Anda di halaman 1dari 60

Tugas Individu

Uraian Materi Masalah Keperawatan Pada Anak Tentang (Bayi Prematur,BBLR,


Hiperbilirubindan Asfiksia)

Nama : Annisa sri rahma

Kls : 2A D3 Keperawatan

Mata ajar : Keperawatan Anak

1. Bayi prematur

A. Definisi Bayi Prematur

Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur atau bayi
preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan,
sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram (Surasmi, dkk,
2003). Prematur juga sering digunakan untuk menunjukkan imaturitas. Bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai
neonatus imatur. Secara historis, bayi dengan berat badan lahir 2500 gram atau kurang
disebut bayi prematur (Behrman, dkk, 2000). Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila
berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir pada siklus
28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu
disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana, 2016).

Istilah prematuritas telah diganti dengan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) karena
terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram,
yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari
semestinya, sekalipun umur cukup, atau karena kombinasi keduanya (Maryunani &
Nurhayati, 2009).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti
istilah prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak
semua bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi
prematur (Rukiyah & Yulianti, 2012).

B. Klasifikasi Bayi Prematur


Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Bayi Prematur Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan usia kehamilan. Derajat
prematuritas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok antara lain adalah sebagai berikut:

1) Bayi sangat prematur (extremely premature) : 24-30 minggu


2) Bayi prematur sedang (moderately premature) : 31-36 minggu
3) Borderline premature : 37-38 minggu.

Bayi ini mempunyai sifat prematur dan matur. Beratnya seperti bayi matur akan tetapi
sering timbul masalah seperti yang dialami bayi prematur misalnya gangguan pernapasan,
hiperbilirubinemia dan daya isap yang lemah.

2. Bayi Prematur Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi tersebut. Banyak istilah
yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini dapat menderita gangguan
pertumbuhan di dalam uterus (intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature,
small for dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan
small for gestational age (SGA). Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post matur)
mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran
kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan
yang mempengaruhi bayi tersebut. IUGR dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

1. Proportinate IUGR : janin menderita distres yang lama, gangguan pertumbuhan


terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan selum bayi lahir. Sehingga berat,
panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi
keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang sebenarnya.
2. Disproportinate IUGR : terjadi akibat distres sub akut. Gangguan terjadi beberapa
minggu atau beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan
lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Tanda-
tandanya adalah sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering, keriput dan
mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
C. Etiologi Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Faktor ibu merupakan hal dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur, faktor-
faktor tersebut di antaranya adalah:

1) Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).


2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi dan
anemia sel sabit.
3) KelainanKelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks).
4) Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).
5) Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut dengan gejala panas tinggi (misal:
thypus abdominalis, dan malaria) dan penyakit kronis (misal: TBC, penyakit jantung,
hipertensi, penyakit ginjal).
6) Trauma pada masa kehamilan, antara lain jatuh.
7) Kebiasaanebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol).
8) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
9) Bekerja yang terlalu berat.
10) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.

2. Faktor Janin

Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur antara lain kehamilan
ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, kelainan kromosom, infeksi (misal:
rubella, sifilis, toksoplasmosis), insufensi plasenta, inkompatibilitas darah ibu dari janin
(faktor rhesus, golongan darah A, B dan O), infeksi dalam rahim.

3. Faktor Lain

Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu faktor plasenta, seperti plasenta previa
dan solusio plasenta, faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan sosial ekonomi
yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang melelahkan dan merokok.

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), berdasarkan klasifikasinya penyebab


kelahiran bayi prematur dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Bayi prematur tipe SMK disebabkan oleh:

1) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar.
2) Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.
3) Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat
bayi dalam rahim).
4) Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).
5) Ibu hamil yang sedang sakit.

2. Bayi prematur tipe KMK disebabkan oleh:

1) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.


2) Ibu memiliki riwayat hipertensi, pre eklampsia dan anemia.
3) Kehamilan kembar.
4) Malaria kronik dan penyakit kronik lainnya.
5) Ibu hamil merokok

D. Tanda dan Gejala Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan gejala yang dapat
muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut:

1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.


2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
4. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
5. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
6. Rambut lanugo masih banyak.
7. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
8. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
9. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
10. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan klitoris
menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi
dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).
11. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
12. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lelemah
13. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak
masih kurang.
14. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), bayi prematur menunjukkan belum


sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaan lemah, yaitu sebagai berikut:

1. Tanda-tanda bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK):

1) Kulit tipis dan memengkilap


2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan sesempurna
3) Lanugo (rambut halus atau lembut) masih banyak ditemukan terutama pada daerah
punggung.
4) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa tittitik
5) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora.
6) Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan dan testis kadang belum turun.
7) Garis telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk.
8) Kadang disertai dengan pernapasan yang tidak teratur.
9) Aktivitas dan tangisan lemah
10) Refleks menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.

2. Tanda-tanda bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK):

1) Umur bayi bisa cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500
gram.
2) Gerakannya cukup aktif dan tangisannya cukup kuat.
3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.
4) Pada bayi laki-laki testis mungkin sudah turun.
5) Bila kurang bulan maka jaringan payudara dan puting kecil.

E. Patofisiologi Bayi Prematur

Menurut Surasmi, dkk (2003), neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan


perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori melalui peningkatan metabolisme. Hal itu
disebabkan karena respon menggigil pada bayi tidak ada atau kurang, sehingga bayi tidak
dapat menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stres dingin atau suhu lingkungan
rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai respon terhadap rangsangan dingin, tubuh
bayi akan mengeluarkan norepinefrin yang menstimulus metabolisme lemak dari cadangan
lemak coklat untuk menghasilkan kalori yang kemudian dibawa oleh darah ke jaringan. Stres
dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan
metabolisme sebagai respon terhadap stres dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori dan
oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen
berkurang (hipoksia) dan keadaan ini akan menjadi lebih buruk karena volume paru menurun
akibat berkurangnya oksigen darah dan kelainan paru (paru yang imatur). Keadaan ini dapat
sedikit tertolong oleh haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih banyak
sehingga bayi dapat bertahan lama pada kondisi tekanan oksigen yang kurang. StresStres
dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas norepinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi paru. Akibatnya, menurunkan keefektifan ventilasi paru sehingga kadar
oksigen darah berkurang. Keadaaan ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan
glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan asam laktat, kondisi ini bersamaan dengan
metabolisme lemak coklat yang menghasilkan asam sehingga meningkatkan kontribusi
terjadinya asidosis. Kegiatan metabolisme anaerob meghilangkan glikogen lebih banyak dari
pada metabolisme aerob sehingga mempercepat terjadinya hipoglikemia. Kondisi ini terjadi
terutama bila cadangan glikogen saat lahir sedikit, sesudah kelahiran pemasukan kalori
rendah atau tidak adekuat (Surasmi, dkk, 2003).

Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena struktur
anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang
lebih tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur dan
mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi berisiko tinggi lain juga
mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau gangguan pada fungsi anatomi,
fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya kelainan atau penyakit yang diderita.
Bayi prematur atau imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
karena pusat pengatur suhu pada otak yang belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan
lemak coklat sebagai sumber kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan
permukaan tubuh yang relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas tubuh yang
lebih banyak. Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat
meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih
kurang (Surasmi, dkk, 2003).

F. Masalah yang Terjadi pada Bayi Prematur


Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), terdapat beberapa masalah yang dapat
terjadi pada bayi prematur baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Masalah
jangka pendeknya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gangguan metabolik, antara lain sebagai berikut:

1. Hipotermia
Terjadi karena sedikitnya lemak tubuh pada bayi prematur dan pengaturan suhu tubuh
bayi yang belum matang.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa erum yang rendah pada
bayi yaitu kurang dari 45 mg/dL. Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan
membawa oksigen ke otak. Jika asupan glukosa kurang, maka dapat menyebabkan
sel-sel saraf di otak mati dan dapat mempengaruhi kecerdasan bayi kelak. Oleh karena
itu bayi prematur membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum
sering atau setiap 2 jam.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia sering terjadi pada bayi sangat prematur karena mendapat cairan
glukosa berlebihan secara intravena.
4. Masalah pemberian ASI
Masalah pemberian ASI terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, dan keadaan
bayi yang kurang energi, lemah serta lambungnya yang kecil dan tidak dapat
mengisap.

2. Gangguan imunitas, antara lain sebagai berikut:

1. Gangguan imonologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena kadar Ig G maupun gamma
globulin yang rendah. Bayi prematur belum sanggup membentuk antibodi dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap infeksi yang belum baik.
2. Kejang saat dilahirkan
Kejang dapat terjadi karena infeksi sebelum lahir (prenatal), perdarahan intrakranial
atau akibat vitamin B6 yang dikonsumsi ibu.
3. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)
Bayi prematur menjadi kuning lebih awal dari pada bayi cukup bulan pada umumnya.

3. Gangguan pernafasan, antara lain sebagai berikut:


1. Sindroma gangguan pernapasan
Sindroma gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah perkembangan imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru.
2. Asfiksia
Dampak kelahiran prematur adalah proses adaptasi bayi terhadap pernapasan waktu
lahir sehingga mengalami asfiksia waktu lahir dan membutuhan resusitasi.
3. Apneu periodik (henti napas)
Organ paru-paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna menyebabkan bayi
dengan kelahiran prematur berhenti bernapas.
4. Paru-paru belum berkembang
Organ paru-paru yang belum berkembang menyebabkan bayi mengalami sesak napas
(asfiksia) dan membutuhkan resusitasi dengan cepat.
5. Retrolental fibroplasia
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen
yang berlebihan. Kelainan ini sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan
kurang dari 2000 gram dan telah mendapat oksigen dengan konsentrasi tinggi atau
lebih dari 40%.

4. Gangguan sistem peredaran darah, antara lain sebagai berikut:

1. Masalah perdarahan
Perdarahan pada bayi yang lahir prematur dapat disebabkan karena kekurangan faktor
pembekuan darah atau karena faktor fungsi pembekuan darah yang abnormal atau
menurun.
2. Anemia
Anemia pada bayi prematur dapat terjadi lebih dini karena disebabkan oleh supresi
eritropoesis pasca lahir, persediaan zat besi janin yang sedikit, serta bertambah
besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang lebih cepat.
3. Gangguan jantung
Gangguan jantung yang sering ditemui pada bayi prematur adalah patent ductus
ateriosus (PDA) yang menetap sampai bayi berumur 3 hari, terutama pada bayi
dengan penyakit membran hialin.
Gangguan jantung lain yang sering terjadi pada bayi prematur adalah defek septum
ventrikel yang sering dialami oleh bayi prematur dengan berat badan kurang dari 2500
gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu.
4. Gangguan pada otak
Gangguan pada otak yang dapat terjadi pada bayi prematur adalah intraventricular
hemorrhage, yaitu perdarahan intrakranial yang dapat mengakibatkan masalah
neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot, keterlambatan perkembangan, dan
kejang. Selain itu, bayi juga dapat mengalami periventricular leukomalacia (PVL)
yaitu kerusakan dan pelunakan materi putih (bagian dalam otak yang
mentransmisikan informasi antara sel-sel saraf dan sumsum tulang belakang, juga dari
satu bagian otak ke bagian otak yang lain) yang biasanya terjadi pada bayi dengan
masa gestasi kurang dari 32 minggu.
5. Bayi prematur dengan ikterus
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah mengakibatkan perubahan warna kuning
pada kulit, membran mukosa, sklera, dan organ lain pada bayi.
6. Kejang
Suatu kondisi yang terjadi pada bayi prematur yang ditandai dengan adanya tremor
dan disertai penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak terkendali pada mulut,
mata, dan anggota gerak lain, serta terjadinya kekakuan seluruh tubuh tanpa adanya
rangsangan.
7. Hipoglikemia
Suatu kondisi dimana kadar gula darah bayi yang rendah dan di bawah normal, yang
dapat mengakibatkan bayi menjadi gelisah dan tremor, apatis, kejang, lemah, letargis,
kesulitan makan, keringat banyak, hipertermi bahkan henti jantung.

5. Gangguan cairan dan elektrolit, antara lain sebagai berikut:

1. Gangguan eliminasi
Pada bayi prematur dapat terjadi edema dan asidosis metabolik karena ginjal yang
imatur baik secara anatomis maupun fisiologis, kerja ginjal yang masih belum
matang, kemampuan membuang sisa metabolisme dan air yang belum sempurna, serta
produksi urine yang sedikit.
2. Distensi abdomen
Kelainan ini berkaitan dengan usus bayi akibat dari motilitas usus yang berkurang,
volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya
untuk mencerna dan mengabsorbsi zat lemak, laktosa, vitamin, yang larut dalam
lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardioesofagus
yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus
dan mudah terjadi aspirasi.
3. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi prematur masih belum berfungsi dengan sempurna
sehingga penyerapan nutrisi masih lemah dan kurang baik. Aktifitas otot pencernaan
masih belum sempurna yang mengakibatkan pengosongan lambung menjadi
berkurang. Bayi
prematur mudah kembung karena stenosis anorektal, atresia ileum,
peritonitis meconium, dan mega colon.
4. Gangguan elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan, dan
penyakit bayi. Kebutuhan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan
yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan yang disebabkan oleh keadaan lain.
Pada bayi prematur gangguan elektrolit dipengaruhi oleh kulit bayi yang tipis,
kurangnya jaringan subkutan dan oleh luasnya permukaan tubuh.

Masalah jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi prematur mmenurut Proverawati dan
Sulistyorini (2010), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Masalah psikis, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Gangguan perkembangan dan pertumbuhanPada bayi prematur pertumbuhan dan


perkembangan berlangsung lebih lambat karena berkaitan dengan maturitas otak bayi.
2) Gangguanbicara dan komunikasi
Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal kecepatan
berbicara antara bayi prematur dan BBLR dengan bayi cukup bulan dan berat lahir
normal (BLN). Pada bayi prematur dan BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat
dibandingkan bayi cukup bulan dengan berat lahir normal sampai usia 6,5 tahun.
3) Gangguan neurologi dan kognisi
Gangguan neurologis yang sering dialami adalah cerebral palsy. Makin kecil usia
kehamilan bayi, maka semakin tinggi resikonya. Gangguan neurologi lain adalah
retardasi mental, MMR (motor mental retardasi) dan kelainan EEG (dengan atau
tanpa epilepsi).
4) Gangguan belajar atau masalah pendidikan
Suatu penelitian longitudinal di negara maju (UK dan Eropa) menunjukkan bahwa
lebih banyak anak dengan riwayat kelahiran prematur dan BBLR dimasukkan di
sekolah khusus. Namun di negara berkembang sulit untuk menilainya karena faktor
kemiskinan juga dapat mempengaruhi.
5) Gangguan atensi dan hiperaktif
Gangguan ini sekarang dikenal dengan ADD dan ADHD yang termasuk dalam
gangguan neurologi. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan ini lebih banyak
terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari 2041 gram.

2. Masalah fisik antara lain adalah sebagai berikut:

1) Penyakit paru kronis


Penyakit paru kronis pada bayi prematur dapat disebabkan oleh infeksi, kebiasaan ibu
yang merokok selama kehamilan dan radiasi udara lingkungan.
2) Gangguan penglihatan (retinopati) dan pendengaran
Gangguan penglihatan sering dikeluhkan meskipun telah diberikan terapi oksigen
terkendali. Retinopathy of prematury (ROP) biasanya terjadi pada bayi dengan berat
lahir kurang dari 1500 gram dan masa gestasi kurang dari 30 minggu.
3) Kelainan bawaan (kelainan kongenital)
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang terjadi pada struktur,
fungsi maupun metabolisme tubuh bayi saat dilahirkan. Kelainan kongenital lebih
sering ditemukan pada bayi prematur baik SMK maupun KMK, tapi paling tinggi
pada bayi dengan pertumbuhan intrauterin yang terlambat. Kelainan yang sering
ditemukan adalah kelainan celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing), defek
tabung saraf, kelainan jantung, cerebral palsy, clubfoot, dislokasi panggul bawaan,
hipotiroidisme kongenital, fibrosis kistik, defek saluran pencernaan, sindroma down,
fenilketonuria, sindroma X yang rapuh, distrofi otot, anemia sel sabit, penyakit tay-
sachs, sindroma alkohol pada janin.

F. Pemeriksaaan Penunjang pada Bayi Prematur

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai berikut:

1. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3


Neutrofil meningkat hingga 23.000-24.000/mm3 hari pertama setelah lahir dan
menurun bila ada sepsis.
2. Hematokrit (Ht): 43%-61%. Peningkatan hingga 65% atau lebih menandakan
polisitemia, sedangkan penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis yang berlebihan.
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl pada 1-2 hari, dan 12
gr/dl pada 3-5 hari.
5. Detrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata
40-50 mg/dl dan meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal pada awal kehidupan.
7. Pemeriksaan analisa gas darah.

G Penatalaksanaan pada Bayi Prematur

Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau penanganan yang
dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah mengalami


hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh sebab itu
pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.
5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih serta
pertahankan suhu tetap hangat.
6. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.
7. Tali pusat dalam keadaan bersih.
8. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada beberapa penatalaksanaan


umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur dan berat badan lahir rendah, yaitu sebagai
berikut:
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badannya belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya juga masih rendah, dan permukaan badan yang relatif luas. Oleh
karena itu, bayi prematur harus dirawat dalam inkubator sehingga panas tubuhnya
dapat sama atau mendekati dengan panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas
atau menggunakan metode kangguru.
2) Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan
susu, cara pemberian, dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
3) Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama disebabkan oleh infeksi
nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin serum bayi prematur masih rendah,
aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik limfosit juga masih rendah serta
fungsi imun yang belum berpengalaman. Oleh karena itu bayi prematur tidak boleh
kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
4) Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
5) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur dan BBLR
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30%-35% dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2 yang tinggi dalam
waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi dan dapat
menimbulkan kebutaan.
6) Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan hipoksia yang akan
berakhir dengan kematian. Bayi prematur dapat berisiko mengalami serangan apneu
dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya diperoleh dari plasenta. Oleh karena itu, perlu pembersihan jalan nafas
segera setelah bayi lahir.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN RESIKO
TINGGI BAYI PREMATUR

A. Pengkajian

Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki, meliputi
semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010). Menurut
Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi prematur meliputi:

1) Pengkajian umum pada bayi


Pengkajian umum pada bayi antara laun meliputi :
1. Penimbangan berat badan
2. Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala
3. Mendiskripsikam bentuk badan secara umum, postur saat istirahat, kelancaran
pernafasan, edema dan lokasinya
4. Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak
5. Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat, mulut yang
terbuka, menyeringai dan lain-lain.
2) Masalah yang berkaitan dengan ibu
Masalah-masalah tersebut antara lain adalah hipertensi, toksemia, pasenta previa,
abrupsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi, diabetes
militus, status social ekonomi yang rendah, tiadanya perawatan sebelum kelahiran,
riwayat kelahiran premature atau aborsi, penggunaan obat-obatan, alcohol, rook,
kafein, umur ibu yang di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun, latar pendidikan
rendah, kehamilan kembar, kelahiran premature sebelumnya dan jarak kehamilan
yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual lain,
golongan darah dan faktor Rh.
3) Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan saat
kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, bayi
terlihat kurus, kepala relative lebih besar dari pada badan dan 3 cm lebih lebar di
bandingkan lebar dada, nilai APGAR pada 1-5.
4) Kardiovaskular
Pada bayi premature denyut jantung rata-rata 120-160x/menit pada bagian apical
dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar pada
seperempat bagian intercostal yang menunjukan aliran darah dari kanan ke kiri karena
hipertensi atau atelectasis paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung
2. Mendengarkan suara jantung
3. Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan dengan palpasi
akan di ketahui perubahan intensitas suara jantung
4. Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat plethora atau icterus
5. Mengkaji warna kuku, mukosa dan bibir
6. Mengkur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian kapiler perifer
(2-3 detik) dan perfusi perifer.
5) Gastrointestinal
Pada bayi premature terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran meconium biasanya
terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan menghisap yang lemah, tidak ada
anus dan ketidaknormalan kongenital lain. Pengkajian sistem gastrointestinal pada
bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran abdomen,
kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen, terlihat gerakan
peristaltic dan kondisi umbilicus.
2. Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan dengan
pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan lambung.
3. Jika bayi menggunakan selang nasogastric diskripsikan tipe selang pengisap
dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan Ph)
4. Mendiskripsikan warna, kepekatan dan jumlah muntahan
5. Palpasi batas hati
6. Mendiskripsikan suara peristaltic usus pada bayi yang sudah mendapatkan
makanan
6) Integument
Pada bayi premature kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,
sianosis atau campuran bermacam warna, sedikit vernix dengan rambut lanugo di
sekujur tubuh, kulit tampak tranparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh
atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek, rambut
jarang, terdapat petekie. Pengkajian sistem integument pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan, iritasi, abrasi.
2. Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus atau bernoda.
3. Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam
dan lain-lain.
4. Mengukur suhu kulit dan aksila
7) Musculoskeletal
Pada bayi premature tulang kartilango telinga belum tumbuh dengan sempurna yang
masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan
tidak aktif atau letargik. Pengkajian musculoskeletal pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan pegerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak,
tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan.
2. Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi
3. Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalua ada indikasi) ukuran
tegangan fontanel dan garis sutura.
8) Neurologis
Pada bayi premature reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak resisten dan gerak
reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan, menghisap dan batuk masih
lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata biasanya
tertutup atau menatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26 minggu, guhu
tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata berputar-putar
yang bersifat sementara tapi bias mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengamati reklek moro, menghisap, rooting, Babinski, plantar dan reflek
lainnya.
2. Menentukan respon pupil bayi
9) Pernafasan
Pada bayi premature jumlah pernafasan rata-rata antara 40-60x/menit dan diselingi
dengan periode apnea, pernafasan tidak teratur, flaring nasal melebar (nasal melebar),
terdengar dengkuran, retraksi (intercostal, suprasternal, substernal), terdengar suara
gemerisik saat bernafas. Pengkajian sistem pernafasan pada bayi premature dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka dan
penyimpangan yang lain
2. Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernafas menggunakan otot-otot bantu
pernafasan , pernafasan cuping hidung atau subternal, retraksi intercostal.
3. Menghitung frekuensi pernafasan dan perhatikan teratur atau tidak.
4. Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi, ronki
basah, pernafasan mendengkur dan keseimbangan suara pernafasan.
5. Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode, tipe ventilator
dan ukuran tabung yang di gunakan.
6. Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan oksimetri nadi
dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida melalui oksigen transkutan
dan karbondioksida.
7. Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan oksimetri nadi
dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida melalui oksigen transkutan
(tcPO2) dan karbondioksida transkutan (tcPCO2).
10) Perkemihan
Pengkajian sistem perkemihan pada bayi dapat di lakukan dengan mengkaji jumlah,
warna, Ph, berat jenis urine dan hasil laboratorium yang di temukan pada bayi
premature, bayi berkemih 8 jam setelah kelahiran dan belum mampu untuk
melarutkan ekskresi ke dalam urine.
11) Reproduksi
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang belum berkembang
atau belum menutupi labia minora. Pada bayi laki-laki skrotum belum berkembang
sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun kedalam skrotum.
12) Temuan sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan


ekspansi paru
2. Ketidakadekuatan pemberian ASI b.d prematuritas
3. Disfungsi motalitas gastrointestinal b.dketidakadekuatan aktivitas peristaltik di dalam
sistem gastrointestinal.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidamampuan
menerima nutrisi
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d penurunan jaringan lemak subkutan
6. Resiko infeksi b.d pertahanan imunologis tidak adekuat
7. Ikterus neonates b.d bilirubin tak terkonjungsi dalam sirkulasi

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi disusun berdasarkan NANDA (2015), NOC dan Nic.

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan


ekspansi paru :

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam jalan nafas dalam kondisi bebas atau
paten dan pola nafas mejadi efektif.

Kriteria hasil :

1) Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, tidak ada dispneu, bayi mampu bernapas
dengan mudah.
2) Irama nafas teratur, frekuensi pernafasan dalam batas normal (30-40 kali/menit pada
bayi), tidak ada suara nafas abnormal.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit

Intervensi

Airway management :

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan
 Lakukan suction bila perlu
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
 Monitor respirasi dan status O2
Oxygen therapy :

 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea


 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-tanda distress respirasi seperti retraksi
 takipneu, apneu, sianosis

Vital sign monitoring :

 Monitor TD, nadi, suhu dan pernafasan


 Monitor frekuensi dan kualitas nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
 Monitor sianosis perifer
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Ketidakadekuatan pemberian ASI b.d prematuritas

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi dapat diberikan minum ASI
dengan efektif.

Kriteria Hasil:

1) Tetap mempertahankan laktasi.


2) Perkembangan dan pertumbuhan bayi dalam batas normal.
3) Kemampuan penyedia perawatan dalam melakukan penghangatkan, pencairan, dan
penyimpanan ASI secara aman.
4) Berat badan bayi bertambah 20-30 gram/hari.
5) Tidak ada respon alergi sistemik pada bayi.
6) Status respirasi seperti jalan napas, pertukaran gas, dan ventilasi napas bayi adekuat.
7) Tnda-tanda vital bayi dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit

Intervensi :

Bottle Feeding

1) Posisikan bayi semi fowler.


2) Letakkan pentil dot di atas lidah bayi.
3) MonitorMonitor atau eveluasi reflek menelan sebelum memberikan susu.
4) Tenntukan sumber air yang digunakan untuk mengencerkan susu formula yang kental
atau dalam bentuk bubuk.
5) Panrtau berat badan bayi setiap hari.
6) Bersihkanersihkanersihkanersihkan mulut bayi setelah bayi diberikan susu.

Lactation Suppression

1) Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu mempertahanan keberhasilan


proses pemberian ASI.
2) Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara manual atau
elektrik), cara mengumpulkan dan menyimpan ASI.

3. Disfungsi motalitas gastrointestinal b.d ketidakadekuatan aktivitas peristaltik di


dalam sistem gastrointestinal.

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam fungsi pencernaan dapat berfungsi
secara efektif.

Kriteria Hasil:

1) Tidak ada distensi abdomen.


2) Peristaltik usus dalam batas normal (3-5 kali/menit pada bayi).
3) Frekuensi, warna, konsistensi, dan banyaknya feses dalam batas normal (frekuensi
BAB normal pada bayi 3-4 kali dengan warna feses kekuningan dan ukuran ampas
minimal 2,5 cm, konsistensi lunak, tidak keras dan tidak kering).
4) Tidak ada darah di feses.
5) Tidak terjadi diare dan tidak muntah.

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital.


2) Monitor status cairan dan elektrolit.
3) MonitorMonitor bising usus.
4) CatatCatat intake dan output secara akakurat
5) Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Q(membran mukosa
kering, sianosis, jaundice).
6) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah zat gizi yang dibutuhkan.
7) Pasang NGT atau OGT jika diperlukan.
8) Monitor warna dan konsistensi dari naso gastric output atau oral gastric output.
9) Monitor terjadinya diare.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidamampuan


menerima nutrisi

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam asupan nuttrisi berupa makanan dan
cairan dalam keadaan seimbang dan tidak ada penurunan berat badan.

Kriteria Hasil:

1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan (berat badan bertambah 20-30
gram/hari).
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (pada usia 2 minggu kebutuhan nutrisi mencapai
150 cc/kgbb/hari)
3) Menunjukkan peningkatan fungsi mengisap dan menelan.
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi :

Nutrition Management

1) Kaji adanya alergi.


2) Kaji kesiapan bayi untuk menyusu langsung pada ibu.
3) Berukan nutrisi secara parenteral jika diperlukan.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan bayi.
5) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Nutrition Monitoring

1) Monitor adanya penurunan berat badan.


2) Monitor terjadiya kulit kering dan perubahan pigmentasi.
3) Monitor turgor kulit.
4) Monitor kekeringan dan kusam pada rambut.
5) Monitor terjadinya muntah.
6) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
7) Monitor pertumbuhan dan perkembangan bayi.
8) Monitor terjadinya pucat, kekeringan, dan kemerahan pada jaringan konjungtiva.
9) Monitor kalori dan intake nutrisi.
10) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
11) Catat jika lidah berwarna magenta atau merah tua

5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d penurunan jaringan lemak subkutan.

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi bayi menjadi
seimbang.

Kriteria Hasil:

1) Suhu badan dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).


2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
3) Hidrasi adekuat.
4) Tidak menggigil.
5) Gula darah dalam batas normal (> 45 mg/dL).
6) Kadar bilirubin dalam batas normal (0,3-1,0 mg/dL).
Intervensi :

1) Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).


2) Pantau suhu tubuh bayi sampai stabil.
3) Pantau tanda-tanda vital dengan tepat.
4) Pantau warna dan suhu kulit
5) Pantau dan laporkan adanya tanda hipotermi dan hipertermi.
6) Tingkatkan keadekuatan masukan cairan dan nutrisi.
7) Tempatkan bayi pada inkubator atau infant warmer.
8) Gunakan matras panas dan selimut hangat yang disesuaikan dengan kebutuhan.
9) Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
10) Gunakan matras sejuk dan mandikan bayi dengan air hangat untuk menyesuaikan
dengan suhu tubuh dengan tepat.

6. Resiko infeksi b.d pertahanan imunologis tidak adekuat

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam tidak terdapat

tanda-tanda terjadinya infeksi.

Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.


2) Jumlah leukosit dalam batas normal (9000-12.000/mm3)

Intervensi :

Infection Control

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.


2) Pertahankan teknik isolasi pada pasien yang berisiko.
3) Batasi pengunjung bila perlu.
4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan sebelum berkunjung dan setelah
berkunjung.
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
6) Perrtahankan lingkungan aseptik selama tindakan pemasangan alat.
7) Ganti IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum.
8) 8) Tingkatkan intake nutrisi dan berikan terapi antibiotik bila perlu.
Infection Protection

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.


2) Monitor hitung granulosit, WBC.
3) Monitoritor kerentanan terhadap infeksi.
4) Berikan perawatan kulit pada area epidema.
5) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
6) Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
7) Tingkatkan masukan cairan.
8) Laporkan kecurigaan infeksi.
9) Laporkan kultur positif.

7. Ikterus neonates b.d bilirubin tak terkonjungsi dalam sirkulasi

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi tidak mengalami ikterus.

Kriteria Hasil :

1) Menyusui secara mandiri.


2) Tetap mempertahankan laktasi.
3) Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal.
4) Berat badan bayi bertambah 20-30 gram/hari.
5) Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
6) Kadar glukosa darah dapat terkontrol atau dalam batas normal (> 45 mg/dL).
7) Status nutrisi adekuat.
8) Kontrol resiko proses infeksi.
9) Kadar bilirubin dalam batas normal (0,3-1,0 mg /dL).

Intervensi :

Phototherapy: Neonate
1) Kaji riwayat ibu dan bayi untuk faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia (misalnya
ketidakcocokan Rh atau ABO, polisitemia, sepsis, prematur, mal presentasi).
2) Amati tanda-tanda ikterus.
3) Intruksikan pada keluarga tentang tindakan fototerapi.
4) Berikan penutup mata untuk mengurangi tekanan yang berlebihan saat fototerapi.
5) Lepas penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati.
6) Berikan susu pada bayi 8 kali per hari atau instruksikan pada ibu untuk menyusui
sebanyak delapan kali per hari.
7) Timbang berat badan bayi setiap hari.
8) Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya depresi fontanel, turgor kulit mengerut,
kehilangan berat badan).
9) Mengevaluasi status neurologis setiap 4 jam.
10) Mengontrol tingkat bilirubin serum.
11) Ubah posisi bayi setiap 4 jam.
12) Monitor tanda-tanda vital bayi.
13) Periksa intensitas lampu fototerapi setiap hari.
14) Tempatkan lampu fototerapi di atas bayi dengan tinggi yang sesuai
15) Pantau keadaan mata bayi.

D. Implementasi Keperawatan pada Bayi Prematur

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan dimana tindakan yang


diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti
komponen perencanaan dari proses keperawatan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan
perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien. Selama implementasi, perawat
mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan dan menuliskan kembali hasil yang
diharapkan sesuai kebutuhan. (Potter & Perry, 2005).

Menurut Surasmi, dkk (2003), maturitas sistem organ merupakan syarat bagi bayi
untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi berisiko tinggi mengalami
gangguan pada salah satu atau lebih fungsi sistem organ sehingga dapat menghambat
kemampuan bayi untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim. Bayi prematur atau
berat badan lahir rendah sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan
untuk beradaptasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, bayi risiko tinggi seperti bayi
prematur sangat membutuhkan perhatian dan perawatan intensif karena keadaan bayi yang
belum matang secara anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan munculnya berbagai
masalah kesehatan hingga menyebabkan kematian. Berikut adalah implementasi keperawatan
yang dapat dilakukan terhadap bayi prematur dan bayi berisiko tinggi lainnya :

1. Bantuan penapasan.
2. Mengupayakan suhu lingkungan yang netral.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi.
5. Penghematan energi.
6. Perawatan kulit.
7. Pemberian obat.
8. Pemantauan data fisiologis.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil (Hidayat, 2004). Menurut Nursalam (2008), pada tahap evaluasi ini terdiri dari
dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan
berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang
diharapkan (evaluasi hasil).

1. Evaluasi proses (evalusi formatif)

Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut.
Metode pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan keperawatan,
open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara, observasi, dan menggunakan form
evaluasi. Sistem penulisaanya dapat menggunakan sistem SOAP.

2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)


Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan perilaku atau
status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efisien.
Metode pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan terakhir
asuhan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.

Daftar Pustaka :

Sulistriani, D., Berliana, S. M. (2016). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kelahiran Prematur


di Indonesia : Analisis Data Riskesdas 2013. E-Journal WIDYA Kesehatan dan Lingkungan,
1(2), 109-112.

Surasmi, A., dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.

Rukiyah, A. Y., Yulianti, L. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: TIM

2. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR), menurut Santosa, N. I (2001), adalah bayi
baru lahir yang berat badannya 2500 gram atau lebih rendah. Sedangkan Menurut Huda dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC (2013), BBLR ( berat badan lahir rendah) adalah bayi dengan
berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. Pendapat lain menurut Wong (2009),
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi. BBLR (berat badan lahir rendah)
merupakan bayi yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai
dengan 2499 gram. (Hidayah, 2005).

B. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah

(Mitayani, 2009):

a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.

C. Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan
suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan
berat badan lahir normal (Ismawati, 2010).

Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan
tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu
dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas
yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit besi
kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi
dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun
sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).

D. Penatalaksanaan

Menurut rukiyah, dkk (2010) perawatan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah :

1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah mengalami


hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuh bayi harus dipertahankan dengan ketat

2. Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan infeksi, memperhatiakn
prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang
bayi.
3. Pengawasan nutrisi (ASI), refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu
pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat.
4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebah itu penimbangan dilakukan dengan
ketat.
5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih, pertahankan
suhu tubuh tetap hangat.
6. Kepala bayi ditutup topi, beri oksigen bila perlu.
7. Tali pusat dalam keadaan bersih.
8. Beri minum dengan sonde/ tets dengan pemberian ASI.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN BAYI


RESIKO TINGGI BERAT BAYI LAHIR RENDAH

A. Pengkajian

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang menuntut
perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi
kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi
setiap anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008)

1. Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis

kelamin, Orang tua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku

atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan, pekerjaan. Yang lebih

ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa bayi

BBLR.

2. Keluhan utama : pada klien BBLR yaitu BBL kurang dari 2500 gram.
3. Riwayat kesehatan sekarang : apa yang di rasakan klien sampai di rawat
di rumah sakit, atau perjalanan penyakit.

4. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah

spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang.

Fokus Pengkajian BBLR

Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
BBLR yaitu :

a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok,
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, hepatitis,
kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan
kongenital, riwayat persalinan preterm.
c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan
periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan post date
atau preterm).
e) Riaayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat

erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.

Yang perlu dikaji :

1) Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.


2) Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
f) Riwayat post natal

Yang perlu dikaji antara lain :

1) APGAR score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua (0-3) asfiksia berat,
(4-6) asfiksia sedang, (7-10) asfiksia ringan.
2) Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untuk aterm 2500 gram lingkar
kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
3) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocepalus.
4) Pola nutrisi yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan
cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
5) Pola eliminasi Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB: frekuensi, jumlah,
konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah.
6) Latar belakang sosial budaya Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
7) Hubungan psikologis Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana
bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatianserta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan
perawatan yang intensif.
 Data Objektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standar yang diakui atau berlaku (Wong, 2008)
1. Keadaan umum : Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya,
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus
yang baik.
2. Tanda-tanda Vital : Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <37 °C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering
pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Kulit : Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Kepala
inspeksi : bentu kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak.
3. Rambut
Inspeksi : lihat distribusi rambut merata atau tidak, besih atau bercabang dan halus
atau kasar.
4. Mata
Inspeksi : biasnya konjungtiva dan sclera berwarna normal, terdapat radang atau
tidak, dan pupil isokor. Pada pupil terjadi miosis terhadap cahaya.
5. Hidung
Inspeksi : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
6. Mulut dan Faring
Inspeksi : terdapat sianosis, membran mukosa kering, bibir kering dan pucat.
7. Telinga
Inspeksi : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
8. Leher
Inspeksi : Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
9. Thorax
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
10. Abdomen
Inspeksi : inspeksi kesimetrisan abdomen
Palpasi : adanya atau tidaknya nyeri tekan pada abdomen.
11. Umbilikus
Inspeksi : ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
12. Genitalia
Inspeksi : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan.
13. Anus
Inspeksi : adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari fese.
14. Ekstremitas
Inspeksi : gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya
Palpasi : adanya nyeri tekan atau benjolan.
15. Refleks
Reflek morrow : kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam).
Reflek menghisap : suckling
Reflek menelan swallowing : masih buruk atau kurang.
ReflekReflek batuk belum sempurna

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :

a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal: 33


-38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila
ada. Rentang nilai normal :
1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg
4) PO2 : 80-100 mmHg
5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih 20
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipohipokalsem
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia mungkin
menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi

D. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR
(NANDA, 2015)

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi
paru.
2. Ketidakseimbangann nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menerima nutrisi, imaturitas peristaltik gastrointestinal.

3. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kegagalan mempertahankan suhu tubuh ,


penurunan jaringan lemak subkutan.

E. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR
(NANDA, 2015).

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi


o Keperawatan Kriteria Hasil (NIC)
(NOC)
1. Pola Nafas tidak NOC : NIC :
efektif b.d imaturitas Respiratory status Airway Management
otot-otot pernafasan  Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik
dan penurunan Respiratory status chin lift atau jaw thrust bila perlu
ekspansi paru.  Airway patency  Posisikan pasien untuk
Definisi : Pertukaran  Vital sign Status memaksimalkan ventilasi
udara Kriteria Hasil :  Identifikasi pasien perlunya
inspirasi dan/atau  Mendemonstrasik pemasangan alat jalan nafas
ekspirasi an batuk efektif buatan
tidak adekuat dan suara nafas  Pasang mayo bila perlu
Batasan yang bersih,  Lakukan fisioterapi dada jika
karakteristik : tidak ada perlu
 Penurunan sianosis dan  Keluarkan sekret dengan batuk
tekanan dyspnea (mampu atau suction
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan  Auskultasi suara nafas, catat
 Penurunan sputum, adanya suara tambahan
pertukaran udara mampu bernafas  Lakukan suction pada mayo
per menit dengan mudah,  Berikan bronkodilator bila
 Menggunakan otot tidak ada pursed perlu
pernafasan lips)  Bersihkan mulut, hidung dan
tambahan  secret trakea
Pernafasan rata-
rata/minimal :
 Bayi : < 25 atau >
60
 Usia 1-4 : < 20
atau > 30
 Usia 5-14 : < 14
atau > 25
 Usia > 14 : < 11
atau > 24
Kedalaman
pernafasan
 Dewasa volume
tidalnya 500 ml
saat istirahat
Faktor yang
berhubungan :
 Hiperventilasi
 Deformitas tulang
 Kelainan bentuk
dinding dada
 Penurunan
energi/kelelahan

2. Ketidak NOC : NIC :


seimbangan nutrisi  Status nutrisi Monitor nutrisi
kurang dari kebutuhan  Nafsu makan  Monitor turgor kulit dan
tubuh b.d  Tingkat ketidak mobilitas
ketidakmampuan nyamanan  Identifikasi abnormalitas
menerima nutrisi, Setelah dilakukan eliminasi bowel
imaturitas peristaltik tindakan  Monitor diet dan asupan kalori
gastrointestinal. keperawatan selama  Identifikasi perubahan nafsu
Definisi : 3x24 jam nutrisi makan dan aktivitas akhir-akhir
Asupan nutrisi tidak klien dapat
cukupuntuk terpenuhi. ini
memenuhi kebutuhan  Asupan gizi  Monitor status mental (misalnya
metabolik   normal bingung.depresi,dan cemas)
Batasan Karakteristik :  Asupan makanan Manajemen saluran cerna
 Kram normal  Catat tanggal buang air besar
abdomen   Rasio berat terakhir
 Nyeri badan/tinggi  Monitor buang air besar
abdomen  badan normal termasuk
 Menghindari  Hasrat/keinginan frekuensi,konsistensi,bentuk,vol
makanan  untuk makan tidak ume ,dan warna,dengan cara
 Berat badan terganggu yang tepat
20% atau lebih
dibawah
berat badan
ideal 
Faktor
YangBerhubungan :
 Faktor
biologis 
 Faktor
ekonomi
3. Risiko ketidak NOC NIC
seimbangan suhu Termoregulasi   
tubuh b.d kegagalan Termoregulasi : Newborn Care
mempertahankan suhu Newborn  Pengaturan suhu :
tubuh, penurunan  mencapai dan atau
jaringan lemak Kriteria Hasil : mempertahankan suhu tubuh
subkutan.  Suhu kulit dalam range normal 
  normal Suhu  Pantau suhu bayi baru lahir
Definisi : Berisiko badan 36-37 C  sampaistabil 
mengalami kegagalan  TTV dalam  Pantau tekanandarah, nadi,
mempertahankan suhu batasnormal  dan pernafasan dengantepat 
tubuh dalam kisaran  Hidrasi adekuat   Pantau warna dansuhu kuilt 
normal   Tidak hanya  Pantau danlaporkan tanda
menggigil  dangejala hipotermi
Faktor Risiko :  Gula darah DBN  danhipertemi. 
 Perubahan laju  Keseimbanganasa
metabolisme  m basa DBN 
 Dehidrasi Pemajan  Bilirubin DBN 
an suhu
lingkungan yang
ekstrem 
 Usia ekstrem 
 Berat badan
ekstrem 

F. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat sesuai denga rencana tindakan. Tindakan ini bersifat intelektual,
teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya untuk memuhi kebutuhan dasar manusia.
Tindakan keperawatan meliputi, tindakan keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan
kesehatan/keperawatan, tindakan medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpah
(Suprajitno, 2004).
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan (Nursalam, 2001) :
a. engakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai
tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama
untuk mencapai tujuan).
DAFTAR PUSTAKA :
Suci Amalia. 2017. Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Bblr Dengan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di Rsud Dr. Soedirman Kebumen. Karya Tulis Ilmiah
Thesis. Stikes Muhammadiyah Gombong.

Fika Agnofia, Fika Agnofia. 2016. Asuhan keperawatan pada Ny I dengan BBLR di ruang
rawat inap perinatologi RSAM bukittinggi. Diploma Thesis, Stikes Perintis Padang

Putri, Ni Putu Diah Anggreni. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Bayi BBLR
dengan Hipotermia di Ruang NICU RSUD Wangaya. Diploma Thesis. Jurusan
Keperawatan.

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. 2015.


Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction

Latifah, Al Ma'idatul. 2017.  Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Dengan Hipotermi Di Ruang Perinatologi Rsud Bangil Pasuruan.  Diploma Thesis. STIKES
Insan Cendekia Medika Jombang.

3. Hiperbilirubin
A. Pengertian

Hiperbilirubin adalah suatu penyakit dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam


darah yg kadar nilainya lebih dari normal. Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena
polycetlietnia, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, ataupun gangguan fungsi hati.

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia
merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg
% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus
neonatorum patologis. Hiperbilirubimenia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa
akan berwarna kuning.

B. Patofisiologi Hiperbilirubin
a. Saat eritrosit hancur di akhir siklus neonatus, hemoglobin pecah menjadi fragmen
globin (protein) dan heme (besi).

b. Fragmen heme membentuk bilirubin tidak terkonjugasi (indirek), yang berikatan


dengan albumin untuk dibawa ke sel hati agar dapat berkonjugasi dengan
glukuronid, membentuk bilirubin direk.

c. Karena bilirubin terkonjugasi dapat larut dalam lemak dan tidak dapat
diekskresikan di dalam urine atau empedu, bilirubin ini dapat keluar menuju
jaringan ekstravaskular, terutama jaringan lemak dan otak, mengakibatkan
hiperbilirubinemia.

d. Hiperbilirubinemia dapat berkembang ketika :

 Faktor tertentu-tertentu mengganggu konjugasi dan merebut sisi yang


mengikat albumin, termasuk obat (seperti aspirin, penenang, dan
sulfonamide) dan gangguan (seperti hipotermia, anoksia, hipoglikemia,
dan hipoalbuminemia)

 Peu nurunan fungsi hati yang menyebabkan penurunan konjugasi bilirubin.

 Peningkatan produksi atau inkompatibilitas Rh atau ABO.

 Obstruksi bilier atau hepatitis mengakibatkan sumbatan pada alira empedu


yang normal.

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi


kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia.
Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning.

C. Etiologi

Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara


garisbesar,penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
 Produksi bilirubin yang berlebihan.
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada emolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
 Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
 Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
 Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

D. Manifestasi klinis

 Ikterus terjadi 24 jam.


 Peningkatan kosentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
 Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonarus kurang bulan dan 12,5 mg
% pada neonatus cukup bulan.
 Ikterus yang disqqertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD (Glukosa 6 Phosphat Dehydrogenase))
 Ikterus yang disertai keadaan berikut :
- Berat lahir kurang dari 2000 gram
- Masa gestasi kurang dari 36 minggu
- Infeksi
- Gangguan pernafasan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATANPADA ANAK DENGAN
MASALAH RESIKO TINGGI HIPERBILIRUBIN

A. Pengkajian

1) Identitas pasien/biodata
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang

4) Riwayat kehamilan.
5) Riwayat kehamilan sebelumnya.
6) Riwayat persalinan
7) Pemeriksaan fisik
Hasil yg bisa didapatkan dari pemeriksaan fisik icterus, pallor konvulsi, letargi
atau penurunan kesadaran, reflex menyusui lemah dan respon rangsang menurun.
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar.
8) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemi berat. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi
sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum


bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk
kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus
yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab


ikterus antara lain :
a. Golongan darah dan ‘Coombs test’.

b. Darah lengkap dan hapusan darah.

c. Hitung retikulosit, skrining G-6-PD.

d. Bilirubin direk.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

A. Diagnosa keperawatan

a. Ketidak efektifan termoregulasi b.d efek foto terapi.

b. Kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia.

c. Kekurangan volume cairan.

d. Resiko cedera
B. Tahap Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi ( NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah di berikan tindakan
Temperature regulation
termoregulasi b.d keperawatan pasien
(pengaturan suhu)
efek foto terapi dapat mempertahanan
suhu tubuh stabil. 1. Monitor suhu minimal tiap
2 jam
NOC :
2. Rencanakan monitoring
1. Hidration suhu secara kontinyu

2. Adherence behavior 3. Monitor TD, nadi, dan RR

3. Immune status 4. Monitor warna dan suhu


kulit
4. Risk control
5. Risk detection 5. Monitor warna dan suhu
kulit
Kriteria hasil :

6. Monitor tanda-tanda
1. Keseimbangan antara
hipertermi dan hipotermi
produksi panas, panas
yang diterima, dan 7. Tingkatkan intake cairan
kehilangan panas dan nutrisi

2. Seimbang antara 8. Selimuti pasien untuk


produksi panas, panas mencegah hilangnya
yang diterima dan kengatan tubuh
kehilangan panas
selama 28 hari pertama 9. Ajarkan pada pasiwn cara
kehidupan mencegah keletihan akibat
panas
3. Keseimbangan asam
basa bayi baru lahir 10. Diskusikan tentang
prntingnya pengaturan
4. Temperature stabil : suhu dan kemungkinan
0
36,5 – 37 C efek negative dari
kedinginan
5. Tidak ada kejang

11. Beritahu tentang indikasi


6. Tidak ada perubahan
terjadinya keletihan dan
warna kulit
penanganan emergency
7. Glukosa darah stabil yang diperlukan

8. Pengendalian risiko : 12. Ajarkan indikasi dari


hipertermia, hipotermi dan penanganan
hypothermia, proses yang diperlukan
penularan, dan paparan
13. Berikan anti piretik jika
sinar matahari
perlu
2 Setelah dilakukan tindkan
Kerusakan Pressure Management :
keperawatan 3x24 jam
integritas kulit b.d
diharapkan masalah
hiperbilirubinemia 1. Anjurkan pasien untuk
teratasi.
. menggunakan pakaian
NOC:
yang longgar
1. Tissue Integrity : Skin 2. Hindari kerutan pada
and Mucous tempat tidur
Membranes 3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
2. Hemodyalis akses
4. Mobilitas pasien (ubah
Kriteria hasil: posisi pasien) setiap dua
jam sekali
1. Integritas kulit yang
5. Monitor kulit akan adanya
baik bisa dipertahankan
kemerahan
(sensasi, elastisitas,
6. Oleskan lotion atau
temperature, hidrasi,
minyak/baby oil pada deah
pigmentasi)dan
yang tertekan
perawatan alami
7. Monitor aktivitas dan
2. Tidak ada luka/lesi mobilisasi pasien
pada kulit 8. Monitor status nutrisi
pasien
3. Perfusi jaringan baik
9. Memandikan pasien

4. Menunjukkan dengan air hangat dan

pemahaman dalam sabun

proses perbaikan kulit


Insision site care :
dan mencegah
terjadinya sedera 1. Membersihkan, memantau
berulang dan meningkatkan
prosespenyembuhan pada
5. Mampu melindungi
luka yang ditutup dengan
kulit dan
jahitan, strip atau straples
mempertahankan
2. Monitor proses pen-
kelembaban kulit alami
yembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar
jahitan atau staples,
menggunaka lidi kapas
steril
5. Gunakan preparat anti
septik, sesuai program
6. Ganti balutan pada
interval waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut)
sesuai program
3 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Fluid management :
volume cairan b.d keperawatan 3x24 jam 1. Timbang popok jika
kehilangan cairan diharapkan pasien tidak diperlukan
kekurangan cairan 2. Pertambahan catatan
NOC: intake dan output yang
akurat
1. Fluid balance
6. Monitor status hidrasi

2. Hydration (kelembapan membrane


mucosa, nadi adekuat,
3. Nutritional Status : tekanan darah, artostatik),
Food and Fluid Intake jika diperlukan
7. Monitor vital sign
Kriteria Hasil :
8. Monitor status nutrisi
4. Tidak ada tanda
9. Monitor memasukan
dehidrasi, Elastisitas,
makanan/cairan dan hitung
tidak ada rasa haus
intake kalori harian
yang berlebihan
10. Dorong masukan oral
5. Tidak ada tanda-tanda
11. Berikan penggantian
dehidrasi,
nasogatrik sesuai output
6. elastisitas turgor kulit
12. Dorong keluarga untuk
baik.
7. membrane muscosa membantu pasien makan
lembab, 13. Kolaborasi dengan dokter

8. Tekanan darah, nadi,


suhu tubuh dalam batas
normal

4 Setelah dilakukan tindakn Environment management :


Resiko cedera b.d
keperawatn 3x24 jam 1. Sediakan lingkungan yang
tindakan
diharapkan masalah aman untuk pasien
keperawatan
teratasi. 2. Identifikasi kebutuhan
NOC: keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
1. Risk control
fungsi kognitif pasien dan
Kriteria hasil:
riwayat penyakit terdahulu
1. Klien terbebas dari
pasien
cedera
2. Klien mampu
menjelaskan cara/
metode untuk
mencegah injury/
cedera
3. Klien mampu
menjelaskan factor
risiko dari lingkungan/
perilaku personal
4. Memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
Injury
5. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing

Behrman. (1998). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: ECG

Susanty, Ely (2016). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Modya
Karya

4. Asfiksia
1. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya disertai dengan
keadaan hipoksia,
hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru (Sudarti dan
fauzizah, 2013).
Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan
oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu
yang menganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus
penyakit infeksi akut atau kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh
partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat
bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta
tua (serotinus), prolapsus.
2. Klasifikasi Asfiksia
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)
Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis, keadaan pada
bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera secara tepat dan pemberian
oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan asfiksia berat maka berikan terapi oksigen
2–4 ml per kg berat badan karena pada bayi asfiksia berat dapat disertai asidosis.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)
Padaa bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai
bayi dapat kembali bernafas normal.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 9)
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda :
a. Jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Apnea
d. Pucat
e. Sianosis
f. Penurunan terhadap stimulus
Sedangkan penanganan dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam merawat klien
Asfiksia adalah dengan cara resusitasi.Resusitasi adalah tindakan untuk memulihkan
kembali kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru yang berorientasi pada otak.
3. Etiologi
Asfiksia terjadi karena beberapa faktor :
1. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada gangguan kontraksi uterus
misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio
plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria,
sifilis, TBC, HIV),
kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit ibu.
2. Faktor Plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat
menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek,
simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor Fetus
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali pusat melilit leher,
meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh pemakaian obat
seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang secara langsung dapat
menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa
didahuluibdengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan),persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu), kelainan
kongenital, air ketuban bercampur mekonium.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asfiksia neonatorum adalah :
1. Pernafasan megap-megap dan dalam
2. Pernapasan tidak teratur
3. Tangisan lambat atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
6. Nadi cepat
7. Denyut jantung lambat (bradikardi kurang dari 100 kali per menit)
8. Menurunnya O2
9. Meningginya CO2
10. Penurunan pH
Pada umumnya, asfiksia neonatorum dengan masalah kekurangan O2 menunjukkan
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernapasan berhenti dan denyut jantung menurun. Sedangkan tonus neuromuskular berkurang
secara berangsur–angsur dan memasuki periode apnue prmer. Adapun gejala dan tanda
asfiksia neonatorum yang khas antara lain pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung dan
nadi berdenyut cepat, anak terlihat lemas, menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2),
meningginya tekanan CO2 darah (PaO2), menurunnya Ph (akibat asidosis respiratorik dan
metabolik), yang digunakan sebagai sumber glikogen bagi tubuh anak dan metabolisme
anaerob, serta
terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
Pada asfiksia tingkat selanjutnya, juga akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan. Diantaranya adalah hilangnya sumber glikogen dalam jantung sehingga
mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik yang mengakibatkan
menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
dan pengisian udara alveolus kurang adekuat sehingga darah mengalami gangguan.
5. Patofisiologi
Pada proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara,
proses ini perlu untuk merangsang pusat pernafasan primary gaspingyang kemudian berlanjut
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan
meningkatkan karbondioksida diikuti oleh asidosis respiratorik apabila proses ini berlanjut
maka metablisme sel akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber
utama glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan akan menyebabkan asidosis
metabolic.
Sehubungan dengan proses tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapnue) diikuti dengan apnea
primer kira-kira satu menit dimana denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian
bayi akan memulai bernafas 10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akan timbul apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah
dilakukannya pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam waktu singkat dapat menyebabkan
hipoglikemi pada bayi, pada asfiksia berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel
terutama susunan sel saraf pusat sehingga mengakibatan gangguan elektrolit, hiperkalemi dan
pembengkakan sel. Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10 menit.
Manifestasi kerusakan sel otak setelah terjadi pada 24 jam pertama didapatkan gejala seperti
kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat muncul sampai hari ke tujuh maka perlu
dilakukannya pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman
elektroensefaografi.
6. Manifestasi klinis
1. Pada kehamilan
Menurut penelitian sebelumnya oleh Dwi Ari (2017), denyut jantung lebih cepat dari 100 x/
menit atau kurang dari 100x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
 Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
 Jika DJJ 160x/ menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
 Jika DJJ 100x/ menit ke bawah ada mekonium : janin dalam gawat
2 . Pada bayi setelah lahir
 Bayi pucat dan kebiru–biruan
 Usaha bernafas minimal atau tidak ada
 Hipoksia
 Asidosis metabolic dan respiratori
 Perubahan fungsi jantung
 Kegagalan sistem multiorgan
Ada 2 macam kriteria asfiksia :
Tanda Nilai
0 1 2
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan Seluruh tubuh
Frekuensi jantung Tidak ada Ekstremitas biru Kemerahan
Refleks Tidak ada Lambat >100/menit
Aktivitas/tonus Lumpuh/lelah <100/menit Gerakan
Otot Tidak ada Gerakan sedikit Kulit/melawan
Usaha nafas Ekstremitas Fleksi Gerakan aktif
Lambat teratur Menangis kuat
2.1 Tabel nilai skor APGAR Asfiksia Nonatorum
Sumber : Wahyuni, 2012.

Dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
1. Tindakan khusus
a. Asfiksi berat
Memperbaiki ventilasi paru–paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung
dan berulang dengan cara melakukan intubasi endotrakeal setelah kateter dimasukkan
kedalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan yang tidak lebih dari 30 ml. Tekanan positif
dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui kateter apabila
pernapasan tidak segera timbul maka segera lakukan massege jantung yaitu dilakukan dengan
penekanan 80–100 kali per menit.
b. Asfiksi ringan–sedang
Melakukan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernapasan yang dilakukan selama 30–60
detik setelah penilaian menurut Apgar 1, bila pernapasan tidak timbul segera lakukan
pernapasan kodok (frog breathing) dengan cara memasukkan pipa kedalam hidung dan O2
dialirkan dengan kecepatan 1–2 liter dalam satu menit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN RESIKO


TINGGI ASFIKSIA

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental
social dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini di bagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data danperumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat brfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit
b. Tekanan darah 60sampai 80 mmHg (sistolik), samapai 45 mmHg (diastolik)
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
dikiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV
d. Murmur bisa terjadi dis selama beberapa jam pertama kehidupan
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan :2500-4000 gram
b. Panjang badan :44-45cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai getasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonikdari semua ekstremitas
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas) penampilan asimetris
(molding,edema,hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas gnetik,hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR: 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat
c. Bunyi nfas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xfifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5oC sampai 37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi)
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan /kaki dapat terlihat warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor
(misal: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal) bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong ) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal)
Analisa Data
1. Data Subjektif
Data subyektif adalah persepi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
a. Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
b. Orang tua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat).
2. Riwayat kesehatan
1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada
kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
2. Riwayat natal kompliksi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu di kaji :
a. Kala I :
Ketuban keruh,berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
plasenta maupun plasenta previa.
b. Kala II :
Persainan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan
tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan.persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusatpernafasan
3. Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)
asfiksia berat, AS (4-6) Asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram)
.preterm/BBLR< 2500 gram, untuaterm>2500 gram lingkar kepala kurang
atau lebih dari normal (34-36 cm)
c. Adanya kelainan kongenital : anencephal,hirocephalus anetrecial aesofagal.
3. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi
gastrointentinal,mntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan
ciairan parenteral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan , kalori dan juga untuk mengkoreksi hedihrasi, asidosis
metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
4. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekuensi , jumlah , konsistensi
BAK : frekwensi , jumlah
5. Latar belakang social budaya
Kabudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, kebiasaan ibu merokok ,
ketergantungan obat-obatan tertentu teruma jenis psikotropika.
6. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika
kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan
kasih sayang dan perhatikan serta dapat mempererat hubungan psikologis anatar ibu
dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
7. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang di peroleh memalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang di akui atau berlaku (effendi
nasrul,1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaanya melemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukan gerakan yang aktif dan meangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat responnya terhadap rangsangan. Adanya BB
yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar
kepala dapat menunjukan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar,
tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu
tubuh <36oC dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <37,5oC, sedangkan
suhu tubuh normal antara 36,5oC -37,5oC , nadi normal antara 120-140 x/mnt
respirasi normal antara 40-60 x/mnt, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur.
8. Data penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa
atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat puls.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari:
 Hb (normal 15-19 gr% biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi
2) Urine
Nilai urine elektrolit pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Natrium (normal134-150 mEqL)
 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
Analisi data dan perumusan masalah
Analisis data adalah kemampuan mengaitakan data dan menghubungkan data
tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (effendi nasrul ,1995:23)
Tabel 1.2 analisis data dan perumusan masalah

Sign/ Symptoms Kemungkinan Penyebab masalah


1. Pernafasan tidak teratur, -riwayat partus lama Gangguan
pernafasan cuping
- pendarahan pengobatan Pemenuhan
hidung,cyanosis, dan
lendir pada hidung dan - obstruksi pulmonary O2

mulut, tarikan iter- - prematuritas


costal,abnormalitas gas
darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam Hipotermia
pada ekstremitas keadaan kulit tipis
umum lemah, suhu tubuh
di bawah normal
3. Keadaan umum lemah, - Refleks menghisap Gangguan
refleks menghisap lemah, lemah
Pemenuhan
masih terdapat retensi pada
sonde Kebutuhan nutrisi

4. Suhu tubuh di atas - sistem imunitas yang Rasio infeksi


normal tali pusat layu, ada belum sempurna
tanda tanda infeksi,
- kebutuhan mekonial
abnormal kadar leukosit,
kulit kuning, riwayat - tindakan yang tidak
persalinan dengan aseptik
kebutuhan mekonial

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d dengan post afeksia berat


2. Gangguan kebutuhan pemenuhan nutrisi b.d refleks menghisap lemah
3. Hipotermia
4. Resiko infeksi

C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


. Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan Tujuan: 1. Letakan bayi 1. Memberi rasa
pemenuhan O2 Kebutuhan O2 bayi terlengtang dengan nyaman dan
b.d dengan post terpenuhi alas yang datar, mengantisifasi
afeksia berat Kriteria: kepala lurus dan flexi leher yang
- Pernafasan normal leher sedikit dapat mengurangi
40-60 kali/menit tengadah/ekstensi kelancaran jalan
- pernafasan teratur dengan meletakan nafas
- tidak cyanosi bantal atau selimut 2. Jalan nafas harus
- wajah dan seluruh di atas bahu bayi tetap di
tubuh berwarna sehingga bahun pertahankan bebas
kemerahan terakngat 2-3 cm dari lendir
(pink variable) 2. Bersihkan jalan untuk.menerima
Gas darah normal nafas mulu, hidung pertukaran gas
PH = 7,35-7,45 bila perlu yang sempurna
PCO2 = 35 mm hg 3. Observasi gejala 3. Deteksi dini
PO2 = 50-90 mmgh kardinal dan tanda adanya kelainan
tanda cyanosis 4. Menjamin
setiap 4 jam oksigenasi jaringan
4. Kolaborasi yang adekuat
dalam tim medis terutama untuk
pemberian O2 dan jantung dan otak
pemeriksaan kadar Dan peningkatan
gas darah arteri pada kadar
PCO2.menunjukan
hypopentilasi
2. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Letakan bayi 1. Mengurangi
hipotermi b.d Tidak terjadi terlemtang di atas kehilangan nafas
dengan adanya hipotermia pemancar panas pada suhu
proses persalinan Kriteria: (infan warmer) lingkungan
yang lama Suhu tubuh 36,5- 2. Singkirkan kain sehingga
dengan di tandai 37,5 C akral hangat yang sudah di meletakan bayi
akral dingin suhu warna seluruh tubuh pakai untuk menjadi hangat
tubuh di bawah kemerahan mengeringkan 2. Mencegah
36 C tubuh, letakan bayi kehilangan tubuh
di atas handuk/kain melalui konduksi
yang kering dan 3. Perubahan suhu
hangat tubuh bayi dapat
3. Observasi suhu menentukan
bayi tiap 6 jam tingkat hipotermia
4. Kolaborasi 4. Mencegah
dengan tim medis terjadinya
untuk pemberian hipoglekemia
infus glukosa 5%
bila asi tidak
mungkin di berikan
3. Gangguan Tujuan: 1. Lakukan 1 deteksi adanya
pemenuhan Kebutuhan nutrisi observasi BAB dan kelainan pada
kebutuhan nutrisi terpenuhi BAK jumlah eliminasi bayi dan
b.d refleks Kriteriia frekusnsi serta segera mendapat
menghisap - bayi dapat minum konsitensi tindakan/perawatan
lemah. pespesn/personde 2. Monitor tugor yang tepat
dengan baik. dan mukosa mulut 2. Menentukan
- berat badan tidak 3. Monitor intake derajat dehidrasi
turun lebih dari 10% dan uotput dari tugor dan
- retensi tidak ada 4. Beri asi sesuai mukosa mulut
kebutuhan 3. Mengetahui
5. Lakukan kontrol keseimbangan
berat badan setiap cairan tubuh
hari 4. Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
secara adekuat
5. Penambahan dan
penurunan berat
badan dapat di
monitor
4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik 1. Pada bayi baru
infeksi Selama perawatan aseptik dan lahir daya tahan
tidak terjadi antiseptik dalam tubuhnya kurang/
komplikasi( infeksi) memberikan rendah
Kriteria: asuhan 2. Mencegah
- tidak ada tanda- keperawatan penyebaran infeksi
tanda infeksi 2. Cuci tangan nosokomial
- tidak ada sebelum dan 3. Mencegah
gangguan fungsi sesudah melakukan masuknya bakteri
tubuh tindakan dari baju petugas
3. Pake baju ke bayi
khusus/short waktu 4. Mencegah
masuk ruangan terjadinya infeksi
isolasi( kamar dan mempercepat
bayi) pengeringan tali
4. Lakukan pusat karrna
perawatan tali mengandung
pusat dengan triple antibiotik,anti
dya 2 kali sehari jamur,dan
5. Jaga kebersihan desinfektas,
(badan, pakaian, 5. Mengurangi
dan lingkungan media untuk
bayi) pertumbuhan
6. Observasi tanda kuman
tanda infeksi dan 6. Deteksi dini
kardinal adanya kelainan
7. Hindarkan bayi 7. Mencegah
kontak dengan terjadinya
orang sakit penularan infeksi
8. Kolaborasi 8. Mencegah
dengan tim medis infekso dari
untuk pemberian penumonia
antibodi 9. Sebagai
9. Siapkan pemeriksaan
pemeriksaan penunjang
laboratorat sesuai
advis dokter yaitu
pemeriksaan DL,
CRP

D. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan


realisasi rencana tindakan yang telah di tentukan dalam tahap perencanaan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses
penilaian pencapaian tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidaknya serta
untuk mengkaji ulang rencana keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. 2015.
Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Talbot Laura A. 2007. Pengkajian Keperawatan. Jakarta ; EGC
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus Byi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai