Anda di halaman 1dari 69

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NEONATAL
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I yang diampu
oleh Ganjar Safari, S.Kep Ners

Disusun Oleh :
FIRDAUS NURUL AZMI
NIM G1A160031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehinga kami dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan Anak I tentang Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan
pada neonatal.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I yang diampu oleh Ganjar Safari.S.kep,.Ners
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga karya tulis ilmiah berupa makalah ini selesai sesuai dengan
waktunya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen
mata kuliah Keperawatan Anak I sangat penyusun harapkan, guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan
datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang
ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Patofisiologi dan asuhan
Keperawatan Pada Neonatal. Serta memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan
kita semua.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar belakang ..............................................................................1
B. Rumusan masalah .........................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................2
D. Manfaat .........................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................
A. Pengertian ......................................................................................4
B. Laporan pendahuluan asuhan keperawatan ...................................12
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................
A. Askep prematuritas .......................................................................48
B. Askep berat badan bayi lahir rendah (BBLR)...............................58
C. Askep respiratory distress syndrome (RDS) .................................66
D. Askep ASPHYXIA .......................................................................69
E. Askep hiperbilirubin .....................................................................74
BAB IV PENUTUP...................................................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................78
B. Saran .............................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................iv

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan
keilmuwannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan
kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun
klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuwannya maka keperawatan
dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungannya setiap saat.
Keperawatan anak merupakan bagian dari disiplin Ilmu keperawatan
yang terdiri atas dua bidang ilmu keperawatan yaitu keperawatan anak
dan keperawatan maternitas. Ilmu keperawatan anak merupakan dasar
dalam menghantarkan peserta didik agar mampu mamberikan asuhan
keperawatan yang aman dan efektif bagi anak (infant, toddler, prasekolah,
sekolah dan remaja) sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan, baik sehat maupun sakit, baik langsung maupun tidak
langsung, baik di rumah, masyarakat dan rumah sakit dengan menerapkan
berbagai teori, konsep dan prinsip perawatan anak. Sedangkan Ilmu
keperawatan maternitas membahas tentang asuhan keperawatan pada
wanita, bayi baru lahir, dan keluarga terkait dengan masalah kehamilan,
persalinan, post partum dan pelayanan keluarga berencana secara holistik
mencakup bio-psiko-sosio-spiritual.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian neonatal ?
2. Bagaimana laporan pendahuluan asuhan keperawatan ?
3. Bagaimana contoh kasus asuhan keperawatan pada neonatal ?

1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian neonatal
2. Untuk mengetahui laporan pendahuluan asuhan keperawatan
3. Untuk mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan pada neonatal

1.4. Manfaat
a. Peningkatan pemahaman perawat terhadap Asuhan Keperawatan Pada
Anak terutama dalam kasus Neonatal.
b. Sebagai dasar dalam mengembangan ilmu keperawatan Anak di
Indonesia khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Bayi adalah seorang anak yang muda usianya. Disini akan dijelaskan
tentang bentuk rupa ketika bayi baru lahir, seperti dagu dan pinggul bayi
yang baru lahir itu sempit, dengan perut agak buncit, serta lengan dan
kaki yang agak pendek. Berat badannya kurang lebih 7.5 paun (3.2
kilogram) dan panjangnya 14-20 inci (35.6-50.8 sentimeter, walaupun
bayi baru lahir pramasa adalah lebih kecil). Kepala bayi baru lahir itu
amat besar di banding bagian-bagian badan yang lain, Sedangkan
tengkorak manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan.
Ketika dilahirkan, tengkorak bayi baru lahir masih belum sempurna
menjadi tulang.
Tali pusar bayi baru lahir berwarna putih kebiru-biruan. Selepas
kelahiran, dokter akan memotong tali pusar dan tali pusar yang ada di
bayi baru lahir kira-kira panjangnya 1-2 inci. Tali pusar itu akan menjadi
kering dan keriput, serta menjadi hitam, dan kemudian lepas dengan
sendirinya dalam tempo kira-kira tiga minggu.
Proses menyusui dapat segera dilakukan begitu bayi lahir. Bayi
yang lahir cukup bulan akan memiliki naluri untuk menyusu pada ibunya
di20 – 30 menit setelah ia lahir. Seperti yang telah diketahui bersama, ibu
harus menyusui sesering mungkin kapanpun bayi menginginkannya. Ini
berarti, paling tidak tiap 2 hingga 3 jam sekali dan tiap 4 hingga 5 jam di
malam hari dari 8 hingga12 kali menyusui selama 24 jam. Umumnya bayi
menyusu kira-kira 20-40 menit sekali.
B. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan.

1. PREMATURITAS
a) Definisi

3
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir
hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari
pertama haid terakhir). Bayi prematur atau bayi preterm adalah
bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan
berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat
badan kurang 2500 gram (Surasmi, dkk, 2003).
b) Klasifikasi Bayi Prematur
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran
prematur dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Bayi Prematur Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) adalah bayi
yang lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan usia kehamilan. Derajat
prematuritas dapat digolongkan menjadi 2 kelompok antara
lain adalah sebagai berikut:
- Bayi sangat prematur (extremely premature) : 24-30
minggu
- Bayi prematur sedang (moderately premature) : 31-36
minggu 3) Borderline premature : 37-38 minggu. Bayi
ini mempunyai sifat prematur dan matur. Beratnya
seperti bayi matur akan tetapi sering timbul masalah
seperti yang dialami bayi prematur misalnya gangguan
pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap yang
lemah.
2) Bayi Prematur Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi tersebut. Banyak istilah yang
dipergunakan untukmenunjukkan bahwa bayi KMK ini
dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus
(intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature,

4
small for dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome,
chronis fetal distress, IUGR dan small for gestational age
(SGA). Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post
matur) mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai
dengan masa gestasinya. Gambaran kliniknya tergantung
dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan
pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut. IUGR
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
- Proportinate IUGR : janin menderita distres yang lama,
gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir. Sehingga
berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di
bawah masa gestasi yang sebenarnya.
- Disproportinate IUGR : terjadi akibat distres sub akut.
Gangguan terjadi beberapa minggu atau beberapa hari
sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan
lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai
dengan masa gestasi. Tanda-tandanya adalah sedikitnya
jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering, keriput dan
mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih
panjang.
c) Etiologi
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran
prematur dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai
berikut:
1) Faktor ibu
- Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
- Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi dan anemia sel sabit.

5
- Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis,
inkompeten serviks).
- Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).
- Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut
dengan gejala panas tinggi (misal: thypus abdominalis,
dan malaria) dan penyakit kronis (misal: TBC, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal).
- Trauma pada masa kehamilan, antara lain jatuh.
- Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan
alkohol).
- Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
- Bekerja yang terlalu berat.
- Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
2) Faktor Janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian
prematur antara lain kehamilan ganda, hidramnion, ketuban
pecah dini, cacat bawaan, kelainan kromosom, infeksi
(misal: rubella, sifilis,toksoplasmosis), insufensi plasenta,
inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus,
golongan darah A, B dan O), infeksi dalam rahim.
3) Faktor Lain
Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu
faktor plasenta, seperti plasenta previa dan solusio plasenta,
faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan
sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang
melelahkan dan merokok.
Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), berdasarkan
klasifikasinya penyebab kelahiran bayi prematur dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut:
1) Bayi prematur tipe SMK disebabkan oleh:

6
- Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih
remaja, kehamilan kembar.
- Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.
- Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah
hingga tak mampu menahan berat bayi dalam rahim).
- Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum
hemorrhage).
- Ibu hamil yang sedang sakit.
2) Bayi prematur tipe KMK disebabkan oleh:
- Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.
- Ibu memiliki riwayat hipertensi, pre eklampsia dan
anemia.
- Kehamilan kembar.
- Malaria kronik dan penyakit kronik lainnya.
- Ibu hamil merokok
d) Tanda dan Gejala
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), ada beberapa tanda
dan gejala yang dapat muncul pada bayi prematur antara lain
adalah sebagai berikut:
- Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
- Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
- Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
- Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
- Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
- Rambut lanugo masih banyak.
- Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
- Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
- Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
- Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh
labia mayora dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan).

7
Testis belumturun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue
pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).
- Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakannya lemah.
- Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya
lemah.
- Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan
otot dan jaringan lemak masih kurang.
- Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), bayi prematur
menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan
keadaan lemah, yaitu sebagai berikut:
1. Tanda-tanda bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK):
- Kulit tipis dan mengkilap.
- Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum
terbentuk dengan sempurna.
- Lanugo (rambut halus atau lembut) masih banyak
ditemukan terutama pada daerah punggung.
- Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa
titik.
- Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi
labia minora.
- Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan dan
testis kadang belum turun.
- Garis telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum
terbentuk.
- Kadang disertai dengan pernapasan yang tidak teratur.
- Aktivitas dan tangisan lemah.
- Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.
2. Tanda-tanda bayi prematur kecil untuk masa kehamilan
(KMK):

8
- Umur bayi bisa cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi
beratnya kurang dari 2500 gram.
- Gerakannya cukup aktif dan tangisannya cukup kuat.
- Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.
- Pada bayi laki-laki testis mungkin sudah turun.
- Bila kurang bulan maka jaringan payudara dan puting
kecil.
e) Patofisiologi
Menurut Surasmi, dkk (2003), neonatus dengan imaturitas
pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori
melalui peningkatan metabolisme. Hal itu disebabkan karena
respon menggigil pada bayi tidak ada atau kurang, sehingga bayi
tidak dapat menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada
stres dingin atau suhu lingkungan rendah adalah thermogenesis
nonshiver. Sebagai respon terhadap rangsangan dingin, tubuh
bayi akan mengeluarkan norepinefrin yang menstimulus
metabolisme lemak dari cadangan lemak coklat untuk
menghasilkan kalori yang kemudian dibawa oleh darah ke
jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme
asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai
respon terhadap stres dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori
dan oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi
kebutuhan, tekanan oksigen berkurang (hipoksia) dan keadaan ini
akan menjadi lebihburuk karena volume paru menurun akibat
berkurangnya oksigen darah dan kelainan paru (paru yang
imatur). Keadaan ini dapat sedikit tertolong oleh haemoglobin
fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih banyak sehingga
bayi dapat bertahan lama pada kondisi tekanan oksigen yang
kurang.
Stres dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas
norepinefrin yang menyebabkan vasokontriksi paru. Akibatnya,

9
menurunkan keefektifan ventilasi paru sehingga kadar oksigen
darah berkurang. Keadaaan ini menghambat metabolisme
glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang menyebabkan
peningkatan asam laktat, kondisi ini bersamaan
denganmetabolisme lemak coklat yang menghasilkan asam
sehingga meningkatkan kontribusi terjadinya asidosis. Kegiatan
metabolisme anaerob meghilangkan glikogen lebih banyak dari
pada metabolisme aerob sehingga mempercepat terjadinya
hipoglikemia. Kondisi ini terjadi terutama bila cadangan
glikogen saat lahir sedikit, sesudah kelahiran pemasukan kalori
rendah atau tidak adekuat (Surasmi, dkk, 2003).
Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk
bertahan hidup karena struktur anatomi dan fisiologi yang imatur
dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih
tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan
bayi untuk mengatur dan mempertahankan suhu badannya dalam
batas normal. Bayi berisiko tinggi lain juga mengalami kesulitan
yang sama karena hambatan atau gangguan pada fungsi anatomi,
fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya kelainan
atau penyakityang diderita. Bayi prematur atau imatur tidak dapat
mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal karena pusat
pengatur suhu pada otak yang belum matur, kurangnya cadangan
glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori. Tidak ada atau
kurangnya lemak subkutan dan permukaan tubuh yang relatif
lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas tubuh yang lebih
banyak. Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga
bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas.
Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih kurang
(Surasmi, dkk, 2003).

10
2. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
a. Definisi
Berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat
badan lahir rendah adalah bayi dengan berat Bayi badan kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian,
2012). Dikutip dalam buku Nanda, (2013). Keadaan BBLR ini
dapat disebabkan oleh :
1) Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang
sesuai (masa kehamilan dihitung mulai hari pertama haid
terakhir dari haid yang teratur).
2) Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang
dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil
untuk masa kehamilan =KMK).
3) Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA
b. Klasifikasi
BBLR dibedakan dalam dua golongan, yaitu :
1) Prematuritas murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir
sesuai untuk masa kehamilan.
2) Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu, artinya bayi mengalami
pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi kecil untuk
masa kehamilan.
c. Etiologi
1) Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya,
perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus,

11
hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya,
hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi
trauma , dan lain-lain.
2) Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion,
ketuban pecah dini
3) Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol,
dan status ekonomi sosial.
d. Manifestasi Klinik
1) Sebelum bayi lahir
- Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus,
partus prematurus dan lahir mati.
- Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
- Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi
lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun
kehamilannya sudah agak lanjut.
- Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai
menurut seharusnya .
- Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau
bisa pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum
dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum atau
perdarahan ante partum.
2) Setelah bayi lahir
- Berat lahir < 2500 gram
- Panjang badan < 45 cm
- Lingkaran dada < 30 cm
- Lingkaran kepala < 33 cm
- Umur kehamilan < 37 minggu
- Kepala relatif lebih besar dari badannya
- Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak
- Lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus

12
- Tangisnya lemah dan jarang
- Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea
- Otot-otot masih hipotonik, paha selalu dalam keadaan
abduksi
- Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi
atau lurus dan kepala mengarah ke satu sisi.
- Refleks tonik leher lemah dan refleks moro positif
- Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi
cukup bulan
- Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama
- Kulit mengkilat, licin, pitting edema
- Frekuensi nadi berkisar 100-140 / menit.
e. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah
masih menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum
terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih
sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang kronis pada
masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan
menyebabkan bentuk tubuh yang “Stunting/Kuntet” pada masa
dewasa, kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR.
Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat,
komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin melalui efek buruk yang
menimpa ibunya, atau mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan
transpor zat-zat gizi ke janin sehingga menyebabkan bayi BBLR.
Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi
dengan baik. Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk
hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya
makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya,
dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin
tinggi angka kematiannya.

13
Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam
tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul
masalah misalnya :
1) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh
penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih
luas dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas
yang berkurang
2) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit
berat pada BBLR, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan
pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan
yang masih lemah
3) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi
abdomen akibat dari motilitas usus kurang, volume lambung
kurang, sehingga waktu pengosongan lambung bertambah
4) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis,
produksi urine berkurang
5) Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi
berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin.
Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi
dan daya fagositas serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik.
6) Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena
bayi prematur sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom
pernapasan, akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan
hiperkapnea, di mana keadaan ini menyebabkan aliran darah
ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan oleh karena
tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur
sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler
yang rapuh.

14
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin
intyrauterin serta menemukan gangguan perttumbuhan,
misalnya pemeriksaan USG.
2) Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di
laboratorium.
3) Pemerioksaan hematokrit.
4) Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan
bayi SMK
5) Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan
menderita aspirasi mekonium.
g. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka
perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada
pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1) Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita
Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin.
Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi
yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat
badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan
kekurangan lemak coklat ( brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan
lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat komsumsi oksigen paling sedikit,
sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat
dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 2000 gr adalah 35 C dan untuk bayi
dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34 C , agar ia dapat

15
mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C. Kelembaban
inkubator berkisar antara 50-60 persen . Kelembaban yang
lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan sindroma
gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1
C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan
secara berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam
tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 C-29 C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat
dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-
botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu
petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggu
nakan metode kangguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi
sekiter 36 C-37 C adalah dengan memakai alat
perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di dalam
inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan
panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor
(thermistor probe). Alat ini ditempelkan di kulit bayi. Suhu
inkubator di kontrol oleh alat servomechanism. Dengan
cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat
yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat
bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat
rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal
ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai
keadaan umum,perubahan tingkah laku, warna kulit,
pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang
diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat – cepatnya.
2) Pencegahan Infeksi

16
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman
kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat
mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh
infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi
disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada bayi
BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil, efek
sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun
belum berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi
umum. Tetapi diagnosis dini dapt ditegakkan jika cukup
waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayi
sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut
antara lain : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh
meningkat, frekwensi pernafasan meningkat, muntah, diare,
berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi
perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena
itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan abjun khusus
dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan
antiseptik alat – alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien yang idea, mengatur
kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama,
mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik
yang tepat.
3) Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu,
cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan
kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan
pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap. ASI juga

17
dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak
cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi
khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula
yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula
khusus bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti
tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya
regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi
dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur
atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada
sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi
makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih
kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum
melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan
diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan
kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian
makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan
Berat Badan lebih rendah.
4) Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung,
pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius,
dan duktus alveeolaris ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas
akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi
dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran
sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal. Bayi BBLR
juga berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi
surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang
cukup yang sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam
kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas

18
segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada
posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk
atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal , dilakukan
ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.
Dengan tindakan ini dapat mencegah sekaligus mengatasi
asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
h. Komplikasi
1) Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
2) Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum
sempurna
3) Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel
otak lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak
yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran
darah sistemik
3. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
a. Definisi
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu
keadaan dimana bayi mengalami kegawatan pernafasan yang
diakibatkan kurang atau tidak adanya surfaktan dalam paru-paru
(Nelson, 2000)
b. Etiologi
Faktor predisposisi :
1) Bayi dari ibu diabetes
2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin

19
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
c. Patofisiologi
Tidak adanya surfaktan berperan dalam kegagalan
mengembangkan kapasitas residu fungsional (Functional
Residual Capasity) dan kecenderungan paru-paru terkena
atelektasis serta mempunyai korelasi dengan tegangan
permukaan alveolar yang tinggi. Sintesis surfaktan sebagian
bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal. Sintesis dapat
ditekan juga dalam keadaan asfiksia, hipoksemia, hipotensi
maupun jejas akibat kadar oksigen yang turun pada alveolar.
Definisi sintesis atau pelepasan surfaktan bersama dengan
unit saluran pernafasana dan dinding dada yang lemah,
menghasilkan atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi pada
alveolus tetapi tidak ada ventilasi dan menyebabjan hipoksia.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :
1) Kesulitan dalam memulai respirasi normal
2) Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat
bayi tidak dalam keadaan menangis (disebabkan oleh
penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi awal penyakit,
berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama
perbaikan.
3) Refraksi sternum dan interkosta
4) Nafas cuping hidung
5) Sianosis pada udara kamar
6) Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7) Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8) Edema ekstremitas
9) Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran
bulat-bulat kecil dengan corakan bronkogram udara.
e. Kelainan-Kelainan Fisiologis

20
1) Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai
seperlima sampai sepersepuluh nilai normal.
2) Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas
mencapai 50-60%
3) Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4) Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5) Volume paru-paru berkurang
Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali
hiperkarbia dan jika mengalami hipoksemia berat menimbulakan
asidosis
f. Komplikasi
Perawatan suportif awal bayi terutama penanganan
hipoksia, hipotermia, sangat mengurangi tingkat keparahan RDS:
1) Bayi ditempatkan didalam inkubator dengan suhu
didalamnya dipertahankan 35-36 C.
2) Kalori dan cairan diberikan glukosa 10 % dengan kecepatan
65-75 ml/kg/24 jam
3) Oksigen yang hangat dan dilembabkan dengan kadar yang
cukup
4) Bayi dengan RDS yang berat dan apnoe memerlukan bantuan
ventilasi mekanis (pH arteri <7,20; pCO2 60 mmHg atau
lebih; pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada kadar O2
70-100 %)
5) Pemasukan surfaktan eksogen kedalam endotrakea bayi dan
ventilasi mekanis untuk pengobatan (rescue terapi) dapat
memperbaiki ketahanan hidup dan mengurangi incidens
kebocoran udara paru (Survanta adalah surfaktan eksogen
yang dpersiapkan dari paru sapi yang dicincang halus dengan
ekstra lipid ditambahkan fosfatidilkolin, asam palmitat dan
trigliserida; sedangkan eksosurf adalah surfaktan sintesis

21
yang mengandung dipalmitiodilfosfatidilkolin, heksadekanol
dan tiloksapol)
g. Pencegahan Umum
Usaha pokok penanganan penyakit ini harus selalu
dipusatkan pada usaha pencegahan. Sejumlah besar penelitian
menunjukkan tingginya insiden kelainan tanpa alasan setelah
persalinan sesar yang tidak disertai dokumentasi memadai
maturitas pulmonal berdasarkan tes cairan amnion.
Memperpanjang umur kehamilan dengan tirah baring dan atau
obat-obat yang menghambat persalinan prematur (misal agen
tokolitik) dan induksi surfaktan pulmonal dengan cara pemberian
steroid melalui ibu, memainkan peran penting untuk mengurangi
insiden penyakit ini.
Sedangkan menurut Martin, 1999 perawatan pendukung
bayi dengan RDS adalah :

1) Tenaga
- Perawat terlatih (rasio 1:1 atau 1:2) dan alat pemantau
- Dokter terlatih tersedia
2) Pengawasan suhu dengan teliti untuk mempertahankan
bayi pada suhu netral
3) Monitoring tanda vital :
- Pengukuran pH, Pa CO 2, Pa O 2 dan HCO 3 tiap 4
jam
- Pertahnkan Pa O2 sebesar 50-80 mmHg, kontinu
optimal
- Pantau tekanan darah
- Usahakan memeprrtahankan Ph
- Batasi pemberian Na HCO3 sebesar 8 meq/kg/hari
4) Terapi surfaktan (membutuhkan pipa endotrakeal)

22
5) Glukosa IV sebesar 60 ml/kg pada hari pertama, 80-100
ml/kg pada hari kedua dengan penentuan berat badan bagi
bayi-bayi kecil untuk menghitung jika H2O dibutuhkan
lebih banyak.
6) Pemberian O2 diawasi, dihangatkan dan dilembabkan
mengguanakan kap (hood)
7) Terus menerus memantau pernafasan, frekuensi denyut
jantung dan suhu
8) Pengukuran kadar gula darah dan hematokrit sering
dilakukan (Na, K, Cl tiap 12-24 jam)
9) Lakukan tranfusi jika hematokrit sentral awal < 40 atau
jika hematokrit < 40 selama fase akut penyakit.
10) Catat semua hasil pengamatan dalam satu formulir
11) Lakukan kultur darah dan mengurangi prosedur rutin
sepereti pengisapan, pemegangan dan auskultasi.

4. Asphyxia
a) Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru
lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992)
b) Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
1) Faktor ibu

23
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena
hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia
dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran
darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada
keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat,
hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi
pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat
gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3) Faktor fetus.
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
dan lain-lain
4) Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;
pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya
perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi
masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
c) Patofisiologi

24
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak
berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan
oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada
keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin
berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin
tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat
ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin.
Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus
Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama
kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk
respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan
cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup
bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran
darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya
melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi
aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang
mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan
asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ
vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia
berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac
output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada
organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic

25
Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan
gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi
baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat
dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat
(Aliyah Anna, 1997).
d) Gejala Klinis
1) Pernafasan megap-magap dalam
2) Denyut jantung terus menurun
3) Tekanan darah mulai menurun
4) Bayi terlihat lemas (flaccid)
5) Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6) Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7) Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan
metabolik)
8) Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme
anaerob
9) Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
10) Pernafasan terganggu
11) Detik jantung berkurang
12) Reflek / respon bayi melemah
13) Tonus otot menurun
14) Warna kulit biru atau pucat
e) Komplikasi
1) Edema otak & Perdarahan otak
2) Anuria atau oliguria
3) Kejang
4) Koma
f) Pemeriksaan diagnostik
1) Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk
memberikan oksigen yang adekuat dan membuang

26
karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk
menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat
untuk mempertahankan PH darah yang normal.
2) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
3) Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya
ketebalan atau densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor,
benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi
dengan cara pemeriksaan rontgen.
4) Elektrolit darah
5) Gula darah
6) Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue
terhadap saturasi Oksigen Hemoglobin. Jadi pulse
oximetry merupakan suatu cara efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil /
mendadak.
g) Penatalaksanaan
1) Resusitasi
- Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.
- Terapi medikamentosa
2) Epinefrin
Indikasi :
- Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30
detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
- Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000
(0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara : i.v atau endotrakeal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
3) Volume ekspander
Indikasi :

27
- Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
- Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan
atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk,
nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat.
4) Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat)
- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga
kehilangan darah banyak. Dosis : dosis awal 10 ml/kg
BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
5) Bikarbonat
Indikasi :
- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis
metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1
ml/kgBB (8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides
atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek
samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan
kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
6) Nalokson

28
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang
tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan
nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
- Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya
baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab
akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada
sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau
1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila
perpusi baik diberikan I.M atau S.C.
7) Suportif
- Jaga kehangatan.
- Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
- Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah
dan elektrolit).
5. Hiperbilirubinemia
a) Definisi
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin
didalam darah ( Wong, hal 432). Peningkatan kadar serum
bilirubin disebabkan oleh deposisi pigmen bilirubin yang terjadi
waktu pemecahan sel darah merah. Phototerapi merupakan terapi
untuk hiperbilirubin. Tranfusi tukar dilakukan pada keadaan
masa gestasi yang kurang daan keadaan bayi secara umum.
b) Etiologi
- Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
- Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi
bilirubin dalam hati.
- Gangguan konjugasi bilirubin.

29
- Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan
pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus
hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
- Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena
pengaruh obat-obatan tertentu.
- Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak
sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma.
Siphilis.
c) Manifestasi Klinis
- Kulit berwarna kuning sampe jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran
mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu
dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai
puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi.
d) Komplikasi

30
- Retardasi mental
- Kerusakan neurologis
- Gangguan pendengaran dan penglihatan
- Kematian
- Kernikterus

e) Penatalaksanaan

1) Tindakan umum
- Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu
hamil
- Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil
atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus,
infeksi dan dehidrasi.
- Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan
kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
- Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
2) Tindakan khusus
- Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin
dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi
foto.
- Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi.
Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat
menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik
pada ibu dan bayi.
- Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/
konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke

31
vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan
dengan transfuse tukar.
- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
Untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar
yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak
retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum pada neonatus dengan
hiperbilirubin jinak hingga moderat.
- Terapi transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang
tinggi.
- Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk
meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan
sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna
untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hari.
- Menyusui bayi dengan ASI
- Terapi sinar matahari
3) Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita
hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap
pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta
fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.

f) Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada
beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah
apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

32
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada
Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan
Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

33
BAB III
PEMBAHASAN
A. ASUHAN KEPERAWATAN PREMATURITAS
1. Pengkajian
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut
hingga ujung kaki, meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian
diawali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010).
Menurut Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi
prematur meliputi:

1) Pengkajian umum pada bayi


- Penimbangan berat badan.
- Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.
- Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat
istirahat, kelancaran pernapasan, edema dan lokasinya.
- Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.
- Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna
pucat, mulut yang terbuka, menyeringai, dan lain-lain.
2) Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu,
rendahnya berat badan saat kelahiran (kurang dari 2500 gram),
lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, bayi terlihat
kurus, kepala relatif lebihbesar dari pada badan dan 3 cm lebih
lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1 sampai 5.
3) Kardiovaskular
Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit
pada bagian apikal dengan ritme yang teratur, pada saat
kelahiran kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian
interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri
karena hipertensi atau atelektasis paru.

34
4) Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen,
pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam,
reflek menelan dan mengisap yang lemah, tidak ada anus dan
ketidaknormalan kongenital lain.
5) Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah,
kekuning-kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna,
sedikit vernix caseosa dengan rambut lanugo di sekujur tubuh,
kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang
menyeluruh atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat
kelahiran, kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut
jarang atau bahkan tidak ada sama sekali, terdapat petekie atau
ekimosis.
6) Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna yang masih lembut dan lunak, tulang
tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak
aktif atau letargik.
7) Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis
tampak resisten dan gerak reflek hanya berkembang sebagian.
Reflek menelan, mengisap dan batuk masih lemah atau tidak
efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata
biasanya tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan
belum mencapai 25-26 minggu, suhu tubuh tidak stabil atau
biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata berputar-putar
yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya
kelainanneurologis.
8) Pernapasan

35
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-
60 kali/menit dan diselingi dengan periode apnea, pernapasan
tidak teratur, flaring nasal melebar (nasal melebar), terdengar
dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal),
terdengar suara gemerisik saat bernapas.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas
otot-otot pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
2. Ketidakadekuatan pemberian ASI berhubungan dengan
prematuritas.
3. Rencana Keperawatan

36
NO Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola Tujuan : Airway Management


nafas berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
dengan imaturitas otot- keperawatan selama 1x24 jam jalan 2) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
otot pernafasan dan nafas dalam kondisi bebas atau nafas bantuan.
penurunan ekspansi paten dan pola nafas mejadi efektif. 3) Lakukan suction bila perlu.
paru Kriteria Hasil : 4) Auskulatasi suara nafas, catat adanya suara nafas
tambahan.
1) Suara nafas bersih, tidak ada
5) Monitor respirasi dan status O2.
sianosis, tidak ada dispneu, bayi
Oxygen Therapy
mampu bernapas dengan mudah.
2) Irama nafas teratur, frekuensi 1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.
pernafasan dalam batas normal 2) Pertahankan jalan nafas yang paten.
(30-40 kali/menit pada bayi), 3) Atur peralatan oksigenasi.
tidak ada suara nafas abnormal. 4) Monitor aliran oksigen.
3) Tanda-tanda vital dalam batas 5) Pertahankan posisi pasien.
normal. 6) Observasi adanya tanda-tanda distres respirasi
Nadi : 120-130 kali/menit seperti retraksi, takipneu, apneu, sianosis.

37
Tekanan darah : 70-90/50 Vital Sign Monitoring
mmHg 1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
Suhu : 36,6˚C-37,2˚ 2) Monitor frekuensi dan kualitas nadi.
Pernafasan:30-40 kali/menit 3) Monitor frekuensi dan irama pernafasan.
4) Monitor suara paru.
5) Monitor pola pernapasan abnormal.
6) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
7) Monitor adanya sianosis perifer.
8) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
2. Ketidakefektifan Tujuan : Bottle Feeding
pemberian ASI Setelah dilakukan asuhan 1) Posisikan bayi semi fowler.
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam bayi 2) Letakkan pentil dot di atas lidah bayi.
prematuritas. dapat diberikan minum ASI dengan 3) Monitor atau eveluasi reflek menelan sebelum
efektif. memberikan susu.
Kriteria Hasil: 4) Tentukan sumber air yang digunakan untuk
mengencerkan susu formula yang kental atau dalam
1) Tetap mempertahankan laktasi.
bentuk bubuk.
2) Perkembangan dan
5) Pantau berat badan bayi setiap hari.
pertumbuhan bayi dalam batas
6) Bersihkan mulut bayi setelah bayi diberikan susu.
normal.

38
3) Kemampuan penyedia Lactation Suppression
perawatan dalam melakukan 1) Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu
penghangatkan, pencairan, dan mempertahanan keberhasilan proses pemberian
penyimpanan ASI secara aman. ASI.
4) Berat badan bayi bertambah 20- 2) Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik
30 gram/hari. memompa ASI (secara manual atau elektrik), cara
5) Tidak ada respon alergi mengumpulkan dan menyimpan ASI.
sistemik pada bayi.
6) Status respirasi seperti jalan
napas, pertukaran gas, dan
ventilasi napas bayi adekuat.
7) Tanda-tanda vital bayi dalam
batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50
mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit

39
40
B. ASUHAN KEPERAWATANBBLR
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam bebrapa hari pertama tidur sehari
rata-rata 20 jam.
b. Pernafasan
- Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah
kelahiran cesaria atau persentasi bokong.
- Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan
sinkron dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret
yang mengganggu pernafasan, mengorok, pernafasan
cuping hidung.
c. Makanan/ cairan
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram ; kurang dari 2500 gr
menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus
diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri
minum dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR
belum sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-
150ml/kg BB/ hari.
d. Berat badan
Kurang dari 2500 gram
e. Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus dipertahankan.
f. Integumen
Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak
mengkilat dan kering.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Nafas
b. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas
c. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh

41
42
3. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN HASIL
1. Ketidakefektifan Pola nafas 1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara 2. Respiratory status : Airway - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak patency. lift atau jaw thrust bila perlu
adekuat 3. Vital sign Status - Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan tekanan inspirasi/ - Mendemonstrasikan batuk - Identifikasi pasien perlunya
ekspirasi. efektif dan suara nafas yang pemasangan alat jalan nafas buatan
- Penurunan pertukaran udara bersih, tidak ada sianosis dan - Pasang mayo bila perlu
per menit dyspneu (mampu mengeluarkan - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Menggunakan otot pernafasan sputum, mampu bernafas - Keluarkan sekret dengan batuk atau
tambahan dengan mudah, tidak ada pursed suction
- Nasal flaring lips). - Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Dyspnea - Menunjukkan jalan nafas yang suara tambahan
- Orthopnea paten (klien tidak merasa - Lakukan suction pada mayo

43
- Perubahan penyimpangan tercekik, irama nafas, frekuensi - Berikan bronkodilator bila perlu
dada pernafasan dalam rentang - Berikan pelembab udara Kassa basah
- Nafas pendek normal, tidak ada suara nafas NaCl Lembab
- Pernafasan pursed-lip abnormal). - Atur intake untuk cairan
- Tahap ekspirasi berlangsung - Tanda Tanda vital dalam mengoptimalkan keseimbangan.
sangat lama rentang normal (tekanan darah, - Monitor respirasi dan status O2
- Peningkatan diameter anterior- nadi, pernafasan). Oxygen Therapy
posterior - Bersihkan mulut, hidung dan secret
- Pernapasan rata-rata/minimal trakea
Bayi : < 25 atau > 60 - Pertahankan jalan nafas yang paten
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 - Atur peralatan oksigenasi
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 - Monitor aliran oksigen
Usia > 14 : < 11 atau > 24 - Pertahankan posisi pasien
- Kedalaman pernafasan - Observasi adanya tanda tanda
- Dewasa volume tidalnya 500 hipoventilasi
ml saat istirahat - Monitor adanya kecemasan pasien
- Bayi volume tidalnya 6-8 terhadap oksigenasi
ml/Kg Vital sign Monitoring
- Timing rasio - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

44
- Penurunan kapasitas vital - Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring,
Faktor yang berhubungan : duduk, atau berdiri
- Hiperventilasi - Auskultasi TD pada kedua lengan dan
- Deformitas tulang bandingkan
- Kelainan bentuk dinding dada - Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
- Penurunan energi/kelelahan selama, dan setelah aktivitas
- Perusakan/pelemahanmuskulo- - Monitor kualitas dari nadi
skeletal - Monitor frekuensi dan irama
- Obesitas pernapasan
- Posisi tubuh - Monitor suara paru
- Kelelahan otot pernafasan - Monitor pola pernapasan abnormal
- Hipoventilasi sindrom - Monitor suhu, warna, dan kelembaban
- Nyeri kulit
- Kecemasan - Monitor sianosis perifer
- Disfungsi Neuromuskuler - Monitor adanya cushing triad (tekanan
- Kerusakan persepsi/kognitif nadi yang melebar, bradikardi,
- Perlukaan pada jaringan syaraf peningkatan sistolik)
tulang belakang - Identifikasi penyebab dari perubahan

45
- Imaturitas Neurologis. vital sign.

2. Ketidakefektifan Bersihan jalan Airway Suction


nafas. 1. Respiratory status : Ventilation - Auskultasi suara nafas sebelum dan
Definisi : Ketidakmampuan untuk 2. Respiratory status : Airway sesudah suctioning.
membersihkan sekresi atau patency - Informasikan pada klien dan keluarga
obstruksi dari saluran pernafasan 3. Aspiration Control tentang suctioning
untuk mempertahankan kebersihan - Minta klien nafas dalam sebelum
jalan nafas. Kriteria Hasil : suction dilakukan.
Batasan Karakteristik : - Mendemonstrasikan batuk - Berikan O2 dengan menggunakan
- Dispneu, Penurunan suara efektif dan suara nafas yang nasal untuk memfasilitasi suksion
nafas bersih, tidak ada sianosis dan nasotrakeal
- Orthopneu dyspneu (mampu mengeluarkan - Gunakan alat yang steril sitiap
- Cyanosis sputum, mampu bernafas melakukan tindakan
- Kelainan suara nafas (rales, dengan mudah, tidak ada pursed - Anjurkan pasien untuk istirahat dan
wheezing) lips) napas dalam setelah kateter
- Kesulitan berbicara - Menunjukkan jalan nafas yang dikeluarkan dari nasotrakeal
- Batuk, tidak efekotif atau tidak paten (klien tidak merasa - Monitor status oksigen pasien
ada tercekik, irama nafas, frekuensi - Ajarkan keluarga bagaimana cara

46
- Mata melebar pernafasan dalam rentang melakukan sucsion
- Produksi sputum normal, tidak ada suara nafas - Hentikan sucsion dan berikan oksigen
- Gelisah abnormal) apabila pasien menunjukkan
- Perubahan frekuensi dan irama  Mampu mengidentifikasikan dan bradikardi, peningkatan saturasi O2,
nafas mencegah factor yang dapat dll.
Faktor-faktor yang berhubungan: menghambat jalan nafas Airway Management
- Lingkungan : merokok, - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
menghirup asap rokok, lift atau jaw thrust bila perlu
perokok pasif-POK, infeksi - Posisikan pasien untuk
- Fisiologis : disfungsi memaksimalkan ventilasi
neuromuskular, hiperplasia - Identifikasi pasien perlunya
dinding bronkus, alergi jalan pemasangan alat jalan nafas buatan
nafas, asma. - Pasang mayo bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, sekresi tertahan, - Keluarkan sekret dengan batuk atau
banyaknya mukus, adanya suction
jalan nafas buatan, sekresi - Auskultasi suara nafas, catat adanya
bronkus, adanya eksudat di suara tambahan
alveolus, adanya benda asing - Lakukan suction pada mayo

47
di jalan nafas. - Kolaborasikan pemberian
bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara kassa basah
NaCl Lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status oksigen
3. Risiko ketidakseimbangan 1. Hydration Temperature Regulation (pengaturan
temperatur tubuh 2. Adherence Behavior suhu)
Definisi : Risiko kegagalan 3. Immune Status - Monitor suhu minimal tiap 2 jam
mempertahankan suhu tubuh 4. Infection status - Rencanakan monitoring suhu secara
dalam batas normal. 5. Risk control kontinyu
Faktor factor resiko: 6. Risk detection - Monitor TD, nadi, dan RR
- Perubahan metabolisme dasar - Monitor warna dan suhu kulit
- Penyakit atau trauma yang - Monitor tanda-tanda hipertermi dan
mempengaruhi pengaturan hipotermi
suhu - Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Pengobatan pengobatan yang - Selimuti pasien untuk mencegah
menyebabkan vasokonstriksi hilangnya kehangatan tubuh

48
dan vasodilatasi - Ajarkan pada pasien cara mencegah
- Pakaian yang tidak sesuai keletihan akibat panas
dengan suhu lingkungan - Diskusikan tentang pentingnya
- Ketidakaktifan atau aktivitas pengaturan suhu dan kemungkinan
berat efek negatif dari kedinginan
- Dehidrasi - Beritahukan tentang indikasi terjadinya
- Pemberian obat penenang keletihan dan penanganan emergency
- Paparan dingin atau yang diperlukan
hangat/lingkungan yang panas - Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
- Berikan anti piretik jika perlu.

49
C. ASUHAN KEPERAWATAN RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME (RDS)
1. Pengkajian
1) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2) Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis,
grunting , RR, cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses
persalinan
3) Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
- Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping hidung,
cyanosis pada udara kamar, grunting, respirasi cepat atau
lambat
- Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat,
akral dingin/hangat, cyanosis perifer
- Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
- Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. Diagnose keperawatan

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas


neurologis (defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2) Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang
dingin
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar

50
3. Rencana Keperawatan

51
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran Setelah dilakukan asuhan Monitor Respirasi (3350) :
gas b.d perubahan mem- keperawatan selama 5x 24 jam, - Monitor rata-rata irama, kedalaman dan
bran kapiler-alveoli pertukaran gas pasien menjadi usaha untuk bernafas.
Batasan karakteristik : efektif, dengan kriteria : - Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
- Takikardia Status Respirasi : Ventilasi penggunaan otot bantu dan retraksi dinding
- Hiperkapnea (0403) : dada.
- Iritabilitas - Pasien menunjukkan - Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
- Dispnea peningkatan ventilasai dan sianosis
- Sianosis oksigenasi adequat - Monitor kelemahan otot diafragma
- Hipoksemia berdasarkan nilai AGD - Catat onset, karakteristik dan durasi batuk
- Hiperkarbia sesuai parameter normel - Catat hasil foto rontgen
- Abnormal frek, pasien Terapi Oksigen (3320) :
irama, kedalaman - Menunjukkan fungsi paru - Kelola humidifikasi oksigen sesuai peralatan
nafas yang normal dan bebas dari - Siapkan peralatan oksigenasi
- Nafas cuping hidung tanda-tanda distres - Kelola O2 sesuai indikasi
pernafasan - Monitor terapi O2 dan observasi tanda
keracunan O2
Manajemen Jalan Nafas (3140) :
- Bersihkan saluran nafas dan pastikan airway
paten
- Monitor perilaku dan status mental pasien,
kelemahan , agitasi dan  konfusi
- Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur
- Bila klien mengalami unilateral penyakit
52 paru, berikan posisi semi fowlers dengan
posisi lateral 10-15 derajat / sesuai toleransi
- Monitor efek sedasi dan analgetik pada pola
53
D. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
1. Pengkajian
1) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2) Riwayat kesehatan :
Pemeriksaan fisik:
- Keadaan umum tampak lemah
- Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah
menutup.
- Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis
- Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-
megap, belum napas
- Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran
- Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering
- Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada
- Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20
detik)
- Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit
- Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi
basah +)
- Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan
masih basah
- Kulit : warna kulit sianosi
- Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
- Refleks : tak ada reflek moro
2. Diagnosa keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
2) Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin
3) Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.

54
3. Rencana Keperawatan

55
N DIANOGSA TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (3140):
efektif  b.d hipoventilasi. keperawatan diharapkan pola - Buka jalan napas
Batasan karakteristik : napas bayi efektif dengan - Posisikan bayi untuk memaksimalkan
- Bernapas menggunakan kriteria: ventilasi dan mengurangi dispnea
otot napas tambahan. Status Respirasi : Ventilasi - Auskultasi suara napas, catat adanya suara
- Dispnea (0403) : tambahan
- Napas pendek - Pernapasan pasien 30- - Identifikasi bayi perlunya pemasangan
- Frekwensi napas < 25 60X/menit. alat jalan napas buatan
kali / menit atau > 60 - Pengembangan dada - Keluarkan sekret dengan suctin
kali / menit simetris. - Monitor respirasi dan ststus oksigen bila
- Irama pernapasan teratur memungkinkan
- Tidak ada retraksi dada Monitor Respirasi (3350) :
saat bernapas - Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
- Inspirasi dalam tidak upaya bernapas
ditemukan - Monitor pergerakan, kesimetrisan dada,
- Saat bernapas tidak retraksi dada dan alat bantu pernapasan
memakai otot napas - Monitor adanya cuping hidung
tambahan - Monitor pada pernapasan: bradipnea,
- Bernapas mudah tidak ada takipnea, hiperventilasi, respirasi
suara napas tambahan kusmaul, cheyne stokes, apnea  
- Monitor adanya penggunaan otot
diafragma
- Auskultasi suara napas, catat area
penurunan dan ketidakadanya ventilasi
56 dan bunyi napas.
2. Hipotermi b.d terpapar Setelah dilakukan tindakan Pengobatan Hipotermi (3800) :
lingkungan dingin. keperawatan hipotermi - Pindahkan bayi dari lingkungan yang
57
E. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
1. Pengkajian
1) dentitas pasien dan keluarga
2) Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan Kurangnya antenatal care yang baik.
Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat
sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau
Data Obyektifkter. Lahir prematur / kurang bulan, riwayat
trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.
c. Riwayat Post natal Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin
meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga Seperti ketidak cocokan darah ibu
dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati
( hepatitis ).
e. Riwayat Pikososial Kurangnya kasih saying karena perpisahan,
perubahan peran orang tua.
f. Pengetahuan Keluarga Penyebab perawatan pengobatan dan
pemahan ortu ⇒ bayi yang ikterus.
g. Kebutuhan Sehari – hari
1) Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah ) sehingga BB bayi mengalami penurunan
2) Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami
perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat
3) Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
4) Aktifitas

58
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi,
hipototonus dan mudah terusik.
5) Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama
ibu
i. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh
( hipo / hipertemi ). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang / tremor ). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas
( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang
– kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine
dan feses.
2. Diagnosa
1) Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan jounndice
2) Resiko terjadi Injuri berhubungan dengan phototerapi
3) Gangguan Temperatur tubuh berhubungan dengan
phototerapi.

59
60
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan

1. Gangguan Integritas kulit Keadaan kulit bayi membaik - Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4 – 8
berhubungan dengan jounndice dalam waktu. jam
Kriteria hasil : - Monitor kadaan bilirubin direks dan
indireks, laporkan pada Data Obyektifkter
- Kadar bilirubin dalam
jika ada kelainan
batas normal
- Ubah posisi miring atau tengkurap.
- Kulit tidak berwarna
Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan
kuning
dengan perubahan posisi, lakukan massage
- Daya isap bayi meningkat
dan monitor keadaan kulit.
- Pola BAB dan BAK
- Jaga kebersihan dan kelembaban kulit
normal
- Pemeriksaan lab ( Bilirubin)
2. Resiko terjadi Injuri Tidak terjadi Injuri dalam - Letakkan bayi + 18 inchi dari sumber
berhubungan dengan waktu. cahaya
phototerapi . Kriteria hasil : - Tutup mata dengan kain yang dapat
menyerap cahaya dan dapat memproteksi
- Adanya kontak mata waktu
mata dari sumber cahaya.
mata dibuka
- Matikan lampu dan buka penutup mata bayi
- Adanya respon ketika
setiap 8 jam lakukan inspeksi warna sclera
diajak bicara

61
- Bayi bebas dari komplikasi - Pada waktu menutup mata bayi yakinkan
bahwa penutup tidak menutupi hidung
- buka penutup mata waktu memberi makan
bayi
- Ajak bicara bayi selama perawatan.
3. Gangguan Temperatur tubuh Suhu tubuh bayi kembali - Pertahankan suhu lingkungan yang netral
berhubungan dengan normal dan stabil dalam waktu. Generated.
phototerapi. - Pertahankan suhu tubuh 36,50C - 370C jika
Kriteria hasil :
demam lakukan kompres/axilia untuk
- Suhu tubuh 360C - 370C
mencegah cold/heat stress
- Membran mukosa lembab
- Cek tanda Vital setiap 2 – 4 jam sesuai yang
dibutuhkan
- Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam

62
63
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kunjungan neonatus bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin
komplikasi yang terjadi pada bayi sehingga dapat segera ditangani dan bila
tidak dapat ditangani maka dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk
mendapatkan perawatan yang optimal. Jadwal kunjungan neonatus dan
bayi baru lahir antara lain:
1. Kunjungan I: Dilakukan pada 6 jam pertama setelah kelahiran
2. Kunjungan II: Pada hari ke-3 setelah kelahiran
3. Kunjungan III: Pada hari ke-8 sampai 28 hari setelah kelahiran
4. Kunjungan IV: Pada 6 minggu setelah kelahiran. Kunjungan neonatus
hanya 3 kali kunjungan tapi saat melakukan kunjungan nifas yang ke-
4 pada ibu sekaligus melihat kondisi bayi.

Dalam melakukan kunjungan rumah, bidan harus memperhatikan


kebutuhan higiene, memandikan bayi, memelihara tali pusat, pakaian
bayi, merawat kuku bayi, merawat mulut bayi, merawat telinga, merawat
hidung, kebutuhan makanan, dan kebutuhan tidur.

B. Saran

Tenaga kesehatan sebaiknya mengetahui jadwal kunjungan dan


asuhan bayi baru lahir yang harus dilakukan setiap kunjungan tersebut
karena bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan masa
transisi kehidupannya ke kehidupan luar berlangsung baik

64
DAFTAR PUSTAKA

 Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak: Jakarta
 http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-hemaptoe.html
 Alen. C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC. Jakarta
 Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, EGC. Jakarta
 Carpenito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
 Doengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC. Jakarta
 Kathleen. 1994. Pediatric Care Planning, Springhouse: USA
 Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak: Jakarta
 Whalley, F. Lucille; Wong, Donna L, 1991, Nursing Care Of Infant,
Mosby Company: Philadelphia
 Wong, Donna L, 1997, Pediatric Nursing, Mosby Company: St Louis,
Missouri
 Arvin, BMK., Egman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
 Bobak, Irene M, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat.
Jakarta. EGC
 Ilyas, Jumarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta. EGC
 MacDonald. 2002. Obstetri Wilms. Jakarta. EGC
 Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi Kedua. Jakarta.
EGC

iv

Anda mungkin juga menyukai