Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERAWATAN BAYI DENGAN PHOTOTERAPY

DI SUSUN OLEH:
1. DESTA ROSARI
2. TRI SUSILAWATI
3. HERDA
4. WINILASARI
5. RANGGA

DOSEN PEMBEIMBING : NS. EVI ROYANI, S.KEP, M.KES

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA ADIGUNA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr.Wb
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT serta Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan
para sahabatnya. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya juga kita dapat
mengetahui dan menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Perawatan Bayi
Dengan Inkubator. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik, saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang
telah memberi masukan dalam pembuatan makalah ini serta semua pihak yang
telah membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami berharap semoga
dengan makalah ini kita semua lebih memahami isi yang terkandung di
dalamnya.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam
pembuatan makalah ini kami mohon maaf dan kepada Allah kami mohon
ampun. Wassalam.

Palembang, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ikterus Neonatorum ............................................................ 5
2.1.1 Definisi ikterus neonatorum .................................. 5
2.1.2 Pembagian ikterus ................................................. 5
2.1.3 Etiologi .................................................................. 6
2.1.4 Gejala dan tanda .................................................... 7
2.1.5 Patofisiologi .......................................................... 8
2.1.6 Pemeriksaan fisik .................................................. 10
2.1.7 Diagnosa ................................................................. 10
2.1.8 Penatalaksanaan medis .......................................... 11
2.1.9 Komplikasi ............................................................ 12
2.1.10 Pencegahan ............................................................ 13
2.2 Pototerapi ........................................................................... 13
2.2.1 Definisi ................................................................... 13
2.2.2 Indikasi .................................................................. 14
2.2.3 Prinsip kerja fototerapi .......................................... 14
2.2.4 Mempersiapkan unit fototerapi ............................. 14
2.2.5 Standar operasional prosedur fototerapi ................. 15
2.2.6 Efek samping fototerapi ........................................ 20
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 21
5.2 Saran .................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kuning adalah kondisi paling umum yang memerlukan

perhatian medis pada bayi baru lahir. Pewarnaan kuning pada kulit dan

sklera pada bayi baru lahir dengan penyakit kuning adalah hasil dari

akumulasi bilirubin tak terkonjugasi (kadar normal maksimal adalah 12-13

mg%).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) Angka

Kematian Bayi (AKB) sangat memprihatinkan yang dikenal dengan

fenomena 2/3. Fenomena ini terdiri dari 2/3 kematian bayi (berusia 0-1

tahun) terjadi pada umur kurang satu bulan (neonatal), 2/3 kematian

neonatal terjadi pada umur kurang dari seminggu (neonatal dini), dan 2/3

kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama.

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya,

sekitar 65% mengalami hyperbilirubin. Sensus yang dilakukan pemerintah

Malaysia pada tahun 2010 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir

mengalami hyperbilirubin pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data bayi yang mengalami hyperbilirubin

di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo

selama tahun 2010, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir

sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan

1
kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.

Sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi

cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8%

memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Tahun 2010 terdapat sebanyak

128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan

24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah

ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati

bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.

Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan

gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia

dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup bayi.

Ikterus dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi

kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh

kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang

dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi

saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada

semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika

konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5 mg/dl), senyawa ini

akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan

ini disebut ikterus atau jaundice.

Ikterus akan berpengaruh buruk apabila billirubin indirect telah

melalui sawar otak, sehingga bisa terjadi kern ikterus atau enselopati

2
billiaris yang bisa mangakibatkan atetosis disertai gangguan pendengaran

dan retardasi mental dikemudian hari. Oleh karena itu semua penderita

hiperbillirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik pertumbuhan

fisik, motorik, perkembangan mental dan ketajaman pendengaran.

Penatalaksanaan yang baik dari penderita hiperbillirubinemia adalah

sangat penting untuk mencegah akibat tersebut diatas (Yuhanidz, 2014).

Penatalaksanaan medis bertujuan untuk mengendalikan agar kadar

bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan

kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung

ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat

dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan

pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat

menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi

sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi

hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar

bilirubin.

Berdasarkan teori dan data-data diatas maka penulis tertarik untuk

membahas lebih dalam tentang Penatalaksanaan Phototerapy Pada bayi

Hyperbilirubin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ikterus neonatorum ?

2. Apa penyebab ikterus neonatorum ?

3. Bagaimana tanda dan gejala ikterus neonatorum ?

3
4. Bagaimana penatalaksanaan medis pada bayi ikterus neonatorum ?

5. Apa yang dimaksud dengan fototerapi ?

6. Bagaimana prinsip kerja fototerapi ?

7. Bagaimana operasional prosedur fototerapi pada bayi ikterus

neonatorum ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian ikterus neonatorum

2. Untuk mengetahui penyebab ikterus neonatorum

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala ikterus neonatorum

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada bayi ikterus neonatorum

5. Untuk mengetahui pengertian fototerapi

6. Untuk mengetahui prinsip kerja fototerapi

7. Untuk mengetahui operasional prosedur fototerapi pada bayi ikterus

neonatorum

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikterus Neonatorum

2.1.1 Definisi Ikterus Neonatorum

Ikterus adalah kondisi umum diantara neonatus, disebabkan oleh

kombinasi heme meningkat dan ketidakdewasaan fisiologis hati dalam

konjugasi dan ekskresi bilirubin. Untuk bayi cukup bulan yang paling

sehat, tingkat bilirubin tak terkonjugasi meningkat diatas 17 umol/L (10

mg/dL) antara hari ketiga dan keenam hidup dan penurunan pada hari-hari

berikutnya.

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak

terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada

bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.

2.1.2 Pembagian Ikterus

Pembagian ikterus dibagi menjadi dua yaitu :

1. Ikterus fisiologis

Timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan

apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang

membahayakan dan tidak mempunyai potensi yang menimbulkan

kecacatan pada bayi. Ikterus ini biasanya akan menghilang pada akhir

minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.

5
2. Ikterus patologis

Kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai

hiperbilirubin

2.1.3 Etiologi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan hiperbilirubin pada

neonatus antara lain usia kehamilan, berat badan bayi, jenis persalinan,

golongan darah, jenis kelamin.

1. Usia Kehamilan

Kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 75% pada

bayi yang dilahirkan cukup bulan dan 50% pada bayi yang dilahirkan

kurang bulan

2. Jenis persalinan.

Jenis persalinan spontan cenderung lebih besar sebagai

penyebab trauma dibandingkan dengan section sesarea. Pada kelahiran

spontan angka kejadian bayi dengan hiperbilirubin 48,3% disusul

kelahiran seksio sesaria 32,6%, ekstraksi vakum 13,3% dan forcep

5,8%.

3. Berat badan bayi

Berat badan lahir besar umumnya mempunyai kecenderungan

lebih sering mengalami trauma lahir, tetapi keadaan ini masih

dipengaruhi oleh cara kelahiran dan pihak penolong. Hiperbilirubin

terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu: 34,5% dan

62,5% pada berat badan lahir normal. Hal ini disebabkan neonatus

dengan berat badan antara 2500 4000 gram memiliki metabolisme

6
yang tinggi, selain itu juga produksi bilirubin relatif lebih tinggi

dibandingkan bayi-bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram.

Sedangkan berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat badan

lahir < 2500 gram juga sering mengalami hiperbilirubin disebabkan

karena organ tubuhnya yang masih lemah disebabkan karena fungsi

hepar yang belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar

seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis, dll sehingga mengakibatkan

kadar bilirubin meningkat.

Sedangkan neonatus dengan berat badan > 4000 gram juga

memiliki metabolisme bilirubin yang tinggi karena hatinya sudah

matur, tetapi cenderung mengalami trauma lahir.

4. Golongan Darah

Ketidak cocokan golongan darah dapat terjadi bila ibu rhesus

negatif dan anaknya rhesus positif atau bila ibu golongan darah O

dengan bayi golongan darah non-O. Namun demikian biasanya

perbedaan ini sudah sejak awal diketahui dokter kandungan hingga

dapat dilakukan antisipasi yang diperlukan guna mencegah

terjadinya peningkatan bilirubin indirek yang drastis. Di lain pihak,

pada ketidakcocokan golongan darah O, bila perlu dokter

mempertimbangkan transfusi tukar/ganti darah (exchange transfusion).

2.1.4 Gejala dan Tanda

Tanda dan gejala bayi dengan ikterus fisiologis adalah :

a. Timbul pada hari kedua dan ketiga

7
b. Kadar bilirubin inderek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 12,5% untuk neonatus kurang bulan

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari

d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%

e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

Tanda-tanda bayi dengan ikterus patologis antara lain :

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% / hari

d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

2.1.5 Patofisiologi

Bertambahnya beban hepar mengakibatkan pengahancuran yang

meningkat sehingga menimbulkan ketidakcocokan pada Rh dan golongan

A, B, O. Gangguan konjugasi, juga akan menurunkan glucoronil

trasaferasi, hepatitis neonatus dan obstruksi bilier. Dengan demikian

mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi, penilaian bilirubin dalam

plasma meningkat sehingga terjadi difusi pada jaringan dan terlihat

kuning.

8
Billirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan

eritrosit. Billirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan

puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan turun

mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa

kondisi. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat

ditemukan bila terdapat peningkatan, penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan

peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi ketika kadar

protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Kondisi lain

yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila

ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami

gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin

tadi dapat menembus sawar darah otak. Mudah tidaknya penilaian

bilirubin melewati sawar darah otak tidak hanya tergantung pada kondisi

neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati sawar darah otak saat

bayi ada kondisi Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, hipoglikemia.

9
2.1.6 Pemeriksaan Fisik

Salah satu pemeriksaan derajat ikterus pada bayi baru lahir secara

klinis yang sederhana dan mudah dengan penilaian visual menurut

Kramer. Caranya adalah dengan menekankan jari telunjuk pada tempat

tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut,

dan sebagainya. Tempat yang ditekan itu akan tampak pucat dan kuning.

Selain digunakan untuk menentukan ada tidaknya ikterus,

pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari penyebabnya. Adanya

hematoma sefal, petekie, atau ekimosis menunjukkan adanya darah

ekstravaskular. Hepatomegali mungkin menunjukkan adanya penyakit

hemolitik, penyakit hepar atau infeksi. Gejala dan tanda klinis

prematuritas, retardasi perkembangan intrauterin dan postmaturitas dapat

membantu juga untuk menentukan penyebab ikterus.

2.1.7 Diagnosis

Ikterus fisiologis. Dalam kondisi normal, tingkat bilirubin indirek

dalam serum tali pusat adalah 1 - 3 mg / dl dan akan meningkat dengan

kecepatan kurang dari 5 mg / dl / 24 jam; dengan demikian ikterus baru

terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 - 4,

dengan nilai 5 - 6 mg / dl untuk selanjutnya menurun sampai tingkat 5 - 6

mg / dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2

mg / dl antara hari ke 5 - 7 kehidupan. hiperbilirubin patologis. Makna

hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi,

berhubungan dengan tingkat bilirubin serum yang lebih dari 18 - 20 mg /

10
dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan

memperlihatkan kernikterus pada tingkat yang lebih rendah (10 - 15 mg /

dl)

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

1. Terapi Sinar Fototerapi

Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin

serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan

kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung

ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat

dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase

dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat

yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin),

mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi

sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat

mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.

2. Terapi Sinar Matahari

Bayi yang kuning merupakan kondisi normal yang terjadi pada

bayi terlebih apabila bayi lahir secara prematur. Hal ini disebabkan

oleh tubuh bayi yang tidak dapat memecah sel darah merah secara

sempurna dengan bantuan sinar matahari akan membantu pemecahan

sel menjadi sempurna.

11
3. Pemberian ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses

dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti

diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat

memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian

ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa

kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk

jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat

mempengaruhi kadar bilirubinnya.

4. Terapi Obat-Obatan

Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat

phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di

sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi

direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin

yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut

bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan

dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan

maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan.

2.1.9 Komplikasi

Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otak

akibat adanya bilirubin indirect pada otak. Kern ikterus ditandai dengan

kadar bilirubin darah yang tinggi (> 20 mg% pada bayi cukup bulan atau >

18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan gejala kerusakan

12
otak berupa mata berputar, letargi, kejang tak mau mengisap, tonus otot

meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis.

2.1.10 Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:

1. Nasehati Ibu:

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk

menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada

bayi (contoh: obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,

dll)

2. Pengawasan antenatal yang baik

3. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan

masa kehamilan dan kelahiran, contoh: Sulfaforazol, Novobiosin,

oksitosin.

4. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

5. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 - 2 hari sebelum partus.

6. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.

7. Pemberian makanan yang dini.

8. Pencegahan infeksi.

2.2 Fototerapi

2.2.1 Definisi

Fototerapi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada

neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. Fototerapi

13
dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirect yang mudah

larut di dalam plasma dan lebih mudah di ekskresi oleh hati ke dalam

saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin dalam empedu menyebabkan

bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga

peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan

usus.

2.2.2 Indikasi

Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan

pada neonatus dengan kadar bilirubin indirect lebih dari 10mg % sebelum

tranfusi tukar, atau sesudah transfuse tukar.

2.2.3 Prinsip Kerja Fototerapi

Foto terapi dapat memecah bilirubin menjadi dipirol yang tidak

toksis dan di ekskresikan dari tubuh melalui urine dan feses. Cahaya yang

dihasilkan oleh terapi sinar menyebabkan reaksi fotokimia dalam kulit

(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam

fotobilirubin dan kemudian di eksresi di dalam hati kemudian ke empedu,

produk akhir reaksi adalah reversible dan di ekresikan ke dalam empedu

tanpa perlu konjugasi. Energy sinar dari foto terapi mengubah senyawa

4Z-15Z bilirubin menjadi senyawa bentuk 4Z-15E bilirubin yang

merupakan bentuk isomernya yang mudah larut dalam air.

2.2.4 Mempersiapkan Unit Fototerapi

Berikut ini merupakan persiapan yang dilakukan sebelum

melakukan fototerapi pada bayi ikterus :

14
1. Pastikan bahwa tutup plastik atau pelindung berada pada posisinya.

Hal ini mencegah cedera pada bayi jika lampu pecah dan membantu

menapis sinar ultraviolet yang berbahaya.

2. Hangkatkan ruangan tempat unit diletakkan, bila perlu, sehingga suhu

dibawah sinar adalah 28oC sampai 30oC.

3. Nyalakan unit, dan pastikan bahwa semua tabung fluoresen bekerja

4. Ganti tabung fluoresen yang terbakar atau yang berkedip-kedip

a. Catat tanggal tabung diganti dan ukur durasi total penggunaan

tabung tersebut.

b. Ganti tabung setiap 2000 jam penggunaan atau setelah tiga bulan,

mana saja yang terlebih dahulu, walaupun tabung masih bekerja.

5. Gunakan seprai putih pada pelbet, tempat tidur bayi, atau inkubator,

dan letakkan tirai putih disekitar tempat area tempat unit diletakkan

untuk memantulkan sinar sebanyak mungkinkembali ke bayi.

2.2.5 Standar Operasional Prosedur Fototerapi

Langkah-langkah dalam melakukan fototerapi antara lain :

1. Letakkan bayi di bawah fototerapi

a. Jika berat badan bayi 2 kg atau lebih, letakkan bayi telanjang pada

pelbet atau tempat tidur. Letakkan atau jaga bayi kecil dalam

inkubator.

b. Perhatikan adannya bilier atau obstruksi usus.

R/ fototerapi dikontraindikasikan pada kondisi ini karena

fotoisomer bilirubin yang diproduksi dalam kulit dan jaringan

15
subkutan dengan pemajanan pada terapi sinar tidak dapat

diekskresikan.

c. Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluorensen (sinar putih atau

biru) dengan menggunakan fotometer.

R/ intensitas sinar menembus permukaan kulit dari spectrum biru

menentukan seberapa dekat bayi ditempatkan terhadap sinar. Sinar

biru khusus dipertimbangkan lebih efektif daripada sinar putih

dalam meningkatkan pemecahan bilirubin.

d. Letakkan bayi di bawah sinar sesuai dengan yang di indikasikan.

e. Tutupi mata bayi dengan potongan kain, pastikan bahwa potongan

kain tersebut tidak menutupi hidung bayi. Inspeksi mata setiap 2

jam untuk pemberian makan.

R/ mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari

sinar intensitas tinggi. Pemasangan yang tidak tepat dapat

menyebabkan iritasi, abrasi kornea dan konjungtivitis, dan

penurunan pernapasan oleh obstruksi pasase nasal.

f. Tutup testis dan penis bayi pria

R/ mencegah kemungkinan kerusakan penis dari panas

2. Ubah posisi bayi setiap 2 jam

R/ memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap

sinar fluoresen, mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh

individu dan membatasi area tertekan.

16
3. Pastikan bayi diberi makan :

a. Dorong ibu menyusui sesuai kebutuhan tetapi minimal setiap 2

jam :

- Selama pemberian makan, pindahkan bayi dari unit fototerapi

dan lepaskan kain penutup mata.

- Memberikan suplemen atau mengganti ASI dengan jenis

makanan atau cairan lain tidak diperlukan (mis: pengganti

ASI,air, air gula,dsb)

b. Jika bayi mendapkan cairan IV atau perasaan ASI, tingkatkan

volume cairan dan/atau susu sebanyak 10% volume harian total

perhari selama bayi dibawah sinar fototerapi

c. Jika bayi mendapkan cairan IV atau diberi makan melalui slang

lambung, jangan memindahkan bayi dari sinar fototerapi.

4. Perhatiakan bahwa feses bayi warna dan frekuensi defekasi dapat

menjadi encer dan urin saat bayi mendapatkan fototerapi. Hal ini tidak

membutuhkan penangan khusus.

R/ defekasi encer, sering dan kehijauan serta urin kehijauan

menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi

bilirubin.

5. Dengan hati- hati cuci area perianal setelah setiap defekasi , inspeksi

kulit terhadap kemungkinan iritasi dan kerusakan.

R/ membantu mecegah iritasi dan ekskoriasi dari defekasi yang sering

atau encer.

17
6. Lanjutkan terapi dan uji yang diprogramkan lainnya:

a. Pindahkan bayi dari unit foterapi hanya selama prosedur yang tidak

dapat dilakukan saat dibawah sinar fototerapi

b. Jika bayi mendapkan oksigen, matikan sinar sebentar saat

mengamati bayi untuk mengetahui adanya sianosis sentral (lidah

dan bibir biru).

7. Pantau kulit bayi dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai

stabil (mis, suhu aksila 37,80C, suhu rectal 380C).

R/ fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respons terhadap

pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.

8. Pantau masukan dan haluaran cairan, timbang BB bayi dua kali sehari.

Perhatikan tanda- tanda dehidrasi (mis, penurunan haluaran urine,

fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan

mata cekung). Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%.

R/ peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat

menyebabkan dehidrasi.

9. Ukur kadar bilirubin serum setiap 12 jam:

R/ penurunan kadar bilirubin menandakan keefektifan fototerapi,

peningkatan yang kontinu menandakan hemolisis yang kontinu dan

dapat menandakan kebutuhan terhadap transfuis tukar.

a. Hentikan fototerapi jika kadar bilirubin serum di bawah kadar saat

fototerapi di mulai atau 15mg/dl (260umol), mana saja yang lebih

rendah.

18
b. Jika bilirubin serum mendekati kadar yang membutuhkan tranfusi

tukar atau pemindahan dan segera rujuk bayi kerumah sakit tersier

atau pusat spesialisasi untuk tranfusi tukar, jika memungkinkan.

Kirim sampel darah ibu dan bayi.

10. Jika serum bilirubin tidak dapat diukur, hentikan fototerapi setelah tiga

hari. Bilirubin pada kulit dengan cepat menghilang dibawah fototerapi.

Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai panduan kadar bilirubin

serum selama 24 jam setelah penghentian fototerapi

11. Setelah fototerapi dihentikan :

a. Amati bayi selama 24 jam dan ulangi pengukuran bilirubin serum,

jika memungkinkan atau perkiraan ikterus dengan menggunakan

metode klinis.

b. Jika ikterus kembali ke atau di atas kadar di mulainya fototerapi,

ulangi fototerapi dengan banyak waktu yang sama seperti awal

pemberian. Ulangi langkah ini setiap kali fototerapi dihentikan

sampai pengukuran atau perkiraan bilirubin tetap di bawah kadar

yang membutuhkan fototerapi.

12. Jika fototerapi tidak lagi dibutuhkan, bayi makan dengan baik dan

tidak terjadi masalah lain yang membutuhkan hospitalisasi, pulangkan

bayi.

13. Ajari ibu cara mengkaji ikterus, dan anjurkan ibu kembali jika bayi

menjadi lebih icterus.

19
2.2.6 Efek Samping Fototerapi

Efek samping ringan yang harus diwaspadai perawat meliputi feses

encer kehijauan, ruam kulit transien, hipertermia, peningkatan kecepatan

metabolisme, seperti hipokalsemia dan priaspismus. Untuk mencegah atau

meminimalkan efek tersebut, suhu dipantau untuk mendeteksi tanda awal

hipotermia atau hipertermia, dan kulit diobservasi mengenai dehidrasi dan

kekeringan, yang dapat menyebabkan ekskoriasi dan luka.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fototerapi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada

neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. Fototerapi

dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirect yang mudah

larut di dalam plasma dan lebih mudah di ekskresi oleh hati ke dalam

saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin dalam empedu menyebabkan

bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga

peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan

usus.

Efisiensi fototerapi tergantung pada jumlah bilirubin yang

diradiasi. Penyinaran area kulit permukaan besar lebih efisien dari pada

penyinaran daerah kecil, dan efisiensi meningkat fototerapi dengan

konsentrasi bilirubin serum.

Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar

bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis

dapat menyebabkan anemia

3.2 Saran

Diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan

kepada keluarga pasien dalam melakukan perawatan terhadap bayi yang

mengalami ikterus yang bisa dilakukan keluarga di rumah diantaranya

dengan menganjurkan keluarga menjemur bayi dibawah sinar matahari

pagi antara pukul 7 sampai pukul 9 pagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andika. 2011. Patofisiologi hiperbilirubinemia. http://www.andika.blogspot.com,


diakses 25 November 2013

Damayanti. 2011. Fenomena kematian bayi menurut WHO.


http://www.damayanti. blogspot.com, diakses 15 November 2013.

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta.
Salemba Medika

FKUI. (2007). Buku Kuliah 1 Ilmu kesehatan anak. Jakarta. Info Medika

Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Ilmu kesehatan anak. Jakarta. Salemba Medika

Judarwanto. 2012. Hyperbilirubin pada bayi baru lahir. http://www.judarwanto.


blogspot.com, diakses 30 November 2013

Khaidirmuhad. (2009). Askep anak hiperbilirubin. At. http://khaidirmuhaj.


blogspot.com/, diakses 20 November 2013

Kosim, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Cetakan 3., Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Mansjoer, Arief. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius

Miselfen. (2008). Infor ikterus neonatorum. At. http://drakeiron.wordpress.com/,


diakses 28 November 2013

Pertiwi. 2013. Hiperbilirubin. http://www.dwi.pertiwi.wordpress.com, diakses 20


November 2013

22

Anda mungkin juga menyukai