berikan obat IV dengan


menurun kecepatan yang tepat

5. Kapasitas  Tempelkan label keterangan


menurun nama obat dan dosis pada
wadah cairan IV
6. Tekanan
ekspirasi  Gunakan mesin pompa untuk
menurun pemberikan obat secara
kontinu, jika perlu
7. Tekanan inspirasi
menurun c. Edukasi

8. Ekskursi dada  Jelaskan jenis obat, alasan


berubah pemberian, tindakan yang
diharapkan dan efek samping
sebelum pemberian
Kondisi Klinis Terkait
 Jelaskan faktor yang dapat
1. Depresi sistem meningkatkan dan menurunkan
saraf pusat

48
2. Cedera kepala efektifitas obat

3. Trauma thoraks

4. Gullian barre
syndrome

5. Multiple sclerosis

6. Myasthenia
gravis

7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Intoksikasi
alkohol

4 Perfusi Perifer Tidak Efektif Luaran utama : 1. Perawatan Sirkulasi


(D.0009) (I.02079)
Perfusi Perifer (L.02011)
Tindakan

Definisi : a. Observasi
Tujuan : Setelah dilakukan
Penurunan sirkulasi darah tindakan keperawatan 3x24  Periksa sirkulasi perifer
pada level kapiler yang jam diharapkan perfusi (mis. nadi perifer, edema,
dapat mengganggu perifer kembali efektif pengisian kapiler, warna,
metabolisme tubuh dengan kriteria hasil : suhu, ankle-brachial
index)
 Denyut nadi perifer
meningkat  Identifikasi faktor risiko
Penyebab :
gangguan sirkulasi (mis.
 Penyembuhan luka
1. Hiperglikemia diabetes, perokok, orang
meningkat
2. Penurunan tua, hipertensi dan kadar
 Sensasi meningkat kolesterol tinggi)
konsentrasi
hemoglobin  Warna kulit pucat  Monitor panas,
3. Peningkatan tekanan menurun kemerahan, nyeri, atau
darah bengkak pada ekstremitas
 Edeme perifer

4. Kekurangan volume

49
cairan menurun b. Teraupetik

5. Penurunan aliran  Nyeri ekstremitas  Hindari pemasangan infus


arteri dan/atau vena menurun atau pengambilan darah
di area keterbatasan
6. Kurang terpapar  Parastesia menurun
perfusi
informasi tentang
 Kelemahan otot
faktor pemberat (mis.  Hindari pengukuran
mrnurun
merokok, gaya hidup tekanan darah pada
monoton, trauma,  Kram otot menurun ekstremitas dengan
obesitas, asupan keterbatasan perfusi
 Bruit femoralis
garam, imobilitas)
menurun  Hindari penekanan
7. Kurang terpapar danpemasangan
 Nekrosis menurun
informasi tentang tourniquet pada area yang
proses penyakit (mis.  Pengisian kapiler cedera
diabetes melitus, membaik
 Lakukan pencegahan
hiperlipidemia)
 Akral membaik infeksi
8. Kurang aktivitas fisik
 Turgor kulit  Lakukan perawatan kaki
membaik dan kuku

Gejala dan Tanda Mayor  Tekanan darah  Lakukan hidrasi


Subjektif :- sistolik membaik
c. Edukasi
Objektif :  Tekanan darah
 Anjurkan berhenti
diastolik membaik
1. Pengisian kapiler >3 merokok
detik  Tekanan arteri rata-
 Anjurkan berolahraga rutin
rata membaik
2. Nadi perifer menurun
 Anjurkan mengecek air
atau tidak teraba  Indeks ankle-
mandi untuk menghindari
brachial membaik
3. Akral teraba dingin kulit terbakar

4. Warna kulit pucat  Anjurkan menggunakan obat


penurun tekanan darah,
5. Turgor kulit menurun
antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika perlu

Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan minum obat pengontrol

50
Subjektif : tekanan darah secara teratur

1. Parastesia  Anjurkan menghindari


penggunaan obat penyekat beta
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi  Anjurkan melakukan perawatan
intermiten) kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada
Objektif :
kaki)
1. Edema
 Anjurkan program rehabilitasi
2. Penyembuhan vaskuler
luka lambat
 Ajarkan program diet untuk
3. Indeks ankle-
memperbaiki sirkulasi (mis.
brachial <0,90
rendah lemak jenuh, minyak
4. Bruit femoral ikan omega 3)

 Informasikan tanda dan gejala


darurat yang harus di laporkan
Kondisi Klinis Terkait
(mis. rasa sakit yang tidak hilang
1. Tromboplebitis saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Diabetes melitus
2. Pemantauan Hasil Laborat (I.
3. Anemia
02057)
4. Gagal jantung
Tindakan
kongestif
a. Observasi
5. Kelaianan jantung
kongenital  Identifikasi pemeriksaan

6. Trombosis arteri laboratorium yang diperlukan

7. Varises  Monitor hasil laborat yang


diperlukan
8. Trombosis vena
dalam  Periksa kesesuaian hasil
laboratorium dengan
9. Sindrom
penampilan klinis pasien
kompartemen
b. Teraupetik

 Ambil sampel

51
darah/sputum/pus/jaringan
atau lainnya sesuai protokol

 Interprestasikan hasil
pemeriksaan laboratorium

c. Kolaborasi

 Kolaborasi dengan dokter jika


hasil laboratorium memerlukan
intervensi media

5 Risiko Infeksi (D.0142) Luaran Utama : Pencegahan Infeksi (I.14539)

Tingkat infeksi (L.14137) Tindakan

Definisi : a. Observasi

Berisiko mengalami Tujuan : Setelah dilakukan  Monitor tanda dan gejala


peningkatan terserang tindakan keperawatan 3x24 lokal sistemik
organisme patogenik jam diharapkan tingkat
b. Teraupetik
infeksi menurun dengan
kriteria hasil :  Batasi jumlah pengunjung
Faktor risiko :
 Kebersihan tangan  Berikan perawatan kulit pada
1. Penyakit kronik (mis. meningkat area edema
diabetes melitus)
 Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum dan
2. Efek prosedur invasif meningkat sesudah kontak dengan

3. Malnutrisi pasien dan lingkungan pasien


 Nafsu makan
4. Peningkatan paparan meningkat  Pertahankan teknik aseptik

organisme patogen pada pasien berisiko tinggi


 Demam menurun
lingkungan c. Edukasi
 Kemerahan
5. Ketidakadekuatan  Jelaskan tanda dan gejala
menurun
pertahannan tubuh
infeksi
primer :  Nyeri menurun
 Ajarkan cara mencuci tangan
a. Gangguan  Bengkak menurun
dengan benar
peristaltik
 Vesikel menurun
 Ajarkan etika batuk
b. Kerusakan
 Cairan berbau
integritas kulit  Ajarkan cara memeriksa

52
c. Perubahan busuk menurun kondidi luka atau luka operasi
sekresi Ph
 Sputum berwarna  Anjurkan meningkatkan
d. Penurunan kerja hijau menurun asupan nutrisi
siliaris
 Drainase purulen  Anjurkan meningkatkan
e. Ketuban pecah menurun asupan cairan
lama
 Piuria menurun d. Kolaborasi
f. Ketuban pecah
 Periode malaise  Kolaborasi pemberian
sebelum
menurun imunisasi, jika perlu
waktunya
 Periode menggigil
g. Merokok
menurun
h. Statis cairan
 Letargi menurun
tubuh

6. Ketidakadekuatan  Gangguan kognitif

pertahana tubuh menurun

sekunder :  Kadar sel darah

a. Penurunan putih membaik

hemoglobin  Kultur darah


b. Imunosupresi membaik

c. Leukopenia  Kultur urine


membaik
d. Supresi respon
inflamasi  Kultur sputum
membaik
e. Vaksinasi tidak
adekuat  Kultur area luka
membaik

 Kultur feses
Kondisi Klinis Terkait
membaik
1. AIDS

2. Luka bakar

3. Penyakit paru
obstruktif kronis

53
4. Diabetes melitus

5. Tindakan invasif

6. Kondisi
penggunaan
terapi steroid

7. Penyalahgunaan
obat

8. Ketuban Pecah
Sebelum
Waktunya
(KPSW)

9. Kanker

10. Gagal ginjal

11. Imunosupresi

12. Lymphedema

13. Leukositopenia

14. Gangguan fungsi


hati

2.3.4 Implementasi Keperawatan pada Bayi Prematur

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan

dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.

Implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen

perencanaan dari proses keperawatan. Implementasi mencakup

melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan

sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan

yang berpusat pada klien. Selama implementasi, perawat mengkaji

54
kembali klien, memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali

hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005).

Menurut Surasmi, dkk (2003), maturitas sistem organ merupakan

syarat bagi bayi untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar

rahim. Bayi berisiko tinggi mengalami gangguan pada salah satu atau

lebih fungsi sistem organ sehingga dapat menghambat kemampuan

bayi untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi prematur

atau berat badan lahir rendah sistem organnya belum matur sehingga

dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Oleh

karena itu, bayi risiko tinggi seperti bayi prematur sangat membutuhkan

perhatian dan perawatan intensif karena keadaan bayi yang belum

matang secara anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan munculnya

berbagai masalah kesehatan hingga menyebabkan kematian. Berikut

adalah implementasi keperawatan yang dapat dilakukan terhadap bayi

prematur dan bayi berisiko tinggi lainnya:

1. Bantuan penapasan.

2. Mengupayakan suhu lingkungan yang netral.

3. Pencegahan infeksi.

4. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi.

5. Penghematan energi.

6. Perawatan kulit.

7. Pemberian obat.

8. Pemantauan data fisiologis.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan

cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

55
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat

harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon

terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil (Hidayat,

2004). Menurut Nursalam (2008), pada tahap evaluasi ini terdiri dari

dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi

selama proses perawatan berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan

melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan (evaluasi

hasil).

1. Evaluasi proses (evalusi formatif)

Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses

keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan.

Evaluasi ini harus dilaksanakan segera setelah perencanaan

keperawatan diimplementasikan

untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode

pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana

asuhan keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok,

wawancara, observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem

penulisaanya dapat menggunakan sistem SOAP.

2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)

Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada

perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan

keperawatan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan

keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif,

fleksibel, dan efisien. Metode pelaksanaannya terdiri dari close chart

audit, wawancara pada pertemuan terakhir asuhan, dan pertanyaan

56
kepada klien dan keluarga.

BAB III

STUDI KASUS

A PENGKAJIAN

57
1. Nama By.Ny. sri Wahyuni
Identitas Tanggal lahir/Usia 10-06-2022
Pasien Jenis Kelamin Perempuan
Nama Ayah / Ibu Tn.Wahyudi/Ny.Sri Wahyuni
Usia Ayah / Ibu 43 tahun/ 37 tahun
Pendidikan Ayah / Ibu SLTA/SLTP
Alamat Kalipare
No MR 11544124
Tanggal MRS 16-07-2022
Tanggal Pengkajian 02-08-2022
Dx Medis 1. Prematur/BBLASR
2. NEC gr II
3. Late onset sepsis
4. Neonatal Pneumonia
5. Gagal nafas
6. Defisiensi Vitamin D
2. Saat MRS Perut membesar
Keluhan
Utama
Saat Pengkajian Bayi Sesak , perut membesar, RR: 96x/menit , Retraksi
dada(+)
3. Riwayat Kesehatan Bayi rujukan dari RS Wava Husada dengan keluhan
Riwayat sekarang perut membesar selama 1 minggu SMRS, 3 hari SMRS
bayi bisa BAB. Perut membesar setiap diberi minum,
bayi sempat di beri sufor BBLR karena ASI ibu belum
keluar.
Saat di RS Wava Husada sempat dipasang CPAP ± 2
minggu, waktu dirujuk tidak sesak.
Tgl.16-07-2022 bayi masuk diruang Perina
keadaan umum lemah, tidak sesak,perut membesar,HR:
136x/menit RR:46x/menit Suhu:36,6⁰C SpO2:96%
Hb: 10,6 g/dl
Tx:
1. IVFD D10% + NaCl 3% 2cc + KCl 7,4% 1cc +
ca.Gluconas 10% 1cc + MgSO4 0,5cc + Fosfat
0,5cc + Aminosteril 10% 25cc  144cc/24jam =

58
6cc/jam
2. IV. Ampicillin Sulbactam 3 x 60mg
IV. gentamicin 1 x 4mg
IV. metronidazole 3 x 7mg
3. P.O. eritromicin 3x2,5mg
P.O. Liprolac 1x3tts
P.O. nistatin 3x1cc
P.O. Prove D3 1x3tts
4. Tranfusi PRC 1x20cc
5. Diit ASI 6x2cc  ASI tidak tersedia bay puasa
Tgl.19-07-2022
Keadaan umum lemah. Sesak (+) RR:62x/menit, pasang
o2 Nasal Kanul,perut membesar (+)
Tgl.20-07-2022
Keadaan umum lemah. Kesadaran menurun. Sesak (+).
Desaturasi (+) RR:66x/menit SpO2:46% pasang O2
CPAP PEEP 7cmH2O FiO2 30%, perut membesar (+)
Tgl.21-07-2022
Keadaan umum lemah. Sesak (+). Retraksi dada(+).
RR: 65x/menit SpO2:99%. O2 CPAP(+)
Tgl. 27-07-2022
Keadaan umum lemah. Sesak(+). Retraksi dada(+).
Distended abdomen(+),O2 CPAP PEEP 8cmH2O FiO2
40% pasien dipindah ke NICU
Saat di
k/u bayi sangat lemah. Sesak(+). Retraks dada(+). Perut
distended(+). Terpasang O2 ETT+ ventilator mode CMV
PEEP 7cmH2O FiO2 50%
Saat Pengkajian
keadaan umum bayi lemah. Sesak(+). Retraksi dada (+).
Distended abdomen berkurang
memakai O2 ETT+ventilator mode PSIMV PEEP
7cmH2O Pins 17CmH2O FiO2 50% RR 40X/M Ti 0.45 s
RR pasien 56x/m
Riwayat Kesehatan Pasien lahir secara Spontan di Rs Wava Husada. Usia
yang lalu Kehamilan 27 minggu oleh karena PPI. A-S :1-3-5.
Ketuban: ?
BBL:810gr

59
Riwayat memakai CPAP selama 2 minggu
Riwayat perut membesar selama 1 minggu. Perut
membesar dan muntah setiap diberi minum. Bayi diberi
mnum asi 6x5cc.
Riwayat Kehamilan a. Perawatan Antenatal (ANC) :
√ Teratur (tiap bulan) □ Tidak teratur
b. Tempat Pemeriksaan (ANC) : Bidan
c. Komplikasi kehamilan :
□ Diabetes □ Eklamsi □ Jantung □
Hipertensi
□ Lainnya, sebutkan:

4. Keadaan Umum Kesadaran : menurun


Pemeri TTV : HR :161 x/menit .RR : 96x/menit (RR setting 40,
ksaan RR pasien 56x/m) Suhu :36,7⁰C SpO2 91%
fisik Terpasang O2 ETT + Ventilator mode PSIMV
(Head BB / PB Saat Pengkajian : 850gr / 35cm
To
Toe)

Kulit a. Warna kulit: □Pink √Pucat □ Kuning □ Mottled


b. Sianosis : □ Pada kuku □ Pada sekitar mulut □
Pada sekitar mata □ Ekstremitas atas
□ Ekstremitas bawah √Pada seluruh
tubuh
□ tidak ada sianosis
c. Kemerahan (rash) : □ Ada, sebutkan √Tidak ada
d. Tanda lahir : □ Ada, sebutkan :
e. Turgor kulit: □ Elastis √Tidak elastis
□ Edema
f. Lanugo : masih ada
Lapisan lemak sub cutan (-)
Kepala dan Leher a. Lingkar kepala : 25 cm
b. Fontanel anterior : √Lunak □ Tegas □ Datar
□ Menonjol □ Cekung
c. Satura sagital : √Tepat □Terpisah

60
□ Menjauh □ Tumpang Tindih
d. Gambaran wajah : √ Simetris □ Asimetris
e. Caput succeddeneum : tidak ada
f. Cephal hematoma : tidak ada
g. Telinga : □Normal √Abnormal ,sebutkan :
Tulang rawan belum terbentuk, pinna masih lengket
h. Hidung : √Simetris □ Asimetris □ Keluaran
√Nafas cuping hidung
□ Lainnya, sebukan ..........................
i. Mata : √Bersih □ Keluaran □ Ikterik
□ Perdarahan
□ Jarak interkantus : 1,2 cm
j. Mulut : □ Bibir sumbing □ Sumbing langit-
langit/palatum √Normal
k. Mukosa Mulut : √ Lembab, terdapat sputum
berlebih □ Kering

Dada dan Paru a. Bentuk : √ Simetris □ Asimetris


b. Down Score :

Nilai 0 1 2
Frekuensi √ ≤60x/mnt □60-80x/mnt ≥ 80x/mnt
Nafas

Retraksi □ Tidak ada √ Retraksi □ Retraksi berat


ringan

Sianosis □ Tidak ada √ Hilang □ Menetap dengan O2


dengan
O2

Air Entry □ Ada √ Menurun □ Tidak terdengar

(udara
masuk)

Merintih □ Tidak ada √ Terdengar □ Terdengar tanpa alat


dengan Bantu
stetoskop

Jumlah skor 4

 Skor < 3 : Tidak ada gawat nafas

61
 Skor 3-6 : Gawat nafas
 Skor > 6 : Ancaman gawat nafas
c. Terdapat suara paru ronchi, terdapat sputum
berlebih
Jantung a. Bunyi jantung : √S1 tunggal √S2 normal □
Murmur □ Lain-lain, sebutkan :.........................
b. CRT : >2 dtk
c. Denyut nadi : Frekuensi : 161 x/menit
√Kuat □Lemah
□ Teratur □ Tidak teratur

Abdomen a. Lingkar perut : 25 cm


□ Lunak □ Tegas □ Datar √Distensi
b. Umbilikus/tali pusat : □ Basah □ Kering
□ Bau
□ Warna. √Tali pusat sudah terlepas

Genital □ Perempuan / Laki-laki


□Normal
√Abnormal, sebutkan: Labia mayora belum menutupi
labia minora
Anus √Normal □ Tidak normal, sebutkan:
√Pengeluaran mekonium □ Hari ke 1
Ekstrimitas a. Gerakan : √Bebas □ Terbatas □
Tidak terkaji
b. Ekstermitas atas : √Normal □ Abnormal,
sebutkan : .........................
c. Ekstermitas bawah : √ Normal □ Abnormal,
sebutkan :
Spina / Tulang √ Normal □ Abnormal, sebutkan :
Belakang

62
Reflek Moro : positif
Menggenggam : □ Kuat √
Lemah
Menghisap : □ Kuat √Lemah
Rooting : negatif
Babinski : positif
Tonus / Akivitas a. Aktivitas : Aktif √Tenang √Letargi □
Kejang
b. Menangis : □ Keras √Lemah □
Melengking □ Sulit menangis

Riwayat Nutrisi a. Pemberian ASI :8x5cc


b. Pemberian susu formula : ya
c. Jumlah pemberian : 5cc/3jam
d. Cara pemberian : per OGT

Pemeriksaan Penunjang
Tgl 26-07-2022 Foto BOF 2 posisi AP/LL
Tampak terpasang OGT dengan ujung distal
setinggi T9
Ke peritoneal fat line : belum tervisualisasi
Kontur hepar/lien : normal
Kontur ren D/S : tertutup udara usus
Psoas line : tertutup udara usus
Distribusi udara usus meningkat: meningkat
disertai dengan dilatasi intestine, penebalan
dinding intestine dan pneumatosis intestinalis
Skeleton : normal, tidak tampak
lesi osteolitik/osteoblasti/garis fraktur
Soft tissue : normal
Kesimpulan :
Suspek NEC grade II dilatasi usus
bertambah
Tgl.27-07-2022 Foto Thoracoabdominal
Cor : ukuran bentuk dan posisi
normal

63
Aorta : tidak tampak elongasi,
dilatasi, kalsifikasi Trachea :
ditengah
Pulmo : corakan vascular normal ,
hillus D/S normal. Tampak infltrat pada
paracardia kanan, parahiler kanan kiri
Sudut costophrenicus D/S: lancip
Hemidiaphragma D/S : Dome shaped
Pre peritoneal fat line : belum
tervisualisasi
Kontur hepar/lien : normal
Kontur ren D/S : tertutup udara
usus
Psoas line : tertutup udara
usus
Dstribusi udara usus : menngkat disertai
dilatasi intestine, penebalan dinding ntestine
dan pneumatosis intestinalis
Skeleton : normal, tidak
tampak osteolitik/osteoblastik/garis fraktur
Soft tissue : normal
Tampak terpasang ETT dengan ujung distal
setinggi T4(±1cm diatas carina)
Tampak terpasang umblical catheter dengan
ujung distal mengarah ke cranial setinggi V.T9

Kesimpulan :
- Pneumonia  infliltrat relatif tetap
- Suspek NEC grade II dilatasi usus
berkurang

Tgl. 28-07-2022 Hasil lab analisa gas darah


- pH : 7,35
- pCO2 : 54,3 mmHg
- pO2 : 55,7 mmHg
- Bikarbonat(HCO3): 29,9 mmol/L
- Kelebihan basa (BE): 4,0 mmol/L

64
- Saturasi O2 : 86,0 %
- Hb : 10,1 g/dl
- Suhu : 37,0 ⁰C
Tgl.30-07-2022 Hasil pemeriksaan Darah Lengkap
- Hb : 12,2
- Leukosit : 5.050
- Trombosit : 200.000
- Procalcitonin : 0,31

Terapi Medis
Tgl.02-08-2022 - O2 NIV mode SIMV PEEP 7cmH2O
FiO2 50% PIP 17cmH2O RR
50x/menit Ti 0,45 s
- IVFD D20% + NaCl 3% 2cc + KCl
7,4% 1cc + Ca Gluconas 10% 1cc +
MgSO4 0,5cc + Fosfat 0,5cc +
Aminosteril 10% 35cc 4.7cc/jam
- Lipid 20% 15cc/hr
- IV. Amikasin 1x15mg
- IV. Metronidazole 3x7mg
- IV. Fluconazole 1x6mg
- IV. Aminophilin 2x2,5mg
- IV. Paracetamol 4x10mg
- IV. Fentanyl 1mcg/kg.BB/jam 
fentanyl 1:1000 (1x0,8x60):1000 =
0,048cc/jam
- PO.Prolac 1x3tts
- PO. Nystatin 3x0,5cc
- PO. Eritromisin 3x2,5mg
- PO. Prove D3 1x3tts
- PO. Feris drop 1x0,2cc
- Tranfusi PRC 10cc (2x) selang 24jam

B ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN

65
1 DS:- pCO2 meningkat Gangguan
DO: ↓ pertukaran gas
 Bayi sesak dan retraksi dada Hiperventilasi
 RR : 96x/menit ↓

 HR : 161 x/menit Ketidakseimbangan

 Tax : 36,7C ventilasi-perfusi

 SpO2 : 91%
 Down score : 4
 Foto Thoracoabdominal :
Pneumonia
 Hasil laborat analisa gas darah
- pCO2 54,3 mmHg
(meningkat )
- pO2 55,7 mmHg
(menurun)

2 DS:- Jalan nafas buatan Bersihan jalan nafas


DO: ↓ tidak efektif
 Bayi sesak dan retraksi dada Merangsang produksi
 RR : 96x/menit sputum berlebih

 HR :161 x/menit ↓

 Tax : 36.7 Hypersalivasi



 SpO2 : 91%
Hipersekresi
 Down skor : 4
 Produksi sputum berlebih
 Terdapat suara paru ronchi
 Foto Thoracoabdominal :
Pneumonia
3 DS:- Prematuritas paru Pola nafas tidak
DO: ↓ efektif
 Bayi sesak dan retraksi dada Penggunaan otot bantu
 Down skor : 4 pernafasan

 HR :161 x/menit ↓

 RR : 96x/menit sesak

 Tax : 36.7 c

66
 SpO2 : 91%
4 DS:- Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak
DO: hemoglobin efektif
 Bayi lemah ↓
 Warna kulit pucat Kemampuan mengikat

 Konjungtiva anemis oksgen dalam darah

 Hb: 10,1 g/dl menurun



 Turgor kult >2detik
Perfusi perifer tdak efektf
 HR :161 x/menit
 RR : 96x/menit
 Tax : 36.7 c
 SpO2 : 91%
5 DS:- Prematuritas Risiko infeksi
DO: ↓
 Bayi premature dan BBLASR Berat badan lahir amat
 BB:850gr sangat rendah

 HR :161 x/menit ↓

 RR : 96x/menit Fungsi organ belum


sempurna
 Tax : 36.7 c

 SpO2 : 91%
Risiko infeksi
6 DS:- Pemasangan ETT Gangguan ventilasi
spontan
DO: ↓
 Bayi sesak dan retraksi dada Menghambat jalan nafas
 RR : 96x/menit ↓

 HR :161 x/menit Pemakaian otot bantu

 Tax : 36.7 pernapsan



 SpO2 : 91%
Gangguan ventilasi
 Down skor : 4
spontan
 Produksi sputum berlebih
 Terdapat suara paru ronchi
Foto Thoracoabdominal : Pneumonia
7 DS:- Pemakaian ventilator Gangguan penyapihan
ventilator
DO: ↓
 Bayi sesak dan retraksi dada Pernapasan dibantu

67
 RR : 96x/menit ventilator
 HR :161 x/menit ↓

 Tax : 36.7 hipersekresi

 SpO2 : 91% ↓
Gangguan penyapihan
 Down skor : 4
ventilator
 Produksi sputum berlebih
 Terdapat suara paru ronchi
 Foto Thoracoabdominal :
Pneumonia

C DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi d.d


 Bayi sesak dan retraksi dada
 RR : 96x/menit
 HR : 161 x/menit
 Tax :36.7 c
 SpO2 : 91%
 Down score : 4
 Foto Thoracoabdominal : Pneumonia
 Hasil laborat analisa gas darah
- pCO2 54,3 mmHg (meningkat )
- pO2 55,7 mmHg (menurun)

2 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya jalan nafas buatan d.d
• Bayi sesak dan retraksi dada
• RR : 96x/menit
• HR :161 x/menit
• Tax : 36.7 c
• SpO2 : 91%
• Down skor : 4
• Produksi sputum berlebih
• Terdapat suara paru ronchi
• Foto Thoracoabdominal : Pneumonia
3 Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru d.d

68
• Bayi sesak dan retraksi dada
• RR : 96x/menit
• HR :161 x/menit
• Tax : 36.7 c
• SpO2 :91%
• Down skor : 4
• Foto Thoracoabdominal : Pneumonia
4 Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi HB d.d
• Bayi lemah
• Warna kulit pucat
• Konjungtiva anemis
• Hb: 10,1 g/dl
• Turgor kult >2detik
• HR :161 x/menit
• RR : 96x/menit
• Tax : 36.7 c
• SpO2 : 91%
5 Risiko infeksi b.d prematuritas d.d
• Bayi premature dan BBLASR
• BB:850gr
• HR :161 x/menit
• RR : 96x/menit
• Tax : 36.7 c
• SpO2 : 91%
6 Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernapasan d.d
• Bayi sesak dan retraksi dada
• RR : 96x/menit
• HR :161 x/menit
• Tax : 36.7
• SpO2 : 91%
• Down skor : 4
• Produksi sputum berlebih
• Terdapat suara paru ronchi
• Foto Thoracoabdominal : Pneumonia

69
7 Ganggguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi d.d
• Bayi sesak dan retraksi dada
• RR : 96x/menit
• HR :161 x/menit
• Tax : 36.7
• SpO2 : 91%
• Down skor : 4
• Produksi sputum berlebih
• Terdapat suara paru ronchi
• Foto Thoracoabdominal : Pneumonia

C INTERVENSI KEPERAWATAN

N Dx Keperawatan SLKI SIKI


o
1. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
pertukaran gas b/d
tindakan keperawatan Observasi
ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi selama 3x24jam - Monitor frekuensi, irama, kedalaman
d.d
diharapkan: dan upaya napas
• Bayi sesak
dan retraksi dada  Dyspnea - Monitor pola napas
• RR :
menurun - Monitor adanya produksi sputum
96x/menit
• HR : 161  pCO2 - Auskultasi bunyi napas
x/menit
• Tax :36.7 c menurun - Monitor saturasi O2
• SpO2 : 91% dalam batas - Monitor nilai AGD
• Down
score : 4 normal Teraupetik
• Foto  pO2 meningkat - Atur Interval pemantauan respirasi
Thoracoabdominal :
Pneumonia dalam batas sesuai kondisi pasien
• Hasil laborat normal
analisa gas darah - Dokumentasi hasil pemantauan
- pCO2 54,3
mmHg (meningkat )
- pO2 55,7 Manajemen ventilasi mekanik
mmHg (menurun) Terapeutik
- Reposisi pasien setiap 3 jam
- Lakukan penghisapan lender sesuai
kebutuhan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan mode ventilator
- Kolaborasi pemberian sedative
-

70
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
nafas tidak efektif
tindakan keperawatan Observasi
b/d adanya jalan
nafas buatan d.d selama 3x24jam - Monitor pola napas (frekuensi,
• Bayi sesak dan
diharapkan : kedalaman, usaha napas)
retraksi dada
• RR : 96x/menit  Produksi - Monitor bunyi napas tambahan
• HR :161 x/menit
sputum - Monitor sputum (warna dan jumlah)
• Tax : 36.7 c
• SpO2 : 91% menurun Teraupetik
• Down skor : 4
• Produksi sputum  Dipsnea - Pertahankan kepatenan jalan napas
berlebih menurun - Lakukan penghisapan lender
• Terdapat suara
paru ronchi  Pola nafas Kolaborasi
• Foto membaik - Pemberian oksigen
Thoracoabdominal
: Pneumonia - Terapi intravena

Manajemen jalan napas buatan


Observasi
- Monitor posisi selang ETT, terutama
setelah mengubah posisi
Terapeutik
- Cegah ETT terlipat
- Ganti fiksasi ETT setiap 24jam
- Lakukan perawatan mulut
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan napas
buatan
Kolaborasi
- Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif b/d tidak
tindakan keprawatn Observasi
adekuatnya
ekspansi paru d.d selama 3x24jam - Monitor pola nafas
• Bayi sesak dan
inspirasi dan ekspirasi (frejuensi,kedalaman,usaha nafas)
retraksi dada
• RR : 96x/menit memberikan ventilasi - Monitor bunyi nafas tambahan
• HR :161 x/menit
adekuat. - Monitor sputum(warna dan jumlah)
• Tax : 36.7 c
• SpO2 :91% Dengan krteria hasil: Terapeutik

71
• Down skor : 4 - Ventilasi - Pertahankan kepatenan jalan nafas
• Foto
semenit - Lakukan penghisapan lendir
Thoracoabdominal
: Pneumonia meningkat Kolaborasi
- Tekanan - Pemberian oksigen
ekspirasi - Terapi intravena
menngkat Manajemen jalan nafas buatan
- Tekanan Observasi
insprasi - Monitor selang endotrakeal (ETT)
menngkat Terapeutik
- Dipsnea - Lakukan perawatan mulut(oral
menurun hygiene)
- Frekuensi Pemberian obat intravena
nafas membaik Observasi
- Kedalaman - Verifikasi order obat sesuai indkasi
nafas - Periksa kadaluarsa obat
membaik(5) - Monitor tanda vital , efek samping obat
Terapeutik
- Lakukan prinsip enam
benar(pasien,obat,dosis,waktu,rute,do
kumentasi)
- Pastikan ketepatan dan kepatenan
kateter intravena.
4 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Pemantauan hasil laborat
efektif b/d
tindakan keperawatan Observasi
penurunan
konsentrasi HB d.d selama 3x24jam - Identifikasi pemeriksaan laboratorium
• Bayi lemah
terjadi peningkatan yang diperlukan
• Warna kulit pucat
• Konjungtiva keadekuatan aliran - Monitor hasil laboratorium yang
anemis
darah distal untuk diperlukan
• Hb: 10,1 g/dl
• Turgor kult >2detik menunjang fungsi - Periksa ksesuaian hasil lab dengan
• HR :161 x/menit
jaringan penampilan klnis pasien
• RR : 96x/menit
• Tax : 36.7 c Dengan kriteria hasi : Terapeutik
• SpO2 : 91%
- Denyut nadi - Interpretasikan hasil pemeriksaan
perifer laboratorium
meningkat Kolaborasi
- Warna kulit - Kolaborasi dengan dokter jika hasil
pucat menurun laboratorium memerlukan intervensi

72
- Akral cukup medis.
membaik
- Turgor kulit
membaik
Malang, Agustus 2022

Ttd Perawat

Kelompok 1

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TANGGAL JAM IMPLEMENTASI


02-08-2022 09.00 1. Memberikan minum ASIP 5cc per OGT
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
3. Berkolaborasi dengan DPJP dalam pemberian terapi:
1. O2 NIV mode SIMV PEEP 7cmH2O FiO2 50% PIP
17cmH2O RR 50x/menit Ti 0,45 s
2. IVFD D20% + NaCl 3% 2cc + KCl 7,4% 1cc + Ca
Gluconas 10% 1cc + MgSO4 0,5cc + Fosfat 0,5cc +
Aminosteril 10% 35cc 4.7cc/jam
3. Lipid 20% 15cc/hr
4. IV. Amikasin 1x15mg
5. IV. Metronidazole 3x7mg
6. IV. Fluconazole 1x6mg
7. IV. Aminophilin 2x2,5mg
8. IV. Paracetamol 4x10mg
9. IV. Fentanyl 1mcg/kg.BB/jam  fentanyl 1:1000
(1x0,8x60):1000 = 0,048cc/jam
10. PO.Prolac 1x3tts
11. PO. Nystatin 3x0,5cc
12. PO. Eritromisin 3x2,5mg
13. PO. Prove D3 1x3tts
14. PO. Feris drop 1x0,2cc
15. Tranfusi PRC 10cc (2x) selang 24jam
4. Memasukkan obat:
IV.Amikasin 15mg
IV.Fluconazole 6mg

73
IV.Aminophilin 2,5mg
IV.Paracetamol 10mg
PO.Liprolac 3gh
PO.Nystatin 0,5cc
PO.Erytromicin 2,5mg
PO.Prove D3 3gtt
PO.Feris drop 0,2cc
12.00 1. Menyeka bayi
2. Melakukan perawatan mulut (oral hygiene)
3. Menjaga kehangatan bayi
4. Menghisap lendir
5. Memberi minum ASIP 5cc per OGT
6. Melakukan positioning

74
CATATAN PERKEMBANGAN

TANGGAL JAM NO DX SOAP


KEPERAWATAN
02-08-2022 21.00 1,,2,3 S: -
O:
- Keadaan umum lemah
- Sesak (+)
- Retraksi dada (+)
- Kejang (-)
- Demam (-)
- HR: 176 x/menit
- RR : 68 x/menit
- Suhu : 37◦C
- Sedang berlangsung tranfusi PRC
10cc ke 1
A: Masalah Teratasi Sebagian
P:
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
- Lakukan perubahan posisi bayi tiap
3jam
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Kolaborasi dengan DPJP dalam
pemberian terapi oksigen dan terapi
intravena
03-08-2022 08.00 1,2,3 S:-

75
O:
- Keadaan umum lemah
- Sesak (+)
- Sianosis (-)
- Kejang (-)
- Demam (-)
- Gerak dan tangis lemah
- Warna kulit pucat
- Produksi sputum (+)
- Tanda-tanda vital:
 HR: 160x/menit
 RR: 97x/menit via O2 ETT +
ventilator mode PSIMV PEEP
7cmH2O Psuport 12cmH2O FiO2
50%
 Suhu : 37⁰C
 SpO2: 91%
- Advis dokter :
1. O2 NIV mode PSIMV PEEP 7cmH2O
Psuport 12cmH2O FiO2 50%
2. Ivfd D15% + NaCl 3% 2cc + KCl 7,4%
2cc + Ca.Gluconas 10% 1cc + MgSO4
0,5cc + Fosfat 0,5cc + aminosteril 10%
18cc  4cc/jam
3. IV. Lipid 20% 5cc
4. IV. Fentanyl 1mcg/kg.BB/jam
5. Diit ASI 8x5cc
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Kolaborasi pemberian oksigen
- Kolaborasi terapi intravena
- Lakukan penghisapan lendir

76
- Lakukan perawatan mulut
I :
 Jam.09.00
- Memberi minum ASIP 5cc per OGT
- Memasukkan obat
IV.Amikasin 15mg
IV.Fluconazole 6mg
IV.Aminophilin 2,5mg
IV.Paracetamol 10mg
PO.Liprolac 3gtt
PO.Nystatin 0,5cc
PO.Erytromicin 2,5mg
PO.Prove D3 3gtt
PO.Feris drop 0,2cc
- Mengobservasi tanda-tanda
vital
 Jam 10.00
- Melakukan nebul dngan epineprin 1
ampul
 Jam.12.00
- Menyeka bayi
- Melakukan oral hygiene
- Menimbang pampers ±34gr
- Melakukan positioning
- Memberi minum ASIP 5cc per OGT
- Terapi baru O2 NIV ganti O2 nasal
canul 2lpm
- Mengobservasi tanda-tanda vital
HR:126x/menit RR:56x/menit
SpO2:96% suhu: 36,5⁰C
03-08-2022 14.00 1,2,3 S:-
O:
- Keadaan umum lemah
- Sesak (+)
- Sianosis (-)
- Kejang (-)

77
- Demam (-)
- Gerak dan tangis lemah
- Warna kulit pucat
- Produksi sputum (+)
- Tanda-tanda vital:
 HR: 160x/menit
 RR: 97x/menit via O2 ETT +
ventilator mode PSIMV PEEP
7cmH2O Psuport 12cmH2O FiO2
50%
 Suhu : 37⁰C
 SpO2: 91%
- Advis dokter :
1. O2 NIV mode PSIMV PEEP 7cmH2O
Psuport 12cmH2O FiO2 50%
2. Ivfd D15% + NaCl 3% 2cc + KCl 7,4%
2cc + Ca.Gluconas 10% 1cc + MgSO4
0,5cc + Fosfat 0,5cc + aminosteril 10%
18cc  4cc/jam
3. IV. Lipid 20% 5cc
4. IV. Fentanyl 1mcg/kg.BB/jam
5. Diit ASI 8x5cc
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pemberian oksigen
- Terapi intravena
- Lakukan penghisapan lendir
- Lakukan perawatan mulut
I :
 Jam.09.00
- Memberi minum ASIP 5cc per OGT

78
- Memasukkan obat
IV.Paracetamol 10mg
- Mengobservasi tanda-tanda vital
 Jam.17.00
- Melakukan nebul dengan epineprin
1ampul
 Jam.18.00
- Menyeka bayi
- Melakukan oral hygiene
- Menimbang pampers ±28gr
- Melakukan positioning
- Memberi minum ASIP 5cc per OGT
- Mengobservasi tanda-tanda vital
HR:133x/menit RR:48x/menit
SpO2:93% suhu: 36,7⁰C
 Jam.20.00
- Mempertahankan kepatenan jalan
nafas dengan memberikan O2
nasal canul 2lpm sesuai advis
DPJP

79
4-08-2022 08.00 1,2,3 S: -
O:
- k/u lemah
- sesak (-)
- HR : 130x/m
- RR: 48x/menit
- Tax : 36.6⁰C
- SPO2 : 92%,
- Terpasang O2 nasal canul 1lpm
A : Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pemberian oksigen
- Terapi intravena
- Lakukan penghisapan lendir
- Lakukan perawatan mulut
- Kolaborasi dengan DPJP dalam
pemberian terapi:

I:
- Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Memonitor bunyi napas tambahan
- Mempertahankan kepatenan jalan
napas
- Memberian oksigen O2 NC 1lpm
- Melakukan penghisapan lendir
- Melakukan perawatan mulut
- Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian terapi :
Dr.IKA :
1. IFVD D15%+ NaCl 3% 2CC+ KCl
7,4% 1CC + Ca.Gluconas 10%

80
1CC + MgSO4 0.5CC+Fosfor
0.5CC (87cc/hari→ 4cc/jam) GIR :
11
2. IV. Aminosteril 10CC (2gr/kg.BB/hr)
3. IV. Lipid 20% 5cc (1gr/kg.BB/hr)
4. IV. Amikasin 1X15mg
5. IV. Fluconazole 1X6mg
6. IV. Aminophilin 2x2,5mg
7. IV. Paracetamol 4x10mg
8. IV. Fentanyl 1mcg/kg.BB/jam
Dokter bedah anak advis:
- Pertahankan OGT
- Observasi tanda akut abdomen pro
usul pindah perina
- Terapi lain sesuai TS IKA

04-08-2022 13.00 2 S:-


O:
- K/U lemah
- Demam (-)
- Sesak (-)
- Cyanosis(-)
- O2 NC 1lpm (+)
- Suhu:36,8◦C
- HR: 158x/menit
- RR:60x/menit
- SpO2: 91%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi keperawatan dihentikan oleh
karena bayi ACC pindah R. RANU PANI

81
BAB IV

ANALISIS JURNAL PENDUKUNG

1 Identitas Jurnal Judul Jurnal :


 Nistatin Orl sebagai Terapi Profilaksis Infeksi Jamur
Sistemik pada Neonatus Kurang Bulan
Penulis :
 Rini andriani, Lily Rundjan
Departemen Ilmu Kesehatan Anak,RS Dr Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Penerbit :
 Sari Pediatri
Tahun Terbit :
 April,2010
Topik :
 Pemberian Profilaksis jamur pada Neonatus kurang

82
bulan
Tempat Penelitian :
 Departemen Ilmu Kesehatan Anak,RS Dr Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Isi Jurnal (Abstract) Infeksi jamur sistemik merupakan salah satu penyebab
utama sepsis dan kematian pada neonatus. Neonatus
kurang bulan memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi
jamur sistemik dibandingkan dengan neonatus cukup bulan.
Terdapat beberapa faktor risiko terjadi infeksi jamur sistemik
pada neonatus diantaranya adalah kolonisasi jamur.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi jamur pada
neonatus pada prinsipnya sama dengan tindakan
pencegahan infeksi lainnya. Penting dilakukan tindakan
untuk memodifikasi faktor risiko dalam hal ini. Pencegahan
khusus dapat dilakukan dengan memberikan antijamur
seperti nistatin untuk mencegah kolonisasi. Pemberian
terapi profilaksis antijamur terbukti menurunkan angka
kejadian infeksi jamur sistemik. Efek samping, toksisitas,
biaya, dan kemungkinan terbentuknya galur (strain) yang
resisten menjadi hal utama yang harus dipertimbangkan
dalam pemberian terapi profilaksis. Disajikan beberapa
penelitian mengenai pemakaian nistatin sebagai terapi
profilaksis yang telah dilakukan di berbagai negara untuk
menilai efektifitas nistatin oral sebagai terapi profilaksis
infeksi jamur sistemik pada neonatus kurang bulan disertai
contoh kasus. (Sari Pediatri 2010;11(6):420-27). Kata kunci:
nistatin, profilaksis, infeksi jamur sistemik, neonatus
Hasil Jurnal Nistatin oral menjadi pilihan alternatif utama sebagai
profilaksis infeksi jamur sistemik karena sifat yang dimiliki
yaitu bereaksi lokal dan tidak diabsorpsi (sistemik), murah,
mudah diberikan, dan aman, meskipun pemakaiannya
sebagai prosedur rutin masih memerlukan uji klinis lebih
lanjut. Pada contoh kasus pemberian profilaksis nistatin
tidak berhasil karena beberapa kemungkinan seperti
keterlambatan pemberian terapi profilaksis, dosis yang
diberikan relatif rendah dan kondisi pasien dengan banyak

83
faktor risiko untuk terjadinya infeksi jamur sistemik.
Pemakaian flukonazol sebagai profilaksis infeksi jamur
sistemik pada neonatus harus dibatasi pada kelompok risiko
tinggi dengan insidens infeksi jamur sistemik yang tinggi
untuk mencegah terbentuknya galur jamur yang resisten
terhadap flukonazol. Di Indonesia, dengan adanya
keterbatasan jenis antijamur yang tersedia, penggunaan
flukonazol sebagai profilaksis harus dipertimbangkan
dengan lebih hatihati mengingat kemungkinan timbulnya
galur jamur yang resisten dengan flukonazol.
Analisis Berdasarkan Kasus Pemberian Profilaksis jamur berupa Nistatin per oral terbukti
dapat mencegah terjadinya jamur pada By.Ny.Sri Wahyuni
2 Identitas Jurnal Judul Jurnal :
 Pemberian Posisi (Positioning) dan Nesting pada
Bayi Prematur: Evaluasi Implementasi Perawatan di
Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

Penulis :
 Defi Efendi, Dian Sari, Yanti Riyantini, Novardian
Novardian, Dian Anggur, Pipit Lestari
Penerbit :
 JKI
Tahun Terbit :
 November,2019

Topik :
 Positioning pada Neonatus di ruang NICU
Tempat Penelitian :
 Faculty of Nursing Universitas Indonesia, Depok
16424, Indonesia 2. Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) Universitas Indonesia Hospital, Depok
16424, Indonesia 3. Prima Nusantara Bukittinggi
Institute of Health Sciences, West Sumatera 26111,
Indonesia 4. Harapan Kita Mother and Child
Hospital, Jakarta 11420, Indonesia 5. Dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta 10430, Indonesia
6. Wocare Indonesia, Bogor, West Java 16166,

84
Indonesia
Isi Jurnal (Abstract) Pemberian posisi yang salah dapat meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas. Artikel ini bertujuan untuk
menggali pemberian posisi (positioning) dan nesting pada
bayi prematur di NICU. Penelitian ini berupa studi literatur
tahun 2007-2017, serta pengalaman penulis dalam aplikasi
pemberian posisi dan nest di dua rumah sakit rujukan
nasional dalam lima tahun terakhir. Hasil studi ini
menunjukkan beberapa posisi yang dapat diberikan pada
bayi prematur di antaranya adalah posisi supinasi, lateral
kiri, lateral kanan, pronasi, dan quarter/semi pronasi. Posisi
pronasi dan kuarter/semi pronasi direkomendasikan untuk
bayi prematur dengan Respiratory Distress
Syndrome (RDS). Posisi lateral kanan direkomendasikan
untuk bayi prematur dengan Gastroesofageal reflux (GER).
Posisi supinasi merupakan alternatif terakhir pemberian
posisi pada bayi prematur dengan kontraindikasi posisi
pronasi, kuarter/semi pronasi, dan lateral.
Pembuatan nest dapat dimodifikasi dari potongan beberapa
kain yang digulung. Perawat hendaknya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan agar mampu memberikan
variasi posisi sesuai kondisi dan indikasi bayi yang dirawat
di NICU.
Hasil Jurnal Posisi pronasi dan quarter/semi-pronasi merupakan posisi
yang direkomendasikan untuk bayi prematur dengan RDS.
Posisi lateral kanan direkomendasikan untuk bayi prematur
dengan GER. Posisi supinasi merupakan alternatif terakhir
pemberian posisi pada bayi prematur dengan kontraindikasi
posisi pronasi, quarter/ semi-pronasi, dan lateral. Perawat
hendaknya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
agar mampu memberikan variasi posisi sesuai kondisi dan
indikasi bayi yang di rawat di unit khusus maupun intensif
(HPR, YR, INR)

85
Analisis Berdasarkan Kasus Posisi prone dapat meningkatkan fungsi paru,
meningkatkan fungsi tidur tenang, dan tidur aktif pada bayi
baru lahir. Posisi semi/quarter-prone dapat membantu
stabilisasi frekuensi napas pada bayi prematur yang
menggunakan Ventilasi mekanik. Posisi lateral kiri dapat
digunakan sebagai alternatif perbaikan fungsi paru pada
bayi prematur. Posisi lateral kanan merupakan posisi
alternatif dari posisi pronasi yang terbukti dapat mengurangi
residu lambung. Namun, terdapat terdapat risiko penurunan
cerebral flow pada bayi amat sangat prematur dengan
posisi pronasi.
3 Identitas Jurnal Judul Jurnal :
 Anemia, Transfusi Sel Darah Merah, dan
Enterokolitis Nekrotikans
Penulis :
 3Akhil Maheshwari MD, 4Ravi M. Patel MD MSc,
dan 5,6Robert D. Christensen MD
Penerbit :
 Elsevier.
Tahun Terbit :
 2017

Topik :
 NEC, anemia, transfusi, sel darah merah, cedera
usus
Tempat Penelitian :
 Departemen 1Pediatrics dan 2Molecular Medicine,
Morsani College of Medicine, University of South
Florida, Tampa, FL 33606;
 3Departemen Kesehatan Masyarakat dan Keluarga,
Sekolah Tinggi Kesehatan Masyarakat, Universitas
Florida Selatan, Tampa, FL 33606;
 4Departemen Pediatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Emory, Atlanta, GA 30322; 5Department
of Pediatrics, University of Utah, Salt Lake City, UT
84132 6Intermountain Healthcare Neonatology
Research Program, Intermountain Healthcare, Salt

86
Lake City, UT 84143
Isi Jurnal(abstract) Dalam 15 tahun terakhir, beberapa studi klinis telah
mengidentifikasi hubungan temporal antara transfusi sel
darah merah (RBC) dan necrotizing enterocolitis (NEC).
Dengan beberapa variabilitas, sebagian besar studi ini
menunjukkan bahwa hingga sepertiga dari semua kasus
NEC yang melibatkan bayi berat lahir sangat rendah dapat
terjadi dalam 24-48 jam setelah menerima transfusi sel
darah merah. Ada juga bukti bahwa risiko NEC terkait
transfusi tersebut mungkin lebih tinggi pada bayi yang
ditransfusikan dengan tingkat anemia paling parah. Dalam
artikel ini, kami merangkum bukti klinis yang berkaitan
dengan masalah ini; khususnya, kontribusi transfusi sel
darah merah, dan kontribusi keparahan anemia yang
mendasarinya, terhadap patogenesis jenis NEC yang
berpotensi disebut, "Transfusi/Anemia terkait NEC".
Hasil Jurnal Berdasarkan bukti klinis saat ini, "Transfusi/Anemia terkait
NEC" tampaknya menjadi entitas klinis yang masuk akal.
Namun, ada kebutuhan untuk interpretasi data yang hati-
hati karena penelitian yang melaporkan hubungan ini rentan
terhadap bias dan pengaruh variabel pengganggu atau
penyebab terbalik.64 Ada kebutuhan kritis untuk model
hewan yang relevan dengan perkembangan untuk
menentukan apakah anemia berat atau transfusi sel darah
merah dapat menyebabkan cedera inflamasi pada usus
prematur, atau jika cedera disebabkan oleh interaksi antara
faktor-faktor risiko ini. Kami juga membutuhkan percobaan
besar, prospektif, multi-pusat untuk mengevaluasi efek
transfusi sel darah merah dan anemia pada NEC dan hasil
lainnya, serta manfaat ilmiah dari intervensi seperti
menahan makan sebelum, selama, dan/atau setelah
transfusi sel darah merah. Selain itu, studi klinis dan pra-
klinis untuk memahami interaksi potensial antara anemia
dan transfusi sel darah merah pada hasil NEC diperlukan
untuk memberikan dasar biologis untuk asosiasi
epidemiologi yang dilaporkan. Strategi untuk mengurangi
transfusi sel darah merah, seperti penggunaan eritropoietin

87
rekombinan atau homolog sintetiknya yang bekerja lebih
lama seperti darbepoietin mungkin juga relevan dengan
masalah ini. Pendekatan lain yang berpotensi relevan yang
memerlukan studi tambahan termasuk pengisian oksida
nitrat (NO) dalam sel darah merah yang disimpan sebelum
transfusi atau pemberian NO inhalasi untuk neonatus
berisiko selama transfusi.
Analisis Berdasarkan Kasus Pada bayi premature selama mendapatkan tranfusi PRC
dipuasakan terbukti dapat mencegah tingkat keparahan
NEC(Necrotizing Enterocolistis)

BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hsil studi kasus dan analisis jurnal pendukung , maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada bayi premature yang menggunakan ventilasi mekanik positioning(semi/quarter
prone) membantu stabilisasi nafas.
2. Pada bayi premature pemberian profilaksis jamur dapat mencegah terjadinya jamur
sistemik
3. Pada bayi premature yang mendapat tranfusi darah PRC, menghentikan
minum/asupan oral 4jam sebelum tranfusi selama tranfusi dan 4jam setelah tranfusi
terbukti dapat mencegah tingkat keparahan terjadinya NEC(Necrotizing Enterocolitis)

88

Anda mungkin juga menyukai