Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN BBLR


DI RUANG PERINATOLOGI HESTI RS.CIREMAI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Mahsiswa (PKM)
Mata Kuliah Keperawatan Anak III

Oleh :
TAUFIK
CKR0180257

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Tugas Laporan Pendahuluan
ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Laporan Pendahuluan Berat Bada
Lahir Rendah di Ruang Hesti Rumah Sakit Ciremai”. Disusun untuk memenuhi salah satu
tugas Praktik Klinik Mahasiswa (PKM) Keperawatan Aanak III.

Diharapkan Laporan Pendahuluan ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Adapun, penyusunan Laporan Pendahuluan ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, saya menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat keselahan dalam Laporan
Pendahuluan ini. Saya pun berharap pembaca Laporan Pendahuluan ini dapat memberikan
kritik dan sarannya kepada saya agar di kemudian hari saya bisa menyusun Laporan
Pendahuluan yang lebih sempuna lagi.

Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Laporan Pendahulan ini dari awal sampai akhir khususnya :

1. Letkol Ckm dr. Wildan Sani, Sp.U selaku Kepala Rumah Sakit Ciremai.
2. Ns. H. Kanapi., S.Kep.,M.Kep selaku Koordinator Kampus II STIKKU.
3. Ns.Nanang Saprudin.,S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Prodi S1 Ilmu Keperawatan
Kampus STIKKU Sekaligus dosen pengampu dan pembimbing PKM Keperawatan
Anak.
4. Ns.., S.Kep., selaku Kepala Ruangan Hesti Rumah Sakit Ciremai.
5. Orang tua saya yang selalu mendukung kami.

Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin

Cirebon, April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum......................................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus.....................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................................................2
1.3.1 Mahasiswa............................................................................................................2
1.3.2 Perawat.................................................................................................................3
1.3.3 Rumah Sakit.........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................4
2.1 Konsep Penyakit Resiko Hipertermi...........................................................................4
2.1.1 Definisi BBLR.....................................................................................................4
2.1.2 Klasifikasi............................................................................................................4
2.1.3 Etiologi.................................................................................................................5
2.1.4 Manifestasi Klinis................................................................................................5
2.1.5 Patofisiologi.........................................................................................................6
2.1.5 Pemeriksaan penunjang........................................................................................7
2.1.6 Penatalaksanaan...................................................................................................7
2.1.7 Prognosis BBLR.................................................................................................10
2.1.8 Komplikasi.........................................................................................................11
BAB III PENGKAJIAN........................................................................................................12
3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................................................12
3.1.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................................12
BAB IV ANALISA DATA....................................................................................................16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes RI (2007), bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000
gram. Bayi baru lahir mengalami perubahan lingkungan dalam uterus ke luar uterus ,
maka bayi memerlukan penyesuaian fisiologik seperti perubahan metabolik,
pernafasan dan sirkulasi agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya.
Bayi Baru Lahir memerlukan asuhan yang segera, cepat, tepat, aman dan bersih.
Sebagian besar proses persalinan terfokus pada ibu, tetapi sehubungan dengan proses
pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan persalinan baru dikatakan
berhasil jika ibu dan bayinya dalam kondisi yang optimal. Oleh karena itu, perlu
kontribusi dari perawat terkait dengan pemberian asuhan segera setelah bayi lahir.

BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka
kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes RI,2015).
Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Lebih dari 20 juta bayi di seluruh
dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir di negara yang sedang
berkembang, contohnya di Indonesia.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka prevalensi


BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup
bervariasi pada masing-masing provinsi.Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan
tertinggi di Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa Tengah berkisar 7% (Kemenkes
RI,2015). BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),dan
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi
oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan. Faktor risiko
tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa
kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup
jangka panjang yang kurang baik. Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi

1
BBLR memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan dengan
bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang,
individu dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya
hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun (Juaria dan
Henry, 2014).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan konsep teori dalam aplikasi
prinsip-prinsip keperawatan Anak dalam pemberian asuhan keperawatan dan
pelayanan keperawatan Anak di ruang rawat inap perinatalogi Hesti Rumah Sakit
Ciremai di Kota Cirebon.
1.2.2 Tujuan Khusus
Selama berlangsungnya praktek klinik keperawatan Anak, Mahasiswa diharapkan
mampu untuk :

1. Mengelolah asuhan keperawatan pada pasien anak, menggunakan inervensi


keperawatan berbasis teori model keperawatan, pembuktian ilmiah terkini dan
efektif untuk mengatasi masalah bio-psiko-sosial-spiritual yang timbul.
2. Mahasiswa mampu melaksanakan target kompetensi PKM III yang telah
ditetapkan akademik di ruang rawat inap perinatologi Hesti Rumah sakit Ciremai.
3. Memudahkan perawat atau bidan yang ada di ruangan rawat inap perinatologi
Hesti Rumah Sakit Ciremai di Kota Cirebon dalam melaksanakan pelayanan
asuhan keperawatan anak.
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan diadakannya praktek manajemen keperawatan ini diharapkan akan
memberikan manfaat kepada :
1.3.1 Mahasiswa
1. Mahasiswa lebih terampil dalam penerapan aplikasi Asuhan Keperawatan Anak
di lapangan.
2. Mahasiswa mendapat pengalaman baru di lapangan dalam hal penerapan Asuhan
Keperawatan Anak.

2
1.3.2 Perawat
Membantu meringankan beban kerja perawat selama praktek berlangsung di
ruang rawat inap perinatologi di Rumah Sakit Ciremai.
1.3.3 Rumah Sakit
Data yang diperoleh dari hasil pengkajian akan membantu sebagai bahan
masukan bagi Rumah Sakit, dalam upaya peningkatan mutu manajerial pelayanan
rumah sakit.

3
BAB II
TINJUAN TEORI
BERAT BADAN LAHIR RENDAH

2.1 Konsep Penyakit Resiko Hipertermi


2.1.1 Definisi BBLR

Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat badan lahir rendah adalah bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Ribek dkk. (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi
(dihitung satu jam setelah melahirkan).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Dikutip dalam buku Nanda,
(2013).
Keadaan BBLR ini dapat disebabkan oleh :
a. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa
kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur).
b. Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang dari berat
semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan=KMK).
Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA.
2.1.2 Klasifikasi

BBLR dibedakan dalam dua golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir sesuai untuk masa
kehamilan
2. Dismaturitas

4
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasi itu, artinya bayi mengalami pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.

2.1.3 Etiologi
1. Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik
lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,
jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi trauma , dan lain-lain.
2. Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah
dini.
3. Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan status
ekonomi sosial.
2.1.4 Manifestasi Klinis

1. Sebelum bayi lahir

a. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.

b. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus


dan lahir mati.

c. Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih lambat, gerakan


janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.

d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut seharusnya.

e. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan


hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan
toksemia gravidarum atau perdarahan ante partum.

2. Setelah bayi lahir

a. Berat lahir < 2500 gram.


b. Panjang badan < 45 cm.
c. Lingkaran dada < 30 cm.
d. Lingkaran kepala < 33 cm.

5
e. Umur kehamilan < 37 minggu.
f. Kepala relatif lebih besar dari badannya.
g. Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak Lemak subkutan kurang, sering
tampak peristaltik usus.
h. Tangisnya lemah dan jarang.
i. Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea.
j. Otot-otot masih hipotonik, paha selalu dalam keadaan abduksi.
k. Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi atau lurus dan
kepala mengarah ke satu sisi.
l. Refleks tonik leher lemah dan refleks moro positif
m. Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan.
n. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama.
o. Kulit mengkilat, licin, pitting edema.
p. Frekuensi nadi berkisar 100-140 / menit.
2.1.5 Patofisiologi

Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih menjadi
masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang
kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan
menyebabkan bentuk tubuh yang “Stunting/Kuntet” pada masa dewasa, kondisi
ini sering melahirkan bayi BBLR.

Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi


kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau
mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi ke janin sehingga
menyebabkan bayi BBLR.

Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik.
Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.
Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-
alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan
makin tinggi angka kematiannya. Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-

6
alat dalam tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul
masalah misalnya :
1. Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
2. Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR,
hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum
sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
3. Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat
dari motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah
4. Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang
5. Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sanggup membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
6. Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan
oleh karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga
mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.
2.1.5 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intyrauterin serta
menemukan gangguan perttumbuhan, misalnya pemeriksaan USG.
2. Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di laboratorium.
3. Pemerioksaan hematokrit.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK
Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium.

7
2.1.6 Penatalaksanaan

Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan


yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR
ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.

1. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR

Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh
bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya
jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat ( brown fat).

Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup


hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi oksigen paling
sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam
inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gr
adalah 35C dan untuk bayi dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34C, agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37C. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50-60 persen.

Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan sindroma


gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1C per minggu untuk
bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara berangsur angsur ia dapat
diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27C -29C.

Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus


bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang
lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggu nakan
metode kangguru.

Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 36C-37C


adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di
dalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena
radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan inkubator yang dilengkapi
dengan alat temperatur sensor (thermistor probe). Alat ini ditempelkan di kulit

8
bayi. Suhu inkubator di kontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini
suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan
sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang
sangat rendah.

Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan tingkah laku,
warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang
diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat
dilaksanakan secepat – cepatnya.
2. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh,
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi
terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi
disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah,
aktifitas baktersidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan
fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis
dini dapt ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah
laku bayi sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara
lain : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekwensi
pernafasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR
dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita
infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan abjun khusus dalam
penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit,
tindakan aseptik dan antiseptik alat – alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien yang idea, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan
pemberian antibiotik yang tepat.
3. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara pemberian dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu
Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap. ASI juga dapat

9
dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan
susu formula yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus bayi
BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur
inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada
bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR
yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol
atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan
bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan
Berat Badan lebih rendah.
4. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang
terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal.
Bayi BBLR juga berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya di
peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring,
merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan
ini gagal , dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen dan selama pemberian
intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat mencegah
sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
2.1.7 Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal,
misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat bayi,
makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan
pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental
10
fibro plasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi,
hiperbilirubinemia).
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan
orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal
(pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah oinfeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperilirunbinemia, hipoglikemia, dan
lain-lain).

2.1.8 Komplikasi

1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.

2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna .

3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral


disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.

11
BAB III
PENGKAJIAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH

3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Identitas Bayi

2. Identitas Ibu, meliputi :

Nama, umur, alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.


3. Identitas Penanggung Jawab
b. Status Gravida Ibu

1. Paritas

2. Usia kehamilan

3. Presentasi bayi.

4. Pemeriksaan antenatal

c. Riwayat Persalinan

1. BB dan TB Ibu

2. Tempat persalinan

3. Tanda-tanda vital Ibu

a. Tekanan darah

12
b. Nadi

c. Denyut jantung

Denyut jantung bayi baru lahir normal antara 100-160 kalipermenit, tetapi
dianggap masih normal jika diatas 160 kali permenit dalam jangka waktu
pendek, bebrapa kali dalam satu hari selama beberapa hari pertama
kehidupan, terutama bila bayi mengalami disstres. Jika ragu, ulangi
perhitungan denyut jantung.

d. Respirasi

Pernafasan bayi baru lahir normal 30-60 kali permenit, tanpa retraksi dada
dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi. Pada bayi kecil, mungkin
terdapat retraksi dada ringan dan jika bayi berhenti nafas secara periodic
selama beberapa detik masih dalam batas normal.
e. Suhu
36,5 C sampai 37,5 C
d. Keadaan Bayi saat Lahir

1. Tanggal lahir

2. Jenis kelamin bayi

3. Kelahiran

4. Keadaan plasenta

a) Berat 500-600 gram.

b) Ukuran 15-20 cm

c) Tebal 2-3 cm

5. Keadaan tali pusar


Normal berwarna putih kebiruan pada hari pertama, mulai kering dan
mengkerut /mengecil dan akhirnya lepas setelah 7-10 hari.
e. Pengkajian Fisik

1. Pengukuran antopometri

a) Berat badan Normal 2500-4000 gram.

13
b) Panjang badan 48-52 cm
c) Lingkar kepala 33 – 35 cm.
d) Lingkar dada 30 – 38 cm.
2. Penampilan kulit
Warna kulit Bayi baru lahir aterm kelihatan lebih pucat dibanding bayi preterm
karena kulit lebih tebal.
3. Pemeriksaan fisik
1. Kepala Ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil,sutura,moulase,caput succedaneum,
cephal haematoma, hidrosefalus, rambut meliputi: jumlah,warna,dan adanya
lanugo pada bahu dan punggung.
2. Muka
Tanda-tanda paralitis Ukuran, bentuk, posisi, kesimetrisan letak dihubungkan
dengan mata dan kepala serta adanya gangguan pendengaran.
3. Mata
Ukuran, bentuk, posisi, (strabismus, pelebaran epicanthus) dan kesimetrisan,
kekeruhan kornea, katarak congenital,trauma, keluar nanah, bengkak pada
kelopak mata, pendarahan subkonjuntifa.
4. Telinga
Jumlah, bentuk, posisi, kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan
kepala serta adanya gangguan pendengaran.
5. Hidung
Bentuk dan lebar hidung, pola pernapasan , kebersihan.
6. Mulut
Bentuk simetris/tidak, mukosa mulit kering/basah, lidah, palatum, bercak putih
pada gusi, refleks mengisap adakah labio/palatoskisis, trush sianosis.
7. Leher
Bentuk simetris/tidak, adakah pembengkakan dan benjolan, kelainan
tidorid,hemangioma, tanda abnormalitas, kromosom dan lain-lain.
8. Klavikula dan lengan tangan
Adakah fraktur klavikula, gerakan, jumlah jari.
9. Dada
Bentuk dan kelainan, bentuk dada, putting susu gangguan pernafasan,
auskultasi bunyi jantung dan pernafasan.
10. Abdomen

14
Penonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis, pendarahan tali pusat, jumlah
pemb ulu darah pada tali pusat, dinding perut dan adanya benjolan, distensi,
gastroskisis, omfalokel, bentuk simetriks/tidak palpasi hati, ginjal.
11. Genetalia
Kelamin laki-laki: panjang penis,testis sudah turun berada dalam skotum,
orifisium uretrae di ujung penis, kelainan (fimosis,hipospadia/epispadia).
Kelamin perempuan : labia mayora dan labia miyora, klitoris, orifisium fagina,
orifisium uretra, secret dan lain-lain
12. Tungkai dan kaki
Gerakan, bentuk simetriks/tidak, jumlah jari, pergerakan, pes equinofarus/per
eguinofalgus.
13. Anus
Berlubang atau tidak, posisi, fungsi springter ani, adanya dresia ani, meconium
plug sicdrom, mega colon
14. Punggung
Bayi tengkurap, raba kurvatura,kolumna vertebralis, skoliosis, pembengkakan,
spinabifi dakoma,mielomeningokel, lesung/bercak berambut dan lain-lain
15. Pemeriksaan kulit
Ferniks caseosa lanugo, warna, udem, bercak, tanda lahir, memar.
16. Reflek
Berkedip, babinski, merangkak, menari/ melangkah, ekstrusi gallants, moros,
enck rhikting,palmar grasp, rethink, starcle, menghisap, toniknek
17. Antropometri
BB, PB, LK, LD, LP, LLA
18. Eliminasi
Kaji kepatenan fungsi ginjal dan saluran gastrointestinal bagian bawah . bayi
baru lahir normal biasanya kencing kebih dari 6 kali perhari. Bayi baru lahir
normal biasanya berak cair 6-8 kali perhari.
4. Refleks

1. Refleks rooting dan sucking

2. Refleks menggenggam

3. Refleks moro

15
4. Refleks stepping

5. Refleks proteksi

6. Refleks batuk, bersin, menguap, berkedip, Refleks babinski.

16
BAB IV
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
(NANDA) (NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC :
1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi 2. Respiratory status : Airway patency. 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
dan/atau ekspirasi tidak adekuat 3. Vital sign Status jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
• Penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi. suara nafas yang bersih, tidak ada jalan nafas buatan
• Penurunan pertukaran udara per menit sianosis dan dyspneu (mampu 4. Pasang mayo bila perlu
• Menggunakan otot pernafasan mengeluarkan sputum, mampu bernafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tambahan dengan mudah, tidak ada pursed lips). 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Nasal flaring  Menunjukkan jalan nafas yang paten 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
• Dyspnea (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, tambahan
• Orthopnea frekuensi pernafasan dalam rentang 8. Lakukan suction pada mayo
• Perubahan penyimpangan dada normal, tidak ada suara nafas abnormal). 9. Berikan bronkodilator bila perlu
• Nafas pendek  Tanda Tanda vital dalam rentang normal 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
• Pernafasan pursed-lip (tekanan darah, nadi, pernafasan). Lembab
• Tahap ekspirasi berlangsung sangat 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
lama keseimbangan.
• Peningkatan diameter anterior-posterior 12. Monitor respirasi dan status O2
• Pernapasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60 Oxygen Therapy
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 13. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 14. Pertahankan jalan nafas yang paten
Usia > 14 : < 11 atau > 24 15. Atur peralatan oksigenasi
• Kedalaman pernafasan 16. Monitor aliran oksigen
• Dewasa volume tidalnya 500 ml saat 17. Pertahankan posisi pasien
istirahat 18. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

16
• Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg 19. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
• Timing rasio oksigenasi
• Penurunan kapasitas vital
Vital sign Monitoring
Faktor yang berhubungan : 20. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
• Hiperventilasi 21. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
• Deformitas tulang 22. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
• Kelainan bentuk dinding dada atau berdiri
• Penurunan energi/kelelahan 23. Auskultasi TD pada kedua lengan
• Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal dan bandingkan
• Obesitas 24. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
• Posisi tubuh setelah aktivitas
• Kelelahan otot pernafasan 25. Monitor kualitas dari nadi
• Hipoventilasi sindrom 26. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
• Nyeri 27. Monitor suara paru
• Kecemasan 28. Monitor pola pernapasan abnormal
• Disfungsi Neuromuskuler 29. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
• Kerusakan persepsi/kognitif 30. Monitor sianosis perifer
• Perlukaan pada jaringan syaraf tulang 31. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
belakang yang melebar, bradikardi, peningkatan
• Imaturitas Neurologis sistolik)
32. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign.

17
2 Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas. NOC : NIC :
1. Respiratory status : Ventilation Airway Suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk 2. Respiratory status : Airway patency 1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
membersihkan sekresi atau obstruksi dari 3. Aspiration suctioning.
saluran pernafasan untuk mempertahankan Control Kriteria 2. Informasikan pada klien dan keluarga
kebersihan jalan nafas. Hasil : tentang suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Minta klien nafas dalam sebelum
Batasan Karakteristik : suara nafas yang bersih, tidak ada suction dilakukan.
sianosis dan dyspneu (mampu

18
- Dispneu, Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, mampu bernafas 4. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
- Orthopneu dengan mudah, tidak ada pursed lips) memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, tindakan
- Kesulitan berbicara frekuensi pernafasan dalam rentang 6. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada normal, tidak ada suara nafas abnormal) setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
- Mata melebar  Mampu mengidentifikasikan dan 7. Monitor status oksigen pasien
- Produksi sputum mencegah factor yang dapat 8. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
- Gelisah menghambat jalan nafas suksion
- Perubahan frekuensi dan irama nafas 9. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
Faktor-faktor yang berhubungan: saturasi O2, dll.
• Lingkungan : merokok, menghirup asap Airway Management
rokok, perokok pasif-POK, infeksi 10. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
• Fisiologis : disfungsi neuromuskular, jaw thrust bila perlu
hiperplasia dinding bronkus, alergi 11. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
jalan nafas, asma. 12. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
• Obstruksi jalan nafas : spasme jalan jalan nafas buatan
nafas, sekresi tertahan, banyaknya 13. Pasang mayo bila perlu
mukus, adanya jalan nafas buatan, 14. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sekresi bronkus, adanya eksudat di 15. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
alveolus, adanya benda asing di jalan 16. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nafas. tambahan
17. Lakukan suction pada mayo
18. Kolaborasikan pemberian bronkodilator bila
perlu
19. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
Lembab
20. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

19
21. Monitor respirasi dan status oksigen.

3 Risiko ketidakseimbangan temperatur NOC : NIC :


tubuh 1. Hydration Temperature Regulation (pengaturan suhu)
2. Adherence Behavior 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Definisi : Risiko kegagalan 3. Immune Status 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
mempertahankan suhu tubuh dalam batas 4. Infection status 3. Monitor TD, nadi, dan RR
normal. 5. Risk control 4. Monitor warna dan suhu kulit
Faktor factor resiko: 6. Risk detection 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
• Perubahan metabolisme dasar 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
• Penyakit atau trauma yang kehangatan tubuh
mempengaruhi pengaturan suhu 8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
• Pengobatan pengobatan yang akibat panas
menyebabkan vasokonstriksi dan 9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu
vasodilatasi dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
• Pakaian yang tidak sesuai dengan suhu 10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
lingkungan keletihan dan penanganan emergency yang
• Ketidakaktifan atau aktivitas berat diperlukan
• Dehidrasi 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
• Pemberian obat penenang yang diperlukan
• Paparan dingin atau hangat/lingkungan 12. Berikan anti piretik jika perlu.
yang panas

4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh 1. Nutritional Status Nutrition Management
2. Nutritional Status : food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk 3. Nutritional Status : nutrient Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
keperluan metabolisme tubuh. 4. Weight control jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan

20
Kriteria Hasil : pasien.
Batasan karakteristik :  Adanya peningkatan berat badan sesuai 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
ideal  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake makanan badan 5. Berikan substansi gula
yang kurang dari RDA (Recomended  Mampu mengidentifikasi kebutuhan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Daily Allowance) nutrisi serat untuk mencegah konstipasi
- Membran mukosa dan konjungtiva  Tidak ada tanda tanda malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
pucat  Menunjukkan peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Kelemahan otot yang digunakan untuk pengecapan dari menelan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
menelan/mengunyah  Tidak terjadi penurunan berat badan makanan harian.
- Luka, inflamasi pada rongga mulut yang berarti 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
mengunyah makanan 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
- Dilaporkan atau fakta adanya nutrisi yang dibutuhkan
kekurangan makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi 12. BB pasien dalam batas normal
rasa 13. Monitor adanya penurunan berat badan
- Perasaan ketidakmampuan untuk 14. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
mengunyah makanan dilakukan
- Miskonsepsi 15. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
- Kehilangan BB dengan makanan cukup makan
- Keengganan untuk makan 16. Monitor lingkungan selama makan
- Kram pada abdomen 17. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Tonus otot jelek selama jam makan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa 18. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
patologi 19. Monitor turgor kulit
- Kurang berminat terhadap makanan 20. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh patah
- Diare dan atau steatorrhea 21. Monitor mual dan muntah

21
- Kehilangan rambut yang cukup banyak 22. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
(rontok) kadar Ht
- Suara usus hiperaktif 23. Monitor makanan kesukaan
- Kurangnya informasi, misinformasi 24. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
25. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
Faktor-faktor yang berhubungan : jaringan konjungtiva
• Ketidakmampuan pemasukan atau 26. Monitor kalori dan intake nuntrisi
mencerna makanan atau mengabsorpsi 27. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah
biologis, psikologis atau ekonomi. berwarna magenta, scarlet

5 Ketidakefektifan pola minum bayi NOC : NIC :


1. Breastfeeding Estabilshment : infant Breastfeeding assistance
2. Knowledge : breastfeeding 1. Fasilitasi kontak ibu dengan bayi sawal mungkin
3. Breastfeeding Maintenance (maksimal 2 jam setelah lahir )
Kriteria Hasil : 2. Monitor kemampuan bayi untuk menghisap
 Klien dapat menyusui dengan efektif 3. Dorong orang tua untuk meminta perawat untuk
 Memverbalisasikan tehnik untk menemani saat menyusui sebanyak 8-10
mengatasi masalah menyusui kali/hari
 Bayi menandakan kepuasan menyusu 4. Sediakan kenyamanan dan privasi selama
 Ibu menunjukkan harga diri yang positif menyusui
dengan menyusui 5. Monitor kemampuan bayi untuk menggapai
putting
6. Dorong ibu untuk tidak membatasi bayi
menyusu
7. Monitor integritas kulit sekitar putting
8. Instruksikan perawatan putting untuk mencegah
lecet.
9. Diskusikan penggunaan pompa ASI kalau bayi
tidakmampu menyusu

22
10. Monitor peningkatan pengisian ASI
11. Jelaskan penggunaan susu formula hanya jika
diperlukan
12. Instruksikan ibu untuk makan makanan bergizi
selama menyusui
13. Dorong ibu untuk minum jika sudah merasa
haus
14. Dorong ibu untuk menghindari penggunaan
rokok danPil KB selama menyusui
15. Anjurkan ibu untuk memakai Bra yang nyaman,
terbuat dari cootn dan menyokong payudara
16. Dorong ibu untukmelanjutkan laktasi setelah
pulang bekerja/sekolah

6 Hipotermi NOC : NIC :


1. Thermoregulation Temperature Regulation
Definisi : temperatur suhu dibawah 2. Thermoregulation : neonate 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
rentang normal. Kriteria Hasil : 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Batasan karateristik :  Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Monitor TD, nadi, dan RR
- Penurunan suhu tubuh dibawah rentang  Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
normal. 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Pucat 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Kulit dingin 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
- Kuku sianosis kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang

23
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
13. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
15. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
16. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
17. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
18. Monitor kualitas dari nadi
19. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
20. Monitor suara paru
21. Monitor pola pernapasan abnormal
22. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
23. Monitor sianosis perifer
24. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
25. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

7 Resiko infeksi NOC : NIC :


1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko masuknya 2. Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
organisme patogen 3. Risk control lain
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Invasif  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk  Menunjukkan kemampuan untuk 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci

24
menghindari paparan patogen mencegah timbulnya infeksi tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
- Trauma  Jumlah leukosit dalam batas normal meninggalkan pasien
- Kerusakan jaringan dan peningkatan  Menunjukkan perilaku hidup sehat 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
paparan lingkungan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Ruptur membran amnion tindakan kperawtan
- Agen farmasi (imunosupresan) 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Malnutrisi pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
patogen pemasangan alat
- Imonusupresi 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
- Ketidakadekuatan imum buatan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Tidak adekuat pertahanan sekunder 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
(penurunan Hb, Leukopenia, infeksi kandung kencing
penekanan respon inflamasi) 11. Tingktkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan tubuh 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
primer (kulit tidak utuh, trauma Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
jaringan, penurunan kerja silia, cairan 13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
tubuh statis, perubahan sekresi pH, lokal
perubahan peristaltik). 14. Monitor hitung granulosit, WBC
- Penyakit kronik 15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
18. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
22. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
23. Dorong masukkan nutrisi yang cukup

25
Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Nafas

2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas

3. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

5. Ketidakefektifan pola minum bayi

6. Hipotermi

7. Resiko infeksi

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Bayi Berat Lahir Rendah memiliki besar risiko 4,259 kali lebih berisiko
mengalami kejadian stunting. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan ASI eksklusif
berhubungan dengan resiko kejadian stunting, namun Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) lebih berisiko mengalami stunting.
5.2 Saran
1. Bagi Wanita Usia Reproduktif Wanita usia reproduktif dapat melakukan
pencegahan dengan cara meminimalisir faktor penyebab memenuhi kebutuhan
gizi sejak sebelum hamil dan memenuhi gizi balita salah satunya dengan
memberikan ASI eksklusif.
2. Bagi Bidan Pelaksana sebaiknya memberikan edukasi dan pendampingan
kepada wanita usia reproduktif untuk melakukan deteksi dini, memberikan
tambahan gizi bagi ibu hamil dengan indikasi kekurangan gizi yang dapat
menyebabkan BBLR salah satu faktor penyebab stunting, mengedukasi ibu
dalam pemberiaan ASI eksklusif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Kathleen. 1994. Pediatric Care Planning, Springhouse: USA


Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian Ilmu Kesehatan Anak:
Jakarta
Whalley, F. Lucille; Wong, Donna L, 1991, Nursing Care Of Infant, Mosby Company:
Philadelphia
Wong, Donna L, 1997, Pediatric Nursing, Mosby Company: St Louis, Missouri Arvin,
BMK., Egman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
Bobak, Irene M, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta. EGC
Ilyas, Jumarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta. EGC
MacDonald. 2002. Obstetri Wilms. Jakarta. EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi Kedua. Jakarta. EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka

28

Anda mungkin juga menyukai