Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan “asuhan keperawatan pada bayi
dengan gangguan sistem pencernaan: resiko tinggi hiperbilirubin” tepat pada
waktunya.
Penulisan Asuhan Keperawatan ini merupakan penugasan dari mata kuliah
blok Keperawatan Anak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan sarannya dalam pembuatan Asuhan
Keperawatan ini dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan
membantu dalam pembuatan Asuhan Keperawatan ini.
Penulis berharap Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat
membangun demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.Penulis menyadari
bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis
masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................... 1
1.2.Ruang Lingkup Penulisan.................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan............................................................... 3
1.5. Sistematika Penulisan......................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Medik
a. Pengertian......................................................................... 4
b. Anatomi Fisiologi............................................................. 7
c. Etiologi............................................................................. 11
d. Manifestasi Klinik............................................................
e. Patofisiologi......................................................................
f. Klasifikasi.........................................................................
g. Pemerikasaan Penunjang..................................................
h. Komplikasi.......................................................................
i. Penatalaksanaan................................................................
2.2. Konsep Dasar Keperawatan
a. Pengkajian........................................................................ 12
b. Diagnosa Keperawatan..................................................... 17
c. Intervensi.......................................................................... 18
d. Implementasi.................................................................... 25
e. Evaluasi............................................................................ 26
2.3. Patoflow Diagram Teori
BAB IIIPENUTUP
iii
3.1 Kesimpulan......................................................................... 29
3.2 Saran.................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang
tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa yang
warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di
dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke
tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab
seperti umur kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan
penatalaksanaan.
2
1.2 Ruang Lingkup
Penulisan Asuhan Keperawatan ini difokuskan dengan mengingat
keterbatasan waktu yang ada pada penulis, maka dalam penulisan makalah ini
penulis membatasi ruang lingkup masalah hanya pada asuhan keperawatan
pada bayi dengan gangguan sistem pencernaan: resiko tinggi hiperbilirubin
3
h) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai komplikasi
penyakit pada bayi dengan gangguan sistem pencernaan: resiko tinggi
hiperbilirubin
i) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
Penatalaksanaan penyakit pada bayi dengan gangguan sistem
pencernaan: resiko tinggi hiperbilirubin
j) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai asuhan
keperawatan penyakit pada bayi dengan gangguan sistem pencernaan:
resiko tinggi hiperbilirubin
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
menyusui ASI
Penyebab Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
bilirubin dari dikonsumsi menjadi Hati tidak mampu
hemolisis oleh bayi bentuk lemak mengkonjugasi
SDM sebelum ASI yang dapat dan
terbentuk larut, yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat menentukan Pra natal-transfusi
6
Fototerapi penyebab; bila (janin)
untuk bilirubin kadar bilirubin Pencegahan
18-20 mg/dl menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
pemberian ASI
tanpa
gangguan
B. Anatomi Fisiologi
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai
sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme.
Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima
darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati
akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat
kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik.
Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme
glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang
memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak
dalam traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari
dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang
dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung
empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan;
pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu
memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).
7
1. Anatomi
2. Fisiologi
a. Ekskresi Bilirubin
8
disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik).
Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh
ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan
jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
b. Metabolisme Bilirubin
9
melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin
bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat
oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah
ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y)
protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum
endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat
larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses
fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena
tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek
(80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin
ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7,
kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun
biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari
12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi
bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga
kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak
yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
10
c. Diagram Metabolisme Bilirubin
Eritrosit
Hemoglobin
Hem Globin
Melalui hati
Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus
Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum
Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses
11
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinik
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya.
Bila ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
12
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)
E. Patofisiologi
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
13
F. Klasifikasi
14
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
15
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek
menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah
ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-
positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam,
16
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl
pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14
g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar
dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan
penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.
H. Komplikasi
1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor
koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan
17
hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel
darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan
hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki
transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu
diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga
dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan
lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar
bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan
dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum maupun
sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang
dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran
biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum luasan
berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau efektif
menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin
yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi
cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai
dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi
isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-42 sampai -15e).
Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu reaksi yang
18
menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada
keadaan berikut ini :
1. Hidrops.
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Adanya riwayat sensitisasi.
1. Mengoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin.
I. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu
48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yangberarti. Mungkin lebih
bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian
glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg
%. Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulitlarut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin menurun.
Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin
indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya
19
pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat
dan bilirubin akan keluar bersama feses.
1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam)
agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat
dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan
dahulu kelopak matanya. (untuk mencegah kerusakan retina)
3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila
mungkin, agar sinar merata.
4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6
jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi
diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika
tetap hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan
suhu tubuh bayi.
6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata
dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi
dihentikan walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin
dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi
500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi
tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
20
B. Komplikasi terapi sinar :
21
2.2 Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
3. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
5. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran
ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
22
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
7. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi
(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan
dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis,
hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2. Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
3. Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar berhubungan
dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
4. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi, prognosis,
dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan,
kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi dibuktikan
dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta informasi,
ketidaktepatan mengikuti instruksi.
23
C. Intervensi
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan
dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis,
hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi
cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP
24
berat badan lahir rendah (BBLR) – otak, memungkinkan ikatan bilirubin
atau IUGR, prematuritas, proses terpisah pada tingkat membran sel atau
metabolic abnormal, cedera dalam sel itu sendiri, meningkatkan
vascular, sirkulasi abnormal, sepsis, risiko terhadap keterlibatan SSP.
atau polisitemia.
- Resorpsi darah yang terjebak pada
3. Perhatikan penggunaan ekstrator jaringan kulit kepala janin dan
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi hemolisis yang berlebihan dapat
terhadap adanya sefalohematoma meningkatkan jumlah bilirubin yang
dan ekimosis atau petekie yang dilepaskan dan menyebabkan ikterik.
berlebihan.
- Asfiksia dan asidosis menurunkan
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada afinitas bilirubin terhadap albumin.
kelahiran, perhatikan kebutuhan
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis.
- Stress dingin berpotensi melepaskan
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan asam lemak, yang bersaing pada sisi
kering; pantau kulit dan suhu inti ikatan pada albumin, sehingga
dengan sering. meningkatkan kadar bilirubin yang
bersirkulasi dengan bebas (tidak
berikatan).
25
kadar Dextrostix, sesuai indikasi. dengan meningkatkan pasase
mekonium. Hipoglikemia memerlukan
penggunaan simpanan lemak untuk
asam lemak pelepas energy, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan - Hipoproteinemia pada bayi baru lahir
prenatal; perhatikan kemungkinan dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
hipoproteinemia neonates, albumin membawa 16 mg bilirubin
khususnya pada bayi praterm. tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah – otak.
26
patologis) diperlukan untuk mempertahankan
oksigenisasi adekuat pada janin tidak
lagi diperlukan oleh bayi baru lahir dan
dihemolisis, sehingga melepaskan
bilirubin, produk pemecahan akhir dari
heme. Ikterik karena ASI biasanya
tampak antara hari keempat dan keenam
kehidupan, mempengaruhi hanya 1% -
2% bayi menyusu. ASI dari banyak
wanita dianggap mengandung enzim
(pregnanidiol) yang menghambat
glukoronil transferase 9enzim hepar
yang berkonjugasi dengan bilirubin),
atau mengandung beberapa kali
konsentrasi ASI normal dari asam
lemak bebas tertentu, yang juga
dianggap menghambat konjugasi
bilirubin. Ikterik patologis tampak
dalam 24 jam pertama kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan
perkembangan kernikterus /
ensefalopati bilirubin.
11. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda - Bilirubin tidak terkonjugasi yang
27
– tanda dan perubahan perilaku ; berlebihan (dihubungkan dengan ikterik
Tahap I meliputi neurodepresan patologis) mempunyai afinitas terhadap
(mis, letargi, hipotonia, atau jaringan ekstravaskular, meliputi
penurunan / tadak adanya reflex). ganglia basal jaringan otak. Perubahan
Tahap II meliputi perilaku berhubungan dengan
neurohiperefleksia (mis, kedutan, kernikterus biasanya terjadi antara hari
kacau mental, opistotonus, atau ke – 3 dan ke – 10 kehidupan dan jarang
demam). Tahap III ditandai dengan terjadi sebelum 36 jam kehidupan.
adanya manifestasi klinis. Tahap IV
meliputi gejala sisa seperti palsi
serebral atau retardasi mental.
28
lebih besar dari 13 – 15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna (Catatan: Bayi stress atau
praterm rentan pada deposisi pigmen
empedu dalam jaringan otak pada kadar
sangat rendah daripada bayi cukup
bulan yang tidak mengalami stress).
b. Tes Coombs darah tali pusat - Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk / indirek. menandakan adanya antibodi (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
adarah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A
atau anti-B) SDM pada neonatus.
29
kembaran – kembaran, ibu diabetes,
atau stress intrauterus kronis dan
hipoksia, seperti terlihat pada bayi BLR
atau bayi dengan penurunan sirkulasi
pada senta. Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
30
bayi atau bile blanket (kecuali untuk bilirubin, yang memungkinkan ekskresi
bayi baru lahir dengan penyakit cepat dari bilirubin dalam feses dan
Rh). (Rujuk pada DK: cedera, risiko urine. Kecepatan hemolisis dalam
tinggi terhadap efek samping penyakit Rh biasanya melebihi
tindakan fototerapi; cedera, resiko kecepatan reduksi bilirubin yag
tinggi terhadap komplikasi tranfusi berhubungan dengan fototerapi,
tukar). sehingga tranfusi satu-satunya tindakan
yang tepat
18. Bantu dengan persiapan dan - Tranfusi tukar perlu dalam kasus
pemberian tanfusi tukar. Gunakan anemia hemolitik berat, yang biasanya
golongan darah yang sama dengan berkenaan dengan inkompatibilitas Rh,
bayi, tetapi darah Rh negative atau untuk menghilangkan SDM tersentisasi
golongan O negative, bila hasil tes yang akan segera melisis; untuk
Coombs direk pada serum tali pusat menghilangkan bilirubin serum; untuk
31
lebih besar dari 3,5 mg/dl pada memberikan albumin bebas-bilirubin
minggu pertama kehidupan, kadar untuk meningkatkan bagian ikatan
bilirubin serum yang tidak untuk bilirubin; dan untuk mengatasi
terkonjugasi lebih besar dari 20 anemia dengan memberikan SDM yang
mg/dl pada 48 jam pertama tidak rentan terhadap antibodi ibu.
kehidupan, atau Hb lebih rendah
dari 12 g/dl pada kelahiran bayi
dengan hidrops fetalis.(rujuk pada
DK: cedera, resiko tinggi terhadap
komplikasi tranfusi tukar).
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
1. Perhatikan adanya/ perkembangan - Fototerapi dikontraindikasikan pada
bilier atau obstruksi usus. kondisi ini karena fotoisomer bilirubin
yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap
diekskresikan.
32
fluoresen (sinar putih atau biru) kulit dari spectrum biru (sinar biru)
dengan menggunakan fotometer. menentukan seberapa dekat bayi di
tempatkan terhadap sinar. Sinar biru
dan biru khusus di pertimbangkan lebih
efektif dari pada sinar putih dalam
meningkatkan pemecahan bilirubin,
tetapi hal ini membuat kesulitan dalam
mengevaluasi bayi baru lahir terhadap
sianosis.
33
pasase nasal.
7. Pantau kulit neonatus dan suhu inti - Fluktuasi pada suhu tubuh dapat
setiap 2 jam atau lebih sering sampai terjadi sebagai respons terhadap
stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu pemajanan sinar, radiasi, dan konveksi.
rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.
34
11. Perhatikan warna dan frekuensi - Defekasi encer, sering dan kehijauan
defekasi dan urin. serta urin kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi bilirubin.
12. Dengan hati-hati cuci area perianal - Membantu mencegah iritasi dan
setelah setiap defekasi; inspeksi kulit ekskoriasi dari defekasi yang sering
terhadap kemungkinan iritasi atau atau encer.
kerusakan.
15. Evaluasi penampilan kulit dan urin, - Efek samping tidak umum dari
perhatikan warna hitam kecoklatan. fototerapi meliputi perubahan pigmen
menyolok (sindrom bayi bronze), yang
dapat terjadi bila kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat. Perubahan
35
dalam warna kulit dapat berakhir
selama 2-4 bulan, tetapi tidak
berkenaan dengan gejala sisa
berbahaya.
16. Kolaborasi
36
3. Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar berhubungan
dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
Kriteria hasil :
Bayi baru lahir akan:
- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi - Pencucian mungkin perlu untuk
sebelum transfusi bila vena melunakkan tali pusat dan vena
umbilikal digunakan. Bila tali umbilikus sebelum transfusi untuk akses
pusat kering, berikan pencucian I.V. dan memudahkan pasase kateter
saline selama 30-60 menit sebelum umbilikal.
prosedur.
37
inkubator, hangatkan baskom birisi
air, atau penghangat darah.
6. Jamin kesegaran darah (tidak lebih - Darah yang lama lebih mungkin
dari 2 hari usianya). Darah yang mengalami hemolisis, karenanya
diberi heparin lebih disukai. meningkatkan kadar bilirubin. Darah
yang diberi heparin selalu baru, tetapi
harus dibuang bila tidak digunakan
dalam 24 jam.
7. Pantau tekanan vena, nadi, warna dan - Membuat nilai data dasar,
frekuensi pernapasan/kemudahan mengidentifikasi potensial kondisi tidak
sebelum, selama transfusi. Lakukan stabil (mis; apnea atau disritmia atau
penghisapan bila diperlukan. henti jantung), dan mempertahankan
jalan napas. (Catatan : Bradikardia
dapat terjadi bila kalsium diinjeksikan
terlalu cepat).
38
sekaligus). bahwa antara 75% dan 90% sirkulasi
SDM digantikan.
11. Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi:
39
c. Protein serum total. - Mengalihkan kadar dengan 3,7
menetukan derajat peningkatan bilirubin
yang memerlukan transfusi tukar
40
denngan bilirubin, karenanya
menurunkan kadar bilirubin serum
sirkulasi yang bebas. Albumin sintesis
tidak dianggap meningkatkan
ketersediaan bagian ikatan.
41
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
1. Berikan informasi tentang tipe-tipe - Memperbaiki kesalahan konsep,
ikterik dan faktor-faktor meningkatkan pemahaman, dan
patofisiologis dan implikasi masa menurunkan rasa takut dan perasaan
datang dari hiperbilirubinemia. barsalah. Ikterik neonatus mungkin
Anjurkan untuk mengajukan fisiologis, akibat ASI, atau patologis,
pertanyaan; tegaskan atau perjelas dan protokol perawatan tergantung
informasi sesuai kebutuhan. pada penyebabnyadan faktor pemberat
42
4. Berikan informasi tentang - Membantu ibu untuk
mempertahankan suplai ASI melalui mempertahankan pemahaman
penggunaan pompa payudara dan pentingnya terapi. Mempertahankan
tentang kembali menyusui ASI bila supaya orangtua tetap mendapatkan
ikterik memerlukan pemutusan informasi tentang keadaan bayi.
menyusui. Meningkatkan keputusan berdasarkan
informasi.
43
8. Buat pengaturan yang tepat untuk tes - Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum bilirubin serum turun di bawah 14
pada fasilitas laboratorium. mg/dl, tetapi kadar serum harus di
periksa ulang dalam 12-24 jam untuk
mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.
D. Implementasi
E. Evaluasi
a. Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
b. Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
c. Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
d. Pengetahuan klien bertambah.
44
2.3 Patoflow Diagram Teori
45
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis tersering
ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologi, atau
patologis dan atau kombinasi keduanya.
Adapun konsep dasar keperawatan dan konsep dasar medis untuk penyakit
hiperbilirubin, konsep dasar keperawatan antara lain: Pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dn evaluasi. Kemudian konsep dasar
medik antara lain : pengertian,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan
medis, pemeriksaan diagnostik
3.2 Saran
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan Hiperbilirubin sehingga dapat menambah
pengetahuan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa di fakultas ilmu kesehatan.
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan gangguan pencernaan resiko tinggi hiperbilirubin serta
menambah pengetahuan oleh setiap pembaca dan menjadi perhatian tersendiri.
46
DAFTAR PUSTAKA
47