Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA NEONATUS

PADA BY NY S USIA 7 HARI

DENGAN BBLR KOMPLIKASI HIPERBILIRUBIN

DI RSUD IBNU SINA GRESIK

Tanggal Praktik : 29 April 2019 – 12 Mei 2019

Disusun Oleh :

Fadliana Hidayatu R.U.H (P27824417019)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DATA MANUSIA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PRODI DIV KEBIDANAN SUTOMO

TAHUN AJARAN 2018/2019


Lembar Pengesahan

Laporan individu yang disusun oleh Fadliana Hidayatu R.U.H mahasiswa semester IV
prodi DIV Kebidanan Surabaya Poltekkes Kemenkes Surabaya tahun akademik 2018/2019,
disusun berdasarkan keadaan yang sebenarnya.

Tempat Praktik : RSUD IBNU SINA GRESIK

Tanggal Praktik : 29 April s.d 12 Mei 2019

Pembimbing Klinik

Mudjiati, SST

Pembimbing Pendidikan

Dwi Wahyu Wulan S, SST.,M.Keb Dina Isfentiani, S.KepNS.,M.Ked

NIP. NIP.

Mengetahui,

Ketua Program Studi D4 Kebidanan

Evi Pratami.,M.Keb

NIP. 197905242002122001
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan inimerupakan tugas individu
bagi mahasiswa program studi D4 Kebidanan Sutomo Poltekes Kemenkes Surabaya Semester
4 yang menjalankan praktik klinik tanggal 29 April 2019 – 12 Mei 2019 di RSUD IBNU
SINA GRESIK.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada para pembimbing yang telah membimbing


penulis dalam menyelesaikan laporan ini

1. Astuti Setyani, SST.,M.Kes selaku kedua jurusan Kebidanan Poltekes Kemenkes


Surabaya
2. Evi Pratami, SST.,M.Keb selaku ketua program studi D4 Kebidanan Poltekes
Kemenkes Surabaya
3. Mudjiati, SST selaku pembimbing klinik
4. Astuti Setyani, SST.,M.Kes selaku pembimbing klinik
5. Siti Alfiah, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku pembimbing klinik

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan bersama

Gresik, 07 Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) pada Negara ASEAN (Association of South East
Asia Nations) seperti di Singapura sebanyak 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per
1000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000
kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di
Indonesia masih tinggi dari negara ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari
MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran
hidup (World Health Organization, 2015: 6).

Beberapa penyelidikan kematian neonatal di beberapa rumah sakit di Indonesia


menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kematian neonatal adalah adalah
faktor ibu yang mempertinggi kematian neonatal atau perinatal ( High Risk Mother ) dan
faktor bayi yang mempertinggi kematian neonatal atau perinatal ( High Risk Infant )
diantaranya adalah BBLR, asfiksia dan ikterus neonatorum (Herawati dan Indriati, 2017:
68)

Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan
(<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restrinction) (Pudjiati,
2010). Bayi baru lahir dengan berat <2500 gr mempunyai permasalahan yang lebih serius
untuk segera mendapatkan perawatan dan pengawasan secara intensif. Hal ini
dikarenakan kondisi fisik bayi yang masih sangat lemah, alat alat pernafasan belum
berfungsi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR sangatlah rentan
untuk terjangkitnya suatu infeksi dan penyakit (Manuaba, 2007).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti
ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir
rendah dapat diistilahkan dengan kelompok resiko tinggi karena pada bayi berat lahir
rendah menunjukkan angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi daripada bayi
dengan berat lahir cukup (Manuaba, 2007)
Ikterus neonatorum tidak selamanya fisiologis, akan tetapi bila tidak segera
ditangani dengan baik akan menimbulkan cacat seumur hidup atau bahkan kematian.
Demikian juga ikterus patologi yaitu ikterus yang timbul apabila kadar bilirubin total
melebihi 12 mg/dl, apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi
yang membahayakan karena bilirubin dapat menumpuk di otak yang disebut dengan kern
ikterus yang merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain
memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa
cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi
kualitas hidup. (Herawati dan Indriati, 2017: 68).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Dilaksanakannya Manajemen Asuhan Kebidanan Pada BBLR dengan Hiperbilirubin
di RSUD Ibnu Sina Gresik dengan penerapan manajemen asuhan kebidanan sesuai
dengan wewenang bidan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dilaksanakannya pengumpulan data dasar Pada BBLR dengan Hiperbilirubin di
RSUD Ibnu Sina Gresik 2019
b. Dirumuskannya diagnosa/masalah Pada BBLR dengan Hiperbilirubin di RSUD
Ibnu Sina Gresik 2019
c. Dirumuskannya diagnosa/masalah potensial Pada BBLR dengan Hiperbilirubin di
RSUD Ibnu Sina Gresik 2019
d. Diidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi Pada BBLR dengan
Hiperbilirubin di RSUD Ibnu Sina Gresik 2019
e. Ditetapkannya rencana tindakan asuhan kebidanan Pada BBLR dengan
Hiperbilirubin di RSUD Ibnu Sina Gresik
f. Dilaksanakannya tindakan asuhan yang disusun pada Pada BBLR dengan
Hiperbilirubin di RSUD Ibnu Sina Gresik.
g. Diketahuinya hasil tindakan yang telah dilakukan Pada BBLR dengan
Hiperbilirubin di RSUD Ibnu Sina Gresik
h. Didokumentasikannya semua temuan dan tindakan yang telah
diberikan Pada BBLR dengan Hiperbilirubin di RSUD Ibnu Sina Gresik
1.3 Pelaksanaan
Asuhan Kegawatdaruratan Neonatus pada By Ny S dengan BBLR dan Hiperbilirubin ini
dilakukan pada :
Waktu : tanggal 29 April 2019 – 12 Mei 2019
Tempat : Ruang NICU RSUD IBNU SINA GRESIK

1.4 Sistematika Penulisan


Dalam penyusunan asuhan kegawatdaruratan ini, dengan sistematika sbb :
 Bab I : Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan, pelaksanaan dan sistematika
penulisan
 Bab II : Landasan Teori
Menguraikan tentang konsep teori yang mendukung penelitian berisi
pengertian, ciri-ciri dll serta menjelaskan teori asuhan kebidanan
 Bab III : Tinjauan Kasus
Menguraikan tentang keseluruhan asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan.
Asuhan dilakukan sesuai dengan teori dari pengkajian hingga pencatatan
 Bab IV : Kesimpulan
Merupakan sintesa hasil dari bahasan yang dapat menjawab permasalahan
dan tujuan penyusunan studi kasus

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 BBLR

2.1.1 Pengertian
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah kurang dari 2500 gram yaitu usia kehamilan
kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun cukup
bulan,atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2013: 436).
b. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi kurang dari 2500 gram (Fauziah,A,
2013: 3).
c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi Baru lahir yang berat badanya saat
lahir kurang dari 2500 gram sampai dengan 2.499 gram (Rukiyah, 2013: 242).

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR merupakan bayi yang
berat badannya kurang dari 2500 gram dan umur kehamilannya kurang dari 37
minggu atau aterm.

2.1.2 Klasifikasi
Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram atau lebih di anggap cukup matang.
Pertumbuhan rata-rata bayi didalam rahim dipengaruhi oleh berbagai faktor
(keturunan, penyakit ibu, nutrisi dan sebagainya). Oleh karena itu di lakukan
penggolongan dengan menggabungkan berat badan lahir dan umur kehamilan
sebagai berikut :
a. Bayi yang berat lahirnya kurang dari 2500 gram, disebut bayi berat badan lahir
rendah (BBLR).
b. Bayi berat lahir sangat rendah, kurang dari 1500 gram, diistilakan sebagai bayi
berat lahir sangat rendah (BBLSR)
c. Bayi berat lahir sangat rendah sekali, kurang dari 1000 gram, diberikan istilah
bayi
 Berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) (Maryunani, A, 2013: 30-31). Menurut
beratnya dapat di bedakan menjadi :
1. Berat badan lahir rendah (BBLR): 1500 – 2499 gram
2. Berat badan sangat rendah (BBLSR): < 1500 gram
3. Berat badan lahir sangat amat rendah (BBLSAR):< 1000 gram (Fauziah,A,
2013: )
 Berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi di bedakan menjadi:
1. Preterm infant atau bayi 9 prematur adalah bayi yang lahir pada umur
kehamilan tidak mencapai 37 minggu.
2. Term infant atau bayi cukup bulan (mature atau aterm) adalah bayi yang lahir
pada umur kehamilan 37-42 minggu
3. Postterm infant atau bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir pada umur
kehamilan sesudah 42 minggu (Amiruddin,2014:148)
 Berdasarkan pengelompokkan tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat di
kelompokkan menjadi prematuritas murni dan dismaturitas :
1) Prematuritas murni adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai untuk masa kehamilan itu atau biasa di sebut dengan
neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB – SMK )
2) Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya merupakan bayi yang kecil masa kehamilan (KMK)
(Amiruddin,2014:138).
2.1.3 Etiologi
A. Faktor Ibu
1. Toksemia gravidarum (pre-eklamsia dan eklamsia)
2. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum dan
malnutrisi, Anemia sel sabit
3. Kelainan bentuk uterus misalnya: uterus bukirnis, inkompeten servik
4. Tumor misalnya: mioma uteri dan eistoma
5. Ibu yang menderita penyakit misalnya: akut dengan gejala panas tinggi (tifus
abdominalis, dan malaria), kronis yaitu TBC, penyakit jantung, Hipertensi dan
penyakit ginjal
6. Trauma pada masa kehamilan antara lain jantung
7. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotika, rokok dan alkohol)
8. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
9. Bekerja yang terlalu berat
10. Perdarahan antepartum
Hasil penelitian pada 131 wanita dengan yang melahirkan bayi kurang dari 2500
gram, 57,1% berusia kurang dari 20 tahun, dan 92,9% peningkatan berat badan yaitu
< 6,5 kg, dan 64,9 % Hemoglobin>9,5%. (Jasashree, 2015)

B. Faktor janin
1) Kehamilan ganda
2) Ketuban pecah dini
3) Cacat bawaan
4) Kelainan kromosom
5) Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplamosis)
6) Insufensi plasenta Inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus,
golongan darah A,B dan O)
7) Infeksi dalam rahim
C. Faktor lain
1) Faktor plasenta : plasenta previa, solusio plasenta, plasenta kecil
2) Faktor lingkungan : radiasi atau zat – zat beracu
3) Keadaan sosial ekonomi yang rendah
4) Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan dan merokok (Rukiah, dkk,2013:
244)
2.1.4 Patofisiologi
Patifisiologi terjadinya BBLR bergantung terhadap faktor faktor yang berkaitan
dengan prematuritas dan IUGR. Sangat susah untuk memisahkan secara tegas antara
faktor faktor yang berkaitan dengam IUGR dan menyebabkan terjadinya BBLR
(Rachma, 2005).
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelainan prematur. Faktor ibu
yang lain adalah umur, paritas dll. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya
BBLR (Rachma, 2005)
2.1.5 Gambaran Klinik
A. Sebelum lahir
1. Pada anamnese sering di jumpai adanya riwayat abortus partus prematur dan
lahir mati.
2. Pergerakan janin yang pertama (quikening) terjadi lebih lambat, gerakan janin
lebuh lambat, walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
4. Pertambahan berat badan ibu lambat.
5. Sering di jumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toxemia
gravidarum.
B. Setelah lahir
1. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
2. Tulang tengkorak lunak mudah bergerak.
3. Menangis lemah.
4. Kulit tipis, merah dan transparan.
5. Tonus otot hipotonik (Marynani,A, 2013: 54-55)
2.1.6 Komplikasi BBLR
Berat Badan Lahir Rendah mungkin prematur (kurang bulan) atau dismaturitas (cukup
bulan). Beberapa penyakit yang berhubungan dengan BBLR:
A. Penyakit yang berhubungan dengan prematuritas
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik (penyakit membran hialin)
2. Pneumonia aspirasi, karena refleks menelan dan batuk belum sempurna.
3. Perdarahan spontan dalam ventrikal otak lateral, akibat anoksia otak (erat
kaitannya dengan gangguan pernapasan)
4. Hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang
5. Hipotermi
B. Penyakit yang berhubungan dengan dismaturitas
1) Sindrom aspirasi mekonium
2) Hipoglikemia, karena cadangan glukosa rendah
3) Hiperbilirubinemia
4) Hipotermi (Maryunani A,2013:46-47).
2.1.7 Penatalaksanaan
A. Mempertahankan Suhu Tubuh Dengan Ketat
Karena bayi BBLR mudah mengalami hipotermi, maka itu suhu tubuhnya harus di
pertahankan dengan ketat.
Cara mempertahankan suhu tubuh bayi BBLR dan penangannya jika lahir di
puskesmas atau petugas kesehatan yaitu :
1. Keringkan badan bayi BBLR dengan handuk hangat, Kering dan Bersih.
2. Kain yang basah secepatnya di ganti dengan yang kering dan hangat dan
pertahankan tubuhnya dengan tetap
3. Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit ke kulit dan bungkus bayi
BBLR dengan kain hangat
4. Beri lampu 60 watt denga jarak minimal 60 cm dari bayi
5. Beri oksigen
6. Tali pusat dalam keadaan bersih
B. Mencegah infeksi dengan ketat
Bayi BBLR sangat rentan akan infeksi, maka prinsip – prinsip pencegahan infeksi
termasuk cuci tangan sebelum memegang bayi.
C. Pengawasan Nutrisi
Refleks menelan bayi BBLR belum sempurna dan sangat lemah, sehingga
pemberian nutrisi harus di lakukan dengan cermat. Sebagai langkah awal jika bayi
BBLR bisa menelan adalah tetesi ASI dan jika bayi BBLR belum bisa menelan
segera rujuk (rujuk ke rumah sakit jika bayi BBLRnya di tangani di puskesmas).

Tabel 2.3

Jumlah Cairan IV dan ASI Bayi 1750-2500 gram

Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV (ml/jam 5 4 3 2 0 0 0
atau tetes mikro/menit)
Jumlah ASI tiap 3 jam (ml/kali) 0 6 14 22 30 35 38

D. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat. Kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir adalah 120-150
ml/kg/hari atau 100-120cal/kg/hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan bayi untuk segera mungkin mencukupi kebutuha
cairan/kalori.
Selain itu kapasitas lambung bayi BBLR sangat kecil sehingga minum harus
sering diberikan tiap jam. Perhatikan apakah selama pemberian minum bayi
menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut membesar / kembung (Rukiah, dkk,
2013: 245-246).
Pada BBLR terdapat pula perawatan Menggunakan Perawatan Bayi Lekat
(Kangaroo Mother Care), perawatan bayi lekat ini merupakan cara yang murah,
aman dan mudah diterapkan yaitu dengan cara mempertahankan suhu tubuh bayi
dengan cara kontak ke kulit seawal mungkin, mendukung ibu untuk memberikan
Asi, Manfaat KMC ini yaitu dapat menjaga ikatan emosi ibu dan bayi, dapat
melatih ibu cara menyusui yang baik dan benar, melatih bayi untuk menghisap
dan menelan secara teratur dan terkoordinasi.
Ada beberapa langkah-langkah dalam perawatan bayi lekat yaitu:
1. Letakkan Bayi diantara payudara ibu dengan kaki bayi di bawah payudara ibu
dan tangan bayi di atasnya.
2. Kulit bayi harus melekat pada dada ibu (kontak kulit-kulit) dengan kepala bayi
menoleh pada satu sisi (kiri/kanan).
3. Gunakan baju kanguru/selendang/kain panjang untuk membungkus bayi dan
ibu dengan nyaman, caranya yaitu, letakkan bagian tengah kain menutupi bayi
di dada ibu, bungkus dengan kedua ujung kain mengelilingi ibu di bawah
lengannya ke punggung ibu, silangkan ujung kain di belakang ibu, bawa
kembali ujung kain ke depan, ikat ujung kain untuk mengunci di bawah bayi,
topang kepala bayi dengan menarik pembungkus ke atas hanya sampai telinga
bayi

3.1 Hiperbilirubin
3.1.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
3.1.2 Macam Hiperbilirubin
Menurut Prawirohardjo (2005), meliputi :
1) Hiperbilirubin fisiologi
a. Timbulnya pada hari kedua atau ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. \
d. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 1 mg%.
e. Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2) Hiperbilirubin patologis
a. Hiperbilirubin yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir apabila kadar
bilirubin meningkat melebihi 15 mg%.
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih setiap 24 jam.
c. Hiperbilirubin klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari atau 14 hari.
d. Hiperbilirubin yang disertai proses hemolisis.
e. Hiperbilirubin yang disertai berat lahir kurang dan 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, infeksi.
3.1.3 Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi, misalnya
sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Saat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah
otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah,
hipoksia, dan hipoglikemia (Trionika, 2009).
3.1.4 Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2005), yaitu :
Penyebab hiperbilirubin pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi hiperbilirubin dapat dibagi sebagai berikut :
1. Faktor produksi yang berlebihan melampaui kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada : hemolisis yang meningkat seperti pada
ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO antogonis, defisiensi Enzim G6-PD,
golongan darah lain, sepsis).
2. Gangguan dalam up take dan konjugasi hepar disebabkan imaturitas hepar,
kurangnya substrak untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar
akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil
transferase (G-6-PD).
3. Gangguan transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan ini dapat dipengaruhi oleh obat seperti salsilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat pada sel otak (terjadi kern ikterik).
4. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat
kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3.1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala hiperbilirubin menurut (Trionika, 2009), yaitu :
1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar putar
2. Letargik
3. Kejang
4. Tidak mau menghisap
5. Tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistonous,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
7. Perut buncit
8. Pembsaran pada hati
9. Feses berwarna seperti dempul
10. Tampak ikterus, sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Kuning ada 24 jam
pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitikwaktu lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetik/infeksi
11. Muntah, anoreksia, warna urin gelap
3.1.6 Jenis Jenis Hiperbilirubin
Menurut Prawirohardjo (2005) jenis-jenis hiperbilirubin yaitu sebagai berikut :
1. Hiperbilirubin Hemolitik
Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebabkan oleh
inkompabiliatas golongan darah ibu dan bayi, seperti :
a. Inkompabilitas Rhesus
b. Inkompabilitas ABO
c. Inkompabilitas golongan darah lain
d. Kelainan eritrosit conginetal
e. Defisiensi enzim G6PD
2. Hiperbilirubin Obstruktiva
Hiperbilirubin yang terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati
maupun diluar hati. Akibat sumbatan itu terjadi penumpukan bilirubin tidak
langsung.
3. Hiperbilirubin yang disebabkan oleh hal lain, seperti :
a. Pengaruh hormon atua obat yang mengurangi kesanggupan hepar untuk
mengadakan konjugasi bilirubin.
b. Hipolbuminemia.
c. Adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan bilirubin tidak langsung
pada albumin misalnya, sulfafurzole, salsilat dan heparin.
d. Sindroma Griger – Najur. Penyakit ini tidak terdapat atau sangat kurang
glukoronil transferase dalam hepar.
e. Ikterus karena late feeding.
f. Asidosis metabolik.
g. Pemakian vitamin K, kalau dosis melebihi 10 mg %.
4. Kern-Hiperbilirubin
Hiperbilirubin ini menimbulkan sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak (Nelson, 2002). Pada permulaan tanda klinik
tidak jelas tetapi dapat disebutkan, seperti :
a) Letargi
b) Layuh dan malas minum
c) Hipertonik
d) Opistotonus
e) Tangisan melengking
f) Kejang (Prawirohardjo, 2005)
Oleh karena itu, bidan perlu mengetahui dengan baik kapan terjadinya ikterus atau
hiperbilirubinemia apakah berkepanjangan atau tingkat intensitasnya meninggi,
sehingga dapat melakukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit
(Prawirohardjo, 2005).
3.1.7 Penilaian
Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan
menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah. Untuk penilaian hiperbilirubin, Kremer membagi tubuh bayi
baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat,
pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan
tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan (Sarwono, 2006). Di bawah ini
dapat dilihat gambar pembagian derajat dan daerah ikterus.
a. Derajat I : kepala sampai leher
b. Derajat II : kepala, badan sampai umbilicus
c. Derajat III : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
d. Derajat IV : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
e. Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung jari

Berikut adalah tabel rumus Kremer untuk menilai besarnya kadar bilirubin
berdasarkan luas ikterus.

3.1.8 Penanganan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
1) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
a. Beri minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan berulang-
ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat
habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan
ASI) mungkin perlu ganti susu.
2) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 7 – 8
selama 15 – 30 menit).
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg% ulang
esok harinya.
c. Berikan banyak minum.
d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segera hubungi
dokter, bayi perlu terapi.
3) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
b. Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.
c. Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja aseptik). Bila
kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga di duga akan terjadi kern ikterik,
maka perlu dilakukan penatalaksanaan khusus.

4.1 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

A. Data Subyektif

 Identitas
1. Nama
Untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar bayi yang dimaksud.
2. Umur
Untuk menginterpretasi apakah data pemeriksaan klinis bayi tersebut normal sesuai
dengan umurnya.
3. Jenis kelamin
Untuk penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya nilai-nilai baku, insiden seks,
penyakit-penyakit seks (seks linked).
4. Alamat
Untuk memudahkan komunikasi jika terjadi hal-hal yang gawat, atau hal lain yang
dibutuhkan, serta untuk kepentingan kunjungan rumah jika diperlukan.
5. Nama orang tua
Agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain.
6. Umur orang tua
Untuk menambah keakuratan data yang diperoleh serta dapat ditentukan pola
pendekatan dalam anamnesis.
7. Agama
Untuk memantapkan identitas serta untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang sering berhubungan dengan agama dan suku bangsa.
8. Pendidikan
Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai tingkat pengetahuannya.
9. Pekerjaan
Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi orang tua berhubungan dengan
kemampuan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi (Nursalam, 2007).

 Anamnesa dengan Orangtua


a. Keluhan Utama
Mengkaji keluhan yang dirasakan pada pasien untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan (Nursalam, 2007). Pada kasus bayi dengan hiperbilirubin keluhan
utama yaitu bayinya kuning, bayinya malas minum (Surasmi, 2003).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji kondisi bayi untuk menentukan pemeriksaan disamping alasan datang
(Nursalam, 2007).
c. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Riwayat Prenatal (kehamilan)
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini
meliputi : hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPL dan HPHT
(Prawirhardjo, 2007).
2. Riwayat Intranatal (persalinan)
Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir (jam dan tanggal), penolong,
tempat, dan cara persalinan (spontan atau tindakan) serta keadaan bayi saat
lahir (Praworohardjo, 2007).
3. Riwayat Post Natal
Untuk mengetahui keadaan bayi dan ibu saat nifas, adakah komplikasi saat
nifas (Prawirohardjo, 2005).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan menurun
(Prawirohardjo, 2007).
e. Riwayat Imunisasi TT pada ibu
Untuk mengetahui apakah imunisasi yang telah diberikan atau belum
(Prawirohardjo, 2007).

B. Data Obyektif

1. Keadaan umum
Untuk mengetahui bagaimana keadaan umum bayi (Alimul, 2004). Pada bayi dengan
hiperbilirubin keadaan umum lemah (Matondang, 2003).
2. Kesadaran
Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkat kesadaran (sadar penuh, apatis,
gelisah, koma) gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot (Surasmi, 2002). Pada bayi
dengan hiperbilirubin kesadaran sadar penuh (Matondang, 2003).
3. Tanda Tanda Vital
a. Suhu
Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Nilai batas normal 36°C - 37°C
(Strigh, 2004).
b. Nadi
Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai batas normal 120 – 160 kali /
menit (Strigh, 2004).
c. Respirasi
Untuk mengetahui pola pernafasan. Nilai batas normal 30 – 60 kali / menit (Farrer,
2007).
4. Antropometri
a. Lingkar kepala : batas normal 33 – 35 cm
b. Lingkar dada : batas normal 30 – 33 cm
c. Berat badan : batas normal 2500 – 3500 gram
d. Panjang badan : batas normal 45 – 50 cm
5. Apgar score
Pemeriksaan khusus apgar score menurut Priharjo (2002), yang dinilai antara lain :
1) Denyut jantung, dengan nilai batas normal adalah 120 –160 x/menit
2) Pernafasan, dengan nilai batas normal adalah 30 – 60 x/menit
3) Tonus otot, dengan batas normal adalah bayi dapat bergerak normal dan aktif
4) Reaksi pengisapan, dengan batas normal adalah dapat menghisap dengan baik pada
saat menetek atau pada saat pemeriksaan fisik. Pada kasus reaksi pengisapan lemah
(Farrer, 2007).
5) Warna kulit, dengan nilai batas normal merah muda dan tidak kebiru-biruan
6. Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
Terdapat caput atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus kepala terlihat kuning
(Saifuddin, 2002).
b. Muka
Simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus muka terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
c. Mata
Konjungtiva pucat atau tidak, sclera kuning atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus
sclera terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
d. Hidung
Ada cairan atau tidak, ada kotoran yang menyumbat jalan nafas atau tidak (Kosim,
2005). Pada kasus hidung terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
e. Telinga
Simetris atau tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus
telinga terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
f. Mulut
Ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus
mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
g. Leher
Ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus leher terlihat
kuning (Saifuddin, 2002).
h. Dada
Kanan / kiri simetris atau tidak (hidayat, 2009) Pada kasus dada terlihat kuning
(Saifudin,2002)
i. Perut
Kembung atau tidak (Kosim, 2005). Pada kasus perut terlihat buncit dan berwarna
kuning, terdapat pembesaran hati (Saifuddin, 2002).
j. Tali pusat
Kering atau basah, ada kemerahan, bengkak atau tidak (Hidayat, 2009).
k. Genetalia
Laki-laki : Testis sudah turun atau belum (Hidayat, 2009).
Perempuan : Labia mayor sudah menutupi labia minor (Hidayat, 2009). Pada kasus
terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
l. Ekstremitas
Lengkap atau tidak (Kosim, 2005). Pada kasus tidak terlihat kuning pada kuku
(Saifuddin, 2002).
m. Anus
Ada atau tidak (Farrer, 2007)
n. Warna kulit
Sianosis atau tidak (Farrer, 2007). Pada kasus kulit berwarna kuning dari kepala,
badan, paha sampai dengan lutut (Saifuddin, 2002).
7. Pemeriksaan Reflek
a. Reflek Moro
Lengan ekstensi dengan ibu jari dan jari telunjuk bentuk huruf C diikuti dengan
ekstremitas kembali ke fleksi jika posisi bayi berubah tiba-tiba(ketika bayi kaget)
atau jika bayi diletakkan terlentang pada permukaan yang datar (Strigh, 2005).
Reflek moro pada bayi hiperbilirubin biasanya lemah (Farrer, 2007).
b. Reflek menggenggam atau reflek gaspin
Reflek menggenggam bisa kuat sekali dan kadang-kadang bayi dapat diangkat dari
permukaan meja/tempat tidurnya sementara ia berbaring terlentang dan
menggenggam jari tangan di pemeriksa (Wong, 2004). Reflek gasping pada bayi
hiperbilirubin biasanya lemah (Farrer, 2007).
c. Reflek menghisap atau reflek suching
Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya untuk menghisap setiap benda yang
menyentuh bibirnya. Reflek menelan juga terdapat (Wong, 2004). Reflek suching
pada bayi bias hiperbilirubin biasanya lemah (Farrer, 2007).
d. Reflek mencari atau reflek rooting
Kalau pipi bayi disentuh, ia akan menolehkan kepalanya kesisi yang disentuh itu
untuk mencari puting susu (Wong, 2004). Reflek rooting pada bayi biasanya lemah
hiperbilirubin (Farrer, 2007).
e. Reflek melangkah atau plantar
Jari-jari kaki bayi akan melekuk kebawah bila jari-jari diletakkan didasar jari-jari
kakinya (Stright, 2005). Reflek plantar pada bayi hiperbilirubin biasanya lemah
(Farrer, 2007)
f. Reflek Tonik Neck
Bila bayi ditengkurapkan maka kepala akan menengadah ke atas dan berputar
(Wong, 2004). Reflek Tonik Neck pada bayi hiperbilirubin biasanya lemah (farer,
2007).
8. Eliminasi
Pada pemeriksan ini yang dikaji antara lain eliminasi urine dan mekonium terutama
pada 24 jam pertama baik frekuensi, warna dan kondisi eliminasinya. Pada keadaan
normal urine dan
mekonium sudah keluar pada 24 jam. Pada kasus facesnya seperti dempul, urine
berwarna gelap (Prihardjo, 2002).
9. Data Penunjang
Data penunjang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan Hb
dan golongan darah, serta kadar bilirubin dalam darah (Wiknjosastro, 2007). Pada
bayi dengan hiperbilirubin hasil laboratorium kadar bilirubin di atas 10 – 14 mg%
(normal < 5 mg%)
(Saifuddin, 2002).

C. Interpretasi Data

Pada langkah ini melaksanakan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

a. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Varney, 2007).
Diagnosa : Bayi baru lahir By. Ny. X lahir normal cukup bulan umur ... hari dengan
hiperbilirubin
b. Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari
hasil pengkajian atau menyertai diagnosa dan tetap membutuhkan penanganan
(Varney, 2007). Masalah-masalah yang sering dijumpai pada bayi dengan
hiperbilirubin adalah gangguan sistem pernafasan, reflek hisap dan menelan minuman,
kesadaran menurun atau sering tidur (Manuaba, 2002).

D. Diagnosa Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati klien, bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Pada kasus neonatus dengan hiperbilirubin masalah yang biasa timbul jika ikterus
neonatorum ini tidak dapat diatasi dan kadar bilirubinnya semakin tinggi adalah kern
ikterus bahkan bisa menyebabkan kematian

E. Identifikasi Tindakan Segera

Pada kasus ikterus neonatorum diperlukan adanya tindakan segera dan kolaborasi dengan
dokter spesialis anak untuk penanganan lebih lanjut

F. Rencana Tindakan

Perencanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin menurut Varney
(2007) antara lain :

a. Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital


b. Memenuhi kebutuhan dan cairan
c. Menjemur bayi pada sinar matahari pagi, jam 7 – 8 pagi selama 15 sampai 30 menit.
d. Memeriksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium.
e. Memenuhi kebutuhan bayi dengan baik.
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melakukan terapi
selanjutnya.

G. Evaluasi

Langkah ketujuh adalah evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan terpenuhi, kadar bilirubin atau derajat hiperbilirubin menurun, bayi
tidak kesulitan dalam menyusui (Varney, 2007).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian

Tanggal/jam : 7 Mei 2019/ 10.00 WIB

Pengkaji : Fadliana Hidayatu R

Tempat : Ruang NICU RSUD Ibnu Sina Gresik

No RM : 728671

A. Data Subyektif

 Identitas
1. Bayi
Nama : By “S”
Umur : 7 hari
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat : Tanggir Putihan, Widang
2. Orang tua
Nama : Ny S/ Tn M
Umur : 21 th/29 th
Agama : Islam/Islam
Pendidikan : SMA/SMA
Pekerjaan : Swasta/Swasta
 Anamnesa dengan Orangtua
1. Keluhan Utama
Ibu mengatakan khawatir karena bayinya prematur, warna kulit bayinya kuning
sejak 01 Mei 2019, dan bayi malas menyusu
2. Riwayat Penyakit ibu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun selama kehamilan
seperti jantung, hipertensi, diabetes dan penyakit menular seperti hepatitis,
HIV/AIDS, maupun yang lainnya
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dari keluarganya maupun dari keluarga suaminya tidak pernah
menderita penyakit menurun seperti jantung, hipertensi, diabetes dan penyakit
menular seperti hepatitis, HIV/AIDS, maupun yang lainnya.
4. Riwayat Persalinan Sekarang
a. Tempat Persalinan : Ruang VK RSUD Ibnu Sina Gresik
b. Jenis Persalinan : Normal
c. Komplikasi dalam persalinan : Post Prematurus Imminens
d. Penolong persalinan : Bidan
e. BB/PB/LK/LD/JK : 1930 gr/ 45 cm/ 29 cm/ 27 cm/Laki laki
f. Apgar score :
5. Riwayat Kehamilan
HPHT : 9 September 2018
HPL : 16 Juni 2019
Keluhan :
- TM1 : Mual, muntah
Penanganan : Anjurkan ibu makan sedikit tetapi sering, dan lebih banyak
istirahat
Terapi : Fe 1x1, vit B6 3x1, Kalk 1x1
- TM2 : Nyeri punggung
Penanganan : Anjurkan ibu untuk tidak bekerja berat dan perbanyak istirahat
Terapi : Fe 1x1, vit Bcomplek 1x1, Kalk 1x1
- TM3 : Cepat lelah
Penanganan : Anjurkan ibu untuk perbanyak minum air putih dan perbanyak
istirahat
Terapi : Fe 1x1, vit Bcomplek 1x1, Kalk 1x1

B. Data Obyektif
1. KU : Lemah
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda Tanda Vital
a. Suhu : 36,5°C
d. HR : 163
e. RR : 50
4. Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
Pada hari pertama terdapat caput, sekarang caputnya sudah mulai menghilang
b. Muka
Muka terlihat kuning
c. Mata
Sclera terlihat kuning (Saifuddin, 2002).
d. Hidung
Simetris, tidak ada lendir
e. Telinga
Tidak ada gangguan pendengaran
f. Mulut
Tidak ada labiopalatoskisis
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Dada
Terdapat retraksi dada
i. Perut
Tidak kembung, terlihat agak buncit
j. Genetalia
Testis sudah turun semua, terdapat lubang pada penis
k. Anus
Terdapat lubang pada anus
l. Ekstremitas
Jari-jari lengkap,tidak ada kelainan
m. Warna kulit
Nampak kemerahan
5. Pemeriksaan Reflek
a. Reflek Moro
Kuat, apabila dikagetkan lengan dan kaki terangkat
b. Reflek menggenggam atau reflek gaspin
Kuat, apabila benda diletakkan di telapak kaki bayi akan spontan menggenggam
c. Reflek menghisap atau reflek suching
Lemah, pada saat diberi susu tidak dapat menghisap secara aktif
d. Reflek mencari atau reflek rooting
Lemah, apabila disentuh pipi bayi menoleh ke sentuhan
6. Data Penunjang
Hb : 17,7 g/dl GDA : 136
Leuko : 24100 Bilirubin direct : 1,8 mg/dl
Trombo : 226000 Bilirubin indirect : 10 mg/dl
Bilirubin total : 11,8 mg/dl CRP : 7,16
C. Interpretasi Data
1. Dx Kebidanan
By S usia 7 hari lahir normal 33/34 minggu dengan BBLR dan Hperbilirubin
2. Masalah
Gangguan reflek hisap dan menelan minuman, kesadaran menurun atau sering tidur
D. Diagnosa Potensial
Antisipasi terjadinya kern ikterus
E. Tindakan Segera
Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk tindakan fototerapi dan
pemberian obat-obatan
F. Penatalaksanaan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
e/ Terlaksana,tangan telah dicuci
2. Mengobservasi KU bayi dan TTV tiap 2 jam
Hasil : KU bayi lemah
Tanda-tanda vital
HR : 163x/mnt
RR : 50x/mnt
S : 36,5 °C
3. Memberikan intake ASI atau susu formula tiap 3 jam
e/ terlaksana, telah diberikan intake ASI 30 cc per 3 jam melalui botol bayi
4. Menjaga kehangatan bayi
e/ Terlaksana, mengganti popok dan baju bayi jika basah
5. Melakukan pemberian injeksi ampicilin 135 mg/12 jam/IV dan injeksi
gentamicin 13 mg/24 jam/IV.
e/ Telah diberikan secara IV
6. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak
e/ Melanjutkan advice dokter untuk untukmelakukan tindakan fototerapi.
7. Memberikan informasi dan dan penjelasan tentang hasil pemeriksaan pada
keluarga bayi “S” tentang kondisi bayi “S”saat ini.
e/ pasien mengerti.
8. Melakukan tindakan fototerapi 2X 24 jam (fototerapi sinar diberi selama 24
jam dan istirahat 2 jam)
e/ Terlaksana, pasien telah diletakkan tanpa mengenakan pakaian dibawah sinar
fototerapi, tutup mata dan alat kelamin bayi dengan pampers.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam melakukan pengumpulan data dasar pada bayi “S” dengan BBLR dan
hiperbilirubin dilaksanakan dengan mengumpulkan data subyektif yang diperoleh dari
hasil wawancara, data objektif diperoleh dari pemeriksaanfisik serta data penunjang yang
diperoleh dari pemeriksaan LAB yaitu bilirubin total 11,8 gr/dl. Melanjutkan advice
dokter untuk melakukan tindakan fototerapi 2x24 jam
4.2 Saran
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus penulis memberikan sedikit masukan
atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan pada
bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya pada bayi dengan
ikterus patologi dan mencegah terjadinyakomplikasi.
2. Bagi pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat lebih meningkatkan dan menambah
referensi sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa yang akan mengambil
kasus yang sama.
3. Bagi profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan ikterus patologi
secara cepat, tepat dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ekayanti Hafidah, dkk. Faktor Determinan Status Kesehatan Bayi Neonatal Di
RSKDIA Siti Fatimah Makassar: KESMAS. Vol 6, No.3, 144-211. September 2012.
Anggraini, Yetti. Hubungan Antara Persalinan Prematur Dengan Hiperbilirubinemia:
Jurnal Kesehatan. Vol.V, No.2, 109-112. Oktober 2014.
CMNRP. Newborn Hyperbilirubinemia. 2015.
Elmeida, Ika Fitria. Asuhan kebidanan neonatus bayi dan balita dan anak prasekolah. Trans
Info Media: Jakarta Timur. 2015
Faiqah, Syajaratuddur. Hubungan Usia Gestasi dan Jenis Persalinan Dengan Kadar
Bilirubinemia Pada Bayi Ikterus Di RSUP NTB: Jurnal Kesehatan Prima, Vol
8,No.2. Agustus 2014.
Herawati dan Maya Indriyati, Pengaruh Pemberian ASI Awal Terhadap Kejadian Ikterus
Pada Baru Lahir 0-7 Hari: Midwife Journal, Vol.3, No. 01. Januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai