Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI BBL


PADA BY. NY. S USIA 2 JAM DENGAN BBLR
DI PUSKESMAS KEDU KABUPATEN TEMANGGUNG

ANGGIT PUSPITANINGRUM

P1337424822165

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ilmiah ini disusun oleh,


Nama : Anggit Puspitaningrum
NIM : P1337424822165
Prodi : Profesi Bidan
Judul Laporan “Laporan kasus asuhan kebidanan kolaborasi BBL”. Telah disahkan
dan disetujui untuk memenuhi Laporan Praktek Holistik kolaborasi di Puskesmas
Kedu Kabupaten Temanggung.
Temanggung, Februari 2023
Pembimbing Klinik Praktikan

Sri Suyatmi, S.Tr.Keb, Bdn. Anggit Puspitaningrum


NIP. 197612082003122003 NIM P1337424822165

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Sri Widatiningsih, M.Mid, Bdn.


NIP. 1968111989032001
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan tidak hanya diberikan kepada ibu, tapi juga sangat diperlukan
oleh bayi batu lahir (BBL). Walaupun sebagian besar ptoses persalinan
terfokus pada ibu, tetapi karena proses tersebut merupakan pengeluaran hasil
kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan persalinan baru dapat dikatakan
berhasil apabila selain ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi
yang optimal. Memberikan asuhan segera, aman, dan bersih untuk BBL
merupakan bagian esensial asuhan BBL. (Marmi and Rahardjo, 2018)

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan didri dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan
baik. (Marmi and Rahardjo, 2018)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu dalam asuhan kebidanan
kolaborasi pada pasien bayi baru lahir.

2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas target praktek Program Studi Profesi
Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Semarang dan agar mahasiswa
mampu :

a. Melakukan pengkajian kepada ibu bayi baru lahir


b. Merumuskan diagnosa kebidanan, masalah dan diagnosa potensial
sesuai hasil pengkajian
c. Menyusun perencanaan sesuai diagnosa yang dirumuskan
d. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang sudah disusun
e. Melakukan evaluasi tindakan
f. Melakukan pendokumentasian

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung
pada ibu sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
setiap asuhan kebidanan kolaborasi pada bayi baru lahir.

2. Bagi Dosen dan Mahasiswa


Sebagai tambahan sumber kepustakaan pada asuhan kebidanan
kolaborasi bayi baru lahir

3. Bagi Klien
Agar terwujudnya keadaan klien yang berkemauan, dan
berkemampuan hidup sehat agar terwujud kondisi ibu yang memiliki
derajat kesehatan optimal.

4. Bagi Tenaga Kesehatan


Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga
mutu pelayanan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang
dari2500 gram (Prawirohardjo, 2012).

2. Klasifikasi
Menurut (Prawirohardjo, 2012), BBLR dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :

a. Berdasarkan BB lahir
1) BBLR : BB < 2500 gr
2) BBLSR : BB 1000-1500 gr
3) BBLASR : BB <1000 gr
b. Berdasarkan umur kehamilan
1) Prematuritas murni kurang dari 37 hari dan BB sesuai dengan
masa kehamilan/ gestasi (neonatus kurang bulan-sesuai masa
kehamilan/ NKB-SMK).
2) Dismatur (IUGR), BB kurang dari seharusnya untuk masa
gestasi/ kehamilan akibat bayi mengalami retardasi intra uteri
dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK).
Dismatur dapat terjadi dalam pre-term, term dan post-term
yang terbagi dalam :
a) Neonatus kurang bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NKB-
KMK), dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
b) Neonatus cukup bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NCB –
KMK), dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
c) Neonatus lebih bulan – kecil untuk masa kehamilan
(NLB –KMK), 42 minggu atau lebih (Prawirohardjo, 2012)
3. Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
(Manuaba,
2012) :
a. Faktor Ibu
1) Penyakit :
a) Toksemia gravidarum
Penelitian yang dilakukan oleh (Febriani and
Syamsiah, 2018), menyebutkan bahwa pada pre eklamsi
sirkulasi uteroplasenta mengalami penurunan, sehingga
proses pengaliran nutrisi, oksigen, serta pengeluaran hasil
metabolik menjadi terganggu.

Pada kondisi hipertensi dalam kehamilan arteri


spiralis relatif mengalami penyempitan dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga aliran darah
pada plasenta menurun dan memungkinkan untuk terjadi
hipoksia atau kekurangan oksigen dan iskemia plasenta pada
janin. Kelainan sirkulasi uteroplasenta yang abnormal
mengakibatkan oksigen, nutrisi, dan pengeluaran hasil
metabolik menjadi tidak normal. Janin yang mengalami
kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir
kemungkinan dapat menimbulkan pertumbuhan janin
terhambat yang memungkinkan bayi lahir dengan berat lahir
rendah (Prawirohardjo, 2014).

b) Perdarahan antepartum
c) Truma fisik dan psikologis
d) Nefritis akut
e) Diabetes mellitus
2) Usia Ibu
a) Usia <20 tahun atau >35 tahun
Ibu sebaiknya ibu hamil pada umur 20-35 tahun,
karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk
hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim dan bagian –
bagian lainya

sudah benar – benar siap untuk untuk menerima


kehamilan.Pada umur tersebut biasanya wanita sudah merasa
siap untuk menjadi ibu. Dan sebaiknya tidak hamil pada usia
>35 tahun, karena kesehatan tubuh ibu sudah tidak sebaik
pada umur 20-35 tahun, biasanya ibu sudah mempunyai dua
anak atau lebih, kemungkinan memperoleh anak cacat lebih
besar (Kurniawan and Wiwin, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawan and


Wiwin, 2020) menyebutkan bahwa umur ibu erat kaitannya
dengan berat bayi lahir, kehamilan dibawah umur 20 tahun
merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup
umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-
organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal.
Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang,
sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat
menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering
terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil,
maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan. Meski
kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan
diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya.
Mengingat mulai usia ini sering muncul penyakit seperti
hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif
pada persendian tulang belakang dan panggul. Kesulitan lain
kehamilan diatas usia 35 tahun ini yakni bila ibu ternyata
mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir
dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan
sendiri, kehamilan di usia lebih ini akan menghadapi
kesulitan akibat lemahnya kontraksi rahim serta sering
timbul kelainan pada tulang panggul tengah. Mengingat
bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap
derajat kesehatan dan

kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya


merencanakan kehamilan pada usia antara 20-35 tahun.

b) Multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat


Jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,
kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan
seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi
tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Risiko proses
reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara
kelahiran 2 tahun. Kehamilan yang perlu diwaspadai adalah
jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang
kurang dari 2 tahun, bila jarak terlalu dekat, maka rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Pada keadaan ini
perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama atau perdarahan (Kurniawan and
Wiwin, 2020).

3) Keadaan sosial
a) Golongan sosial ekonomi rendah
b) Perkawinan yang tidak sah
4) Sebab lain
a) Ibu yang terpapar asap rokok
Penelitian yang dilakukan oleh (Farlikhatun, 2020)
menyebutkan bahwa 65% ibu hamil yang tepapar asap
rokok dari suami bayinya mengalami BBLR sebesar 56,4%.

Terganggunya penyampaian oksigen ke janin


merupakan penyebab utama terjadinya berbagai efek buruk
akibat merokok pada perempuan hamil. Evaluasi patologik
pada plasenta perempuan hamil yang merokok membuktikan
adanya perubahan struktural, termasuk penurunan fraksi
volume kapiler dan peningkatan kekebalan membran
vitelinus jika dibandingkan dengan bukan perokok. Kedua
faktor ini mungkin berperan pada pertukaran gas yang
abnormal di dalam plasenta. Paparan asap rokok secara
akut juga menurunkan perfusi

intervilosa, kemungkinan melalui vasospasme akibat


nikotin. Merokok pasif merupakan kombinasi antara asap
sidestream yang berasal dari ujung rokok yang dibakar dan
asap mainstream yang dihembuskan oleh perokok.
Environmental Tobacco Smoke (ETS) termasuk dalam
golongan karsinogen bersama dengan asbestos, benzen dan
gas radon. Rokok mengandung nikotin yang merupakan zat
kimia beracun. Selain nikotin, di dalam rokok juga terdapat
senyawa gula, bahan aditif, saus, pemberi rasa, aroma, dan
lain- lain, sehingga terbentuk rasa yang memenuhi selera
konsumen (perokok). Nikotin dapat menimbulkan ketagihan
baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. Paparan
karbon monoksida akibat merokok menyebabkan
pembentukan karboksihemoglobin, yang memiliki efek
multiple pada penyampaian oksigen baik sistemis maupun
ke janin. Paparan nikotin terhadap janin menghasilkan
aktivasi simpatis yang menyebabkan akselerasi denyut
jantung janin dan penurunan gerak pernapasan pada janin.
Pada bayi manusia yang memiliki kadar nikotin yang
signifikan pada saat kelahiran memiliki kemampuan terbatas
untuk memaksimalkan denyut jantung selama satu jam
pertama kehidupannya (Farlikhatun, 2020).
b) Ibu peminum alcohol
c) Ibu pecandu narkotik
b. Faktor janin
1) Hidramnion
2) Kehamilan ganda
3) Kelainan kromosom
c. Faktor lingkungan
1) Tempat tinggal dataran tinggi
2) Radiasi
3) Zat-zat racun

(Lubis and Ningsih, 2020) dalam penelitiannya


menyebutkan bahwa paparan pestisida terbukti mempunyai
hubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR).

Pestisida yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil dapat


menyebabkan gangguan fungsi hormonal pada sistem reproduksi
perempuan. Gangguan tersebut dapat terjadi di semua tingkatan
yang dimiliki sistem hormonal, meliputi sintesis hormon,
pelepasan hormone dan penyimpanan, distribusi hormon,
pengenalan hormone dan pengikatan, gangguan kelenjar tiroid,
dan gangguan sistem saraf pusat. Hal tersebut terjadi karena
pestisida dapat meniru, melawan, atau menghalangi aksi hormonal
tubuh (Farlikhatun, 2020).

4. Patofisiologi
Secara umum, bayi BBLR berhubungan dengan usia
kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga
disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan
lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang
(Armini et al., 2016).
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan
melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan
yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak
ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi
kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang
rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita
anemia (Armini et al., 2016).

Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang


berkembang pada bayi prematur. Kapasitas vital dan kapasitas
residual fungsional paru-paru pada dasarnya kecil berkaitan dengan
ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat napas sering
merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada
bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang
inadekuat. Bila prematuritas bayi lebih dari dua bulan, system
pencernaan dan absorpsi hampir selalu inadekuat. Absorpsi lemak
juga sangat buruk sehingga bayi premature harus menjalani diet
rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki kesulitan
dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat
mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali.
Imaturitas organ lain yang sering menyebabkan kesulitan yang berat
pada bayi premature meliputi system imun yang menyebabkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG
gamma globulin, serta bayi premature relatif belum sanggup
membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik sehingga bayi premature beresiko
mengalami infeksi, system integumen dimana jaringan kulit masih
tipis dan rawan terjadinya lecet, system termoregulasi dimana bayi
premature belum mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal
akibat penguapan yang bertambah karena kurangnya jaringan lemak
di bawah kulit dan pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga beresiko mengalami hipotermi atau
kehilangan panas dalam tubuh (Armini et al., 2016).
5. Manifestasi Klinis
a. Prematuritas murni dan dismatur (preterm IUGR) :
Menurut (Armini et al., 2016), manifestasi/ gejala klinis
prematuritas murni antara lain :

1) Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang


dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm

2) Masa gestasi kurang dari 37 minggu


3) Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin
4) Kepala lebih besar dari badan
5) Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
6) Lemak subkutan kurang
7) Ubun- ubun dan sutura lebar
8) Rambut tipis dan halus
9) Tulang rawan dan daun telinga immature
10) Putting susu belum berbentuk dengan baik
11) Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat
terlihat
12) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh
labia mayora (pada wanita), testis belum turun (pada laki-laki)
13) Bayi masih posisi fetal
14) Pergerakan kurang dan lemah
15) Otot masih hipotonik
16) Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mengalami serangan apnoe
17) Reflex tonic neck lemah
18) Reflex menghisap dan menelan belum sempurna
b. Dismatur (post term IUGR) :
Menurut (Armini et al., 2016), manifestasi/ gejala klinis
postterm IUGR antara lain :

1) Kulit pucat, mekonium kering keriput, tipis


2) Vernix caseosa tipis/ tidak ada
3) Jaringan lemak di bawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan
6. Pemeriksaaan Penunjang
Menurut (Prawirohardjo, 2014) beberapa pemeriksaan
penunjangdiperlukan bagi BBLR, yaitu sebagai berikut :

a. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia


b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemantauan elektrolit dan gas darah sesuai kebutuhan
d. Titer Torch sesuai indikasi
e. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
f. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
g. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan (missal: foto thorax). Foto
dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/ diperkirakan akan terjadi sindrom gawat napas
h. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
(Prawirohardjo, 2014).
7. Komplikasi
Menurut (Prawirohardjo, 2014), komplikasi pada masa awal
bayiberat lahir rendah antara lain yaitu :

a. Hipotermia
b. Hipoglikemia
c. Gangguan cairan dan elektrolit
d. Hiperbilirubinemia
e. Sindroma gawat nafas (asfiksia)
f. Patent duktus arteriosus
g. Infeksi
h. Perdarahan intraventrikuler
i. Apnea of prematuruty
j. Anemia
Sedangkan, komplikasi pada masa berikutnya
yaitu(Prawirohardjo, 2014):

a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (retinopati)
d. Gangguan pendengaran

e. Penyakit paru kronis


f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
8. Penatalaksanaan
Menurut (Prawirohardjo, 2014), penanganan bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah sebagai berikut :

a. Pelestarian suhu tubuh


Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan
dalam mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara
memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,5 0 C s/d 370
C (Prawirohardjo, 2014).

Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu


lingkungan dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan
usaha metabolic yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat
dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan pengendalian
lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25oC,
bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 30 oC untuk
bayi dengan berat kurang dari 2000 gram (Prawirohardjo, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh (Purwandari and


Tombokan, 2019) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh perawatan
metode kanguru terhadap fungsi fisiologis bayi berat lahir rendah.

Perawatan metode kanguru mampu meningkatkan


hubungan emosi ibu dan anak, menstabilkan suhu tubuh, denyut
jantung, dan pernafasan bayi, meningkatkan pertumbuhan dan
berat badan bayi dengan lebih baik, mengurangi stress pada ibu
dan bayi, mengurangi lama menangis pada bayi, memperbaiki
keadaan emosi ibu dan bayi, meningkatkan produksi ASI,
menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit,
mempersingkat masa rawat di rumah sakit, dimana kondisi
tersebut sangat mendukung peningkatan berat badan bayi BBLR
secara optimal, yaitu adanya peningkatan produksi ASI dan suhu
tubuh yang kondusif (Purwandari and Tombokan, 2019).

b. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam
incubator. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator,
incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29oC
(Prawirohardjo, 2014).

c. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi
bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan.
Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan
menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa
yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina
bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Prawirohardjo, 2014).

d. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system
imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau
tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah
infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan
gaun/ jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk ke
kamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit (Prawirohardjo,
2014).

e. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk
membantu mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin.
ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter
(sonde), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm., untuk bayi
dengan berat 1,7 kg dan 32,2oC untuk bayi yang lebih kecil. Bayi
dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi
pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah
(Prawirohardjo, 2014).
Komplikasi pada BBLR

1) Hipotermia
Hipotermi adalah kondisi dimana suhu tubuh sangat rendah yaitu
dibawah 35°C. Hipotermi terjadi disebabkan oleh sedikitnya
lemak yang ada ditubuh dan pengaturan tubuh pada neonatus
belum matang. Dengan adanya PMK maka akan memberikan
kehangatan pada bayi sehingga bayi tetap dalam kondisi hangat
(Prawirohardjo, 2014). Hipotermia ditandai dengan penurunan
metabolisme tubuh, dan menyebabkan frekuensi nadi menurun,
repirasi menurun, serta tekanan darah menurun (Pratiwi, 2015).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi dimana bayi memiliki kadar gula
yang rendah. Hipoglikemia terjadi disebabkan oleh sedikitnya
simpanan energi pada neonatus dengan BBLR. Pada kondisi ini
bayi sangat membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir.
ASI diberikan 2jam sekali pada minggu pertama (Prawirohardjo,
2014).
3) Gangguan pernafasan
Gangguan pernafasan pada BBLR ini disebabkan oleh organ
pernafasan yang masih imatur (Pratiwi, 2015). Penanganan
BBLRSolusi untuk menangani kondisi Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) terus dikembangkan, pada tahun 1978 Rey dan Martinez
di Bogota menemukan metode yang dapat menjaga suhunya tetap
stabil, dan dapat meningkatkan kasih sayang antara bayi dengan
ibu, yaitu dengan menggunakan Metode Kanguru (Sofiani and
Asmara, 2014)
a. Pathway

Faktor Ibu :

- Usia Kehamilalan
- Jenis Persalinan
- Ketuban Pecah Dini
Faktor bayi :
Hyperbilirubin
- Berat badan
Lahir

Ikhterus Efek Positif :

- Kadar Bilirubin
mengalami penurunan
Fototerapi

Efek Negatif :

- Hipertermi
- Dehidrasi
- Sindrom bayi perunggu

A. Kolaborasi Dalam Praktik Kebidanan


Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan
kebidanan yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua
pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga
kesehatan profesional lainnya. Bidan merupakan anggota tim.
Bidan meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap menjaga,
mendukung, dan menghargai proses fisiologis manusia. Intervensi dan
penggunaan teknologi dalam asuhan hanya atas indikasi. Rujukan yang efektif
dilakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya. Bidan adalah praktisi
yang mandiri. Bidan bekerja sama mengembangkan kemitraan dengan anggota
dan kesehatan lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan
kolaborasi, konsultasi, dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan,
dan kemampuannya (Asrinah, 2013).
1. Pengertian Sistim Rujukan
Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif,
pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat
yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka
bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai
peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada
(Depkes RI, 2006)
Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh
bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima
rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan
oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas
kesehatan lain secara horizontal maupun vertical.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal
(komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti
yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
2. Tujuan Sistim Rujukan
Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan
dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu (Kebidanan Komunitas).
Tujuan umum rujukan untuk memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas
tentang pelaksanaan rujukan medis dalam rangka menurunkan IMR dan
AMR.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
1) Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam
rangka menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat
yang terkait dengan kematian ibu maternal dan bayi.
2) Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah
kerja puskesmas.
3. Jenis Rujukan
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :
1) Rujukan Internal
Yaitu rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam
institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.
2) Rujukan Eksternal
Yaitu rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan
kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum
daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
a) Rujukan Medik
Yaitu rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya,
merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung
koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medik:
b) Transfer of patient.
c) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan operatif dan lain-lain.
d) Transfer of specimen.
e) Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
f) Transfer of knowledge/personel.
g) Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman
tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus
dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge). Pengiriman
petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih
lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang
tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat
provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).
4. Rujukan Kesehatan
Yaitu hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya
peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi
(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik
sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
5. Alur Sistim Rujukan
Alur rujukan kasus kegawat daruratan:
1) Dari Kader , dapat langsung merujuk ke:
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
c) Puskesmas rawat inap
d) Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2) Dari Posyandu, dapat langsung merujuk ke:
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
6. Mekanisme Rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh
keluarga atau kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum
tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus
yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,
mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri
dan kasus mana yang harus dirujuk.
2) Menentukan Tempat Rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan
yang mempunyai kewenangan dan terdekat terhadap fasilitas
pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan
kemampuan penderita.
3) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau
keluarga bayi yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan
menjelaskan kondisi atau masalah bayi yang akan dirujuk dengan cara
yang baik.
4) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
(1) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
(2) Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
(3) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita
bila penderita tidak mungkin dikirim.
5) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat
“BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan
seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien)
dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain
harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu
(klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang
telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan
merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat
mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah
yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan
di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan
transfusi darah apabila terjadi perdarahan
6) Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/
sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
7) Tindak lanjut penderita
(1) Untuk penderita yang telah dikembalikan
(2) Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan
lanjut tapi tidak melapor

Tinjauan Teori Kebidanan

PENGKAJIAN
Tanggal : .............. Jam : ........... Tempat: ………
IDENTITAS
1. Identitas bayi
a. Nama
Identitas dimulai dengan nama pasien,agar tidak keliru dengan pasien
lain(Matondang, 2013).

b. Tanggal/jam lahir
Dikaji untuk mengetahui tanggal lahir sehingga bisa diketahui usia
anak dan menghindari kemungkinan kekeliruan dengan anak lain
(Matondang, 2013).

c. Umur
Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir, BBL kisaran umur
mulai darilahir sampai satu bulan periode neonatal (Matondang, 2013).

d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin pasien sangat diperlukan, selain untuk identitas juga
untukpenilaian data pemeriksaan klinik (Matondang, 2013).

2. Identitas Orang tua


a. Nama orang tua
Menurut (Marmi, 2016) Nama ayah, ibu atau wali pasien harus
dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain mengingat
banyak sekali nama yang sama.

b. Umur
Menurut (Wiknjosastro, 2007), umur ibu kurang dari 20 tahun lebih dari
35 tahunmerupakan factor predisposisi kelahiran premature.

c. Agama dan suku bangsa


Data tentang agama dan suku bangsa juga memantapkan identitas;
disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering
berhubungan dengan agama dan suku bangsa, kebiasaan, kepercayaan,
dan tradisi dapat menunjang namun tidak jarang menghambat perilaku
hidup sehat (Matondang, 2013).

d. Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku seseorang. Dan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan ibu atau taraf kemampuan berfikir ibu, sehingga bidan bisa
menyampaikan atau memberikan penyuluhan atau KIE pada pasien
dengan lebih mudah (Marmi, 2016).

e. Pekerjaan
Dikaji pekerjaan ibu dan suami untuk mengetahui taraf hidup dan sosial
ekonomi pasien agar nasehat yang diberikan sesuai. Serta mengetahui
apakah pekerjaan ibu akan meng anggu kehamilan atau tidak (Marmi,
2016).

f. Alamat
Alamat ditanyakan untuk mengetahui dimana ibu menetap, mencegah
kekeliruan, memudahkan menghubungi keluarga, dan dijadikan petunjuk
pada waktu kunjungan rumah (Marmi, 2016).

A. DATA SUBJEKTIF
1. Riwayat kehamilan dan persalinan
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan yang meliputi
hamil ke berapa, umur kehamilan hari pertama haid terakhir (HPHT),
hari perkiraan lahir (HPL), Frekuensi pemeriksaan Ante Natal Care
(ANC), yang memeriksa, keluhan, dan imunisasi (Wiknjosastro, 2007).
Dikaji juga kelahiran bayi dilakukan secara normal atau kondisi
lainnya. Untuk mengetahui apakah bayi dilakukan IMD ketika lahir
atau tidak, karena IMD berpengaruh terhadap kondisi hipotermi pda
bayi. Sesuai penelitian oleh (Reyani, 2019) suhu tubuh bayi baru lahir
yang berhasil melakukan IMD tidak hipotermi sebanyak 20 bayi (87%)
dan suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak berhasil melakukan IMD
dengan suhu tubuh hipotermi sebanyak 8 bayi (66,7%).

2. Riwayat Kesehatan Ibu


Dikaji untuk membantu bidan mengidentifikasi kondisi kesehatan yang
dapat mempengaruhi kehamilan atau bayi baru lahir (Rukiyah and
Yuliyanti, 2013).

3. Kebiasaan Selama Hamil


Untuk meneliti apakah ibu melakukan kebiasaan buruk seperti
mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang yang dapat
berpengaruh kepada kehamilannya. Gaya hidup seperti perokok,
mengonsumsi obat-obatan, alkohol adalah hal yang sangat berbahaya
bagi ibu dan bayinya. Semua benda tersebut dapat teserap dalam darah
ibu kemudian terserap dalam darah bayi melalui sistem sirkulasi
plasenta selama kehamilan (Rukiyah and Yuliyanti, 2013).

4. Riwayat Natal
Dikaji untuk mengetahui kondisi bayi sebelum dilakukan pengajian
ini, seperti masa gestasi, persalinan, terapi yang sudah diberikan
seperti vit K, salep mata, Hb0 (Matondang, 2013).

5. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Pola nutrisi
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI diketahui
mengandung zat gizi yang paling banyak sesuai kualitas dan
kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Wahyuni,
2012). BBL jarak untuk minum ASI setidaknya 45 menit adalah
cukup normal

b. Pola Eliminasi
BBL BAK dua hari pertama 6-10 x/hari. BAB <24 jam bayi lahir
mengeluarkan mekonium. Defekasi pertama berwarna hijau
kehitaman. Kotoran bayi yang hanya minum susu biasanya cair.
Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair berbiji
(Wahyuni, 2012).

c. Pola Istirahat
Bayi yang baru lahir menggunakan sebagian besar waktunya untuk
tidur. Usia bayi 1-4 minggu kebutuhan tidur 15-16 jam/hari
(Wahyuni, 2012).

d. Pola Aktivitas
Untuk mengetahui apakah bayi menangis aktif, bangun untuk
minum BAB/BAK (Wahyuni, 2012).

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Tanda Vital
1) Suhu : Pada bayi hipotermi mengalami kehilangan panas karena
pengaturan pusat panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Saat
hipotermisuhu tubuh bayi <36oC (Wiknjosastro, 2007).
2) Nadi : 100-180x/menit (Hidayat, 2009)
3) Pernafasan : Laju napas normal BBL 30-60x/menit (Arfiana and
Lusiana, 2016).
b. Antropometri
1) Berat Badan
Berat badan bayi harus diukur dalam kilogram, penimbangan
dapat dilakukan di awal atau akhir pemeriksaan untuk menjaga
agar bayi tetap hangat. Berat badan normal BBL 2500-4000
gram (Arfiana and Lusiana, 2016).

2) Panjang Badan
Panjang badan bayi dari kepala sampai tumit harus diukur
dengan bayi dalam posisi lurus dan ekstremitas ekstensi. PB
normal BBL 48-52 cm (Arfiana and Lusiana, 2016).

3) Lingkar Dada
Mengukur lingkar dada dari daerah dada ke punggug kembali ke
dada (pengukuran dilakukan melalui kedua putting) Lingkar
dada BBL normal30-38 cm(Arfiana and Lusiana, 2016).

4) Lingkar Kepala
Lingkar kepala normal BBL 33-35 cm (Arfiana and Lusiana,
2016).
5) Lingkar Lengan
Mengukur dilakukan pada pertengahan lengan atas bayi . LILA
BBL normal 10-11cm (Arfiana and Lusiana, 2016).

c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : BBL normal Kepala tidak ada tanda-tanda trauma,(
laserasi, bekas forceps, tanda memar), Raba sepanjang garis
sutura dan fontanel, apakah ukuran tampilannya normal
(Johnson, 2012).
2) Mata : BBL normal mata simetris, tidak ikterik, sklera putih,
konjungtiva merah muda (Johnson, 2012).
3) Hidung : BBL normal tidak ada nafas Cuping hidung (Johnson,
2012).
4) Mulut : BBL normal tidak ada bercak putih pada gusi atau
palatum, langit-langit tidak terbelah (Johnson, 2012).
5) Telinga :BBL normal aurikel telinga bagian atas terlewati oleh
garis imajiner kedua mata, tidak mengeluarkan cairan
6) Leher : BBL normal tidak ada pembengkakan (Johnson, 2012).
7) Dada : BBL normal bentuk dada simetris, saat bernapas tidak
adatarikan dinding dada (Johnson, 2012).
8) Abdomen: BBL normal tali pusat tidak ada tanda infeksi,
teraba lemas(Johnson, 2012).
9) Genitalia: Pada laki-laki periksa posisi lubang uretra. Periksa
adanya hipospadia dan epispadia, skrotum harus dipalpasi untuk
memastikanjumlah testis ada dua. Testis sudah turun ke skrotum
Pada wanita : pada bayi wanita cukup bulan labia mayora
menutupi labia minora. Lubang uretra terpisah dengan lubang
vagina (Marmi and Rahardjo, 2018)

10) Punggung: BBL normal tidak ada benjolan atau tumor atau
tulang punggung dan lekukan yang kurang sempurna.
11) Anus : BBL normal ada lubang di anus. Dikaji dengan keluarnya
Mekonium dalam 24 jam pertama, jika sampai 48 jam pertama
belum keluar kemungkinan adanya mekonium plug syndrome,
megakolon atau obstruksi saluran pencernaan (Marmi and
Rahardjo, 2018)
12) Ekstremitas atas/bawah
Atas : BBL normal gerak aktif , jari
lengkap Bawah : BBL normal gerak
aktif , jari lengkap

13) Reflek
a) Rooting reflek : bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh
pipi(Marmi and Rahardjo, 2018)
b) Sucking reflek : memberi tekanan pada mulut bayi di
langit bagian dalam gusi atas yang akan menimbulkan isapan
yang kuat dan cepat (Marmi and Rahardjo, 2018)
c) Swallowing reflek : dilihat dari cara bayi menelan saat
diberikan ASI.
d) Grasp reflek : reflek ini dinilai dengan meletakkan jari
telunjuk pada telapak tangan bayi dan bayi akan
menggenggam (Marmi and Rahardjo, 2018)
e) Moro reflek : timbulnya pergerakan tangan yang
simetris apabila dikejutkan dengan cara bertepuk tangan
(Marmi and Rahardjo, 2018)
f) Tonic neck reflek : ekstremitas pada satu sisi ketika ditolehkan
akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi
bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi saat istirahat (Marmi
and Rahardjo, 2018)
g) Babinski reflek : memberikan goresan telapak kaki dimulai
dari tumit (Marmi and Rahardjo, 2018)

C. ANALISA
1. Diagnosa kebidanan
Bayi….(nama bayi agar tidak keliru dengan bayi lain) umur… (BBL
adalah mulai dari lahir sampai satu bulan periode neonatal), dengan
BBLR (Departemen Kesehatan RI, 2008)

2. Masalah
Permasalahan yang sering muncul pada bayi dengan BBLR adalah
hipotermi (Manuaba, 2007).

3. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
diidentifikasikan.

4. Tindakan Segera
Dikaji untuk mengatasi apabila diagnosa potensial terjadi, pada kasus
hipotermi sedang dapat dilakukan pencegahan kehilangan panas segera.

D. PERENCANAAN
Hari pertama bayi baru lahir
1. Berikan bayi dengan kain tebal dan hangat dengan cara dibedong
Rasional: Mempertahankan suhu tubuh tetap hangat, melindungi bayi dari
aliran udara dan membatasi stres akibat perpindahan lingkungan dari
uterus yang hangat ke lingkungan yang lebih dingin.
2. Observasi K/U, TTV 3-4 jam sekali, Eliminasi, BB (minimal 1 hari 1
kali), lendir mulut, tali pusat.
Rasional: Merupakan parameter proses dalam tubuh sehingga apabila ada
kelainan dapat diketahui sedini mungkin.
3. Lakukan kontak dini bayi dengan ibu dan inisiasi menyusu dini
Rasional: Kontak di antara ibu dan bayi penting untuk mempertahan suhu
bayi baru lahir, ikatan batin bayi terhadap dan pemberian ASI dini.
4. Berikan identitas bayi
Rasional: Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu
dipasang segera setelah lahir.
5. Berikan vitamin K1
Rasional: Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi
vitamin Kl pada bayi baru lahir, lakukan halhal sebagai berikut.
6. Ajarkan ibu untuk memberikan ASI sedini mungkin dan sesering mungkin
Rasional: Pemberian ASI sedini mungkin membantu Bayi mendapat
colostrum yang berfungsi untuk kekebalan tubuh bayi, dan merangsang
kelenjar puilari untuk melepaskan hormon axitosin merangsang kontraksi
uterus (mempercepat involusi uterus) dan hormon prolaktin untuk
produksi susu.
7. Ajarkan ibu tentang perawatan tali pusat dengan mengganti kassa tali
pusat setiap habis mandi/kotor/basah.
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan pada tali pusat sehingga dapat
segera dilakukan penanganan.
8. Anjurkan ibu jika terdapat tanda bahaya pada bayi segera dibawa ke
petugas kesehatan
Rasional: Untuk deteksi dini adanya tanda-tanda bahaya pada bayi bari
lahir.
9. Aanjurkan ibu melakukan kunjungan ulang
Rasional: kunjungan ulang 2 hari bayi baru lahir untuk menilai
perkembangan kesehatan bayi (Diana, 2017).

E. PENATALAKSANAAN
Melaksanakan perencanaan. Pada langkah ini rencana asuhan
menyeluruh dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien (Marmi, 2017).

F. KRITERIA EVALUASI
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan
untuk melihat efektifitas dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
perubahan perkembangan kondisi klien.
1. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai
kondisi klien
2. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan /keluarga
3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien (Yuniati,
2017)
Follow Up Data Perkembangan Pasien

Menurut KepMenKes RI No : 938/Menkes/SK/VIII/2007, dalam


pendokumentasian data perkembangan kondisi klien menggunakan
metode pendokumentasian SOAP yang terdiri dari data subjektif, data
objektif, analisis, dan penatalaksanaan. SOAP (Subjektif, Objektif,
Analisis, Penatalaksanaan) disarikan dari proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan tujuh langkah menurut (Varney, 2015) yang
dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis
pasien sebagai catatan kemajuan atau perkembangan terhadap kasus.

1. Subjektif (S)
Subyektif berisi tentang data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung/ informasi dari
orang tua (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).

2. Objektif (O)
Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan
umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri (Jitowiyono and
Kristiayanasari, 2015).

3. Assasment (A)
Data yang terkumpul kemudian di buat kesimpulan meliputu
dignosis, antisipasi diagnosis/ masalah potensial serta perlu tidaknya
tindakan segera (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).

4. Plan (P)
Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi serta konseling untuk tindak
lanjut (Jitowiyono and Kristiayanasari, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI BBL
PADA BY. NY. S USIA 2 JAM DENGAN BBLR
DI PUSKESMAS KEDU KABUPATEN TEMANGGUNG

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 10 Februari 2023
Waktu : 07.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kedu

II. IDENTITAS
a. Identitas bayi
Nama : By. Ny. S
Tanggal/ Jam lahir : 10 Februari 2023 / 05.15 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Identitas orang tua
1. Nama Ibu : Ny. S 1. Nama Ayah : Tn. S
2. Umur : 34 tahun 2. Umur : 41 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : BHL
6. Suku bangsa : Jawa 6. Suku Bangsa : Jawa
7. Alamat : Karangtejo 7. Alamat : Karangtejo

III. DATA SUBYEKTIF


1. Riwayat kehamilan ibu
a. Umur kehamilan : 37 minggu
b. Riwayat penyakit dalam hamil : Tidak ada penyakit selama kehamilan
c. Kebiasaan selama hamil :
Merokok :-
Konsumsi alcohol :-
Jamu-jamuan, narkoba, maupun obat-obatan bebas : -
d. Riwayat Natal :
Tanggal lahir : 10 februari 2023 / 05.15 WIB
BB : 2400 gr PB : 44 cm LK: 30 cm LD: 30 cm
LILA : 9 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Tunggal/ Gemelli : Tunggal
Lama persalinan kala I, kala II : 2 jam, 10 menit
Komplikasi persalinan : Tidak ada
e. Riwayat Perinatal : Penilaian Apgar Score
Appearance Pulse Grimace Activity Respiratory Score
1 Menit 2 2 2 1 1 8

5 Menit ke-1 2 2 2 1 2 9
5 Menit ke-2 2 2 2 2 2 10
2. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi : Bayi sudah menyusu.
b. Pola eliminasi : Bayi sudah BAB dan belum BAK
c. Pola Istirahat : Bayi sering tidur
d. Pola aktifitas : Bayi bergerak aktif dan menangis

IV. DATA OBYEKTIF


1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital sign : N = 140 X/mnt
RR = 42 X/mnt
S = 36,5 0 C
Pengukuran antropometri :
BB : 2350 gram
PB : 44 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar lengan : 9 cm
2. Status Present
 Kepala :Simetris, tidak terdapat benjolan abnormal, tidak
terdapat caput succedaneum, cepal hematoma
 Mata :Simetris, skelera putih, kojungtiva merah muda
 Hidung :Simetris, tidak terdapat kotoran, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung, lubang hidung dua.
 Mulut :Bibir lembab warna kebiruan, tidak tampak labioskizis
 Telinga :Simetris, tidak terlihat adanya serumen, tidak ada
kelainan.
 Leher :Tidak terlihat pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
limfe maupun pembesaran vena jugularis.
 Dada : simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada whezing
 Abdomen : Tidak tampak benjolan abnormal, tali pusat masih
basah.
 Punggung : Tidak ada spina bifida, simetris, tidak ada sianosis.
 Genetalia : Testis sudah turun. Terdapat lubang genetalia
 Anus : Bersih, berlubang, tidak terdapat atresia ani dan
rektum
 Ekstermitas Atas :Simetris, tidak terdapat polidaktil maupun sidikatil,
warna kemerahan, pergerakan aktif
Bawah : Simetris, tidak terdapat sindikatil maupun polidaktil,
pergerakan aktif
 Kulit : Tidak ikterik, masih terdapat verniks.
3. Reflek
 Rooting reflex :Baik, bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi
 Sucking reflek :Baik, bayi akan menghisap ketika puting, jari atau benda
lain diletakkan di mulut bayi
 Grasp reflek :Baik, bayi menggenggam erat saat disodorkan bayi telunjuk
ke telapak bayi
 Moro reflek :Baik, bayi melengkungkan punggungnya melemparkan
kepala ke belakang dan merentangkan tangan an kaki saat terkejut
 Tonic neck reflek :Baik, ketika kedua tangan bayi diangkat, bayi berusaha
mengangkat kepala
 Babinski reflek : Baik, jari-jari kaki bayi mencengkeram ketika bagian
telapak bayi diusap

V. ANALISA
Bayi Ny. S Usia 2 jam, jenis kelamin perempuan, fase reaktifitas 2 dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR)
Masalah : BBLR
Kebutuhan :
1. Kebutuhan akan kehangatan
2. Kolaborasi dengan dokter

VI. PENATALAKSANAAN
1. Melakukan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan sebelum berinteraksi
dengan bayi.
Hasil : telah melakukan cuci tangan dengan teknik 7 langkah.
2. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan kondisi anakanya
Hasil : ibu dan keluarga mengerti
3. Memberikan imunisasi HB 0 dengan pada 1/3 anterolateral paha kanan secara
IM kemudian membedong bayi.
Hasil : Bayi telah diimunisasi HB 0 dan telah dibedong
4. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin, setiap 2 jam sekali
(on demand), jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu susui, susui sampai
payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain.
Hasil : Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan
5. Menjaga kehangatan bayi dengan meletakkan bayi di dalam incubator dan
mengajarkan kepada ibu Metode Kanguru yang bisa menjadi alternatif dari
penggunaan incubator yaitu dengan bayi dalam posisi tegak (upright) atau
prone (bila ibu berbaring), hanya memakai popok dan penutup kepala,
didekap di antara kedua payudara ibu, bersentuhan kulit dengan kulit, dada
dengan dada secara berkesinambungan.
Hasil : bayi telah diletakkan di dalam incubator dan ibu telah mempraktekkan
metode kanguru dengan benar.
6. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi dengan cara
diselimuti setiap saat dan memakai pakaian kering, ganti popok atau baju jika
basah dan jangan menidurkan bayi ditempat dingin.
Hasil : ibu bersedia untuk selalu memantau bayinya.
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter puskesmas
Hasil : advis dokter dilakukan perawatan metode kangguru karena bayi BBLR
dan dilakukan pemantauan kondisi bayi secara teratur
Pembimbing klinik Mahasiswa

Sri Sri Suyatmi, S.Tr.Keb, Bdn Anggit Puspitaningrum


NIP. 197612082003122003 NIM. P1337424822165

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Bayi S


Tanggal : 10 februari 2023
Jam : 13.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kedu
Subyektif Ibu mengatakan selama 8 jam ini bayinya kondisinya terus
hangat, menyusu dengan kuat setiap 2 jam sekali dan tidak
ada masalah. Ibu mngatakan bayinya sering menangis minta
ASI dengan dibantu keluarga (suami dan kakak)

Obyektif Keadaan umum : Baik


Vital sign :
Nadi : 130 x/ menit LK : 30 cm
Suhu : 36,6 0C LD : 30 cm
RR : 38 x/ menit Lila : 9 cm
BB : 2400 gram PB : 44 cm
Akral hangat
Meco : positif
Reflek hisap : positif
Reflek telan : positif

Analisa Diagnosa : Bayi S umur 8 jam jenis kelamin perempuan


dengan BBLR
Penatalaksanaan 1. Memberikan pujian pada ibu karena sudah sering
menyusui bayinya dan meminta ibu terus melanjutkan
menyusu secara on demand
Hasil : Ibu mengerti dan akan tetap sering menyusui
bayinya
2. Mengingatkan ibu untuk mencuci tangan kapan saja
terutama saat ingin kontak dengan bayinya
Hasil: ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang
diberikan
3. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan
bayinya, kehangatan bayi dan ditempatkan di lingkungan
yang bersih dan hangat
Hasil: ibu bersedia mengikuti anjuran yang diberikan, bayi
sudah dipakaikan baju, popok dan dibedong serta
diselimuti.
4. Menganjurkan ibu untuk melanjutkan menyusui bayinya
setiap 2 jam sekali atau bila bayi minta ASI
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia untuk menyusui bayinya
setiap 2 jam sekali
5. Menganjurkan ibu untuk memeriksakan bayinya pada hari
ke 3 – 7 hari, atau jika ada keluhan segera ke tenaga
kesehatan terdekat
Hasil : Ibu bersedia memeriksakan bayinya pada hari ke 3
– 7 hari atau jika ada keluhan
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Bayi S


Tanggal : 16 Februari 2023
Jam : 09.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kedu
Subyektif Ibu mengatakan selama 6 hari ini bayinya bergerak aktif.
Bayinya menyusu dengan kuat setiap 2 jam sekali dan tidak
ada masalah. Ibu mengatakan tali pusat bayi telah lepas tadi
pagi.

Obyektif Keadaan umum : Baik


Vital sign :
Nadi : 130 x/ menit LK : 30 cm
Suhu : 36,6 0C LD : 30 cm
RR : 38 x/ menit Lila : 9 cm
BB : 2400 gram PB : 44 cm
Analisa Diagnosa : Bayi S umur 6 hari jenis kelamin perempuan
neonatus fisiologis
Masalah : -
Kebutuhan :
1. Kehangatan tubuh
2. ASI Ekslusif
3. Pencegahan infeksi
Penatalaksanaan Tanggal/ Jam : 16 Februari 2023/ 09.00 WIB
1. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kehangatan bayi.
Hasil: Bayi telah dibedong dan dipakaikan topi serta
dijauhkan dari jendela dan sumber udara dingin lainnya.
2. Menganjurkan ibu untuk terus melanjutkan menyusui
bayinya setiap 2 jam sekali.
Hasil: Bayi telah digendong dan disusui ibu.
3. Menganjurkan ibu untuk mengimunisasi bayinya saat
berusia 1 bulan di posyandu terdekat yaitu imunisasi BCG
dan polio 1, imunisasi BCG bermanfaat untuk mencegah
pernyakit TBC (Tuberculosis) yaitu penyakit paru-paru
dengan gejala berupa batuk yang berlangsung lama (lebih
dari 3 minggu), biasanya berdahak, dan terkadang
mengeluarkan darah dan imunisasi polio mencegah
penyakit poliomyelitis yaitu penyakit saraf yang dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen.
Hasil : ibu mengatakan akan membawa anaknya ke
posyandu saat berusia 1 bulan untuk mendapatkan
imunisasi.
4. Menganjurkan ibu untuk rutin datang ke posyandu setiap 1
bulan sekali agar tumbuh kembang bayi dapat dipantau
oleh ibu kader dan ibu bidan.
Hasil : Ibu bersedia datang ke posyandu setiap 1 bulan
sekali
BAB IV
PEMBAHASAN

Penulis melakukan asuhan kebidanan pada By.Ny.S umur 0 hari (2 jam) fase
reaktivitas II dengan BBLR, yang dilakukan sejak tanggal 10 februari 2023. Ada
beberapa hal yang penulis uraikan pada bab pembahasan ini dimana penulis akan
membahas kesenjangan dan kesesuaian antara teori dan penatalaksanaan dari kasus
yang ada.
1. Data Subjektif
Dari pengkajian diperoleh data identitas bayi yaitu By. Ny. S lahir pada
tanggal 10 Februari 2023, pukul 05.15 WIB, jenis kelamin perempuan.
Pola kebiasaan sehari-hari yang dikaji adalah pola nutrisi, didapatkan bayi
sudah menyusu. Hal tersebut sesuai dengan teori yaitu ASI diberikan setiap 2-3
jam sekali (Dewi, 2010).
Pada pola eliminasi, umumnya mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir.
Bayi berkemih dengan frekuensi 6-10 kali sehari (Dewi, 2010). Pada praktiknya
By.Ny.S selama 2 jam belum BAK dan sudah BAB tanpa ada keluhan.
Pola Istirahat, bayi baru lahir sampai usia 3 bulan rata-rata tidur selama 16
jam sehari (Dewi, 2010). Pada praktiknya, By.Ny. S masih sering tidur.
Dari data yang diperoleh diatas dapat diambil kesimpulan yaitu pada data
subjektif tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada By. S yaitu N = 140 x/menit, RR =
42 x/menit, S = 36,8°C, BB = 2400 gram, PB = 44 cm, LK = 30 cm, LD = 30 cm,
LILA = 9 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan denyut jantung
normal neonatus adalah 100-120 kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur,
status pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit,
tidak ada wheezing dan ronki dan suhu normal adalah 36,50C-37,50C (Dewi,
2010). Pada pengukuran antropometri didapatkan hasil BB lahir adalah 2400 gram,
PB lahir 44 cm, LK lahir 30 cm, LD lahir 30 cm, dan LILA lahir 9 cm. Menurut
teori dari (Dewi, 2010), menyatakan berat bayi baru lahir yang normal yaitu berat
badan bayi 2500-4000 gram, sehingga berat lahir By. S tidak termasuk dalam
kategori normal. By. Ny. S termasuk dalam kategori BBLR. Hal ini sesuai dengan
teori Mitayani (2011) dan Proverawati (2010), yaitu bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada saat lahir.
Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram
tanpa memandang masa kehamilan.
Menurut (Kemenkes RI, 2013), pemeriksaan pada abdomen normalnya perut
bayi datar, teraba lemas, tali pusat masih basah, tidak ada perdarahan tali pusat.
Pemeriksaan pada mata normalnya tidak ada kotoran atau sekret. Pada hasil
pemeriksaan By.S adalah perut datar, teraba lemas, pusar sudah kering.
Menurut (Dewi, 2010), refleks yang dimiliki oleh neonatus normal adalah
Rooting reflek baik, ketika pinggir mulut bayi disentuh bayi akan mengikuti arah
sentuhan tersebut dan membuka mulutnya. Sucking reflek, yaitu ketika bagian atas
atau langit-langit mulut bayi di sentuh maka bayi akan mulai menghisap dari
lemah menjadi kuat. Morro reflek baik, bila dikagetkan bayi akan memperlihatkan
gerakan seperti memeluk. Tonic neck baik, yaitu kepala bayi dapat ekstensi.
Palmar Grasp reflek baik, bila diletakkan beda pada telapak tangan bayi akan
menggenggam. Babinski reflek baik, yaitu ketika telapak kaki bayi digaruk jempol
bayi akan mengarah ke atas, dan jari-jari kaki lainnya akan terbuka. Swallowing
reflek baik, yaitu bayi dapat menelan dengan baik. Pada praktiknya, By. Ny. S
mempunyai refleks yang baik meliputi rooting refleks, sucking refleks, grasp
refleks, morro refleks, tonic neck refleks, babinski refleks, dan swallowing refleks.
Dengan demikian, tidak ada kesenjangan yang ditemukan antara teori dan
praktik.
3. Analisa
Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu By.
Ny. S umur 2 jam (0 hari) jenis kelamin perempuan fase reaktivitas II dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dari pengkajian ditemukan masalah berat
bayi yang kurang, kebutuhan segera adalah melakukan koaborasi dengan dokter.
4. Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan pada By. Ny. S yaitu:
a. Melakukan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan sebelum berinteraksi
dengan bayi.
b. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan kondisi anakanya
c. Memberitahu ibu bahwa bayinya akan diimunisasi HB0 untuk mencegah
penyakit hepatitis B dan dibedong agar hangat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mahdalena Prihatin Ningsih
dan Lisa Rahmawati tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Hepatitis B-0 dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Alai Tahun 2015” Salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang adalah pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek, maka semakin baik perilaku yang ditunjukkan
terhadap objek tersebut. Dalam hal ini perilaku responden akan baik jika
responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang imunisasi hepatitis
B-0. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan rendah tentang
imunisasi Hepatitis B. Sebagian besar responden tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B-0. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
hepatitis B-0 dengan pemberian imunisasi hepatitis B-0 pada bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Padang Alai (Ningsih and Rahmawati, 2015).
d. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin, setiap 2 jam sekali
(on demand), jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu susui, susui sampai
payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain.
Menurut penelitian Nasriani tahun 2020 tentang “Hubungan Pemberian
Bantuan Cara Menyusui yang Benar dan Anjuran Menyusui On Demand
dengan Cakupan Asi Eksklusif Di Kabupaten Pangkep” menyusui paling baik
dilakukan sesuai permintaan bayi (On Demand) termasuk pada malam hari,
minimal 8 kali perhari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi
menyusu. Makin jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang.
Produksi ASI juga dapat berkurang bila bayi menyusu terlalu sebentar. Oleh
karena itu, menyusui tanpa dijadwalkan sangat bermanfaat jika ingin sukses
menyusui secara eksklusif. Karena produksi mengikuti hukum permintaan,
semakin sering dihisap maka semakin banyak berproduksi. Menyusui on
demand berhubungan dengan cakupan ASI Eksklusif. Hal ini berarti bahwa
peningkatan cakupan ASI eksklusif cenderung dipengaruhi oleh pelaksanaan
menyusui on demand (Nasriani, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah Wati Sugito,
Agus Sri Wardoyo, dan Trias Mahmudiono pada tahun 2017 menyebutkan
bahwa Pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir sampai sebelum 24 jam
terakhir dan pertama kali memberikan makanan selain ASI pada bayi usia 0-
23 bulan berhubungan dengan kejadian underweight. Bayi yang tidak diberi
ASI eksklusif rentan mengalami penyakit, seperti infeksi saluran pencernaan,
gizi buruk, serta gangguan tumbuh kembang, dan meningkatkan risiko
kematian. Bayi dapat mengalami penurunan berat badan sebesar 7% pada 72
jam pertama kehidupan, apabila terjadi masalah dalam pemberian ASI.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pola asuh akan berdampak pada status
gizi bayi. Pencernaan bayi pada usia kurang dari 6 bulan masih belum
sempurna dan hanya dapat menerima makanan berupa ASI. Pemberian
makanan pendamping ASI terlalu dini akan menyebabkan terjadinya
gangguan/infeksi sehingga bayi dapat mengalami gizi buruk (Sugito,
Wardoyo and Mahmudiono, 2017).
e. Menjaga kehangatan bayi dengan meletakkan bayi di dalam incubator dan
mengajarkan kepada ibu Metode Kanguru yang bisa menjadi alternatif dari
penggunaan incubator yaitu dengan bayi dalam posisi tegak (upright) atau
prone (bila ibu berbaring), hanya memakai popok dan penutup kepala,
didekap di antara kedua payudara ibu, bersentuhan kulit dengan kulit, dada
dengan dada secara berkesinambungan.
Menurut penelitian Suradi dan Yanuarso (2018), Metode kanguru
merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan dapat
digunakan ketika fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas. Metode
kanguru ternyata tidak hanya sekedar menggantikan inkubator, namun juga
memberi berbagai keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh inkubator.
Keuntungan menggunakan metode kanguru antara lain meningkatnya
hubungan ibu-bayi, stabilisasi suhu tubuh bayi, stabilisasi laju denyut jantung
dan pernapasan, pertumbuhan dan peningkatan berat badan yang lebih baik,
mengurangi stres baik pada ibu maupun bayi, tidur bayi lebih lama,
memperpanjang masa ‘kewaspadaan’ (alert) bayi, mengurangi lama menangis,
memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi, meningkatkan produksi ASI,
menurunkan kejadian infeksi, dan mempersingkat masa rawat di rumah sakit.
Metode kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi berat lahir rendah
dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga
memberi peluang bagi BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar.
f. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi dengan cara
diselimuti setiap saat dan memakai pakaian kering, ganti popok atau baju jika
basah dan jangan menidurkan bayi ditempat dingin.
g. Melakukan kolaborasi dengan dokter puskesmas dengan hasil advis dokter
rujuk karena bayi BBLR
Bayi dengan BBLR sebaiknya melakukan perawatan metode
kangguru pada bayinya karena berpotensi mengalami komplikasi seperti:
1) Hipotermi
Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh beberapa penguapan
yang bertambah akibat berkurangnya jaringan lemak di bawah kulit,
permukaan tubuh yang relative luas dibandingkan berat badan, otot yang
tidak aktif, produksi panas yang berkurang karena adanya lemak coklat
(brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum
berfungsi sebagaimana mestinya (Winkjosastro, 2008).
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia berarti konsentrasi gula darah yang rendah.
Hipoglikemia sendiri bukanlah kondisi medis tetapi merupakan gejala
penyakit atau kegagalan untuk beradaptasi dan keadaan janin yang terus
menerus mendapatkan konsumsi glukosa dari transplasenta ke pola suplei
nutrient yang intermitten di ekstrauteri (Maryunani, 2013).
3) Sistem gangguan pernapasan hidropatik
Sistem gangguan pernapasan hidropatik disebabkan oleh
kekurangan surfaktan dikarenakan pertumbuhan paru belum sempurna.
Otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah
melengkung. Selain itu, sering timbul pernapasan yang periodic dan
apnea yang disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla belum matur
(Winkjosastro, 2008).
4) Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi sempurna
sehingga proses penyerapan makanan kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung
berkurang. Bayi BBLR mudah kembung dan hal ini disebabkan oleh
karena sianosis anorektal, atresia ileum, peritonitis, meconium dan mega
kolon (Proverawati, 2010).
5) Perdarahan intraventrikular
Lebih dari 50 % bayi BBLR menderita perdarahan pada otak. Hal
ini disebabkan karena bayi prematur sering mengalami asfiksia berat dan
gangguan sindrom pernapasan. Akhirnya bayi menjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah.
Penambahan aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi dikarenakan otot
regulasi serebral pada bayi prematur. Sehingga mudah terjadi perdarahan
pada pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia yang germinal yang
terletak dari dasar ventrikel lateralis antara nucleus kaudatus dan ependim
(Winkjosastro, 2008).
6) Gangguan imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang
terbatas. Seringkali memungkinkan bayi tersebut rentan sekali terhadap
infeksi daripada bayi dengan berat normal (Maryunani, 2013).
h. Memberitahu ibu bahwa BB bayi kurang dari batas normal disebut berat bayi
lahir rendah, maka dari itu perlu dilakukan perawatan metode kangguru

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Sri Widatiningsih, M.Mid, Bdn. Anggit Puspitaningrum


NIP. 1968111989032001 NIM. P1337424822165
DAFTAR PUSTAKA
Asrinah, dkk (2013) Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dewi, V. N. L. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Diana, S. (2017) Model Asuhan Kebidanan Continuity of Care. Surakarta: Penerbit
CV Kekata Group.
Kemenkes RI (2013) Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Marmi (2017) Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peurperium Care”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Marmi and Rahardjo, K. (2018) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. VI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. (2013) Buku Saku Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah.
Jakarta: TIM.
Nasriani (2020) ‘Hubungan Pemberian Bantuan Cara Menyusui yang Benar dan
Anjuran Menyusui On Demand dengan Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten
Pangkep’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(3), pp. 277–281.
Ningsih, M. P. and Rahmawati, L. (2015) ‘Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang
Imunisasi Hepatitis B-0 Dengan Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Padang Alai Tahun 2015 Pendahuluan Penyakit Hepatitis B
Merupakan Salah Satu Penyakit Menular Yang Berbahaya Dan Dapat Menyebabkan’,
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 8(2), pp. 32–39.
Pratiwi, A. (2015) PEMBERIAN METODE KANGAROO MOTHER CARE (KMC)
TERHADAP KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA.
Prawirohardjo, S. (2014) Ilmu Kebidanan. 4th edn. Edited by A. B. Saifuddin.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Proverawati, A. (2010) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Pijat Bayi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sofiani, F. and Asmara, F. Y. (2014) ‘Pengalaman Ibu Dengan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) Mengenai Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (PMK) di
Rumah’, Prosiding Seminar Nasional, 2(2).
Sugito, M. W., Wardoyo, A. S. and Mahmudiono, T. (2017) ‘Hubungan ASI
Eksklusif dengan Kejadian Underweight di Jawa Timur Tahun The Relationship of
Exclusive Breastfeeding and Underweight in East Java in’, Journal of Nutrition
College, pp. 180–188. doi: 10.20473/amnt.v1.i3.2017.180-188.
Suradi, R. and Yanuarso, P. B. (2018) ‘Metode Kanguru Sebagai Pengganti Inkubator
Untuk Bayi Berat Lahir Rendah’, Sari Pediatri, 2(1), pp. 29–35.
Winkjosastro (2008) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
Yuniati, I. (2017) ‘Peningkatan Kualitas Pelayanan Kebidanan dengan Manajemen
Kebidanan’.

Anda mungkin juga menyukai