Disusun Oleh :
Novita Rotua Sari
H522081
Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus Pada By. Ny. H
NCB SMK Usia 3 Hari dengan Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Santo Borromeus
Bandung, telah disahkan oleh Tim Pembimbing pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 28 Juni 2023
Tempat : Kampus 2 Institut Kesehatan Rajawali
Mengetahui,
Iga Retia M., S.S.T., Bd., M.Kes. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb.
NIK 307.107.005 .NIK 307.102.020
3
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat dan kasihNya Penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus Asuhan Kebidanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatus pada
By. H, NCB SMK usia 3 hari dengan hiperbilirubinemia. Laporan ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat hasil pelaksanaan praktik asuhan kebidanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatus Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Fakultas Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada, sehingga dalam
menyelesaikan laporan kasus ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Tonika Tohri, S. Kp., M. Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali.
2. dr. Chandra Mulyono, Sp.N., selaku Direktur Utama Rumah Sakit Santo
Borromeus Bandung.
3. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M., M.Keb., selaku Dekan Fakultas
Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb., selaku Penanggung Jawab Program Studi
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
5. Iga Retia M., S.S.T., Bd., M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan-masukan positif dalam penyusunan laporan.
6. Ns. Rosalia Susanti, S.Kep., selaku Kepala Biro Pengembangan dan
Pembelajaran yang senantiasa memotivasi Penulis untuk terus berkarya
dan mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan.
7. Ns. Nanis Sutatik, S. Kep., M. Kep., selaku Ketua Komite Keperawatan
yang telah banyak mendukung Penulis untuk terus berkarya dan
mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan.
8. Apt. Mustika Novi Arini, S. Farm., M. Farm., selaku Ketua Komite
Tenaga Kesehatan Lain yang telah banyak mendukung Penulis untuk terus
berkarya dan mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan.
4
9. Ns. Diana Chandra, S. Kep., yang telah banyak mendukung Penulis untuk
terus berkarya dan mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan.
10. Meity Widiastuti, Am.Keb., selaku Kepala Bagian Elisabeth 4 Ranap
Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.
11. Dwi Wijayanti, Amd. Keb selaku pembimbing praktik klinik di Elisabeth
4 Rumah Sakit Santo Borromeus yang telah membimbing dan membantu
dalam penyusunan laporan selama pelaksanaan praktik klinik.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis
dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca khususnya dalam pengembangan ilmu kebidanan.
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu indikator dalam menilai derajat kesehatan masyarakat adalah
AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka kematian Bayi). Angka
Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-1bulan) per
1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor
penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil,
tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan
sosial ekonomi.
Menurut Depkes RI (2007), bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir
2500 gram sampai 4000 gram. Bayi baru lahir mengalami perubahan
lingkungan dalam uterus ke luar uterus , maka bayi memerlukan
penyesuaian fisiologik seperti perubahan metabolik, pernafasan dan
sirkulasi agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Bayi Baru
Lahir memerlukan asuhan yang segera, cepat, tepat, aman dan bersih.
Sebagian besar proses persalinan terfokus pada ibu, tetapi sehubungan
dengan proses pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan
persalinan baru dikatakan berhasil jika ibu dan bayinya dalam kondisi yang
optimal. Oleh karena itu, perlu kontribusi dari perawat terkait dengan
pemberian asuhan segera setelah bayi lahir.
Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak
disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir,
kelainan kongenital dan hiperbilirubinemia. Selain itu, kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir juga akan menyebabkan kelainan-kelainan yang
akan mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya
sebagai akibat hipotermi pada bayi baru lahir yang dapat mengakibatkan
6
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan kehamilan pada By. H NCB
SMK usia 3 hari dengan hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Santo
Borromeus Bandung.
1.3. MANFAAT
1. Bagi Intitut Kesehatan Rajawali
Penulisan laporan kasus ini dapat menjadi referensi kepustakaan untuk
menambah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kesehatan
khususnya asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan
hyperbilirubinemia.
2. Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat dijadikan referensi bagi penulis untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan praktik klinik mengenai
asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan hyperbilirubinemia.
3. Bagi pasien
Pasien mendapatkan asuhan kebidanan yang bermutu pada asuhan
kebidanan bayi baru lahir dengan hyperbilirubinemia.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
gerakan memeluk.
13) Reflek menggenggam sudah baik
14) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.
5) Ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar
Natrium relatif lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan
bahwa ruangan ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum sempurna
karena jumlah nefron matur belum sebanyak orang dewasa dan ada
ketidakseimbangan antara luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal renal blood flow (aliran darah ginjal) pada neonatus
relatif kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa.
6) Hepar
Hepar janin pada kehamilan 4 bulan mempunyai peranan dalam
metabolisme karbohidrat. Glikogen mulai disimpan di dalam hepar.
Fungsi hepar janin dalam kandungan segera setelah lahir dalam
keadaan imatur (belum matang). Hal ini dibuktikan dengan
ketidakseimbangan hepar untuk meniadakan bekas penghancuran
darah dari peredaran darah. Enzim hepar belum aktif benar pada
neonatus, misalnya enzim UDPGT (Uridin Disfosfat Glukoride
Transferase) dan enzim G6FD (Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase) yang
berfungsi dalam sintesis bilirubin sering kurang sehingga neonatus
memperlihatkan gejala ikterus fisiologis.
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek adalah
1-3 mg/dl/24 jam. Dengan demikian ikterus dapat dilihat pada hari ke
2 sampai hari 3, biasanya berpuncak antara hari ke 2 dan ke 4 dengan
kadar 5-6 mg/dl dan menurun sampai dibawah 2 mg/dl,antara umur
ke 5 dan ke 7. Ikterus yang disertai dengan perubahan- perubahan ini
disebut fisilogis dan disebabkan karena kenaikan produksi bilirubin
pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Untuk menentukan kadar bilirubin di dalam darah dan mengetahui
derajat ikterus pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kramer. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari
12
Dewi (2010)
7) Imunologi
Pada sistem imunologi Imunoglobulin G dibentuk banyak dalam
bulan kedua setelah bayi dilahirkan. IgA, IgD dan IgE diproduksi
secara lebih bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai sampai pada
masa kanak-kanak. Bayi yang menyusu mendapat kekebalan pasif dari
kolostrum dan ASI.
8) Integumen
Kulit bayi baru lahir sangat sensitif dan mudah mengelupas, semua
struktur kulit ada pada saat lahir tetapi tidak matur. Epidermis dan
dermis tidak terikat dengan erat dan sangat tipis, vernik kaseosa juga
bersatu dengan epidermis dan bertindak sebagai tutup pelindung dan
warna kulit merah muda.
Catatan :
Nilai APGAR 1 menit ≥ 7 tidak perlu resusitasi
Nilai APGAR 1 menit 4-6 bag dan mask ventlation
Nilai APGAR 1 menit 0-3 lakukan intubasiPenanganan Segera
Bayi Baru Lahir
1) Membersihkan jalan napas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila
tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan
napas dengan cara sebagai berikut :
1) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras
dan hangat.
2) Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu
sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk.
Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi
dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau
gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar. Dengan
rangsangan ini biasanya bayi segera menangis.
15
Penting sekali untuk menutup kepala bayi, dan topi dengan bahan
penahan panas lebih efektif digunakan dibandingkan dengan topi
rajutan dalam mencegah kehilangan panas. Jangan segera
memandikan bayi. Bayi sebaiknya dimandikan enam jam setelah
lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir
dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan
kesehatan bayi baru lahir.
Praktik memandikan bayi yang dianjurkan adalah :
1) Tunggu sedikitnya 6 jam setelah lahir sebelum memandikan
bayi (lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi)
2) Sebelum memandikan bayi, periksa bahwa suhu tubuh stabil
(suhu aksila antara 36,5º C – 37,2º C). Jika suhu tubuh bayi
masih dibawah 36,5º C, selimuti kembali tubuh bayi secara
longgar, tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya
di tempat tidur atau lakukan persentuhan kulit ibu – bayi
dan selimuti keduanya. Tunda memandikan bayi hingga suhu
tubuh bayi tetap stabil dalam waktu (paling sedikit) satu jam.
2. IKTERUS
1) Pengertian
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu
bilirubin (Pholman, dkk, 2015: 97).
Ikterus sering kali muncul pada bayi yang baru lahir karena
penumpukan bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan, yaitu
60% pada bayi cukup bulan (aterem) dan 80% pada bayi tidak cukup
bulan (prematur) (Ranuh, 2013: 81).
Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam
aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah
yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh
banyak aliran darah tersebut. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau
kadar bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl, sedangkan kadar bilirubin
serum normal 0,3-1 mg/dl (Anggraini, 2014: 110).
Ikterus merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi. Ikterus
adalah manifestasi klinis dari hiperbilirubinemia. Sekitar 25-50 % bayi
baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama (Faiqah,
Syajaratuddur, 2014: 1355).
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang
paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh proses fisiologi atau patologi atau kombinasi keduanya
(Lubis, Mardina Bugis, dkk, 2013: 292).
2) Klasifikasi
19
1) Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul
yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak
mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke-10 (Susilaningsih, 2013). Ikterus fisiologi memiliki
tanda-tanda, antara lain sebagai berikut
Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah
bayi lahir dan tampak jelas pada hari ke-5 sampai ke-6 dan
menghilang sampai hari ke-10.
Bayi tampak bias, minum baik, berat badan naik biasa.
Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12
mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl dan akan hilang pada hari ke-14
(Maulida, 2014: 39).
2) Ikterus patologi
Ikterus Patologi adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia (Marmi dan Rahardjo, 2012: 277).
Ikterus patologi memiliki tanda-tanda, antara lain sebagai berikut :
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin
total lebih dari 12 mg/dl.
Peningkatan bilirubin 5 mg/dl atau lebih dari 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi < 37
minggu (BBLR) dan 12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibiltas darah,
defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan
sepsis.
Ikterus yang disebabkan oleh bayi kurang dari 2000 gram yang
disebkan karena usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dan
kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi,
20
3) Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia adalah:
1) Kulit jaundice (kuning)
2) Sklera ikterik
3) Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg % pada neonatus
yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan
4) Kehilangan berat badan sampai 5% selam 24 jam yang disebabkan
oleh rendahnya intake kalori
5) Asfiksia
6) Hipoksia
7) Sindrom gangguan pernapasan
8) Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
9) Feses berarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan adanya kejang
10) Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
11) Terjadi pembesaran hati
12) Tidak mau minum ASI
13) Letargi\Reflex moro lemah atau tidak ada sama sekali (Maryunani,
2014: 104).
D. Etiologi
Etiologi ikterus pada BBL dapat berdiri sendiri ataupun di:sebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi
sebagai berikut :
1) Produksi yang berlebihan lebih dari pada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada
21
E. Patofisiologi Ikterus
Sel-sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah menjadi
bilirubin, yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui
feses. Didalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu
mengubah bilirubin sehingga mudah dikeluarkan oleh feses. Hal ini
terjadi secara normal pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir, jumlah
bakteri pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi sehingga
ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang
bersama feses. Begitu pula dalam usus bayi terdapat enzim glukorinil
transferase yang mampu mengubah bilirubin dan menyerap kembali
bilirubin kedalam darah sehingga makin memperparah akumulasi
bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan disimpan
dibawah kulit, sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai
dari wajah, dada, tungkai dan kaki menjadi kuning. Biasanya
hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah minggu
pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi biasanya disebabkan
pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin.
Kadang pada bayi cukup umur yang diberi susu ASI, kadar bilirubin
meningkat secara progresif pada minggu pertama, keadaan ini disebut
jaundice ASI. Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak
berbahaya, jika kadar bilirubin sangat tinggi mungkin perlu dilakukan
terapi yaitu terapi sinar dan transfusi tukar (Maryunani, 2014: 103-
104).
23
F. Faktor Resiko
a. Air Susu Ibu (ASI ) yang kurang
Bagi yang mendapat ASI yang cukup saat menyusui dapat
bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus
untuk memproses pembuangan bilirubin dalam tubuh. Hal ini dapat
terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memproduksi cukup
ASI.
b. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun
beresiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi
yang memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya,
lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit atau mendapat
transfusi darah, kesemuanya beresiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
c. Infeksi/inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari
ibu ke janin didalam rahim dapat meningkatkan resiko
hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital
virus herpes, sifilis kongenital, rubella dan sepsis (Maulida, 2014:
39).
G. Komplikasi
a. Kern icterus
b. Kerusakan hepar
c. Gagal ginjal (Maryunani, 2014: 107).
b. Pemeriksaan diagnostic
i. Test coombs pada tali pusat baru lahir : hasil positif test
coombs indirek menandakan adanya antibody Rh-positif,
anti A atau anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test
coombs direk menandakan adanya sensitasi (Rh-positif, anti
A, anti B) SDM dari neonatus.
25
adekuat dan berikan ASI saja dan bantu ibu saat memberi
ASI (Rukiyah dan Yulianti, 2012: 275-276).
b. Ikterus patologi
i. Fototerapi
1. Cara kerja
Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk
dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin
akibat fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi
dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer
bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bias dieksreksikan melalui empedu.
Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan
lewat urin.
2. Jenis Lampu
Beberapa studi menunjukkan bahwa lampu
flouresen biru lebih efektif dalam menurunkan bilirubin.
Akan tetapi karena cahaya biru dapat mengubah warna
bayi, maka yang lebih disukai adalah lampu flouresen
cahaya normal dengan spektrum 420 – 460 nm sehingga
asuhan kulit bayi dapat diobservasi baik mengenai
warnanya (jaundis, palor, sianosis) atau kondisi lainnya.
Agar fototerapi efektif,kulit bayi harus terpajang penuh
terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat.
27
Ikterus yang timbul pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi
dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170mmol/L).
Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total ≥ 15
mg/dl (260mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan
29
kadar
Luas Permukaan Fototerapi
Hal penting dalam pelaksanaan praktis dari fototerapi termasuk
pengiriman energi dan memaksimalkan luas permukaan yang
tersedia harus mempertimbangkan bahwa bayi harus telanjang
kecuali popok dan mata harus ditutup untuk mengurangi resiko
kerusakan retina. Bila menggunakan lampu sorot, pastikan bahwa
bayi ditempatkan di pusat lingkaran cahaya, karena photoenergy
tetes dari arah perimeter lingkaran. Amati bayi erat untuk
memastikan bahwa bayi tidak bergerak jauh dari daerah energy
tinggi. Lampu sorot mungkin lebih tepat untuk bayi prematur kecil
daripada yang lebih besar jangka dekat bayi.
Efek Samping Fototerapi
Efek samping ringan yang harus diwaspadai perawat meliputi feses
encer kehijauan, ruam kulit transien, hipertermia, peningkatan
kecepatan metabolisme, seperti hipokalsemia dan priaspismus.
Untuk mencegah atau meminimalkan efek tersebut, suhu dipantau
untuk mendeteksi tanda awal hipotermia atau hipertermia, dan kulit
diobservasi mengenai dehidrasi dan kekeringan, yang dapat
menyebabkan ekskoriasi dan luka (Kosim, 2012: 130-136).
Transfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah
pasien yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor
dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai
sebagian besar darah pasien tertukar. Pada pasien
hiperbilirubinemia, tindakan tersebut bertujuan mencegah
ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek
dari sirkulasi. Pada bayi hiperbilirubinemia karena isoimunisasi,
transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus. Hal
30
I. DATA SUBJEKTIF
A. BIODATA
32
1. Identitas Bayi
Nama : By.Ny.HDS
Umur : 5 Hari
Tgl/Jam Lahir : 02-02-2023/18:52 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
BB Lahir : 3000 gram
PB Lahir : 47.5 cm
2. Identitas Orang Tua
Nama Istri : Ny. HDS Nama Suami : Tn. A
Umur : 37 tahun Umur : 40 tahun
Suku : Batak Suku : Batak
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : Sarjana
No Telepon : 0813210726** No Telepon : 0821281020**
Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat rumah : Sambisari A99 Bekasi Alamat rumah : Sambisari A99 Bekasi
Gol darah : O+ Gol Darah : A+
B. ANAMNESA
1. Riwayat Kesehatan Ibu
Riwayat Penyakit yang pernah di derita : Ibu mederita penyakit
outoimun dan bradikardia pada kehamilan.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit yang diderita dalam keluarga : keluarga tidak
pernah menderita penyakit berat seperti jantung, paru, hipertensi, dll
3. Riwayat Persalinan Sekarang
a. G2P1A0
b. Usia Kehamilan : 36-37 minggu
c. Tanggal/Jam Persalinan : 02-02-2023/18.52 WIB
33
d. Lingkar Dada : 33 cm
e. Lingkar Perut (jika ada komplikasi) : -
2. Pemeriksaan Umum
a. Jenis Kelamin : Perempuan
b. Apgar Score : 8/9/10
c. KU Bayi : Baik, pergerakan aktif, menangis kuat
d. Suhu : 37 °C
e. Frekuensi Pernapasan : 48x/mnt, Reguler
f. Frekuensi jantung : 128x/mnt, Reguler
a. Pemeriksaan Fisik Kepala
Fontanel Anterior : normal, tidak ada kelainan
Sutura Sagitalis : normal, sutura teraba tulang kepala terpisah
Caput Succadeneum : tidak ada
Cepal Hematoma : tidak ada
b. Mata
Sekret : sedikit
Kelainan : sklera tampak ikterik
c. Hidung
Sekret : tidak ada
Kelainan : tidak ada
d. Mulut : normal
Bibir : kering, tidak sianosis
Kelainan : tidak ada labio palato skizis
e. Telinga
Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada
Kelainan : tidak ada
f. Leher
Pergerakan : normal
35
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Bilirubin total : 16.20 mg/dL
36
OAE : Pass/Pass
TSH : 3.40
Hb : 13.80 gr/dL
Leukosit : 12.57
III. ANALISA
NCB SMK usia 3 hari dengan ikterus patologis (hiperbilirubinemia)
Diagnosa potensial : Kern ikterus
Tindakan segera : Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk fototerapi
dan pemberian minum bayi
IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
Evaluasi : Ibu mengetahui kondisi bayinya
2. Menjelaskan tentang diagnose hiperbilirubinemia.
Evaluasi : Ibu dan keluarga merasa cemas akan kondisi bayinya tetapi
bersedia menerima saran dari tenaga kesehatan untuk kesehatan
bayinya.
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk tindakan
selanjutnya.
Evaluasi : DPJP spesialis anak menyarankan untuk bayi dilakukan
fototerapi selama 2 hari dan pemberian minum ASI 8x40-50 cc
ataupun susu formula jika pemberian ASI tidak memungkinkan.
4. Menjelaskan saran dari DPJP kepada orang tua dan rencana
perawatan selanjutnya
Evaluasi : Ibu dan keluarga setuju akan rencana tindakan dan
meminta pemberian susu formula karena ibu belum dapat mengirim
ASI 8x40-50 cc, tetapi ibu akan terus mencoba dibantu oleh bidan
37
Pada Bab ini Penulis akan menguraikan pembahasan secara narasi berdasarkan SOAP
dan manajemen asuhan kebidanan dengan menggunakan 7 langkah varney yang dilakukan di
RS Santo Borromeus Bandung. Penulis akan membandingkan antara tinjauan kasus pada By.
H NCB SK usia 3 hari dengan ikterus pagtologis (hyperbilirubinemia) dan teori serta
kewenangan bidan kemudian dibahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan
dengan tujuh langkah, yaitu pengumpulan data dasar, identifikasi diagnosa/masalah aktual,
identifikasi diagnos/masalah potensial, melaksanakan tindakan segera/kolaborasi,
merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan asuhan kebidanan dan
mengevaluasi asuhan kebidanan.
Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis
data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Mufdillah dkk, 2012).
Dalam penerapan proses manajemen asuhan kebidanan kehamilan pada By. H dilakukan
melalui tahapan-tahapan sesuai 7 langkah manajemen menurut Helen Varney.
1. Kesimpulan
1. Dalam melakukan pengumpulan data dasar pada bayi “H” dengan ikterus
hasil wawancara dimana ibu pasien mengatakan kulit bayinya berwarna kuning,
data objektif diperoleh dari pemeriksaan fisik seperti kulit dan sklera bayi
nampak kuning, refleks isap dan menelan bayi lemah serta data penunjang yang
secara teliti dan akurat, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada bayi “H”,
3. Diagnosa potensial pada kasus ini tidak muncul karena penanganan yang cepat
dan tepat.
4. Perlunya tindakan segera atau kolaborasi dalam langkah ini dilakukan kolaborasi
(fototerapi sinar diberi selama 24 jam dan istirahat 2 jam) dan memenuhi
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh, pada kasus ini rencana asuhan yang
dilakukan cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, observasi KU bayi
dan tanda-tanda vital tiap 3 jam, berikan intake ASI atau susu formula tiap 3 jam,
jaga kehangatan bayi, melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk
tentang hasil pemeriksaan pada keluarga bayi “H” tentang kondisi bayi “H” saat
ini, melakukan informed consent atau persetujuan dengan pihak keluarga untuk
7. Evaluasi, setalah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 hari pada kasus bayi “H”
dengan ikterus patologi didapat hasil KU bayi baik, refleks menghisap dan
menelan kuat, sklera dan kulit bayi sudah tidak kuning, kebutuhan nutrisi
tercukupi, berat badan bayi naik menjadi 2970 gram ( Kembali ke berat badan
2. Saran
1. Bagi rumah Sakit
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan pada
bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya pada bayi dengan
ikterus patologi dan mencegah terjadinya komplikasi.
2. Bagi profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan ikterus patologi
secara cepat, tepat dan komprehensif.
LAMPIRAN
Perawatan payudara dan kelas ibu nifas untuk meningkatkan produksi ASI