ANGGIT PUSPITANINGRUM
P1337424822165
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan tidak hanya diberikan kepada ibu, tapi juga sangat diperlukan
oleh bayi batu lahir (BBL). Walaupun sebagian besar ptoses persalinan
terfokus pada ibu, tetapi karena proses tersebut merupakan pengeluaran hasil
kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan persalinan baru dapat dikatakan
berhasil apabila selain ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi
yang optimal. Memberikan asuhan segera, aman, dan bersih untuk BBL
merupakan bagian esensial asuhan BBL. (Marmi and Rahardjo, 2018)
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan didri dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan
baik. (Marmi and Rahardjo, 2018)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu dalam asuhan kebidanan
kolaborasi pada pasien bayi baru lahir.
2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas target praktek Program Studi Profesi
Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Semarang dan agar mahasiswa
mampu :
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung
pada ibu sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
setiap asuhan kebidanan kolaborasi pada bayi baru lahir.
3. Bagi Klien
Agar terwujudnya keadaan klien yang berkemauan, dan
berkemampuan hidup sehat agar terwujud kondisi ibu yang memiliki
derajat kesehatan optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Klasifikasi
Menurut (Prawirohardjo, 2012), BBLR dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Berdasarkan BB lahir
1) BBLR : BB < 2500 gr
2) BBLSR : BB 1000-1500 gr
3) BBLASR : BB <1000 gr
b. Berdasarkan umur kehamilan
1) Prematuritas murni kurang dari 37 hari dan BB sesuai dengan
masa kehamilan/ gestasi (neonatus kurang bulan-sesuai masa
kehamilan/ NKB-SMK).
2) Dismatur (IUGR), BB kurang dari seharusnya untuk masa
gestasi/ kehamilan akibat bayi mengalami retardasi intra uteri
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK).
Dismatur dapat terjadi dalam pre-term, term dan post-term
yang terbagi dalam :
a) Neonatus kurang bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NKB-
KMK), dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
b) Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NCB –
KMK), dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
c) Neonatus lebih bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NLB –KMK), 42 minggu atau lebih (Prawirohardjo, 2012)
3. Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
(Manuaba,
2012) :
a. Faktor Ibu
1) Penyakit :
a) Toksemia gravidarum
Penelitian yang dilakukan oleh (Febriani and
Syamsiah, 2018), menyebutkan bahwa pada pre eklamsi
sirkulasi uteroplasenta mengalami penurunan, sehingga
proses pengaliran nutrisi, oksigen, serta pengeluaran hasil
metabolik menjadi terganggu.
b) Perdarahan antepartum
c) Truma fisik dan psikologis
d) Nefritis akut
e) Diabetes mellitus
2) Usia Ibu
a) Usia <20 tahun atau >35 tahun
Ibu sebaiknya ibu hamil pada umur 20-35 tahun,
karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk
hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim dan bagian –
bagian lainya
3) Keadaan sosial
a) Golongan sosial ekonomi rendah
b) Perkawinan yang tidak sah
4) Sebab lain
a) Ibu yang terpapar asap rokok
Penelitian yang dilakukan oleh (Farlikhatun, 2020)
menyebutkan bahwa 65% ibu hamil yang tepapar asap
rokok dari suami bayinya mengalami BBLR sebesar 56,4%.
4. Patofisiologi
Secara umum, bayi BBLR berhubungan dengan usia
kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga
disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan
lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang
(Armini et al., 2016).
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan
yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak
ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi
kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang
rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita
anemia (Armini et al., 2016).
a. Hipotermia
b. Hipoglikemia
c. Gangguan cairan dan elektrolit
d. Hiperbilirubinemia
e. Sindroma gawat nafas (asfiksia)
f. Patent duktus arteriosus
g. Infeksi
h. Perdarahan intraventrikuler
i. Apnea of prematuruty
j. Anemia
Sedangkan, komplikasi pada masa berikutnya
yaitu(Prawirohardjo, 2014):
a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (retinopati)
d. Gangguan pendengaran
b. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam
incubator. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator,
incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29oC
(Prawirohardjo, 2014).
c. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.
Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan
menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa
yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina
bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Prawirohardjo, 2014).
d. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system
imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau
tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah
infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan
gaun/ jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk ke
kamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit (Prawirohardjo,
2014).
e. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk
membantu mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin.
ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter
(sonde), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm., untuk bayi
dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih kecil. Bayi
dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi
pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah
(Prawirohardjo, 2014).
Komplikasi pada BBLR
1) Hipotermia
Hipotermi adalah kondisi dimana suhu tubuh sangat rendah yaitu
dibawah 35°C. Hipotermi terjadi disebabkan oleh sedikitnya
lemak yang ada ditubuh dan pengaturan tubuh pada neonatus
belum matang. Dengan adanya PMK maka akan memberikan
kehangatan pada bayi sehingga bayi tetap dalam kondisi hangat
(Prawirohardjo, 2014). Hipotermia ditandai dengan penurunan
metabolisme tubuh, dan menyebabkan frekuensi nadi menurun,
repirasi menurun, serta tekanan darah menurun (Pratiwi, 2015).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi dimana bayi memiliki kadar gula
yang rendah. Hipoglikemia terjadi disebabkan oleh sedikitnya
simpanan energi pada neonatus dengan BBLR. Pada kondisi ini
bayi sangat membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir.
ASI diberikan 2jam sekali pada minggu pertama (Prawirohardjo,
2014).
3) Gangguan pernafasan
Gangguan pernafasan pada BBLR ini disebabkan oleh organ
pernafasan yang masih imatur (Pratiwi, 2015). Penanganan
BBLRSolusi untuk menangani kondisi Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) terus dikembangkan, pada tahun 1978 Rey dan Martinez
di Bogota menemukan metode yang dapat menjaga suhunya tetap
stabil, dan dapat meningkatkan kasih sayang antara bayi dengan
ibu, yaitu dengan menggunakan Metode Kanguru (Sofiani and
Asmara, 2014)
a. Pathway
Faktor Ibu :
- Usia Kehamilalan
- Jenis Persalinan
- Ketuban Pecah Dini
Faktor bayi :
Hyperbilirubin
- Berat badan
Lahir
- Kadar Bilirubin
mengalami penurunan
Fototerapi
Efek Negatif :
- Hipertermi
- Dehidrasi
- Sindrom bayi perunggu
PENGKAJIAN
Tanggal : .............. Jam : ........... Tempat: ………
IDENTITAS
1. Identitas bayi
a. Nama
Identitas dimulai dengan nama pasien,agar tidak keliru dengan pasien
lain(Matondang, 2013).
b. Tanggal/jam lahir
Dikaji untuk mengetahui tanggal lahir sehingga bisa diketahui usia
anak dan menghindari kemungkinan kekeliruan dengan anak lain
(Matondang, 2013).
c. Umur
Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir, BBL kisaran umur
mulai darilahir sampai satu bulan periode neonatal (Matondang, 2013).
d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin pasien sangat diperlukan, selain untuk identitas juga
untukpenilaian data pemeriksaan klinik (Matondang, 2013).
b. Umur
Menurut (Wiknjosastro, 2007), umur ibu kurang dari 20 tahun lebih dari
35 tahunmerupakan factor predisposisi kelahiran premature.
d. Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku seseorang. Dan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu atau taraf kemampuan berfikir ibu, sehingga bidan bisa
menyampaikan atau memberikan penyuluhan atau KIE pada pasien
dengan lebih mudah (Marmi, 2016).
e. Pekerjaan
Dikaji pekerjaan ibu dan suami untuk mengetahui taraf hidup dan sosial
ekonomi pasien agar nasehat yang diberikan sesuai. Serta mengetahui
apakah pekerjaan ibu akan meng anggu kehamilan atau tidak (Marmi,
2016).
f. Alamat
Alamat ditanyakan untuk mengetahui dimana ibu menetap, mencegah
kekeliruan, memudahkan menghubungi keluarga, dan dijadikan petunjuk
pada waktu kunjungan rumah (Marmi, 2016).
A. DATA SUBJEKTIF
1. Riwayat kehamilan dan persalinan
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan yang meliputi
hamil ke berapa, umur kehamilan hari pertama haid terakhir (HPHT),
hari perkiraan lahir (HPL), Frekuensi pemeriksaan Ante Natal Care
(ANC), yang memeriksa, keluhan, dan imunisasi (Wiknjosastro, 2007).
Dikaji juga kelahiran bayi dilakukan secara normal atau kondisi
lainnya. Untuk mengetahui apakah bayi dilakukan IMD ketika lahir
atau tidak, karena IMD berpengaruh terhadap kondisi hipotermi pda
bayi. Sesuai penelitian oleh (Reyani, 2019) suhu tubuh bayi baru lahir
yang berhasil melakukan IMD tidak hipotermi sebanyak 20 bayi (87%)
dan suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak berhasil melakukan IMD
dengan suhu tubuh hipotermi sebanyak 8 bayi (66,7%).
4. Riwayat Natal
Dikaji untuk mengetahui kondisi bayi sebelum dilakukan pengajian
ini, seperti masa gestasi, persalinan, terapi yang sudah diberikan
seperti vit K, salep mata, Hb0 (Matondang, 2013).
b. Pola Eliminasi
BBL BAK dua hari pertama 6-10 x/hari. BAB <24 jam bayi lahir
mengeluarkan mekonium. Defekasi pertama berwarna hijau
kehitaman. Kotoran bayi yang hanya minum susu biasanya cair.
Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair berbiji
(Wahyuni, 2012).
c. Pola Istirahat
Bayi yang baru lahir menggunakan sebagian besar waktunya untuk
tidur. Usia bayi 1-4 minggu kebutuhan tidur 15-16 jam/hari
(Wahyuni, 2012).
d. Pola Aktivitas
Untuk mengetahui apakah bayi menangis aktif, bangun untuk
minum BAB/BAK (Wahyuni, 2012).
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Tanda Vital
1) Suhu : Pada bayi hipotermi mengalami kehilangan panas karena
pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Saat
hipotermisuhu tubuh bayi <36oC (Wiknjosastro, 2007).
2) Nadi : 100-180x/menit (Hidayat, 2009)
3) Pernafasan : Laju napas normal BBL 30-60x/menit (Arfiana and
Lusiana, 2016).
b. Antropometri
1) Berat Badan
Berat badan bayi harus diukur dalam kilogram, penimbangan
dapat dilakukan di awal atau akhir pemeriksaan untuk menjaga
agar bayi tetap hangat. Berat badan normal BBL 2500-4000
gram (Arfiana and Lusiana, 2016).
2) Panjang Badan
Panjang badan bayi dari kepala sampai tumit harus diukur
dengan bayi dalam posisi lurus dan ekstremitas ekstensi. PB
normal BBL 48-52 cm (Arfiana and Lusiana, 2016).
3) Lingkar Dada
Mengukur lingkar dada dari daerah dada ke punggug kembali ke
dada (pengukuran dilakukan melalui kedua putting) Lingkar
dada BBL normal30-38 cm(Arfiana and Lusiana, 2016).
4) Lingkar Kepala
Lingkar kepala normal BBL 33-35 cm (Arfiana and Lusiana,
2016).
5) Lingkar Lengan
Mengukur dilakukan pada pertengahan lengan atas bayi . LILA
BBL normal 10-11cm (Arfiana and Lusiana, 2016).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : BBL normal Kepala tidak ada tanda-tanda trauma,(
laserasi, bekas forceps, tanda memar), Raba sepanjang garis
sutura dan fontanel, apakah ukuran tampilannya normal
(Johnson, 2012).
2) Mata : BBL normal mata simetris, tidak ikterik, sklera putih,
konjungtiva merah muda (Johnson, 2012).
3) Hidung : BBL normal tidak ada nafas Cuping hidung (Johnson,
2012).
4) Mulut : BBL normal tidak ada bercak putih pada gusi atau
palatum, langit-langit tidak terbelah (Johnson, 2012).
5) Telinga :BBL normal aurikel telinga bagian atas terlewati oleh
garis imajiner kedua mata, tidak mengeluarkan cairan
6) Leher : BBL normal tidak ada pembengkakan (Johnson, 2012).
7) Dada : BBL normal bentuk dada simetris, saat bernapas tidak
adatarikan dinding dada (Johnson, 2012).
8) Abdomen: BBL normal tali pusat tidak ada tanda infeksi,
teraba lemas(Johnson, 2012).
9) Genitalia: Pada laki-laki periksa posisi lubang uretra. Periksa
adanya hipospadia dan epispadia, skrotum harus dipalpasi untuk
memastikanjumlah testis ada dua. Testis sudah turun ke skrotum
Pada wanita : pada bayi wanita cukup bulan labia mayora
menutupi labia minora. Lubang uretra terpisah dengan lubang
vagina (Marmi and Rahardjo, 2018)
10) Punggung: BBL normal tidak ada benjolan atau tumor atau
tulang punggung dan lekukan yang kurang sempurna.
11) Anus : BBL normal ada lubang di anus. Dikaji dengan keluarnya
Mekonium dalam 24 jam pertama, jika sampai 48 jam pertama
belum keluar kemungkinan adanya mekonium plug syndrome,
megakolon atau obstruksi saluran pencernaan (Marmi and
Rahardjo, 2018)
12) Ekstremitas atas/bawah
Atas : BBL normal gerak aktif , jari
lengkap Bawah : BBL normal gerak
aktif , jari lengkap
13) Reflek
a) Rooting reflek : bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh
pipi(Marmi and Rahardjo, 2018)
b) Sucking reflek : memberi tekanan pada mulut bayi di
langit bagian dalam gusi atas yang akan menimbulkan isapan
yang kuat dan cepat (Marmi and Rahardjo, 2018)
c) Swallowing reflek : dilihat dari cara bayi menelan saat
diberikan ASI.
d) Grasp reflek : reflek ini dinilai dengan meletakkan jari
telunjuk pada telapak tangan bayi dan bayi akan
menggenggam (Marmi and Rahardjo, 2018)
e) Moro reflek : timbulnya pergerakan tangan yang
simetris apabila dikejutkan dengan cara bertepuk tangan
(Marmi and Rahardjo, 2018)
f) Tonic neck reflek : ekstremitas pada satu sisi ketika ditolehkan
akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi
bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi saat istirahat (Marmi
and Rahardjo, 2018)
g) Babinski reflek : memberikan goresan telapak kaki dimulai
dari tumit (Marmi and Rahardjo, 2018)
C. ANALISA
1. Diagnosa kebidanan
Bayi….(nama bayi agar tidak keliru dengan bayi lain) umur… (BBL
adalah mulai dari lahir sampai satu bulan periode neonatal), dengan
BBLR (Departemen Kesehatan RI, 2008)
2. Masalah
Permasalahan yang sering muncul pada bayi dengan BBLR adalah
hipotermi (Manuaba, 2007).
3. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
diidentifikasikan.
4. Tindakan Segera
Dikaji untuk mengatasi apabila diagnosa potensial terjadi, pada kasus
hipotermi sedang dapat dilakukan pencegahan kehilangan panas segera.
D. PERENCANAAN
Hari pertama bayi baru lahir
1. Berikan bayi dengan kain tebal dan hangat dengan cara dibedong
Rasional: Mempertahankan suhu tubuh tetap hangat, melindungi bayi dari
aliran udara dan membatasi stres akibat perpindahan lingkungan dari
uterus yang hangat ke lingkungan yang lebih dingin.
2. Observasi K/U, TTV 3-4 jam sekali, Eliminasi, BB (minimal 1 hari 1
kali), lendir mulut, tali pusat.
Rasional: Merupakan parameter proses dalam tubuh sehingga apabila ada
kelainan dapat diketahui sedini mungkin.
3. Lakukan kontak dini bayi dengan ibu dan inisiasi menyusu dini
Rasional: Kontak di antara ibu dan bayi penting untuk mempertahan suhu
bayi baru lahir, ikatan batin bayi terhadap dan pemberian ASI dini.
4. Berikan identitas bayi
Rasional: Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu
dipasang segera setelah lahir.
5. Berikan vitamin K1
Rasional: Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi
vitamin Kl pada bayi baru lahir, lakukan halhal sebagai berikut.
6. Ajarkan ibu untuk memberikan ASI sedini mungkin dan sesering mungkin
Rasional: Pemberian ASI sedini mungkin membantu Bayi mendapat
colostrum yang berfungsi untuk kekebalan tubuh bayi, dan merangsang
kelenjar puilari untuk melepaskan hormon axitosin merangsang kontraksi
uterus (mempercepat involusi uterus) dan hormon prolaktin untuk
produksi susu.
7. Ajarkan ibu tentang perawatan tali pusat dengan mengganti kassa tali
pusat setiap habis mandi/kotor/basah.
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan pada tali pusat sehingga dapat
segera dilakukan penanganan.
8. Anjurkan ibu jika terdapat tanda bahaya pada bayi segera dibawa ke
petugas kesehatan
Rasional: Untuk deteksi dini adanya tanda-tanda bahaya pada bayi bari
lahir.
9. Aanjurkan ibu melakukan kunjungan ulang
Rasional: kunjungan ulang 2 hari bayi baru lahir untuk menilai
perkembangan kesehatan bayi (Diana, 2017).
E. PENATALAKSANAAN
Melaksanakan perencanaan. Pada langkah ini rencana asuhan
menyeluruh dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien (Marmi, 2017).
F. KRITERIA EVALUASI
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan
untuk melihat efektifitas dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien.
1. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai
kondisi klien
2. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan /keluarga
3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien (Yuniati,
2017)
Follow Up Data Perkembangan Pasien
1. Subjektif (S)
Subyektif berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung/ informasi dari
orang tua (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).
2. Objektif (O)
Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan
umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri (Jitowiyono and
Kristiayanasari, 2015).
3. Assasment (A)
Data yang terkumpul kemudian di buat kesimpulan meliputu
dignosis, antisipasi diagnosis/ masalah potensial serta perlu tidaknya
tindakan segera (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).
4. Plan (P)
Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi serta konseling untuk tindak
lanjut (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI BBL
PADA BY. NY. S USIA 2 JAM DENGAN BBLR
DI PUSKESMAS KEDU KABUPATEN TEMANGGUNG
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 10 Februari 2023
Waktu : 07.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kedu
II. IDENTITAS
a. Identitas bayi
Nama : By. Ny. S
Tanggal/ Jam lahir : 10 Februari 2023 / 05.15 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Identitas orang tua
1. Nama Ibu : Ny. S 1. Nama Ayah : Tn. S
2. Umur : 34 tahun 2. Umur : 41 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : BHL
6. Suku bangsa : Jawa 6. Suku Bangsa : Jawa
7. Alamat : Karangtejo 7. Alamat : Karangtejo
5 Menit ke-1 2 2 2 1 2 9
5 Menit ke-2 2 2 2 2 2 10
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi : Bayi sudah menyusu.
b. Pola eliminasi : Bayi sudah BAB dan belum BAK
c. Pola Istirahat : Bayi sering tidur
d. Pola aktifitas : Bayi bergerak aktif dan menangis
V. ANALISA
Bayi Ny. S Usia 2 jam, jenis kelamin perempuan, fase reaktifitas 2 dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR)
Masalah : BBLR
Kebutuhan :
1. Kebutuhan akan kehangatan
2. Kolaborasi dengan dokter
VI. PENATALAKSANAAN
1. Melakukan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan sebelum berinteraksi
dengan bayi.
Hasil : telah melakukan cuci tangan dengan teknik 7 langkah.
2. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan kondisi anakanya
Hasil : ibu dan keluarga mengerti
3. Memberikan imunisasi HB 0 dengan pada 1/3 anterolateral paha kanan secara
IM kemudian membedong bayi.
Hasil : Bayi telah diimunisasi HB 0 dan telah dibedong
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin, setiap 2 jam sekali
(on demand), jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu susui, susui sampai
payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain.
Hasil : Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan
5. Menjaga kehangatan bayi dengan meletakkan bayi di dalam incubator dan
mengajarkan kepada ibu Metode Kanguru yang bisa menjadi alternatif dari
penggunaan incubator yaitu dengan bayi dalam posisi tegak (upright) atau
prone (bila ibu berbaring), hanya memakai popok dan penutup kepala,
didekap di antara kedua payudara ibu, bersentuhan kulit dengan kulit, dada
dengan dada secara berkesinambungan.
Hasil : bayi telah diletakkan di dalam incubator dan ibu telah mempraktekkan
metode kanguru dengan benar.
6. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi dengan cara
diselimuti setiap saat dan memakai pakaian kering, ganti popok atau baju jika
basah dan jangan menidurkan bayi ditempat dingin.
Hasil : ibu bersedia untuk selalu memantau bayinya.
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter puskesmas
Hasil : advis dokter dilakukan perawatan metode kangguru karena bayi BBLR
dan dilakukan pemantauan kondisi bayi secara teratur
Pembimbing klinik Mahasiswa
CATATAN PERKEMBANGAN
Penulis melakukan asuhan kebidanan pada By.Ny.S umur 0 hari (2 jam) fase
reaktivitas II dengan BBLR, yang dilakukan sejak tanggal 10 februari 2023. Ada
beberapa hal yang penulis uraikan pada bab pembahasan ini dimana penulis akan
membahas kesenjangan dan kesesuaian antara teori dan penatalaksanaan dari kasus
yang ada.
1. Data Subjektif
Dari pengkajian diperoleh data identitas bayi yaitu By. Ny. S lahir pada
tanggal 10 Februari 2023, pukul 05.15 WIB, jenis kelamin perempuan.
Pola kebiasaan sehari-hari yang dikaji adalah pola nutrisi, didapatkan bayi
sudah menyusu. Hal tersebut sesuai dengan teori yaitu ASI diberikan setiap 2-3
jam sekali (Dewi, 2010).
Pada pola eliminasi, umumnya mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir.
Bayi berkemih dengan frekuensi 6-10 kali sehari (Dewi, 2010). Pada praktiknya
By.Ny.S selama 2 jam belum BAK dan sudah BAB tanpa ada keluhan.
Pola Istirahat, bayi baru lahir sampai usia 3 bulan rata-rata tidur selama 16
jam sehari (Dewi, 2010). Pada praktiknya, By.Ny. S masih sering tidur.
Dari data yang diperoleh diatas dapat diambil kesimpulan yaitu pada data
subjektif tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada By. S yaitu N = 140 x/menit, RR =
42 x/menit, S = 36,8°C, BB = 2400 gram, PB = 44 cm, LK = 30 cm, LD = 30 cm,
LILA = 9 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan denyut jantung
normal neonatus adalah 100-120 kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur,
status pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit,
tidak ada wheezing dan ronki dan suhu normal adalah 36,50C-37,50C (Dewi,
2010). Pada pengukuran antropometri didapatkan hasil BB lahir adalah 2400 gram,
PB lahir 44 cm, LK lahir 30 cm, LD lahir 30 cm, dan LILA lahir 9 cm. Menurut
teori dari (Dewi, 2010), menyatakan berat bayi baru lahir yang normal yaitu berat
badan bayi 2500-4000 gram, sehingga berat lahir By. S tidak termasuk dalam
kategori normal. By. Ny. S termasuk dalam kategori BBLR. Hal ini sesuai dengan
teori Mitayani (2011) dan Proverawati (2010), yaitu bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada saat lahir.
Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram
tanpa memandang masa kehamilan.
Menurut (Kemenkes RI, 2013), pemeriksaan pada abdomen normalnya perut
bayi datar, teraba lemas, tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan tali pusat.
Pemeriksaan pada mata normalnya tidak ada kotoran atau sekret. Pada hasil
pemeriksaan By.S adalah perut datar, teraba lemas, pusar sudah kering.
Menurut (Dewi, 2010), refleks yang dimiliki oleh neonatus normal adalah
Rooting reflek baik, ketika pinggir mulut bayi disentuh bayi akan mengikuti arah
sentuhan tersebut dan membuka mulutnya. Sucking reflek, yaitu ketika bagian atas
atau langit-langit mulut bayi di sentuh maka bayi akan mulai menghisap dari
lemah menjadi kuat. Morro reflek baik, bila dikagetkan bayi akan memperlihatkan
gerakan seperti memeluk. Tonic neck baik, yaitu kepala bayi dapat ekstensi.
Palmar Grasp reflek baik, bila diletakkan beda pada telapak tangan bayi akan
menggenggam. Babinski reflek baik, yaitu ketika telapak kaki bayi digaruk jempol
bayi akan mengarah ke atas, dan jari-jari kaki lainnya akan terbuka. Swallowing
reflek baik, yaitu bayi dapat menelan dengan baik. Pada praktiknya, By. Ny. S
mempunyai refleks yang baik meliputi rooting refleks, sucking refleks, grasp
refleks, morro refleks, tonic neck refleks, babinski refleks, dan swallowing refleks.
Dengan demikian, tidak ada kesenjangan yang ditemukan antara teori dan
praktik.
3. Analisa
Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu By.
Ny. S umur 2 jam (0 hari) jenis kelamin perempuan fase reaktivitas II dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dari pengkajian ditemukan masalah berat
bayi yang kurang, kebutuhan segera adalah melakukan koaborasi dengan dokter.
4. Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan pada By. Ny. S yaitu:
a. Melakukan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan sebelum berinteraksi
dengan bayi.
b. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan kondisi anakanya
c. Memberitahu ibu bahwa bayinya akan diimunisasi HB0 untuk mencegah
penyakit hepatitis B dan dibedong agar hangat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mahdalena Prihatin Ningsih
dan Lisa Rahmawati tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Hepatitis B-0 dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Alai Tahun 2015” Salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang adalah pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek, maka semakin baik perilaku yang ditunjukkan
terhadap objek tersebut. Dalam hal ini perilaku responden akan baik jika
responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang imunisasi hepatitis
B-0. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan rendah tentang
imunisasi Hepatitis B. Sebagian besar responden tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B-0. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
hepatitis B-0 dengan pemberian imunisasi hepatitis B-0 pada bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Padang Alai (Ningsih and Rahmawati, 2015).
d. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin, setiap 2 jam sekali
(on demand), jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu susui, susui sampai
payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain.
Menurut penelitian Nasriani tahun 2020 tentang “Hubungan Pemberian
Bantuan Cara Menyusui yang Benar dan Anjuran Menyusui On Demand
dengan Cakupan Asi Eksklusif Di Kabupaten Pangkep” menyusui paling baik
dilakukan sesuai permintaan bayi (On Demand) termasuk pada malam hari,
minimal 8 kali perhari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi
menyusu. Makin jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang.
Produksi ASI juga dapat berkurang bila bayi menyusu terlalu sebentar. Oleh
karena itu, menyusui tanpa dijadwalkan sangat bermanfaat jika ingin sukses
menyusui secara eksklusif. Karena produksi mengikuti hukum permintaan,
semakin sering dihisap maka semakin banyak berproduksi. Menyusui on
demand berhubungan dengan cakupan ASI Eksklusif. Hal ini berarti bahwa
peningkatan cakupan ASI eksklusif cenderung dipengaruhi oleh pelaksanaan
menyusui on demand (Nasriani, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah Wati Sugito,
Agus Sri Wardoyo, dan Trias Mahmudiono pada tahun 2017 menyebutkan
bahwa Pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir sampai sebelum 24 jam
terakhir dan pertama kali memberikan makanan selain ASI pada bayi usia 0-
23 bulan berhubungan dengan kejadian underweight. Bayi yang tidak diberi
ASI eksklusif rentan mengalami penyakit, seperti infeksi saluran pencernaan,
gizi buruk, serta gangguan tumbuh kembang, dan meningkatkan risiko
kematian. Bayi dapat mengalami penurunan berat badan sebesar 7% pada 72
jam pertama kehidupan, apabila terjadi masalah dalam pemberian ASI.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pola asuh akan berdampak pada status
gizi bayi. Pencernaan bayi pada usia kurang dari 6 bulan masih belum
sempurna dan hanya dapat menerima makanan berupa ASI. Pemberian
makanan pendamping ASI terlalu dini akan menyebabkan terjadinya
gangguan/infeksi sehingga bayi dapat mengalami gizi buruk (Sugito,
Wardoyo and Mahmudiono, 2017).
e. Menjaga kehangatan bayi dengan meletakkan bayi di dalam incubator dan
mengajarkan kepada ibu Metode Kanguru yang bisa menjadi alternatif dari
penggunaan incubator yaitu dengan bayi dalam posisi tegak (upright) atau
prone (bila ibu berbaring), hanya memakai popok dan penutup kepala,
didekap di antara kedua payudara ibu, bersentuhan kulit dengan kulit, dada
dengan dada secara berkesinambungan.
Menurut penelitian Suradi dan Yanuarso (2018), Metode kanguru
merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan dapat
digunakan ketika fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas. Metode
kanguru ternyata tidak hanya sekedar menggantikan inkubator, namun juga
memberi berbagai keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh inkubator.
Keuntungan menggunakan metode kanguru antara lain meningkatnya
hubungan ibu-bayi, stabilisasi suhu tubuh bayi, stabilisasi laju denyut jantung
dan pernapasan, pertumbuhan dan peningkatan berat badan yang lebih baik,
mengurangi stres baik pada ibu maupun bayi, tidur bayi lebih lama,
memperpanjang masa ‘kewaspadaan’ (alert) bayi, mengurangi lama menangis,
memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi, meningkatkan produksi ASI,
menurunkan kejadian infeksi, dan mempersingkat masa rawat di rumah sakit.
Metode kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi berat lahir rendah
dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga
memberi peluang bagi BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar.
f. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi dengan cara
diselimuti setiap saat dan memakai pakaian kering, ganti popok atau baju jika
basah dan jangan menidurkan bayi ditempat dingin.
g. Melakukan kolaborasi dengan dokter puskesmas dengan hasil advis dokter
rujuk karena bayi BBLR
Bayi dengan BBLR sebaiknya melakukan perawatan metode
kangguru pada bayinya karena berpotensi mengalami komplikasi seperti:
1) Hipotermi
Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh beberapa penguapan
yang bertambah akibat berkurangnya jaringan lemak di bawah kulit,
permukaan tubuh yang relative luas dibandingkan berat badan, otot yang
tidak aktif, produksi panas yang berkurang karena adanya lemak coklat
(brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum
berfungsi sebagaimana mestinya (Winkjosastro, 2008).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia berarti konsentrasi gula darah yang rendah.
Hipoglikemia sendiri bukanlah kondisi medis tetapi merupakan gejala
penyakit atau kegagalan untuk beradaptasi dan keadaan janin yang terus
menerus mendapatkan konsumsi glukosa dari transplasenta ke pola suplei
nutrient yang intermitten di ekstrauteri (Maryunani, 2013).
3) Sistem gangguan pernapasan hidropatik
Sistem gangguan pernapasan hidropatik disebabkan oleh
kekurangan surfaktan dikarenakan pertumbuhan paru belum sempurna.
Otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah
melengkung. Selain itu, sering timbul pernapasan yang periodic dan
apnea yang disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla belum matur
(Winkjosastro, 2008).
4) Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi sempurna
sehingga proses penyerapan makanan kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung
berkurang. Bayi BBLR mudah kembung dan hal ini disebabkan oleh
karena sianosis anorektal, atresia ileum, peritonitis, meconium dan mega
kolon (Proverawati, 2010).
5) Perdarahan intraventrikular
Lebih dari 50 % bayi BBLR menderita perdarahan pada otak. Hal
ini disebabkan karena bayi prematur sering mengalami asfiksia berat dan
gangguan sindrom pernapasan. Akhirnya bayi menjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah.
Penambahan aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi dikarenakan otot
regulasi serebral pada bayi prematur. Sehingga mudah terjadi perdarahan
pada pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia yang germinal yang
terletak dari dasar ventrikel lateralis antara nucleus kaudatus dan ependim
(Winkjosastro, 2008).
6) Gangguan imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang
terbatas. Seringkali memungkinkan bayi tersebut rentan sekali terhadap
infeksi daripada bayi dengan berat normal (Maryunani, 2013).
h. Memberitahu ibu bahwa BB bayi kurang dari batas normal disebut berat bayi
lahir rendah, maka dari itu perlu dilakukan perawatan metode kangguru