TINGKAT 3A
Kelompok 5:
1. Anisa Rahmawati (18003)
2. Devita Tania Revianti (18013)
3. Nerisa Arviana (18043)
4. Prilia Maharani Mustopa (18049)
5. Rini Ameliansyah (18056)
6. Shean Agatha Manullang (18062)
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa, atas limpahan
nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik yang membangun, khususnya dari koordinator dan dosen
mata kuliah Keperawatan Anak II guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
A. Mahasiwa dapat memahami pengertian dari hiperbilirubin.
B. Mahasiwa dapat memahami apa saja faktor risiko dari hiperbilirubin.
1
C. Mahasiwa dapat memahami apa etiologi dari hiperbilirubin.
D. Mahasiwa dapat memahami apa saja klasifikasi dari hiperbilirubin.
E. Mahasiwa dapat memahami bagaimana patofisiologi dari
hiperbilirubin.
F. Mahasiwa dapat memahami apa saja manifestasi klinis dari
hiperbilirubin.
G. Mahasiwa dapat memahami apa saja pemeriksaan penunjang untuk
mendeteksi hiperbilirubin.
H. Mahasiwa dapat memahami Bagaimana penatalaksanaan medis dari
hiperbilirubin.
I. Mahasiwa dapat memahami bagaimana penatalaksanaan keperawatan
dari hiperbilirubin.
J. Mahasiwa dapat memahami apa saja komplikasi dari hiperbilirubin.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
4) Saudara sebelumnya mendapat terapi sama.
5) Sefalhematom atau memar hebat.
6) ASI eksklusif, terutaa bila perawatan tak baik dan terjadi
penurunan berat badan.
7) Ras Asia Timur
B. Risiko Minor
1) Bayi laki-laki
2) Usia ibu ≥ 25 tahun
3) Bayi makrosomia dari ibu DM
4) Saudara sekandung sebelumnya ikterus
5) Usia kehamilan 37-38 minggu.
6) Kadar TSB/TCB pada “area high intermediate risk”
C. Faktor Risiko yang Menurun (lemah)
1) Kadar TSB/TCB pada tingkat area zona low risk.
2) Kahamilan ≥ 41 minggu
3) PASI/ formula
4) Ras kulit hitam
5) Pulang dari RS setelah usia 3 hari.
4
peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban
bilirubin terhadap hati dan akibat peningkatan beban bilirubin terhadap
hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan
feses akan berwarna lebih gelap.
5
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.
5. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus terjadi
24 jam pertama Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
6. Kern Ikterus
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat pelengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus
subtalamus. Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada dasar
ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya
ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin
lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada
autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara
klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
6
yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperhatikan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi, misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat
tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak, sifat ini memungkinkan efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus, pada umumnya
dianggap bahwa kelainan dalam syaraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada kenyataan neonatus, bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir
rendah,hipoksia, dan hipoglikemia (Maryanti 2011).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi
dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi
atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan
penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010)
7
3. Jaundice tampak pada hari kedua atau ketiga, dan mencapai puncak
pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima
sampai hari ketujuh yang biasanya jaudince fisiologis.
4. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap dan tinja pucat seperti
dempul.
5. Dampak permulaan tidak jelas tampak mata berputar-putar.
6. Perut membuncit, pembesaran pada hati.
7. Letargik (lemas), kejang.
8. Nafsu makan berkurang
9. Reflek hisap menghilang (Maryanti, 2011).
A. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
B. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
C. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
D. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
E. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
F. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan.
8
golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar
hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb
>14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ).
D. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase )
E. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
9
a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (penguapan
cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3
kali lebih besar.
b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya
bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan
peristaltic usus.
c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena
sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi
selesai.
d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik,
lampu semua dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum
kepada bayi.
C. Transfusi Tukar
Transfusi Tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia yang
tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan
fototerapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar
dildisebabkan hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus
ABO, defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi
toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi
tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan
kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia berat
pada neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar
hemoglobin tali pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif.
Tujuan transfuse tukar adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi
hemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis,
menurunkan kadar bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
10
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan Hiperbilirubin
1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
2. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori
yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
- Menghilangkan Anemia
- Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
- Meningkatkan Badan Serum Albumin
- Menurunkan Serum Bilirubin
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
12
Riwayat asfiksia.
Krekel, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus.
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi
bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi growth intrauterus (IUGR), atau bayi besar
usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
Terjadi lebih sering pada pria atau wanita-wanita.
13
Neonatus b.d tindakan keperawatan sklera dan kulit bayi
Usia kurang selama 3 x 24 jam 2. Siapkan lampu
dari 7 hari, diharapkan integritas fototerapi dan
kesulitan kulit dan jaringan ikubator
transisi ke meningkat dengan 3. Lepaskan pakaian
kehidupan kriteria hasil : bayi dan popok
ekstra uterin 4. Berikan penutup
1. Pigmentasi
mata pada bayi)
abnormal
5. Ukur jarak antara
menurun
lampu dan
2. Kerusakan
permukaan kulit
lapisan kulit
bayi
menurun
6. Biarkan tubuh bayi
3. Tekstur
terpapar sinat
membaik
fototerapi
7. Anjurkan ibu
menyusui sekitar
20-30 menit
8. Anjurkan ibu
menyusui sesering
mungkin
9. Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk
dan indirek
2. Hipotermia b.d Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh
Kekurangan tindakan keperawatan 2. Monitor tanda dan
lemak selama 3 x 24 jam gejala anemia
subkutan, diharapkan 3. Sediakan
Transfer panas termoregulasi lingkungan yang
neonatus membaik hangat (inkubator)
dengan kriteria hasil : 4. Lakukan
14
1. Suhu tubuh penghangatan aktif
meningkat eksternal (metode
2. Menggigil kangguru)
menurun
3. Frekuensi nadi
meningkat
3. Risiko Setelah dilakukan 1. Periksa tanda dan
Hipovolemia tindakan keperawatan gejala hipovolemia
d.d Gangguan selama 3 x 24 jam 2. Monitor intake dan
absorpsi cairan, diharapkan status output cairan
Evaporasi caoran membaik 3. Monitor berat badan
dengan kriteria hasil : bayi
4. Hitung kebutuhan
1. Membran
cairan
mukosa
5. Anjurkan
membaik
memperbanyak
2. Berat badan
cairan oral
membaik
6. Kolaborasi
3. Turgor kulit
pemberian cairan IV
meningkat
4. Risiko Setelah dilakukan 1. Identifikasi
Gangguan tindakan keperawatan penyebab gangguan
Integritas Kulit selama 3 x 24 jam intergritas kulit
d.d Terapi diharapkan integritas 2. Ubah posisi setiap 2
radiasi, kulit meningkat jam sekali selama
Perubahan dengan kriteria hasil : fototherapi
pigmentasi 3. Gunakan produk
1. Kerusakan
berbahan
lapisan kulit
ringan/alami dan
menurun
hipoalergik pada
2. Pigmentasi
kulit sensitif
abnormal
4. Anjurkan ibu
menurun
15
3. Tekstur menyusui sesering
membaik mungkin
16
4. Melakukan penghangatan
aktif eksternal (metode
kangguru)
Risiko 1. Memeriksa tanda dan gejala
Hipovolemia d.d hipovolemia
Gangguan 2. Memonitor intake dan output
absorpsi cairan, cairan
Evaporasi 3. Memonitor berat badan bayi
4. Menghitung kebutuhan
cairan
5. Menganjurkan
memperbanyak cairan oral
6. Kolaborasi pemberian cairan
IV
4 Risiko Gangguan 1. Mengidentifikasi penyebab
Integritas Kulit gangguan intergritas kulit
d.d Terapi 2. Mengubah posisi setiap 2
radiasi, jam sekali selama fototherapi
Perubahan 3. Menggunakan produk
pigmentasi berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
4. Mengnjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
17
A : Masalah ikterik neonatus
teratasi
P : Intervensi dihentikan
P : Intervensi dihentikan
P : Intervensi dihentikan
18
P : Intervensi dihentikan
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma Bilirubin dengan
yang ditandai pewarnaan ikterus (kekuningan) pada kulit dan sklera. Pada
keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonatus 20 dapat
menyebabkan kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan retardasi mental,
hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan
baik, serta tangisan yang melengking.
4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya kita memahami apa itu
hiperbilirubin dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubin sesuai dengan proses keperawatan dan standar operasional
prosedur (SOP) yang berlaku.
20
DAFTAR PUSTAKA
Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media.
Kementrian Kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Maryanti, dkk. 2011. Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Penerbit
Trans Info Media.
Sukadi A. 2010. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2010; p. 147-53. 12.
Supriyantoro. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Suriadi, Yuliani Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta :
CV. Sagung Seto.
21