Kls : 2A D3 Keperawatan
1. Bayi prematur
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur atau bayi
preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan,
sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram (Surasmi, dkk,
2003). Prematur juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas. Bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai
neonatus imatur. Secara historis, bayi dengan berat badan lahir 2500 gram atau kurang
disebut bayi prematur (Behrman, dkk, 2000). Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila
berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir pada siklus
28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu
disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana, 2016).
Istilah prematuritas telah diganti dengan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) karena
terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram,
yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari
semestinya, sekalipun umur cukup, atau karena kombinasi keduanya (Maryunani &
Nurhayati, 2009).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti
istilah prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak
semua bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi
prematur (Rukiyah & Yulianti, 2012).
Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan usia kehamilan. Derajat
prematuritas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok antara lain adalah sebagai berikut:
Bayi ini mempunyai sifat prematur dan matur. Beratnya seperti bayi matur akan tetapi
sering timbul masalah seperti yang dialami bayi prematur misalnya gangguan pernapasan,
hiperbilirubinemia dan daya isap yang lemah.
Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi tersebut. Banyak istilah
yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini dapat menderita gangguan
pertumbuhan di dalam uterus (intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature,
small for dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan
small for gestational age (SGA). Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post matur)
mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran
kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan
yang mempengaruhi bayi tersebut. IUGR dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
Faktor ibu merupakan hal dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur, faktor-
faktor tersebut di antaranya adalah:
2. Faktor Janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur antara lain kehamilan
ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, kelainan kromosom, infeksi (misal:
rubella, sifilis, toksoplasmosis), insufensi plasenta, inkompatibilitas darah ibu dari janin
(faktor rhesus, golongan darah A, B dan O), infeksi dalam rahim.
3. Faktor Lain
Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu faktor plasenta, seperti plasenta previa
dan solusio plasenta, faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan sosial ekonomi
yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang melelahkan dan merokok.
1) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar.
2) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.
3) Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat
bayi dalam rahim).
4) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).
5) Ibu hamil yang sedang sakit.
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan gejala yang dapat
muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut:
1) Umur bayi bisa cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500
gram.
2) Gerakannya cukup aktif dan tangisannya cukup kuat.
3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.
4) Pada bayi laki-laki testis mungkin sudah turun.
5) Bila kurang bulan maka jaringan payudara dan puting kecil.
Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena struktur
anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang
lebih tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur dan
mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi berisiko tinggi lain juga
mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau gangguan pada fungsi anatomi,
fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya kelainan atau penyakit yang diderita.
Bayi prematur atau imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
karena pusat pengatur suhu pada otak yang belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan
lemak coklat sebagai sumber kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan
permukaan tubuh yang relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas tubuh yang
lebih banyak. Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat
meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih
kurang (Surasmi, dkk, 2003).
1. Hipotermia
Terjadi karena sedikitnya lemak tubuh pada bayi prematur dan pengaturan suhu tubuh
bayi yang belum matang.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa erum yang rendah pada
bayi yaitu kurang dari 45 mg/dL. Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan
membawa oksigen ke otak. Jika asupan glukosa kurang, maka dapat menyebabkan
sel-sel saraf di otak mati dan dapat mempengaruhi kecerdasan bayi kelak. Oleh karena
itu bayi prematur membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum
sering atau setiap 2 jam.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia sering terjadi pada bayi sangat prematur karena mendapat cairan
glukosa berlebihan secara intravena.
4. Masalah pemberian ASI
Masalah pemberian ASI terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, dan keadaan
bayi yang kurang energi, lemah serta lambungnya yang kecil dan tidak dapat
mengisap.
1. Gangguan imonologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena kadar Ig G maupun gamma
globulin yang rendah. Bayi prematur belum sanggup membentuk antibodi dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap infeksi yang belum baik.
2. Kejang saat dilahirkan
Kejang dapat terjadi karena infeksi sebelum lahir (prenatal), perdarahan intrakranial
atau akibat vitamin B6 yang dikonsumsi ibu.
3. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)
Bayi prematur menjadi kuning lebih awal dari pada bayi cukup bulan pada umumnya.
1. Masalah perdarahan
Perdarahan pada bayi yang lahir prematur dapat disebabkan karena kekurangan faktor
pembekuan darah atau karena faktor fungsi pembekuan darah yang abnormal atau
menurun.
2. Anemia
Anemia pada bayi prematur dapat terjadi lebih dini karena disebabkan oleh supresi
eritropoesis pasca lahir, persediaan zat besi janin yang sedikit, serta bertambah
besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang lebih cepat.
3. Gangguan jantung
Gangguan jantung yang sering ditemui pada bayi prematur adalah patent ductus
ateriosus (PDA) yang menetap sampai bayi berumur 3 hari, terutama pada bayi
dengan penyakit membran hialin.
Gangguan jantung lain yang sering terjadi pada bayi prematur adalah defek septum
ventrikel yang sering dialami oleh bayi prematur dengan berat badan kurang dari 2500
gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu.
4. Gangguan pada otak
Gangguan pada otak yang dapat terjadi pada bayi prematur adalah intraventricular
hemorrhage, yaitu perdarahan intrakranial yang dapat mengakibatkan masalah
neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot, keterlambatan perkembangan, dan
kejang. Selain itu, bayi juga dapat mengalami periventricular leukomalacia (PVL)
yaitu kerusakan dan pelunakan materi putih (bagian dalam otak yang
mentransmisikan informasi antara sel-sel saraf dan sumsum tulang belakang, juga dari
satu bagian otak ke bagian otak yang lain) yang biasanya terjadi pada bayi dengan
masa gestasi kurang dari 32 minggu.
5. Bayi prematur dengan ikterus
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah mengakibatkan perubahan warna kuning
pada kulit, membran mukosa, sklera, dan organ lain pada bayi.
6. Kejang
Suatu kondisi yang terjadi pada bayi prematur yang ditandai dengan adanya tremor
dan disertai penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak terkendali pada mulut,
mata, dan anggota gerak lain, serta terjadinya kekakuan seluruh tubuh tanpa adanya
rangsangan.
7. Hipoglikemia
Suatu kondisi dimana kadar gula darah bayi yang rendah dan di bawah normal, yang
dapat mengakibatkan bayi menjadi gelisah dan tremor, apatis, kejang, lemah, letargis,
kesulitan makan, keringat banyak, hipertermi bahkan henti jantung.
1. Gangguan eliminasi
Pada bayi prematur dapat terjadi edema dan asidosis metabolik karena ginjal yang
imatur baik secara anatomis maupun fisiologis, kerja ginjal yang masih belum
matang, kemampuan membuang sisa metabolisme dan air yang belum sempurna, serta
produksi urine yang sedikit.
2. Distensi abdomen
Kelainan ini berkaitan dengan usus bayi akibat dari motilitas usus yang berkurang,
volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya
untuk mencerna dan mengabsorbsi zat lemak, laktosa, vitamin, yang larut dalam
lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardioesofagus
yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus
dan mudah terjadi aspirasi.
3. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi prematur masih belum berfungsi dengan sempurna
sehingga penyerapan nutrisi masih lemah dan kurang baik. Aktifitas otot pencernaan
masih belum sempurna yang mengakibatkan pengosongan lambung menjadi
berkurang. Bayi
prematur mudah kembung karena stenosis anorektal, atresia ileum,
peritonitis meconium, dan mega colon.
4. Gangguan elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan, dan
penyakit bayi. Kebutuhan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan
yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan yang disebabkan oleh keadaan lain.
Pada bayi prematur gangguan elektrolit dipengaruhi oleh kulit bayi yang tipis,
kurangnya jaringan subkutan dan oleh luasnya permukaan tubuh.
Masalah jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi prematur mmenurut Proverawati dan
Sulistyorini (2010), antara lain adalah sebagai berikut:
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai berikut:
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau penanganan yang
dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki, meliputi
semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010). Menurut
Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi prematur meliputi:
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam jalan nafas dalam kondisi bebas atau
paten dan pola nafas mejadi efektif.
Kriteria hasil :
1) Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, tidak ada dispneu, bayi mampu bernapas
dengan mudah.
2) Irama nafas teratur, frekuensi pernafasan dalam batas normal (30-40 kali/menit pada
bayi), tidak ada suara nafas abnormal.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
Intervensi
Airway management :
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi dapat diberikan minum ASI
dengan efektif.
Kriteria Hasil:
Intervensi :
Bottle Feeding
Lactation Suppression
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam fungsi pencernaan dapat berfungsi
secara efektif.
Kriteria Hasil:
Intervensi :
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam asupan nuttrisi berupa makanan dan
cairan dalam keadaan seimbang dan tidak ada penurunan berat badan.
Kriteria Hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan (berat badan bertambah 20-30
gram/hari).
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (pada usia 2 minggu kebutuhan nutrisi mencapai
150 cc/kgbb/hari)
3) Menunjukkan peningkatan fungsi mengisap dan menelan.
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
Nutrition Management
Nutrition Monitoring
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi bayi menjadi
seimbang.
Kriteria Hasil:
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Infection Control
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi tidak mengalami ikterus.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Phototherapy: Neonate
1) Kaji riwayat ibu dan bayi untuk faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia (misalnya
ketidakcocokan Rh atau ABO, polisitemia, sepsis, prematur, mal presentasi).
2) Amati tanda-tanda ikterus.
3) Intruksikan pada keluarga tentang tindakan fototerapi.
4) Berikan penutup mata untuk mengurangi tekanan yang berlebihan saat fototerapi.
5) Lepas penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati.
6) Berikan susu pada bayi 8 kali per hari atau instruksikan pada ibu untuk menyusui
sebanyak delapan kali per hari.
7) Timbang berat badan bayi setiap hari.
8) Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya depresi fontanel, turgor kulit mengerut,
kehilangan berat badan).
9) Mengevaluasi status neurologis setiap 4 jam.
10) Mengontrol tingkat bilirubin serum.
11) Ubah posisi bayi setiap 4 jam.
12) Monitor tanda-tanda vital bayi.
13) Periksa intensitas lampu fototerapi setiap hari.
14) Tempatkan lampu fototerapi di atas bayi dengan tinggi yang sesuai
15) Pantau keadaan mata bayi.
Menurut Surasmi, dkk (2003), maturitas sistem organ merupakan syarat bagi bayi
untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi berisiko tinggi mengalami
gangguan pada salah satu atau lebih fungsi sistem organ sehingga dapat menghambat
kemampuan bayi untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi prematur atau
berat badan lahir rendah sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan
untuk beradaptasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, bayi risiko tinggi seperti bayi
prematur sangat membutuhkan perhatian dan perawatan intensif karena keadaan bayi yang
belum matang secara anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan munculnya berbagai
masalah kesehatan hingga menyebabkan kematian. Berikut adalah implementasi keperawatan
yang dapat dilakukan terhadap bayi prematur dan bayi berisiko tinggi lainnya :
1. Bantuan penapasan.
2. Mengupayakan suhu lingkungan yang netral.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi.
5. Penghematan energi.
6. Perawatan kulit.
7. Pemberian obat.
8. Pemantauan data fisiologis.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil (Hidayat, 2004). Menurut Nursalam (2008), pada tahap evaluasi ini terdiri dari
dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan
berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang
diharapkan (evaluasi hasil).
Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut.
Metode pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan keperawatan,
open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara, observasi, dan menggunakan form
evaluasi. Sistem penulisaanya dapat menggunakan sistem SOAP.
Daftar Pustaka :
Surasmi, A., dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.
Rukiyah, A. Y., Yulianti, L. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR), menurut Santosa, N. I (2001), adalah bayi
baru lahir yang berat badannya 2500 gram atau lebih rendah. Sedangkan Menurut Huda dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC (2013), BBLR ( berat badan lahir rendah) adalah bayi dengan
berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. Pendapat lain menurut Wong (2009),
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi. BBLR (berat badan lahir rendah)
merupakan bayi yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai
dengan 2499 gram. (Hidayah, 2005).
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah
(Mitayani, 2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.
C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan
suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan
berat badan lahir normal (Ismawati, 2010).
Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan
tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu
dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas
yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit besi
kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi
dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun
sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
D. Penatalaksanaan
Menurut rukiyah, dkk (2010) perawatan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah :
2. Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan infeksi, memperhatiakn
prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang
bayi.
3. Pengawasan nutrisi (ASI), refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu
pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat.
4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebah itu penimbangan dilakukan dengan
ketat.
5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih, pertahankan
suhu tubuh tetap hangat.
6. Kepala bayi ditutup topi, beri oksigen bila perlu.
7. Tali pusat dalam keadaan bersih.
8. Beri minum dengan sonde/ tets dengan pemberian ASI.
A. Pengkajian
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang menuntut
perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi
kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi
setiap anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008)
1. Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin, Orang tua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku
BBLR.
2. Keluhan utama : pada klien BBLR yaitu BBL kurang dari 2500 gram.
3. Riwayat kesehatan sekarang : apa yang di rasakan klien sampai di rawat
di rumah sakit, atau perjalanan penyakit.
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
BBLR yaitu :
a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok,
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, hepatitis,
kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm.
c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan
periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan post date
atau preterm).
e) Riaayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat
1) APGAR score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua (0-3) asfiksia berat,
(4-6) asfiksia sedang, (7-10) asfiksia ringan.
2) Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untuk aterm 2500 gram lingkar
kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
3) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocepalus.
4) Pola nutrisi yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan
cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
5) Pola eliminasi Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB: frekuensi, jumlah,
konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah.
6) Latar belakang sosial budaya Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
7) Hubungan psikologis Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana
bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatianserta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan
perawatan yang intensif.
Data Objektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standar yang diakui atau berlaku (Wong, 2008)
1. Keadaan umum : Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya,
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus
yang baik.
2. Tanda-tanda Vital : Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <37 °C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering
pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit : Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Kepala
inspeksi : bentu kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak.
3. Rambut
Inspeksi : lihat distribusi rambut merata atau tidak, besih atau bercabang dan halus
atau kasar.
4. Mata
Inspeksi : biasnya konjungtiva dan sclera berwarna normal, terdapat radang atau
tidak, dan pupil isokor. Pada pupil terjadi miosis terhadap cahaya.
5. Hidung
Inspeksi : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
6. Mulut dan Faring
Inspeksi : terdapat sianosis, membran mukosa kering, bibir kering dan pucat.
7. Telinga
Inspeksi : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
8. Leher
Inspeksi : Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
9. Thorax
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
10. Abdomen
Inspeksi : inspeksi kesimetrisan abdomen
Palpasi : adanya atau tidaknya nyeri tekan pada abdomen.
11. Umbilikus
Inspeksi : ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
12. Genitalia
Inspeksi : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan.
13. Anus
Inspeksi : adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari fese.
14. Ekstremitas
Inspeksi : gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya
Palpasi : adanya nyeri tekan atau benjolan.
15. Refleks
Reflek morrow : kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam).
Reflek menghisap : suckling
Reflek menelan swallowing : masih buruk atau kurang.
ReflekReflek batuk belum sempurna
C. Pemeriksaan Penunjang
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR
(NANDA, 2015)
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi
paru.
2. Ketidakseimbangann nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menerima nutrisi, imaturitas peristaltik gastrointestinal.
E. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR
(NANDA, 2015).
F. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat sesuai denga rencana tindakan. Tindakan ini bersifat intelektual,
teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya untuk memuhi kebutuhan dasar manusia.
Tindakan keperawatan meliputi, tindakan keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan
kesehatan/keperawatan, tindakan medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpah
(Suprajitno, 2004).
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan (Nursalam, 2001) :
a. engakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai
tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama
untuk mencapai tujuan).
DAFTAR PUSTAKA :
Suci Amalia. 2017. Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Bblr Dengan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di Rsud Dr. Soedirman Kebumen. Karya Tulis Ilmiah
Thesis. Stikes Muhammadiyah Gombong.
Fika Agnofia, Fika Agnofia. 2016. Asuhan keperawatan pada Ny I dengan BBLR di ruang
rawat inap perinatologi RSAM bukittinggi. Diploma Thesis, Stikes Perintis Padang
Putri, Ni Putu Diah Anggreni. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Bayi BBLR
dengan Hipotermia di Ruang NICU RSUD Wangaya. Diploma Thesis. Jurusan
Keperawatan.
Latifah, Al Ma'idatul. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Dengan Hipotermi Di Ruang Perinatologi Rsud Bangil Pasuruan. Diploma Thesis. STIKES
Insan Cendekia Medika Jombang.
3. Hiperbilirubin
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia
merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg
% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus
neonatorum patologis. Hiperbilirubimenia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa
akan berwarna kuning.
B. Patofisiologi Hiperbilirubin
a. Saat eritrosit hancur di akhir siklus neonatus, hemoglobin pecah menjadi fragmen
globin (protein) dan heme (besi).
c. Karena bilirubin terkonjugasi dapat larut dalam lemak dan tidak dapat
diekskresikan di dalam urine atau empedu, bilirubin ini dapat keluar menuju
jaringan ekstravaskular, terutama jaringan lemak dan otak, mengakibatkan
hiperbilirubinemia.
C. Etiologi
D. Manifestasi klinis
A. Pengkajian
1) Identitas pasien/biodata
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat kehamilan.
5) Riwayat kehamilan sebelumnya.
6) Riwayat persalinan
7) Pemeriksaan fisik
Hasil yg bisa didapatkan dari pemeriksaan fisik icterus, pallor konvulsi, letargi
atau penurunan kesadaran, reflex menyusui lemah dan respon rangsang menurun.
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar.
8) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemi berat. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi
sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.
d. Bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.
A. Diagnosa keperawatan
d. Resiko cedera
B. Tahap Perencanaan
6. Monitor tanda-tanda
1. Keseimbangan antara
hipertermi dan hipotermi
produksi panas, panas
yang diterima, dan 7. Tingkatkan intake cairan
kehilangan panas dan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing
Susanty, Ely (2016). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Modya
Karya
4. Asfiksia
1. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya disertai dengan
keadaan hipoksia,
hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru (Sudarti dan
fauzizah, 2013).
Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan
oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu
yang menganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus
penyakit infeksi akut atau kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh
partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat
bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta
tua (serotinus), prolapsus.
2. Klasifikasi Asfiksia
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)
Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis, keadaan pada
bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera secara tepat dan pemberian
oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan asfiksia berat maka berikan terapi oksigen
2–4 ml per kg berat badan karena pada bayi asfiksia berat dapat disertai asidosis.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)
Padaa bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai
bayi dapat kembali bernafas normal.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 9)
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda :
a. Jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Apnea
d. Pucat
e. Sianosis
f. Penurunan terhadap stimulus
Sedangkan penanganan dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam merawat klien
Asfiksia adalah dengan cara resusitasi.Resusitasi adalah tindakan untuk memulihkan
kembali kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru yang berorientasi pada otak.
3. Etiologi
Asfiksia terjadi karena beberapa faktor :
1. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada gangguan kontraksi uterus
misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio
plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria,
sifilis, TBC, HIV),
kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit ibu.
2. Faktor Plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat
menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek,
simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor Fetus
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali pusat melilit leher,
meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh pemakaian obat
seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang secara langsung dapat
menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa
didahuluibdengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan),persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu), kelainan
kongenital, air ketuban bercampur mekonium.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asfiksia neonatorum adalah :
1. Pernafasan megap-megap dan dalam
2. Pernapasan tidak teratur
3. Tangisan lambat atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
6. Nadi cepat
7. Denyut jantung lambat (bradikardi kurang dari 100 kali per menit)
8. Menurunnya O2
9. Meningginya CO2
10. Penurunan pH
Pada umumnya, asfiksia neonatorum dengan masalah kekurangan O2 menunjukkan
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernapasan berhenti dan denyut jantung menurun. Sedangkan tonus neuromuskular berkurang
secara berangsur–angsur dan memasuki periode apnue prmer. Adapun gejala dan tanda
asfiksia neonatorum yang khas antara lain pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung dan
nadi berdenyut cepat, anak terlihat lemas, menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2),
meningginya tekanan CO2 darah (PaO2), menurunnya Ph (akibat asidosis respiratorik dan
metabolik), yang digunakan sebagai sumber glikogen bagi tubuh anak dan metabolisme
anaerob, serta
terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
Pada asfiksia tingkat selanjutnya, juga akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan. Diantaranya adalah hilangnya sumber glikogen dalam jantung sehingga
mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik yang mengakibatkan
menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
dan pengisian udara alveolus kurang adekuat sehingga darah mengalami gangguan.
5. Patofisiologi
Pada proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara,
proses ini perlu untuk merangsang pusat pernafasan primary gaspingyang kemudian berlanjut
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan
meningkatkan karbondioksida diikuti oleh asidosis respiratorik apabila proses ini berlanjut
maka metablisme sel akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber
utama glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan akan menyebabkan asidosis
metabolic.
Sehubungan dengan proses tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapnue) diikuti dengan apnea
primer kira-kira satu menit dimana denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian
bayi akan memulai bernafas 10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akan timbul apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah
dilakukannya pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam waktu singkat dapat menyebabkan
hipoglikemi pada bayi, pada asfiksia berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel
terutama susunan sel saraf pusat sehingga mengakibatan gangguan elektrolit, hiperkalemi dan
pembengkakan sel. Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10 menit.
Manifestasi kerusakan sel otak setelah terjadi pada 24 jam pertama didapatkan gejala seperti
kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat muncul sampai hari ke tujuh maka perlu
dilakukannya pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman
elektroensefaografi.
6. Manifestasi klinis
1. Pada kehamilan
Menurut penelitian sebelumnya oleh Dwi Ari (2017), denyut jantung lebih cepat dari 100 x/
menit atau kurang dari 100x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160x/ menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100x/ menit ke bawah ada mekonium : janin dalam gawat
2 . Pada bayi setelah lahir
Bayi pucat dan kebiru–biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolic dan respiratori
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Ada 2 macam kriteria asfiksia :
Tanda Nilai
0 1 2
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan Seluruh tubuh
Frekuensi jantung Tidak ada Ekstremitas biru Kemerahan
Refleks Tidak ada Lambat >100/menit
Aktivitas/tonus Lumpuh/lelah <100/menit Gerakan
Otot Tidak ada Gerakan sedikit Kulit/melawan
Usaha nafas Ekstremitas Fleksi Gerakan aktif
Lambat teratur Menangis kuat
2.1 Tabel nilai skor APGAR Asfiksia Nonatorum
Sumber : Wahyuni, 2012.
Dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
1. Tindakan khusus
a. Asfiksi berat
Memperbaiki ventilasi paru–paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung
dan berulang dengan cara melakukan intubasi endotrakeal setelah kateter dimasukkan
kedalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan yang tidak lebih dari 30 ml. Tekanan positif
dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui kateter apabila
pernapasan tidak segera timbul maka segera lakukan massege jantung yaitu dilakukan dengan
penekanan 80–100 kali per menit.
b. Asfiksi ringan–sedang
Melakukan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernapasan yang dilakukan selama 30–60
detik setelah penilaian menurut Apgar 1, bila pernapasan tidak timbul segera lakukan
pernapasan kodok (frog breathing) dengan cara memasukkan pipa kedalam hidung dan O2
dialirkan dengan kecepatan 1–2 liter dalam satu menit.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental
social dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini di bagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data danperumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat brfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit
b. Tekanan darah 60sampai 80 mmHg (sistolik), samapai 45 mmHg (diastolik)
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
dikiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV
d. Murmur bisa terjadi dis selama beberapa jam pertama kehidupan
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan :2500-4000 gram
b. Panjang badan :44-45cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai getasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonikdari semua ekstremitas
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas) penampilan asimetris
(molding,edema,hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas gnetik,hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR: 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat
c. Bunyi nfas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xfifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5oC sampai 37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi)
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan /kaki dapat terlihat warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor
(misal: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal) bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong ) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal)
Analisa Data
1. Data Subjektif
Data subyektif adalah persepi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
a. Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
b. Orang tua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat).
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada
kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
2. Riwayat natal kompliksi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu di kaji :
a. Kala I :
Ketuban keruh,berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
plasenta maupun plasenta previa.
b. Kala II :
Persainan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan
tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan.persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusatpernafasan
3. Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)
asfiksia berat, AS (4-6) Asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram)
.preterm/BBLR< 2500 gram, untuaterm>2500 gram lingkar kepala kurang
atau lebih dari normal (34-36 cm)
c. Adanya kelainan kongenital : anencephal,hirocephalus anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi
gastrointentinal,mntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan
ciairan parenteral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan , kalori dan juga untuk mengkoreksi hedihrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekuensi , jumlah , konsistensi
BAK : frekwensi , jumlah
5. Latar belakang social budaya
Kabudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, kebiasaan ibu merokok ,
ketergantungan obat-obatan tertentu teruma jenis psikotropika.
6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika
kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan
kasih sayang dan perhatikan serta dapat mempererat hubungan psikologis anatar ibu
dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
7. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang di peroleh memalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang di akui atau berlaku (effendi
nasrul,1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaanya melemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukan gerakan yang aktif dan meangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat responnya terhadap rangsangan. Adanya BB
yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar
kepala dapat menunjukan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar,
tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu
tubuh <36oC dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <37,5oC, sedangkan
suhu tubuh normal antara 36,5oC -37,5oC , nadi normal antara 120-140 x/mnt
respirasi normal antara 40-60 x/mnt, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur.
8. Data penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa
atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat puls.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari:
Hb (normal 15-19 gr% biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi
2) Urine
Nilai urine elektrolit pada bayi asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal134-150 mEqL)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
Analisi data dan perumusan masalah
Analisis data adalah kemampuan mengaitakan data dan menghubungkan data
tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (effendi nasrul ,1995:23)
Tabel 1.2 analisis data dan perumusan masalah
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses
penilaian pencapaian tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidaknya serta
untuk mengkaji ulang rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. 2015.
Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Talbot Laura A. 2007. Pengkajian Keperawatan. Jakarta ; EGC
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus Byi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.