Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN

“PLEURITIS”

Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Profesi

Program Profesi Ners Kelas A5 Semester 1

Disusun Oleh :
HARYATI
21149011405

Dosen Pembimbing : Ns. Amalia, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI

ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas berkat rahmat dan
karunia – Nyalah Saya dari jurusan Profesi Ners kelas Reg A5 dapat menyelesaikan
tugas Makalah Laporan Pendahuluan dengan judul “Pleuritis”. Makalah ini Saya buat
dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Konsep Dasar Profesi
(Ners).

Dengan makalah ini, semoga bisa memberi tambahan dan pengertian mengenai
hal yang terkait dengan Pleuritis dalam pelaksanaan keperawatan serta sebagai bahan
rujukan untuk keterampilan klinis perawat bagi pasien yang mengalami Pleuritis. Dalam
pembuatan makalah ini kami menyadari banyak tedapat kekurangan dan keterbatasan
didalamnya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan bagi saya sendiri.

Palembang, 22 Oktober 2021

Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
PLEURITIS

A. Anatomi Fisiologi

1. Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara
pleura yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian
a. Pleura Visceralis/ Pulmonis
Pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo.
b. Pleura Parietalis
Bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.

Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis sebagai
ligamen Pulmonale (Pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura
ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana di
dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar
tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. 

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:


a. Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)

iii
Merupakan pleura parietalis yang terletak di atas costa I namun tidak
melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5
inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula.

b. Pleura Parietalis pars Costalis


Pleura yang menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae,
SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os.
Sternum.
c. Pleura Parietalis pars Diaphragmatica

Pleura yang menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yang


dipisakan oleh fascia endothoracica.

d. Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)

Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial


dan membentuk bagian lateral dari mediastinum.

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks


kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang.
Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi
tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di
apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat
menjadi -25 sampai -35 cm H2O.

Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, rongga pleura steril
karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.

Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik
dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan
rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura
parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleural

iv
effusion. Fungsi pleura yang lain mungkin masih ada karena belum
sepenuhnya dimengerti.

B. Definisi

Pleuritis/ radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/ Pleuritic chest pain) adalah suatu


peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru).
Radang pleura dapat berlangsung secara subakut, akut atau kronis, dengan
ditandai perubahan proses pernafasan yang intensitasnya tergantung pada
beratnya proses radang. Pada yang berlangsung subakut proses radang
biasanya dibarengi dengan empiema serta mengakibatkan layunya sebagian
paru-paru, hingga pernafasan akan mengalami kesulitan (dispnea). Biasanya
pernafasan bersifat cepat dan dangkal. Pada yang berlangsung akut penderita
mengalami kesakitan waktu bernafas hingga pernafasan jadi dangkal, cepat
serta bersifat abdominal. Yang berlangsung kronis, pada waktu istirahat tidak
tampak adanya perubahan pada proses pernafasannya (Halim, 2009).

Bila disertai dengan penimbunan cairan di rongga pleura maka disebut efusi
pleura tetapi bila tidak terjadi penimbunan cairan di rongga pleura, maka
disebut pleurisy kering. Setelah terjadi peradangan, pleura bisa kembali
normal atau terjadi perlengketan.

Pleuritis TB merupakan infeksi pada pleura akibat tuberkulosis. Penyakit ini


kebanyakan terjadi sebagai komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang
robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau
kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi
pleura bilateral. Rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan
dapat menimbulkan cairan efusi karena tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat (Halim, 2009).

C. Etiologi
Penyebab-penyebab dari timbulnya pleuritis adalah:
1. Virus dan mikoplasma
Jenis-jenis virusnya adalah: ECHO virus, Coxsackie group, Rickettsia dan
mikroplasma.
2. Bakteri piogenik
Bakteri yang sering ditemukan adalah: aerob dan anaerob. Bakteri-bakteri
aerob meliputi Streptucocus pneumonia, Streptucocus mileri, Stafilococus
aureus, Hemofilus spp, E.koli, Klebsiela, Pseudomonas spp. Bakteri-
bakteri anaerob meliputi Bakteroides spp, Peptostreptococus,
Fusobakterium.
3. Tuberkulosa
Selain komplikasi tuberkulosa, dapat juga disebabkan oleh robeknya
rongga pleura atau melalui aliran getah bening.
4. Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru-paru. Jenis fungsi penyebab Pleuritis
adalah aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis dan lain-lain.
5. Parasit.
Parasit yang menginvasi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba dalam
bentuk tropozoit.

D. Patofisiologi

Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga kosong antara kedua pleura
tersebut, karena biasanya di sana hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.
Terjadinya infeksi pada pleura menyebabkan peradangan sehingga
menimbulkan besarnya permeabilitas pada lapisan pleura, dan menyebabkan
masuknya cairan ke dalam rongga pleura. Pada Pleuritis yang disebabkan
fungsi dan tuberkulosa terjadi karena adanya reaksi hipersensitivitas.

vi
1. Infeksi-Infeksi: bakteri-bakteri (termasuk yang menyebabkan
tuberculosis), jamur-jamnur, parasit-parasit, atau virus-virus.
2. Kimia-Kimia yang Terhisap atau Senyawa-Senyawa Beracun: paparan
pada beberapa agen-agen perbersih seperti ammonia.
3. Penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen: lupus, rheumatoid arthritis.
4. Kanker-Kanker: contohnya, penyebaran dari kanker paru atau kanker
payudara kepleura.
5. Tumor-Tumor Dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma.
6. Kemacetan: gagal jantung.
7. Pulmonary embolism: bekuan darah didalam pembuluh-pembuluh
darah ke paru-paru. Bekuan-bekuan ini adakalanya dengan parah
mengurangi darah dan oksigen kebagian-bagian dari paru dan dapat
berakibat pada kematian pada bagian itu dari jaringan paru
(diistilahkan lung infarction). Ini juga dapat menyebabkan pleurisy.
8. Rintangan dari Kanal-Kanal Limfa: sebagai akibat dari tumor-tumor
paru yang berlokasi secara central.
9. Trauma: patah-patahan rusuk atau iritasi dari tabung-tabung dada yang
digunakan untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleural
pada dada.
10. Obat-Obat Tertentu: obat-obat yang dapat menyebabkan sindrom-
sindrom sepertilupus (seperti Hydralazine, Procan, Dilantin, dan lain-
lainnya).
11. Proses-proses Perut: seperti pankreatitis, sirosis hati.
12. Lung infarction: kematian jaringan paru yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dari suplai darah yang buruk

vii
Virus Bakteri Fungi Parasit

Masuk ke saluran nafas sampai ke rongga pleura

Terjadi proses hipersensitivitas dan


peningkatan permeabilitas lap. pleura

Proses iritasi/inflamasi

PLEURITIS

Suplai O2 menurun Peningkatan ukuran Ekspansi paru menurun

Peningkatan frekuensi Penekanan daerah sekitar Suplai O2 menurun


nafas
Frekuensi nafas
Merangsang nocyceptor
Dispnea cepat & dangkal meningkat

Merangsang pengeluaran
Bergerak terbatas BHP Susah bernafas
(dispnea)

Takut bergerak Spinal Cort

Ketidakefktifan Jalan
Thalamus Nafas
Intoleran Aktivitas

Cortex serebri
Susah makan

Nyeri
Anoreksia

Pembentukan ATP Perubahan Nutrisi (-)


Intake ≠ adekuat
menurun dari kebutuhan

viii
E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas


2. Sesak Napas
3. Perasaan ditikam
Gejala yang paling umum dari pleuritis adalah nyeri yang umumnya
diperburuk oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-paru sendiri
tidak mengandung syaraf-syaraf nyeri apa saja, pleura mengandung
berlimpah-limpah ujung-ujung syaraf. Ketika cairan ekstra berakumulasi
dalam ruang antara lapisan-lapisan dari pleura, nyeri biasanya dalam bentuk
pleuritis yang kurang parah. Dengan jumlah-jumlah akumulasi cairan yang
sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat dibatasi, dan sesak napas dapat
memburuk.
Gejala radang pada awalnya dimulai dengan ketidaktenangan,
kemudian diikuti dengan pernafasn yang cepat dan dangkal. Dalam keadaan
akut, karena rasa sakit waktu bernafas dengan menggunakan otot-otot dada,
pernafasan lebih bersifat abdominal. Untuk mengurangi rasa sakit di daerah
dada, bahu penderita nampak direnggangkan keluar (posisi abduksi). Dalam
keadaan seperti itu penderita jadi malas bergerak. Kebanyakan penderita
mengalami demam. Kekurangan oksigen yang disebabkan oleh toksemia dan
akibat radang paru-paru yang mengikutinya, penderita dapat mengalami
kematian setiap saat. Pada radanag pleura penderita nampak lesu karena
adanya penyerapan toksin (toksemia). Proses kesembuhan dapat pula terjadi,
meskipun biasanya diikuti dengan adesi pleura. Penderita demikian tampak
normal, tetapi bila dikerjakan sedikit saja segera menjadi lelah karena turunya
kapasitas vital pernafasannya. Radang pleura kronik, yang mungkin
ditemukan padasapi yang menderita tuberkulosis, mungkin saja tidak
mengakibatkan gejala pernafasan yang berarti. Kebanyakan penderita radang
kronik hanya memperlihatkan kenaikan frekuensi pernafasannya.

ix
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologi

Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila


kelainan paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan
proses infeksi TB primer. Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka
kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan reaktivasi fokus
lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan
parenkim parunya.

Gambaran radiologik: posterior anterior (PA) terdapat kesuraman pada


hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui
efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral
dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk
efusi pleura dengan cairan yang minimal.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik dan


terapetik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc, karena dapat
menyebabkan edem paru akut karena pengembangan paru yang terjadi
secara mendadak. Kemudian diikuti oleh pemeriksaan biokimiawi. Cairan
transudat biasanya disebabkan oleh kelainan di luar paru seperti pada
penyakit jantung, ginjal, hepar. Cairan eksudat biasanya disebabkan oleh
kelainan pada paru.

Hasil torakosentesis efusi pleura dari pleuritis TB primer mempunyai


karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan
pleura >30g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH
total cairan pleura >200U. Cairan pleura mengandung dominan limfosit
(sering lebih dari 75% dari semua materi seluler), sering dikiuti dengan
kadar glukosa yang rendah. Sayangnya, dari karakteristik diatas tidak ada
yang spesifik untuk tuberkulosis, keadaan lain juga menunjukkan
karakteristik yang hampir mirip seperti efusi parapnemonia, keganasan,
dan penyakit rheumatoid yang menyerang pleura.

Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0-
1%). Isolasi M. tuberkulosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan
pada 20- 40% pasien pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang
negatif dari cairan pleura tidak mengekslusi kemungkinan pleuritis TB.
Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus primer dan
kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33% pasien. Sebaliknya,
pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien
dan kultur positif pada 60% pasien.

G. Komplikasi

1. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


alam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dikapiler dan pleura
viceralis.

2. Pneumothoraks

Timbul karena adanya pengumpulan udara dalam rongga dada atau thorax.

3. Piopneumothoraks

Timbul karena adanya penumpukan nanah pada rongga pleura.

4. Gagal napas

xi
H. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan kondisi dasar yang


menyebabkan pleuritis dan untuk menghilangkan nyeri dengan diatasinya
penyakit dasar (Pnemonia, dan infeksi), imflamasi pleuritis biasanya
menghilang. Pada waktu yang sama, penting artinya untuk memantau tanda-
tanda dan gejala-gejala efusi pleura, seperti sesak nafas, nyeri dan penurunan
ekskruksi dinding dada.

Analgesik yang diresepkan dan aplikator topikal panas atau dingin akan
memberikan peredaan simptomatik. Indomestasin, obat anti imflamasi non
steroidal, dapat memberikan peredaan nyeri sambil memungkinkan pasien
batuk secara efektif. Jika nyeri sangat hebat, diberikan blok intercostal
prokain.

Adapun obat-obat yang dapat digunakan pada penderita dengan masalah


pleuritis adalah sebagai berikut :

1. Analgesik

2. Antibiotik

3. Antidiuretik

4. Pemasangan wsd untuk mengeluarkan cairan

I. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder


terhadap menumpuknya cairan dalam rongga pleura

2. Nyeri dada b/d faktor biologis (adanya infeksi)

3. Intoleransi aktivitas b/d ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan


oksigen

xii
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia

J. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Ketidakefektifan jalan Setelah dilakukan 1. Beri pasien 6 sampai 8
nafas b/d menurunnya tindakan keperawatan gelas cairan/hari kecuali
ekspansi paru diharapkan jalan napas terdapat kor pulmonal.
sekunder terhadap efektif dengan Kriteria 2. Ajarkan dan berikan
menumpuknya cairan Hasil : dorongan penggunaan
dalam rongga pleura a. Mendemonstrasikan teknik pernapasan
batuk efektif dan suara diafragmatik dan batuk.
nafas yang bersih, 3. Bantu dalam pemberian
tidak ada sianosis dan tindakan nebuliser, inhaler
dyspneu (mampu dosis terukur
mengeluarkan sputum, 4. Lakukan drainage postural
mampu bernafas dengan perkusi dan vibrasi
dengan mudah, tidak pada pagi hari dan malam
ada pursed lips) hari sesuai yang
b. Menunjukkan jalan diharuskan.
nafas yang paten (klien 5. Instruksikan pasien untuk
tidak merasa tercekik, menghindari iritan seperti
irama nafas, frekuensi asap rokok, aerosol, suhu
pernafasan dalam yang ekstrim, dan asap.
rentang normal, tidak 6. Ajarkan tentang tanda-
ada suara nafas tanda dini infeksi yang
abnormal) harus dilaporkan pada
c. Mampu dokter dengan segera:
mengidentifikasikan peningkatan sputum,
dan mencegah factor perubahan warna sputum,
yang dapat kekentalan sputum,
menghambat jalan peningkatan napas pendek,
nafas rasa sesak didada,

xiii
keletihan.
7. Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan.
2. Nyeri dada b/d faktor Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri
biologis (adanya tindakan keperawatan secara komprehensif
infeksi) diharapkan nyeri termasuk lokasi,
berkurang dengan Kriteria karakteristik, durasi,
Hasil : frekuensi, kualitas, dan
1. Mampu mengontrol faktor presipitasi.
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi
nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Evaluasi pengalaman
mengurangi nyeri, nyeri masa lampau
mencari bantuan) 4. Ajarkan teknik
2. Melaporkan bahwa nonfarmakologi (teknik
nyeri berkurangdengan napas dalam)
menggunakan 5. Kolaborasi dalam
managemen nyeri memberikan analgetik
3. Tanda Tanda vital untuk mengurangi nyeri.
dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole
110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Observasi adanya
b/d ketidak tindakan keperawatan pembatasan klien dalam
seimbangan suplai dan diharapkan aktivitas baik melakukan aktivitas
kebutuhan oksigen dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor nutrisi dan sumber
a. Berpartisipasi dalam energi tidak adekuat
aktivitas fisik tanpa 3. Monitor respon

xiv
disertai peningkatan kardiovaskuler terhadap
tekanan darah, nadi, aktivitas
dan RR 4. Monitor pola tidur dan
b. Mampu melakukan lamanya tidur/istirahat
aktivitas sehari-hari pasien
secara mandiri
4. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan untuk menentukan jumlah
b/d anoreksia diharapkan nutrisi baik kalori dan nutrisi yang
dengan Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien
a. Tidak terjadi 2. Anjurkan makan sedikit
penurunan berat badan tapi sering
yang berarti 3. Beri makanan yang
b. Tidak ada tanda bervariasi (masih dalam
malnutrisi standar diet)

xv
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:


EGC

Halim H. 2009. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)  second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

xvi

Anda mungkin juga menyukai