PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis
ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dari berbagai
pihak, sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Ns. Netti, S.Kep, M.Pd
dan Ibu Hj. Ns. Elvia Metti M. Kep, Sp.Kep. Mat selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Kemudian ucapan terimakasih ditujukan kepada Yth:
Akhir kata, peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan bagi pihak yang membacanya, serta peneliti mendoakan semoga
segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga
dapat membawa manfaat bagi pegembangan ilmu keperawatan nantinya. Amin.
Padang, Juni 2017
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG PROGRAM STUDI D
III KEPERAWATAN PADANG
ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur dengan proporsi
15,4% serta menduduki urutan ketiga penyakit berbahaya setelah jantung dan kanker
yang berujung kematian 50% (Junaidi, 2011). Tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik di
bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
Metodologi penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Proses penyusunan dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2017 dengan waktu
penelitian selama lima hari. Populasi penelitian ada 8 orang dengan diagnosa stroke
hemoragik di bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diambil 2 sampel
yang memenuhi kriteria inklusi.
Diharapkan bagi perawat ruangan agar dapat memotivasi pasien serta keluarga
tentang kasus stroke hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan
secara biopsikososial dan spiritual
DAFTAR ISI
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….. 69
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 69
B. Saran................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
Agama : Islam
Ayah : Sudarman S. H
Ibu : Ermiyetti S. Sn
Riwayat Pendidikan
1. TK Diniyyah Puteri Padang Panjang Tahun Lulus 2002
2. SD Negeri 04 Padang Panjang Tahun Lulus 2008
3. MTsN Padang Panjang Tahun Lulus 2011
4. SMA Negeri 2 Padang Panjang Tahun Lulus 2014
5. Poltekkes Kemenkes Padang Tahun Lulus 2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak (Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National
Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala
defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak
dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009)
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar
tidak terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti : sakit
kepala, kebingungan, pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan,
apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff dan
Josephson, 2014). Edema serebri sangat berbahaya bagi penderita stroke
sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut dengan “golden
periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka
sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna, namun apabila
dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang
maksimal maka akan terjadi kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008).
Sedangkan penurunan tekanan darah diastole 5-6 mmHg dan systole 10-12
mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko stroke antara 4,57%
(Rudd dalam Tarwoto 2013).
Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf menurut
Junaidi (2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway, Breathing,
Circulation), serta memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien yang
mengalami penumpukan saliva dilakukan suction serta perubahan posisi
miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan observasi di ruangan HCU bangsal
syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per shift kerja (setiap 8 jam)
dengan menggunakan tensimeter manual dan pasien tidak terpasang monitor.
Selain itu, pada saat pemberian obat dan perubahan posisi, perawat kurang
berkomunikasi dengan keluarga sehingga keluarga tidak mendapatkan
informasi / edukasi atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan
Asuhan Keperawatan pada pasien stroke hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2017”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik di
Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan penyakit Stroke
Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyaki Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan penyakit
Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan yang pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
D. Manfaat
1. Bagi peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
2. Bagi lahan penelitian/Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk
Rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk
mencapai gelar diploma keperawatan. Selain itu juga dapat dijadikan
sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan Padang dalam penerapan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam penerapan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku
atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak. 4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak. 5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity
Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (HighDensity
Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika
indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis
obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer.
Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm
bagi pria dan 88 cm bagi wanita 6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.
e. Inkontinensia urine
c. Dispagia
d. Disatria
g. Gangguan pergerakan
Table 2.2
Tabel perbedaan PIS dan PSA
Gejala dan tanda PIS PSA
Kelainan / defisit Hebat Ringan
7. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas : a.
Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan
untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan
natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri,
oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya
dengan pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan
pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical
dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per
hari selama 5-10 hari
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d) Profilaksis Vasospasme
(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic
(dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti
oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah 4)
Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya
hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan 6)
Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada
juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan
berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang
tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan-hidung 7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada
saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).
Monitor tanda-tanda
vital
a. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah
saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri
sebelum dan setelah
perubahan posisi
c. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia
d. Monitor keberadaan
nadi dan kualitas nadi
e. Monitor irama dan
tekanan jantung
f. Monitor suara paruparu
g. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
h. Identifikasi kemungkinan
penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
Sumber: Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).
Singapore: Elsevier Global Rights.
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC).
Singapore: Elsevier Global Rights.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan
dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu
keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus yaitu studi yang
mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber
informasi (Saryono, 2013). Hasil yang didapatkan oleh peneliti adalah
melihat penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke
Hemoragik di ruangan Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
b. Diagnosis keperawatan
Format diagnosis keperawatan berisi problem, etiologi, dan
symptom, tanggal ditemukan masalah serta tanggal dipecahkan
masalah (lampiran 11 dan 12)
c. Intervensi
Recana asuhan keeperawatan terdiri dari beberapa komponen
diantaranya diagnosis keperawatan, tujuan, kriteria hasil, serta
perncanaan keperawatan (lampiran 11 dan 12)
d. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari hari tanggal dilakukan
asuhan keperawatan, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan
berdasarkan intervensi keperawatan, serta tanda tangan yang
melakukan implementasi keperawatan (lampiran 11 dan 12)
e. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari nama pasien, hari/tanggal, evaluasi berupa
SOAP, serta tanda tangan yang membuat evaluasi keperawatan
(lampiran 11 dan 12).
G. Jenis-jenis Data
1. Data Primer
Data ini meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa hasol laboratorium, hasil CT-Scan, hasil
Rontgen, catatan perkembangan keperawatan
H. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik. Data
yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, penegakkan diagnosis, merencanakan tindakan, melakukan
tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus stroke
hemoragik. Analisa yang dilakukan untuk menentukan apakah ada
kesesuaian antara teori yang ada dengan kondisi pasien.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Hasil
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 24 Mei – 28 Mei 2017 pada dua
partisipan, yaitu Ny.R1 dan Ny.R2 dengan diagnosis medis Stroke
Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Asuhan
Keperawatan dimulai dari pengkajian, penegakkan diagnosis keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi keperawatan yang
dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi serta
pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.00
WIB. Hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan
dituangkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan Partispan 1 dan Partisipan 2
Pengkajian Partisipan 1 Partisipan 2
Identitas Studi dokumentasi dan Studi dokumentasi dan
Pasien wawancara: wawancara:
Stroke Hemoragik +
Bronkopneumonia dengan
No. MR: 97 89 27
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan diangkat berdasarkan data yang didapatkan berupa
data subjektif dan dataobjektif. Berikut ini merupakan diagnosis
keperawatan yang ditegakkan oleh perawat ruangan pada partisipan I dan
partisipan II. Ditemukan 3 diagnosis keperawatan masing-masing
partisipan
Tabel 4.2
Diagnosis Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
NOC NOC
kriteria hasil kriteria hasil:
3. Status pernafasan : 3. Status pernafasan
d. Frekuensi pernafasan normal (16- f. Frekuensi pernafasan normal
25x/menit) (16-25x/menit)
e. Irama pernafasan teratur g. Irama pernafasan teratur
f. Kemampuan untuk mengeluarkan h. Suara auskultasi nafas normal
sekret i. Kepatenan jalan nafas
4. Tanda-tanda vital: j. Retraksi dinding dada tidak ada
d. Irama pernafasan teratur
e. Tekanan darah normal 4. Tingkat kelelahan berkurang
(120/80mmHg) dengan kriteria hasil :
f. Tekanan nadi normal (60-100 e. Kelelahan tidak ada
x/menit) f. Nyeri otot tidak ada
g. Kualitas istirahat cukup
NIC h. Kualitas tidur cukup
1. Manajemen jalan nafas
a. Posisikan pasien untuk NIC
memaksimalkan ventilasi 1. Manajemen jalan nafas
b. Identifikasi kebutuhan f. Posisikan pasien untuk
aktual/potensial pasien untuk memaksimalkan ventilasi
memasukkan alat membuka jalan
g. Identifikasi kebutuhan
nafas
aktual/potensial pasien untuk
c. Buang sekret dengan memotivasi memasukkan alat membuka
pasien untuk melakukan batuk atau jalan nafas
menyedot lender
h. Instruksikan bagaimana agar
d. Instruksikan bagaimana agar bias bias melakukan batuk efektif
melakukan batuk efektif
i. Auskultasi suara nafas
e. Auskultasi suara nafas
j. Posisikan untuk meringankan
f. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
sesak nafas
2. Terapi oksigen
g. Siapkan peralatan oksigen dan
2. Monitor pernafasan berikan melalui system
i. Monitor kecepatan, irama, humidifier
kedalaman dan kesulitan bernafas h. Berikan oksigen tambahan
j. Catat pergerakan dada, catat seperti yang diperintahkan
ketidaksimetrisan, penggunaan i. Monitor aliran oksigen
otot bantu pernafasan dan retraksi j. Monitor efektifitas terapi
otot oksigen
k. Monitor suara nafas tambahan k. Amati tanda-tanda
l. Monitor pola nafas hipoventialsi induksi oksigen
m. Auskultasi suara nafas, catat area l. Konsultasi dengan tenaga
dimana terjadi penurunan atau kesehatan lain mengenai
tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan penggunaan oksigen
n. Kaji perlunya penyedotan pada tambahan selama kegiatan
jalan nafas dengan auskultasi dan atau tidur
suara nafas ronki di paru
o. Monitor kemampuan batuk efektif 3. Monitor tanda-tanda vital
pasien i. Monitor tekanan darah, nadi,
p. Berikan bantuan terapi nafas jika suhu dan status pernafasan
diperlukan (misalnya nebulizer) dengan tepat
j. Monitor tekanan darah saat
DX 2 : Ketidakefektifan perfusi pasien berbaring, duduk dan
jaringan serebral. berdiri sebelum dan setelah
perubahan posisi
NOC k. Monitor dan laporkan tanda
kriteria hasil : dan gejala hipotermia dan
f. Tanda-tanda vital normal hipertermia
g. Status sirkulasi lancer l. Monitor keberadaan nadi dan
h. Pasien mengatakan nyaman dan tidak kualitas nadi
sakit kepala m. Monitor irama dan tekanan
i. Peningkatan kerja pupil jantung
j. Kemampuan komunikasi baik n. Monitor suara paru-paru
o. Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban
NIC
p. Identifikasi kemungkinan
16. Kaji status neurologic setiap jam penyebab perubahan
17. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS tandatanda vital
18. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
cahaya, gerakan mata DX 2 : Ketidakefektifan perfusi
19. Kaji reflek kornea jaringan serebral.
20. Evaluasi keadaan motorik dan
sensori pasien NOC
21. Monitor tanda vital setiap 1 jam kriteria hasil :
22. Hitung irama denyut nadi, auskultasi k. Tanda-tanda vital normal
adanya murmur
l. Status sirkulasi lancer
23. Pertahankan pasien bedrest, beri
m. Pasien mengatakan nyaman dan
lingkungan tenang, batasi
tidak sakit kepala
pengunjung, atur waktu istirahat dan
aktifitas n. Peningkatan kerja pupil
24. Pertahankan kepala tempat tidur o. Kemampuan komunikasi baik
3045° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi NIC
25. Anjurkan pasien agar tidak menekuk 31. Kaji status neurologic setiap jam
lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang 32. Kaji tingkat kesadaran dengan
keras atau mengedan GCS
26. Pertahankan suhu normal 33. Kaji pupil, ukuran, respon
27. Pertahankan kepatenan jalan napas, terhadap cahaya, gerakan mata
suction jika perlu, berikan oksigen 34. Kaji reflek kornea
100% sebelum suction dan suction 35. Evaluasi keadaan motorik dan
tidak lebih dari 15 detik
28. Monitor AGD, PaCO2 antara 35- sensori pasien
36. Monitor tanda vital setiap 1 jam
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg 37. Hitung irama denyut nadi,
29. Bantu pasien dalam pemeriksaan auskultasi adanya murmur
diagnostic 38. Pertahankan pasien bedrest, beri
30. Berikan obat sesuai program dan lingkungan tenang, batasi
monitor efek samping pengunjung, atur waktu istirahat
(7) Antikoagulan:heparin dan aktifitas
(8) Antihipertensi 39. Pertahankan kepala tempat tidur
(9) Antifibrolitik : Amicar 30-45° dengan posisi leher tidak
(10)Steroid, dexametason menekuk/fleksi
(11)Fenitoin, fenobarbital : Pelunak 40. Anjurkan pasien agar tidak
feses menekuk lutut/fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras atau
mengedan
Hambatan mobilitas fisik
41. Pertahankan suhu normal
42. Pertahankan kepatenan jalan
NOC napas, suction jika perlu,
kriteria hasil : berikan oksigen 100% sebelum
5. Peningkatan aktifitas fisik suction dan suction tidak lebih
6. Tidak ada kontraktur otot dari 15 detik
7. Tidak ada ankilosis pada sendi 43. Monitor AGD, PaCO2 antara
8. Tidak terjadi penyusutan otot 35-45mmHg dan PaO2 >80
mmHg
NIC 44. Bantu pasien dalam pemeriksaan
10. Kaji kemampuan motorik diagnostic
11. Ajarkan pasien untuk melakukan 45. Berikan obat sesuai program dan
ROM minimal 4x perhari bila monitor efek samping
mungkin (12)Antikoagulan:heparin
12. Bila pasien di tempat tidur, lakukan (13)Antihipertensi
tindakan untuk meluruskan postur (14)Antifibrolitik : Amicar
tubuh (15)Steroid, dexametason (16)
d. Gunakan papan kaki Fenitoin, fenobarbital :
e. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4 Pelunak feses
jam
f. Sanggah tangan dan pergelangan
pada kelurusan alamiah
13. Observasi daerah yang tertekan, Hambatan mobilitas fisik
termasuk warna, edema atau tanda
lain gangguan sirkulasi NOC
14. Inspeksi kulit terutama pada daerah
kriteria hasil :
tertekan, beri bantalan lunak
9. Peningkatan aktifitas fisik
15. Lakukan massage pada daerah
tertekan 10. Tidak ada kontraktur otot
16. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi 11. Tidak ada ankilosis pada
17. Kolaborasi stimulasi elektrik sendi
18. Kolaborasi dalam penggunaan 12. Tidak terjadi penyusutan otot
tempat tidur anti dekubitus
NIC
19. Kaji kemampuan motorik
20. Ajarkan pasien untuk melakukan
ROM minimal 4x perhari bila
mungkin
21. Bila pasien di tempat tidur,
lakukan tindakan untuk
meluruskan postur tubuh
g. Gunakan papan kaki
h. Ubah posisi sendi bahu tiap
2-4 jam
i. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan
alamiah
22. Observasi daerah yang tertekan,
termasuk warna, edema atau
tanda lain gangguan sirkulasi
23. Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan
lunak
24. Lakukan massage pada daerah
tertekan
25. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
26. Kolaborasi stimulasi elektrik
27. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
4. Implementasi Keperawatan
Impementasi dilakukan 5 hari untuk masing-masing partisipan.
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Berikut adalah implementasi yang
dilakukan
Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Implementasi yang dilakukan masalah Implementasi yang dilakukan
ketidakefektifan bersihan jalan napas pada diagnosa utama
berhubungan dengan reflek batuk yang ketidakefektifan pola napas
tidak efektif adalah memantau frekuensi berhubungan dengan depresi
pernapasan, auskultasi suara napas, miring pusat pernapasan adalah monitor
kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva, irama, frekuensi pernapasan,
mengeluarkan tumpukan saliva dengan auskultasi bunyi napas,
suction, memotivasi pasien untuk batuk mempertahankan kepatenan
efektif semampunya jalan napas, mengatur peralatan
oksigen, monitor aliran oksigen
Implementasi yang dilakukan untuk yang diberikan sebanyak 5 liter,
diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi mempertahankan posisi pasien
jaringan serebral berhubungan dengan agar tidak sesak, monitor
peningkatan Tekanan Intra Kranial tandatanda vital , monitor suhu,
(TIK)adalah memantau tanda-tanda vital, warna dan kelembapan kulit.
melakukan penilaian GCS, mengelevasi
kepala 15-30°, mengompres lipatan tubuh Implementasi untuk diagnosa
dengan handuk hangat, monitor adanya kedua ketidakefektifan perfusi
peningkatan TIK serta monitor obat sesuai jaringan peningkatan
program Tekanan Intra Kranial
(TIKadalah memantau tanda-
Implementasi yang dilakukan untuk tanda vital, melakukan penilaian
diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik GCS, mengelevasi kepala 1530°,
berhubungan dengan kelemahan mengompres lipatan tubuh
anggota gerak adalah monitor nilai dengan handuk hangat, monitor
kekuatan otot, melatih mobilisasi dengan adanya peningkatan TIK serta
monitor obat sesuai program
ROM, mengatur posisi nyaman pada
pasien, miring kanan-kiri setiap 2 jam,
Implementasi yang dilakukan
mengajarkan pada keluarga bagaimana
untuk masalah keperawatan
cara merubah posisi serta memasang pagar
ketiga hambatan mobilitas
tempat tidur setiap selesai melakukan
fisik berhubungan dengan
tindakan,
kelemahan anggota gerak
adalah monitor nilai kekuatan
otot, melatih mobilisasi dengan
ROM, mengatur posisi nyaman
pada pasien, miring kanan-kiri
setiap 2 jam, mengajarkan pada
keluarga bagaimana cara
merubah posisi serta memasang
pagar tempat tidur setiap selesai
melakukan tindakan,
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari selama 5 hari pada masing-masing
pasrtisipan. Berikut adalah hasil evaluasi pada kedua partisipan
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Pasrtisipan 2
Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang anggota gerak adalah nilai kekuatan
didapatkan pada diagnosa otot pasien
ketidakefektifan 444 222 bertambah,
bersihan jalan napas 444 222 sebelumnya
berhubungan dengan
reflek batuk yang tidak
adekuat adalah pada menjadi
auskultasi pasien tidak lagi
444 333 444 333
mengeluarkan suara tambahan
(gargling) , pasien tidak lagi Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang
mengeluarkan saliva yang banyak didapatkan pada diagnosa
ketidakefektifan pola napas
Hasil evaluasi hari ke-5 berhubungan dengan depresi pusat
pada diagnosa pernapasan adalah frekuensi
ketidakefektifan perfusi pernapasan pasien 19x/menit
jaringan serebral sebelumnya diatas batas normal,
berhubungan dengan oksigen yang diberikan sebelumnya 5
peningkatan Tekanan Intra Kranial liter menjadi 3 liter, tidak terdapat
(TIK adalah pasien telah mengalami retraksi dinding dada saat bernapas
peningkatan GCS, sebelumnya GCS 12
(E3M5V4) menjadi GCS 13 (E4M5V4)
C. Pembahasan kasus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada 2 orang partisipan melalui
pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan
diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada
bab ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan
kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus Stroke Hemoragik pada
Ny.R1 dan Ny.R2 yang telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal
24 Mei-28 Mei 2017 di ruang Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang,
yang dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan,
dari pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu:
a. Identitas pasien
Pada dua kasus diatas, terdapat perbedaan umur antara dua
partisipan, pertama yaitu Ny.R1 berusia 20 tahun sedangkan pada
kasus dua yaitu Ny.R2 berusia 54 tahun. Menurut teori Arum (2015)
bahwa semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko
terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan)
yang terjadi secara alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak.
Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah ke tubuh termasuk otak .
Menurut asumsi peneliti hal ini sama dengan kejadian yang terjadi
pada Ny.R2 dimana usia nya 54 tahun. Maka pada usia tsb sangat
rentan terhadap penimbunan plak sehingga aliran darah tidak lancar
sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Arum juga menambahkan bahwa penyebab stroke hemoragik tidak
hanya dari hipertensi, jantung, DM, obesitas, usia dan faktor keluarga
namun ada juga dari faktor risiko medis dan faktor risiko pelaku.
Faktor risiko medis diantaranya migraine (sakit kepala) sedangkan
faktor risiko pelaku seperti kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
suka menyantap makanan siap saji/junkfood, mie instan, makanan
berlemak, jeroan dan kurang aktifitas olahraga serta suasana hati
yang tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.
Menurut peneliti, teori yang diungkapkan Arum sejalan dengan
pasien Ny.R1 yang berusia masih 20 tahun. Dilihat pernyataan
keluarga Ny. R1 bahwa ia sering mengeluh sakit kepala dan pusing,
serta menyukai makanan siap saji dan kurang nya aktifitas olahraga
sehingga menjadi penyebab terserang nya stroke hemoragik
b. Keluhan utama
Berdasarkan pengkajian yang didapatkan pada Ny.R1, partisipan
mengalami penurunan kesadaran setelah bangun tidur, lemah
anggota gerak kiri disertai muntah 3 kali isi makanan. Sedangkan
pada Ny.R2 keluhan utamanya mengalami penurunan kesadaran
ketika beristirahat, lemah anggota gerak kanan dan muntah 1x
berwarna hitam.
Menurut Tarwoto (2013) manifestasi klinis dari pasien stroke
hemoragik diantaranya adalah kelumpuhan wajah / anggota badan
sebelah (hemiparise) atau hemiplegic (paralisis) yang timbul secara
mendadak.
Menurut asumsi peneliti manifestasi tersebut sama dengan yang
terjadi pada kedua partisipan dimana pada Ny.R1 terjadi kelemahan
anggota gerak kiri, sedangkan pada Ny.R2 terjadi kelemahan pada
anggota gerak kanan. Hal itu terjadi karena kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal sehingga pasien tidak bisa
melakukan gerak fleksi ataupun ekstensi.
Menurut Web Of Caution Nanda (2015-2017) dimana dijelaskan
bahwa pada pasien stroke hemoragik terjadi peningkatan TIK yang
dapat mengakibatkan herniasi serebral, pusat pencernaan mengalami
depresi sehingga terjadi gangguan pada respon gastro intestinal,
pasien mengalami mual dan terangsang muntah.
Sedangkan menurut peneliti, muntah berwarna hitam yang terjadi
pada Ny.R2 adalah karena adanya perdarahan pada lambung,
dibuktikan dari pemasangan NGT di IGD (kumbah lambung) untuk
memastikan apakah benar adanya perdarahan di lambung.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada Ny.R1 hari Rabu 24 Mei 2017,
partisipan sudah hari rawatan ke 8, tingkat kesadaran delirium, GCS
12 E3M5V4, partisipan dapat memahami lawan bicara tapi bicara
pasien masih pelo, terdapat suara napas tambahan yaitu gargling.
Sedangkanpengkajian pada Ny.R2 hari yang sama, tingkat kesadaran
samnolen, GCS 8, E2M3V3, dan pernapasan 27 x/menit, terdapat
retraksi dinding dada saat bernapas.
Menurut penelitian Misbach (2013) manifestasi seorang stroke
hemoragik diantaranya adalah hipertensi, gangguan motorik
(kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik), gangguan sensorik,
gangguan visual, gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migrain,
vertigo), muntah, disatria (kesulitan berbicara) dan perubahan
mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, supor, koma).
Sedangkan menurut Tarwoto (2013), pasien stroke hemoragik akan
mengalami gangguan menelan (disfagia) hal ini terjadi karena
kerusakan nervus cranial IX.
Menurut peneliti, gejala-gejala penurunan kesadaran yang dirasakan
oleh kedua pasien Ny. R1 dan Ny. R2 terjadi karena perubahan
perfusi pada otak yang dapat menimbulkan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Otak yang
mengalami kekurangan oksigen dapat mengganggu fungsi dari otak
tersebut dan juga fungsi organ lainnya. Selain itu, suara gargling
pada Ny. R1 menurut peneliti terjadi karena penumpukan sekret di
jalan napas. Hal ini dikarenakan partisipan telah telah 8 hari tirah
baring di atas tempat tidur sedangkan reflek menelan terganggu. Ini
terlihat dari penumpukan saliva dan tindakan suction dilakukan pada
Ny. R1 Jadi berdasarkan analisa peneliti, gejala yang dirasakan oleh
Ny.R1 dan Ny.R2 samadengan teori.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat kesehatan dahulu keluarga mengatakan Ny.
R1sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing,
partsipan tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung
Koroner. Sementara pada riwayat kesehatan dahulu pasien Ny.R2,
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan riwayat
Diabetes Mellitus sejak 3 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Menurut penelitian Maukar,magreysti, dkk (2014) ketika seseorang
mempunyai pola makan yang baik, lebih kecil kemungkinan
seseorang terkena penyakit stroke dibanding mereka yang kurang atau
tidak baik pola makannya
Sedangkan menurut Batticaca (2008) faktor risiko terjadinya stroke
antara lain: hipertensi atau tekanan darah tinggi, hipotensi atau
tekanan darah rendah, obesitas atau kegemukan, kolesterol darah
tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes mellitus,
merokok, stress dan lainnya.
Menurut peneliti ini sama dengan yang terjadi dengan kedua
partisipan. Bedanya ialah pada Ny.R1 penyebab penyakit stroke nya
adalah karena pola makan. Hal ini berkaitandari hasil pengkajian
pola nutrisi peneliti bahwa pada Ny. R1 mempunyai pola makan
yang tidak baik seperti mengkonsumsi makanan bersantan,
berminyak, mie instan, junkfood sehingga menjadi penyebab stroke.
Hal tersebut dikarenakan apabila sering mengkonsumsi makanan
yang
mengandung lemak, maka akan terjadi arterosklerosis, sehingga aliran
darah keotak berkurang.
Berbeda dengan Ny,R1,stroke pada Ny. R2 disebabkan adanya
riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang tidak terkontrol,
sehingga muncul plak di pembuluh darah akibatnya aliran darah
tersumbat dan tidak lancar, lama-kelamaan akan terjadi pecah nya
pembuluh darah
e. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Ny.R1 yang bermasalah yaitu keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran delirium,pupil an isokor yaitu
2mm/3mm, auskultasi napas gargling, tanda lasek (+), reflek patella
kiri (-), reflek babinsky kirin (+) dan kekuatan
444 222
otot
444 222
2. Diagnosa keperawatan
Kasus pada partisipan 1 (Ny.R1) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak
adekuat, gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra cranial (TIK), hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
Kasus pada partisipan 2 (Ny.R2) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intra cranial
(TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
reflek batuk yang tidak adekuat dapat ditegakkan pada partisipan 1
(Ny.R1) karena berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yaitu pasien
penurunan kesadaran, tampak batuk, mengeluarkan saliva yang banyak,
terdengar bunyi gargling pada saat auskultasi, serta pada terapi
pengobatan dilakukan suction. Hal ini sesuai dengan NANDA 2015 yang
menjelaskan bahwa diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas
batasan karakteristiknya adalah ada batuk, ada suara napas tambahan,
sputum dalam jumlah banyak.
Diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan pada partisipan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 8 (E2M3V3), tingkat
kesadaran samnolen, frekuensi pernapasan 27x/menit, terdapat retraksi
dinding dada saat bernapas dan pada terapi obat diberikan combivent.
Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik dari NANDA 2015 yaitu
dispnea/gangguan pada pernapasan, irama napas abnormal serta
frekuensi napas abnormal (normal 16-25x/menit)
Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)dapat ditegakkan pada
partisipan 1 (Ny.R1) dan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pada pasrtisipan 1
(Ny.R1) mengalami penurunan kesadaran GCS 12 (E3M5V4) dengan
tingkat kesadaran delirium, pasien tampak gelisah, pupil an isokor yaitu
2mm/3mm dan terpasang O2 3liter, sedangkan pada partisipan 2
(Ny.R2) juga mengalami penurunan kesadaran, GCS 8 (E2M3V3)
dengan tingkat kesadaran samnolen, badan teraba panas dengan Suhu
38,1°c, Tekanan Darah 180/100, terpasang 02 5 liter.
Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak ditegakkan pada kedua partisipan (Ny.R1 dan Ny. R2) ini
ditandai dengan hasil pemeriksaan kekuatan otot. Pada partisipan 1
kekuatan otot :
pada partisipan 2 111 333
kekuatan otot :
444 222 111 333
444 222
Hemiparise sinistra pada Ny.R1 dan hemiparise dextra pada Ny.R2. Pada
pemeriksaan fisiologis dan patologis partisipan 1 (Ny.R1) terdapat
beberapa kelainan berupa reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri (-), reflek
patella kiri (-), reflek caddok kiri (-), reflek openhem kiri (-), reflek
Gordon kiri (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasek ekstremitas bawah
kiri terdapat tahanan sehingga tidak terangkat sampai 70°. Aktifitas
pasien dilakukan diatas tempat tidur dan ADL dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Pada partisipan 2 (Ny.R2) hasil reflek bisep kanan (-), reflek trisep kanan
(-), reflek patella kanan (-), reflek caddok kanan (-), reflek openhem
kanan (-), reflek Gordon kanan (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasex
kaki kanan tidak terangkat sampai 70°. ADL Ny.R2 dibantu oleh
keluarga dan juga perawat.
Menurut Tarwoto (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien stroke hemoragik berupa ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas reflek menelan yang
tidak adekuat,ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan infark jaringan otak,vasospasme serebral, edema serebral,
ketidakefektifan pola naps berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan
neuromuscular kelemahan anggota gerak, risiko jatuh berhubungan
dengan penurunan kekuatan ekstremitas, resiko aspirasi berhubungan
dengan penurunan kesadaran dan penurunan reflek menelan, nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Menurut asumsi peneliti, perlu ditambahkan diagnosa resiko aspirasi
pada partisipan 1 (Ny.R1) dikarenakan pasien mengalami obstruksi jalan
napas adanya secret di saluran pernapasan dan juga pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga sangat berkemungkinan pasien akan
mengalami aspirasi. Ini diperkuat dari teori menurut Batticaca (2008)
bahwa batasan karakterisitik dari diagnosa resiko aspirasi adalah adanya
batuk, adanya demam dan adanya bunyi napas tambahan ronchi. Begitu
juga menurut Tarwoto (2013) bahwa aspirasi merupakan salah satu
komplikasi dari pasien stroke hemoragik yang mengalami penurunan
kesadaran dikarenakan terjadinya gangguan N.IX yaitu gangguan batuk
dan menelan.
Peneliti tidak mengangkat diagnosa nyeri pada kedua pasrtisipan karena
kedua partisipan masih mengalami penurunan kesadaran sehingga belum
bisa untuk berkomunikasi aktif
4. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa pertama partisipan 1 (Ny. R1) yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak
adekuat, tidak semua dilakukan sesuai intervensi. Tindakan yang
dilakukan adalah memposisikan pasien semi fowler, mengauskultasi
suara napas tambahan yang didapat yaitu suara gargling, melakukan
tindakan suction. Yang tidak efektif dilakukan adalah mengajarkan
pasien batuk efektif karena pasien masih mengalami penurunan
kesadaran. Pada diagnosa pertama pasrtisipan (Ny. R2) yaitu
ketidakefektifan pola napas adalah mengauskultasi suara napas,
memposisikan pasien semi fowler, memantau aliran oksigen dan air
oksigen, memonitor tanda hipotermi dan hipertermi, memonitor irama
dan tekanan jantung , monitor warna kulit, suhu dan kelembaban,
monitor perubahan tanda tanda vital Menurut observasi, implementasi
yang di dilakukan oleh perawat di ruangan telah sesuai dengan intervensi
yang direncanakan.
Pada kedua partisipan dengan diagnosa yang sama yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebralberhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK), tindakan yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat
kesadaran dengan GCS, mempertahankan kepala tempat tidur 30-45°
dengan posisi leher tidak menekuk, memantau suhu, pertahankan pasien
bedrest, membatasi kunjungan, memantau pupil.
Menurut observasi yang dilihat peneliti di ruangan, tindakan yang tidak
sesuai dengan intervensi adalah mengukur tanda-tanda vital tidak
dilakukan setiap 1 jam hanya setiap shift dinas (per 7 jam), selain itu
tindakan lainnya telah sesuai dengan rencana.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik pada kedua partisipan, tindakan
keperawatan yang dilakukan peneliti adalah melakukan ROM pasif
secara lembut/tidak kasar, mengubah posisi pasien setiap 2-4 jam,
mengganjal tangan dengan bantal, mengajarkan keluarga cara merubah
posisi pasien, cara mobilisasi ROM. Sedangkan yang tidak dilakukan
peneliti adalahpertama mengajarkan pasien cara mobilisasi/ ROM karena
pasien belum bisa berkomunikasi dan bergerak aktif, dan kedua tidak
bisa membantu mengajarkan pasien menggunakan tongkat saat berjalan
karena pasien masih dalam keadaan bedrest.
Menurut observasi peneliti, tindakan keperawatan yang tidak dijalankan
di ruangan yaitu mobilisasi ROM, perubahan posisi serta informasi pada
keluarga cara mobilisasi pada pasien sehingga keluarga tidak mengerti
apa yang harus dilakukakn pada nggota keluarga nya yang sakit.
Implementasi keperawatan yang juga tidak dilakukan pada Ny.R1 dan
Ny.R2 adalah masalah keperawatan yang menjadi penyerta diagnosa
utama. Contoh nya pada partisipan 1 (Ny.R1) dengan penyakit penyerta
bronkopneumonia dan pada partisipan 2 (Ny.R2) dengan DM Tipe II dan
hipertensi. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti sehingga peneliti
hanya berfokus pada tindakan untuk diagnosis utama penyakit stroke
hemoragik
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan untuk
menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan.
Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
Pada partisipan 1 (Ny.R1) tanggal 27 Mei 2017 tidak terdengar lagi
suara ronchi, suara napas normal yaitu vesikuler lalu pada tanggal 28
Mei 2017, GCS meningkat yaitu dari GCS 12(E3M5V4) menjadi GCS
13(E4M5V4) dan tingkat kesadaran juga berubah yang mana
sebelumnya delirium menjadi compos metis. Kekuatan otot juga telah
mengalami perubahan
yaitu dari menjadi
444 222 444 333 444 222 444 333
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke hemoragikdi Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2017, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada Ny.R1 didapatkan pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium,
terdapat suara tambahan gargling, mengeluarkan saliva, batuk,
hemiparise sinistra dan kekuatan otot
444 222 444 222
111 333
111 333
B. Saran
1. Bagi perawat ruangan
Diharapkan dapat memotivasi pasien serta keluarga tentang kasus stroke
hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara
biopsikososial dan spiritual
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding yang
berkaitan dengan penyakit penyerta dari masalah utama stroke hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan
stroke. Yogyakarta: Dianloka
Aminoff, M.J., & Josephson, S.A. 2014. Aminoff’s Neurology and General
Medicine. Elsevier
Ariyanti, D., Ismonah & Hendrajaya. 2010. Efektivitas active assestive Range Of
Motion (ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke
non hemoragik. http://download.portalgaruda.org. Diakses pada tanggal
28 Januari 2017 pada pukul 13.00 WIB.
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Asmadi. 2008. Teknik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Profil kesehatan tahun 2011. Diakses tanggal
23 Januari 2017 dari: http://www.bps.go.id/
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Docthterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of
America: Mosby Elsevier, Inc
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Debora, O. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika
Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 15 Januari
2017 pukul 08.00 wib
Goldszmith, Adrian, dkk. 2013. Stroke esensial edisi 2. Jakarta: PT.Indeks
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Levine, P.G. 2009. Strongger after stroke: panduan lengkap dan efektif terapi
pemulihan stroke. Alih bahasa: Rika Iffati Farihah. Jakarta: Etera
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) 5th edition. United State Of America:
Mosby Elsevier, Inc
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pambudi, Hubertus Agung. 2008. Studi Fenomenologis: Kecemasan Keluarga
Pada Pasien Stroke . Jurnal Keperawatan Universitas Diponegoro
Semarang. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3642ari
%20pambudi.pdf . Diakses pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 09.00 wib
Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1
(Martha Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara
Saryono, & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta : Nuha Medika
Sikawin, C.A., Mulyadi., & Palendeng, H. 2013. Pengaruh Latihan Range Of
Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Jurnal
Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174 . Diakses
pada tanggal 19 januari 2017 pukul 11.00 WIB
Sutrisno, A. 2007. Stroke sebaiknya anda tau sebelum anda terserang stroke.
Jakarta: PT.Gramedia Utama
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.
Jakarta: CV.Sagung Seto.
Yudha, Fajar. 2014. Pengaruh range of motion (rom) terhadap kekuatan otot
dan rentang gerak pasien pasca perawatan stroke.
https://www.academia.edu/8462846/Pengaruh_Range_Of_Motion_ROM
_t erhadap_kekuatan_otot_dan_rentang_gerak_pasien_pasca_stroke.
Diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 10.00 WIB
LAMPIRAN 11
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R
2) Tempat/tgl lahir : Tanjung Pinang, 10 Maret
1997
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Belum kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : S1
7) Pekerjaan : Mahasiswi
8) Alamat : Jln. Belakang balok,
Bukittinggi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik +
Bronkopneumonia
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. N
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Alamat : Kampung Baru Keke RT
01/12 Kijang
Kota Bintan Kepulauan Riau
4) Hubungan : Ayah Kandung
c. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD
pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 10.30 WIB rujukan dari RS
Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan kesadaran,
awalnya ketika pasien dibangunkan dari tempat tidur masih
menyahut panggilan namun anggota gerak kiri pasien terlihat
lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan setelah itu
baru pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke RS
Ibnu Sina Bukittinggi langsung di rujuk ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian
tingkat kesadaran, GCS 10 (E2M5V3), klien terpasang infuse
asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/I, Tekanan Darah
100/70 mmHg, Nadi 79x/i, Pernapasan 21x/i, Suhu 36,6°c,
pasien terpasang NGT dan kateter
b) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017, pasien
hari rawatan ke-8, keluarga mengatakan pasien baru bisa
membuka mata 1 hari yang lalu namun belum bisa diajak
berkomunikasi, saat dinilai GCS 12 (E3M5V4), tingkat
kesadaran delirium, Tekanan Darah 150/90 mmHg, Nadi
82x/i, Pernapasan 20x/i, Suhu 37,3°c, muntah tidak ada,
terpasang infuse NaCl 0,9% 12 jam/kolf terpasang NGT
dengan diit MC
1800 kkal, terpasang O2 3liter,saat dinilai kekuatan otot
444 222
444 222
2. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita
sakit seperti saat ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien
sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing
namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak rutin
cek tekanan darah ke pelayanan kesehatan
3. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit
kronis lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola nutrisi
Keluarga mengatakan saat sehat pasien makan tidak teratur sehari
kadang 2x dan kadang 1x, pasien juga tidak suka makan sayur
namun suka konsumsi buah-buahan, minum air putih sebanyak 6-7
gelas (1200 - 1500cc /hari ).
Saat sakit pasien diberi diit MC 1800 kakal melalui NGT, infus
NaCl 0,9% 720 cc/hari.
2) Pola eliminasi
Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1 - 2 x sehari,
konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak
ada keluhan, sebanyak ± 6-7 x sehari (1000 – 1400 cc
perharinya). Saat sakit pasien terpasang kateter, input = 2600
cc/hari, urine 24 jam 2500 cc/hari warna kuning muda dan BAB
1x/ 3 hari, konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan.
3) Pola tidur dan istirahat
Sehat, tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang ± 2 jam/hari.
Sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai karena
pasien lebih banyak tidur
4) Pola aktifitas dan latihan
Keluarga mengatakan saat sehat pasien aktif mengikuti organisasi
di kampusnya.Namun pada saat sakit pasien tidak bisa melakukan
aktivitas karena terjadi penurunan kesadaran dan ADL dibantu oleh
keluarga dan perawat
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 12
E3M5V4, TD= 130/ 80 mmHg, HR= 82 x / menit, RR= 20x / menit,
Suhu = 367,30C.
2) Kepala
Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, kulit kepala bersih,
rambut hitam panjang dan bersih
3) Wajah
Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai
4) Mata
Conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil an isokor
2mm/3mm N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris)
mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) dapat mengikuti
arah pena ke atas dan ke bawah, N.VI (abdusen) dapat mengikuti
arah pena ke kiri dan ke kanan
5) Hidung
Simetris kiri dan kanan, hidung bersih ,tidak ada pembengkakan
polip, terpasang 02 3l/I, Pernapasan 20 x/i, N.I (olfaktorius) tidak
dapat dinilai
6) Bibir, mulut dan gigi
Bibir pucat dan mukosa bibir kering, mulut dan gigi bersih NVII
(facialis) tidak dapat dinilai N.XII (hipoglasus) dapat
mengeluarkan lidak dan dapat mencongkan ke arah kiri dan kanan
7) Telinga
Telinga bersih, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII
(akustikus), telinga kanan dapat mendengar suara gesekan jari
sedangkan telinga kiri tidak
8) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru)
I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan
P : fremitus antara yang kiri dengan yang kanan
P : Bunyinya Sonor
A:terdengar suara tambahan (ronchi)
10) Jantung
I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Sonor
A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen
I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering
P : tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia
Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas
Terpasang IVFD asering 12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan,
tidak ada edema, CRT <2detik, reflek bisep kiri (-), reflek trisep
kiri (-), kekuatan otot
2. ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
DS Ketidakefektifan Reflek batuk yang
- Keluarga bersihan jalan napas tidak adekuat
mengatakan pasien
sering mengeluarkan
air liur
- Keluarga
mengatakan pasien
sering batuk
berdahak
DO
- pasien tampak
mengeluarkan air
liur
- auskultasi terdapat
suara gargling
pasien tampak batuk
DS Ketidakefektifan perfusi Peningkatan Tekanan
- Keluarga mengatakan jaringan serebral Intra Kranial (TK)
pasien baru baru bisa
membuka mata 1
hari yang lalu
- Keluarga mengatakan
pasien gelisah
DO
- GCS 12 (E3M5V4)
- Kekuatan otot
444 222
444 222
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
N Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
o
1 Ketidakefektifa Setelah dilakukan 3. Manajemen jalan nafas
n bersihan jalan asuhan keperawatan g. Posisikan pasien untuk
napas diharapkan bersihan memaksimalkan
berhubungan jalan menjadi efektif ventilasi
dengan reflek dengan kriteria hasil h. Identifikasi kebutuhan
batuk yang 5. Status pernafasan : aktual/potensial pasien
tidak adekuat g. Frekuensi untuk memasukkan alat
pernafasan membuka jalan nafas
normal (16- i. Buang sekret dengan
25x/menit) memotivasi pasien
h. Irama untuk melakukan batuk
pernafasan atau menyedot lender
teratur j. Instruksikan bagaimana
i. Kemampuan agar bias melakukan
untuk batuk efektif
mengeluarkan k. Auskultasi suara nafas
sekret l. Posisikan untuk
6. Tanda-tanda vital: meringankan sesak
g. Irama nafas
pernafasan
teratur
h. Tekanan darah
4. Monitor pernafasan
normal
q. Monitor kecepatan,
(120/80mmHg)
irama, kedalaman dan
i. Tekanan nadi
kesulitan bernafas
normal (60-100
r. Catat pergerakan dada,
x/menit)
catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi
otot
s. Monitor suara nafas
tambahan
t. Monitor pola nafas
u. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana
terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tanggal Tindakan
Diagnosis
Keperawatan
1 24 Mei Ketidakefektifan 1. memantau S : keluarga
2017 bersihan jalan frekuensi mengatakan masih
napas pernapasan terdengar batuk
berhubungan 2. auskultasi suara berdahak pada
dengan reflek napas pasien O
3. miring kanan-kiri :
batuk yang tidak
untuk 1. suara napas
adekuat
mengeluarkan tambahan
saliva gargling (+)
4. mengeluarkan 2. tampak banyak
tumpukan saliva penumpukan
dengan suction saliva
5. memotivasi A : masalah belum
pasien untuk teratasi P :
batuk efektif Intervensi
semampunya dilanjutkan
masih sering
mengantuk
O:
1. Pelo (+)
2. Banyak
menutup mata
3. Tingkat
kesadaran
delirium
4. GCS 12
(E3M5V4) A :
masalah belum
teratasi
P : Intervensi
LAMPIRAN 12
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R2
2) Tempat/tgl lahir : Muaro Bungo, 05 Agustus 1962
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMP
7) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8) Alamat : Muaro Bungo, Jambi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik + DM Tipe II
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. K
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Hubungan : Suami
4) Riwayat kesehatan :
c. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 23 Mei 2017 pukul 23.30 WIB dirujuk dari RS Muaro
Bungo dengan keluhan penurunan kesadaran 12 jam sebelum
masuk Rumah Sakit yang terjadi tiba-tiba saat pasien istirahat
tidak menyahut panggilan dari keluarga dan lemah anggota
gerah kanan. Pasien muntah 1x dengan warna hitam dibawa ke
RS
Muaro Bungo dan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat
kesadaran (samnolen), GCS 8 (E2M3V3), pasien terpasang
infuse asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/i, Tekanan
Darah 210/100 mmHg , Nadi 90x/i ,Pernapasan 24x/i, Suhu 37,1
,terpasang NGT dan kateter
2) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Pada saat dikaji pada tanggal 24 Mei 2017, keluarga mengatakan
pasien belum bisa diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 8
(E2M3V3), tingkat kesadaran samnolen, Tekanan Darah
180/100 mmHg, Nadi 79x/i, Pernasapasan 27x/i, Suhu 38,1°c,
muntah tidak ada, terpasang infuse Asering 12 jam/kolf,
terpasang NGT dengan diit MC DD 1500 kkal, terpasang O2 5
liter, auskultasi terdapat suara tambahan pernapasan yaitu
gargling, kekuatan otot 111 333
111 333
7) Telinga
Telinga ada serumen, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII
(akustikus), tidak dapat dinilai
8) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru)
I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan, terlihat retraksi
dinding dada saat bernapas
P : fremitus sama antara yang kiri dengan yang kanan
P : Bunyinya Sonor
A : Vesikuler
10) Jantung
I : Ictus Cordis tidak terlihat
P : Ictus Cordis tidak teraba
P : Sonor
A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen
I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering
P : tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia
Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas
Terpasang IUFD NaCL asering 12 jam/kolf pada kaki sebelah
kiri, tanga edema, CRT <2detik, reflek bisep kanan (-), reflek
trisep kanan (-)
14) Ekstermitas bawah
Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kanan (-), tanda lasek
(+), bludinsky II (+), reflek babinsky kanan (+), reflek caddok
kanan (+), reflek openhem kanan (+), reflek Gordon kanan (+),
Kekuatan otot
111 333
111 333
2. ANALISA DATA
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Ditemukan Dipecahkan
No
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Ketidakefektifan pola 24 Mei 27 Mei
napas berhubungan dengan 2017 2017
depresi pusat pernapasan
2 Ketidakefektifan perfusi 24 Mei 28 Mei
jaringan serebral 2017 2017
berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK)
3 Hambatan mobilitas fisik 24 Mei 28 Mei
berhubungan dengan 2107 2017
kelemahan anggota gerak
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
pola napas tindakan k. Posisikan pasien untuk
berhubungan keperawatan memaksimalkan ventilasi
dengan depresi diharapkan pola l. Identifikasi kebutuhan
pusat pernapasan nafas pasien aktual/potensial pasien
menjadi efektif untuk memasukkan alat
dengan kriteria membuka jalan nafas
hasil: m. Instruksikan bagaimana
5. Status agar bias melakukan batuk
pernafasan efektif
k. Frekuensi n. Auskultasi suara nafas
pernafasan o. Posisikan untuk
normal (16- meringankan sesak nafas
25x/menit)
l. Irama Terapi oksigen
pernafasan m. Siapkan peralatan oksigen
teratur dan berikan melalui system
m. Suara humidifier
auskultasi n. Berikan oksigen tambahan
nafas normal seperti yang diperintahkan
n. Kepatenan o. Monitor aliran oksigen
jalan nafas p. Monitor efektifitas terapi
o. Retraksi oksigen
dinding dada q. Amati tanda-tanda
tidak ada hipoventialsi induksi
oksigen
6. Tingkat r. Konsultasi dengan tenaga
kelelahan kesehatan lain mengenai
berkurang penggunaan oksigen
dengan kriteria tambahan selama kegiatan
hasil : dan atau tidur
i. Kelelahan
tidak ada Monitor tanda-tanda vital
j. Nyeri otot q. Monitor tekanan darah,
tidak ada nadi, suhu dan status
k. Kualitas pernafasan dengan tepat
istirahat r. Monitor tekanan darah saat
cukup pasien berbaring, duduk dan
l. Kualitas tidur berdiri sebelum dan setelah
cukup perubahan posisi
s. Monitor dan laporkan tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
t. Monitor keberadaan nadi
dan kualitas nadi
u. Monitor irama dan tekanan
jantung
v. Monitor suara paru-paru
w. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban
x. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan
tandatanda vital
S : keluarga
mengatakan pasien
sudah bisa
membuka mata
apabila dipanggil
keras O :
4. Tingkat
kesadaran
samnolen 5.
GCS
(E3M3V3)
6. Tekanan darah
190/80
mmHg A :
masalah belum
teratasi P :
Intervensi
dilanjutkan S :
keluarga dapat
merubah posisi
pasien setiap 2
jam tanpa
bantuan perawat
O :
3. ADL dibantu
keluarga dan
perawat
4. Kekuatan otot
2 jam
11. Mengajarkan
pada keluarga
bagaimana cara A : masalah belum
merubah posisi teratasi P :
setiap intervensi
12. Memasang dilanjutkan
pagar tempat tidur
setiap selesai
melakukan
tindakan