Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAKEOSTOMI

A. ANATOMI FISIOLOGI TRAKEA


Gambar 1. Anatomi trakea
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago
krikoid yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke
dalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina.
Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah
lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas
trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior,
biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren
terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi
trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada
kartilago tiroid dan hioid (Adams, 2011).

B. DEFINISI
Pengertian Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan
memasang slang melalui sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi
obstruksi jalan nafas bagian atas atau mempertahankan jalan nafas dengan cara
menghisap lendir, atau untuk penggunaan ventilasi mekanik yang kontinu.
(Marelli, 2008).
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea.
Ketika selang indweling dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi
digunakan (Smeltzer dan Bare, 2013). Pada awalnya trakeostomi sering
dilakukan dengan indikasi sumbatan jalan napas atas, namun saat ini sejalan
dengan kemajuan unit perawatan intensif, trakeostomi lebih sering dilakukan atas
indikasi intubasi lama (prolonged intubation) dan penggunaan mesin ventilasi
dalam jangka waktu lama keputusan untuk melakukan trakeostomi pada
umumnya dapat dilakukan dalam waktu 7 hari dari intubasi.

C. Etiologi (Indikasi dan kontraindikasi)


Menurut Kurniawati Lusiana (2014) iIndikasi dari trakeostomi antara lain:
1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya
pada pasien dalam keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler.
6. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
a. Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
b. Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan
ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise
Nerus Rekurens
c. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital,
traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor.
d. Cedera parah pada wajah dan leher
e. Setelah pembedahan wajah dan leher
7. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

Gambar 2. Indikasi Tindakan Trakeostomi


Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah
adanya infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah
yang tidak terkontrol, seperti hemofili.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Menurut Hadikawarta, et al (2009), trakeostomi dibagi atas 2
(dua) macam, yaitu berdasarkan letak trakeostomi dan waktu dilakukan tindakan.
Berdasarkan letak trakeostomi terdiri atas letak rendah dan letak tinggi dan batas
letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan
tindakan maka trakeostomi dibagi dalam:
1. Trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana
sangat kurang)
2. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan
secara baik

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Kurniawati Lusiana (2014) Masalah pada jalan napas adalah
sumbatan. Sumbatan dapat terjadi baik total maupun parsial. Sumbatan total
terjadi karena benda asing yang menutup jalan napas secara tiba-tiba.
Sedangkan sumbatan parsial dibedakan menjadi tiga bagian yaitu
1. Sumbatan karena cairan
Setiap pasien trauma beresiko mengalami sumbatan jalan nafas karena
cairan yang disebabkan oleh darah, secret dan lain-lain. Sumbatan karena
cairan dapat mengakibatkan aspirasi yaitu masuknya cairan asing kedalam
paru-paru penderita.Upaya penanganan sumbatan jalan nafas karena cairan
adalah dengan melakukan penghisapan atau suctioning sesegera mungkin.
2. Sumbatan karena pangkal lidah
Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran, maka mungkin
pangkal lidah akan jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Hal ini
karena otot-otot penyanggah lidah lemas atau mengalami kelumpuhan. Cara
mengatasi sumbatan jalan nafas karena sumbatan pangkal lidah pada
prinsinya adalah mengangkat pangkal lidah agar tidak menyumbat jalan
nafas.

3. Sumbatan anatomis
Disebabkan oleh penyakit saluran nafas atau karena adanya trauma yang
mengakibatkan pembekakan/ udema pada jalan nafas (ex. Trauma inhalasi
pada kebakaran). Penanganan sumbatan karena antomis seringkali
membutuhkan penanganan secara surgical dengan membuat jalan nafas
alternatif tanpa melalui mulut atau hidung penderita.
F. PHATWAY

Inflamasi penyakit tertentu yang Cedera parah pada wajah


menyumbat jalan napas dan leher

Obtruksi jalan napas bagian atas

Bersihan jalan napas tidak


efektif

Trakeostomi

Post operasi
Pre operasi

Udara keluar masuk Trakeosto


Kurang pengetahuan Perubahan tanpa system Insisi pada
anatomi leher kulit leher mi tube
penyaringan
menekan

Ansietas
Mikroorganisme / Gangguan
Gagguan Kerusakan
benda asing masuk komunikasi
citra diri integritas
ke dalam trakhea verbal
kulit

Menstimulus sel goblet


untuk memproduksi
mukus

Resiko infeksi Produksi mucus


meningkat

Media yang baik untuk


berkembangnya mikroba Akumulasi sekret

Sumber : Nurseslab, (2011).


Bersihan jalan napas tidak
efektif
G. KOMPLIKASI
Komplikasi Menurut Kurniawan (2014) komplikasi yang terjadi dalam
penatalaksanaan selang trakeostomi dibagi atas:
1. Komplikasi dini
a) Perdarahan
b) Pneumothoraks
Embolisme udara

Fistula trakeoesofagus

Dilatasi trakea atau iskemia trakea

Nekrosis

c)
d) Aspirasi
e) Kerusakan saraf laring kambuhan atau penetrasi sinding trakea posterior
2. Komplikasi jangka panjang
a) Obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi
b) Infeksi
c) Disfagia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan trakeostomi
yaitu :
1. Pemeriksaan fungsi paru
2. Analisa gas darah arteri
3. Rontgen dada (Thorax)
4. Pemeriksaan laboratorium : masa perdarahan dan masa pembekuan
(BT,CT,PT,APTT), Status nutrisi / elektrolit, nilai Hb.
(Smeltzer et al, 2015).

I. PENATALAKSANAAN TRAKEOSTOMI
Menurut ( Marylin, 2013) penatalaksaan trakeostomi adalah:
1. Persiapan tindakan :
a) Persiapan pasien : puasa minimal 4 jam sebelum tindakan.
b) Informed consent ke keluarga pasien berupa surat ijin tindakan (SIT)
Kedokteran, SIT Anasthesi, bukti edukasi dan persetujuan ke bagian
administrasi.
c) Pemeriksaan Lab : masa perdarahan dan masa pembekuan, Hb.
d) Persiapan Alat :
 Kanul trakeostomi ukuran 7fr atau 7,5fr atau sesuai instruksi  dokter.
 Set steril untuk tindakan trakeostomi.
 Obat – obatan anastesi
2. Perawatan Trakeostomy
a) Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet
b) Perawatan luka pada trakeostomi
c) Perawatan anak kanul
d) Humidifikasi untuk menjaga kelembapan
3. Tujuan Perawatan Trakeostomi
a) Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (Pluging)
b) Untuk mencegah infeksi
c) Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
d) Bronkial toilet yang efektif
e) Mencegah pipa tercabut

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnnesa
1) Data Demografi: Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:
nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,
jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2) Data Subyektif: sesak napas, nyeri
3) Data obyektif: RR meningkat, Saturasi O2 menurun
4) Pemeriksaan Fisik: B1 : Ronchi, RR meningkat, Saturasi O2 menurun
5) Pengkajian Psikososial: Ansietas terjadi pada pasien dengan
trakeostomi.
2. Pengkajian Teoritis Lengkap
a. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya yang
meliputi : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama
dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah batuk berdahak, nyeri dada, sesak napas. 
c. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita obstruksi jalan napas menampakkan gejala nyeri dada,
batuk berdahak, dan disertai sesak napas dan adanya edema pada
laring. 
d. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit,
kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya seperti:
adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.
e. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit obstruksi jalan napas pada anggota keluarga
yang lain seperti penyakit Asma. 
f. Data Dasar Pengkajian Pasien (Somantri, Irman 2014)
1. Aktivitas/istirahat
Gejala   : Kelemahan, kelelahan, keletihan, napas pendek.
Tanda   : Frekuensi pernapasan meningkat, perubahan irama
pernapasan, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala   : Riwayat adanya hipertensi.
Tanda   : Kenaikan tekanan darah meningkat, penampilan kemerahan,
atau pucat.
3.  Psikososial
Gejala    : Perasaan takut akan kehilangan suara, mati, terjadinya/
berulangnya kanker. Kuatir bila pembedahan
. mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja dan
. keuangan.
Tanda    :  Ansietas, depresi, marah dan menolak, menyangkal.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan saat obstruksi riwayat penyakit paru
5. Makanan/cairan
Gejala    : Kesulitan menelan
Tanda    :Kesulitan menelan, mudah tersedak, bengkak
luka (malnutrisi)
6. Neurosensori
Gejala    : Diplopia (penglihatan ganda, ketulian)
Tanda     : Parau menetap atau kehilangan suara, kesulitan menelan,
s ketulian konduksi, kerusakan membrane mukosa.
7.  Nyeri/kenyamanan
Gejala      : Sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk)
Tanda       :  Melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
. untuk membatasi gerakan).
8.  Pernafasan
Gejala    : Adanya riwayat merokok/mengunyah tembakau, bekerja
dengan debu serbuk kayu, kimia toksik/serbuk, logam
berat, riwayat penggunaan berlebihan suara, riwayat
penyakit paru kronis, batuk dengan/tanpa sputum,
drainase darah pada nasal (Smeltzer et al, 2015)

K. Jenis-jenis trakeostomi
Jenis-jenis trakeostomi menurut Nurseslab (2011) adalah sebagai berikut:
 Cuffed Tubes; Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur
sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 3. Cuffed Tubes

Gambar 4. Mekanisme kerja cuffed tubes


 Uncuffed Tubes; Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan
penderita yang tidak mempunyai risiko aspirasi.

Gambar 5. Uncuffed Tubes

 Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian


trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga
kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah
terjadi obstruksi.
 Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang
digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu
terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

Gambar 6. Silver Negus Tubes

 Fenestrated Tubes; Trakeostomi ini mempunyai bagian yang


terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih
tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian
terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara
Gambar 7. Fenestrated Tubes

 Ukuran pipa
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French.
Trakeostomi umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak
juga ada. Tabung dari plastik mempunyai lumen lebih besar
dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik melengkung
lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikitdan lebih
nyaman bagi klien.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penceda fisik
2. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

M. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperaw Tujuan dan Intervensi
atan Kriteria Hasil SIKI
SDKI SLKI
Setelah dilakukan asuhan
Nyeri akut keperawatan selama 3x24 Observasi :
berhubunga jam ekspestasi nyeri 1. Identifikasi lokasi,
n dengan menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
agen hasil : frekuensi, kualitas dan
penceda fisik 1.Penyatuan kulit intensitas nyeri.
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
2.Penyatuan tepi luka 3. Monitor efek samping
meningkat penggunaan analgestik
3.Peradangan luka Terapeutik :
menurun 1. Berikan teknik
4. Nyeri menurun nonfarmakologis untuk
5. Infeksi menurun mengurangi nyeri
6. Meringis menurun 2. Kontrol lingkungan yang
7. Gelisah menurun memperberat nyeri
8. Menarik diri menurun Edukasi :
9.Frekuensi nadi membaik 1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgestik jika perlu

Jalan napas Setelah dilakukan asuhan Observasi :


tidak efektif keperawatan selama 3x24 1. Monitor posisi trakeostomi
berhubungan jam ekspestasi bersihan 2. Monitor kulit area stoma
dengan jalan napas meningkat trakeastomi
hipersekresi dengan kriteria hasil : Terapeutik :
jalan napas 1. Produksi sputum 1. Lakukan penghisapan lendir
menurun 2. Lakukan perawatan stoma
2. Ronkhi menurun trakeostomi
3. Dispnea menurun Edukasi :
4. Ortopnea menurun 1. Jelaskan pada pasien dan
5. Frekuensi napas keluarga tujuan dan prosedur
membaik pemasangan jalan napas
6. Pola napas membaik buatan

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Observasi :


berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Monitor tanda dan gejala
dengan efek jam tingkat infeksi menurun infeksi local dan sitemik
prosedur dengan kriteria hasil : 2. Monitor karakteristik luka
invasif 1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun 1. Batasi pengunjung
3. Nyeri menurun 2. Berikan perawatan kukit
4. Kadar sel darah putih pada area edema
membaik Edukasi :
5. Kerusakan jaringan 1. Jelaskan tanda dan gejala
menurun infeksi
2. Ajarkan keluarga cara
merawat luka secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Adams. 2011. Dasar Trakeostomi. Jakarta :EGC
Bulechek, et al. 2016. Nursing Intervention Clasification. Edisi Bahasa Indonesia.
Edisi Keenam. Jakarta
Davis, FA. 2015. Understanding Respiratory System.

Kurniawati Lusiana.2014. Hubungan antara jarak waktu trakeostomi dengan


mortalitas pasien kritis terventilasi.

Lindman, MD; Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA, (2011). Tracheostomy.
Medscape reference. Diakses 28 september 2011 pukul 06.16, dari web site
http://emedicine.medscape.com/article/865068-overview

Moorhead et al. 2016. Nursing Outcomes Clasification. Edisi Bahasa Indonesia.


Edisi Kelima. Jakarta
Nanda, 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikai. Jakarta: EGC
Nurseslab, (2011).Tracheostomy nursing care & management.nurseslabs.
diakses 27 september 2011 pukul 19.42, dari web site
http://nurseslabs.com/nursing-procedures/tracheostomy-nursing-care-
management/

Price, Sylvia A. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Kulit.Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C dan Bare, Brenda G. 2015. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Somantri, Irman. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai