Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau
didalam rumah sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi
saluran nafas bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15%-20%.
Kejadian pasien di ICU lebih sering daripada pasien diruangan umum,
yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi pada 9-27% dari pasien yang
diintubasi. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan iminitas
yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1.Apa definisi dari pneumonia?
2.Apa saja faktor yang mempengaruhi pneumonia?
3.Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan ?
4.Bagaimana intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien ?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Agar Mahasiswa/I mampu mengerti konsep dasar medic dari gangguan system
pernafasan : pneumonia
2. Agar mahasiswa/I mampu memahami dan melakukan proses keperawatan pada
pasien dengan gangguan system pernafasan : pneumonia
3. Mengetahui definisi dari pneumonia
4. Memahami faktor yang mempengaruhi pneumonia
5. Mengetahui Penatalaksanaan medis dan keperawatan
6. Mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien.
7. Mengetahui Konsep Transkultutral dan Healt Believe Model.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN PNEUMONIA


Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung
banyaknya jaringan paru-paru yang sakit ( Doenges & Moorhouse, 2000 : 67 ).
Pneumonia adalah peradangan paru di mana asinus tensi dengan cairan,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam dinding alveol dan rongga
interstisium (Hood Alsegof, 1995, 20).

2.2 ETIOLOGI, TANDA & GEJALA


JENIS ETIOLOGI FAKTOR RESIKO TANDA
PNEUMONIA & GEJALA
Sindroma tipikal Streptococcus · Sicklo cell diseases · Onset mendadak
pneumonia · Hipogammaglobulinemi dingin,
tanpa a menggigil,
penyulitStreptoc· Multipel mieloma demam (39-
occus 400C), Nyeri
pneumonia dada pleuritis
dengan penyulit · Batuk produktif,
sputum hijau
dan puluren
serta mungkin
mengandung
bercak darah.
· Terkadang
hidung
kemerahan.
· Reaksi

2
interkostal,
penggunaan otot
aksesorius, dan
bisa timbul
sianosis.
Sindroma atipik· Haemophilus · Usia tua · Onset berharap
influenzae · COPD dalam 3 hari
· Stapihilococcus· Flu malaise, nyeri
aureus kepala, nyeri
tenggorokan,
Anak- anak & dan batuk
§ Mycoplasma § Dewasa muda kering.
pneumonia · Nyeri dada
§ Virus pathogen karena batuk
Aspirasi · Aspirasi basil
· Alkoholismedebilitas · Pada anaerob
gram negatif,
· Perawatan(misalnya campuran,
klebsiela, infeksi nosokimial) mulanya onset
pseudomonas,en· Gangguan kesadaran perlahan
terobacter, · Demam rendah,
echerchia batuk Foto dada
proteus, basil terlihat jaringan
gram positif interstitial
starfilococcus tergantung
Aspirasi asam bagian yang
lambung parunya yang
terkena
· Infeksi gram
negatif atau
positif
· Gambaran klinik
mungkin sama
dengan

3
pneumonia
klasik
· Disters respirasi
mendadak,
dipsnea,
sianosis, batuk,
hipoksemia dan
diikuti tanda
infeksi sekunder

Hematogen · Terjadi bila


· Kateter IV yang
· Gejala pulmonal
kuman patogen terinfeksi timbul minimal
menyebar ke
· Endokarditis Drug di banding
paru-paru abuse gejala septikemi
melalui aliran
· Abses intraabdomen Batuk
darah, seperti Pielonefritis Empiema nonproduktif
pada kuman kandung kemih dan nyeri
stafilococcus, E. pleuritik sama
Colli, anaerob seperti yang
enteritik terjadi pada
emboli paru

Menurut Misnadiarly (2008), tanda dan gejala pneumonia secara umum dapat
dibagi menjadi:
1. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam,sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum: demam, sesak nafas, nadi berdenyut lebih cepat, dan dahak
berwarna kehijauan seperti karet.
3. Tanda pneumonia berupa retraksi ( penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi pekak,
fremitus melemah, suara nafas melemah, dan ronki

4
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas melemah, suara nafas
tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura
(nyeri berkurang apabila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul),
kuku kuduk / meningismus( iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi
pleura atas, nyeri abdomen( kadang terjadi bila iritasi mengenai difragma pada
pneumonia lobus kanan bawah).

2.3 PATOFISIOLOGI
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang di
bentuk melalui percabangan progresif jalan nafas. Saluran nafas bawah yang
normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar
mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme
dari lingkungan udara yang di hirup. Sterilisasi saluran nafas bagian bawah adalah
hasil mekanisme penyaring dan pembersihan yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun
akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui
orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer
dengan meningkatkan respon radang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan pembesaran eritrosit dan
beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedeikit eritrosit. Kuman
pneumococcus difagosit oleh leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap
hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel
darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi
sempurna paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas
( Misnadiarly, 2008)

5
2.4 PHATWAY (WOC)
Streptococcus staphylococcus

Saluran nafas bagian atas

Bronkiolus

Alveoli

Reaksi Radang Pada Bronkus dan Alveolus

Fibrorus dan pelebaran

Atelektasis

Gangguan Difusi

Gangguan Pertukaran gas

Suplai O2 ke jaringan menurun

Kelemahan

Intoleransi Aktivitas

Metabolisme Meningkat

Komposisi cadangan lemak dipergunakan


Oleh tubuh

Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh

6
2.5 KLASIFIKASI PNEUMONIA
Klasifikasi menurut Misnadiarly (2008) :
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
2. Berdasarkan faktor lingkungan :
a. Pneumonia komunitas
b. Pneumonia nosokomial
c. Pneumonia rekurens
d. Pneumonia aspirasi
e. Pneumonia pada gangguan imun
f. Pneumonia hipostatik
3. Berdasarkan sindrom klinis :
a. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama
mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit
ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan
umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa
kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan
hanya menurut lokasi anatominya saja.

7
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme
perusak.

2.6 PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Pemberian antibiotic Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat,
biasanya diberikan antibiotik peroral (lewat mulut) dan tetap tinggal dirumah.
Seperti: penicillin, chepalosporin.
2. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan
penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan
alat bantu nafas mekanik.
3. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
4. Pemberian oksigen
5. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi. Kebanyakan penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu
2minggu.

8
2.7 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 2009), meliputi :
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien
Pneumonia dapat menyerang semua usia tergantung kuman penyebabnya
diantaranya adalah pneumonia bakterialis dapat terjadi pada semua usia,
pneumonia atipikal sering pada anak dan dewasa muda, dan pneumonia virus
sering pada bayi dan anak.
2) Keluhan utama.
Keluhan didahului dengan infeksi saluran pernafasan, kemudian mendadak
panas tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan nafas ngos.
3) Riwayat kesehatan sekarang.
Pada klien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese adalah
klien mengeluh mendadak panas tinggi (38°C – 41°C) disertai menggigil, kadang-
kadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan terganggu (takipnea), batuk
yang kering akan menghasilkan sputum seperti karat dan purulen.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pneumonia sering diikuti oleh suatu infeksi saluran pernafasan atas, pada
penyakit PPOM, tuberkulosis, DM, pasca influenza dapat mendasari timbulnya
pneumonia.
5) Riwayat penyakit keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau asma bronkiale, tuberkulosis, DM, atau penyakit ISPA lainnya
6) Pola-pola kesehatan
a) Aktifitas/istirahat
-Gejala: Kelemahan, kelelahan dan Insomnia.
-Tanda: Letargi dan Penurunan toleransi terhadap aktifitas
b) Sirkulasi
-Gejala: Riwayat adanya gejala kronis
-Tanda: Takikardi dan Penampilan kemerahan/pucat
c) Intergritas ego

9
-Gejala: - Banyaknya stressor dan Masalah finanssial
d) Makanan/cairan.
-Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah dan Riwayat diabetes militus.
-Tanda:-Distensi abdo
- Hiperaktif bunyi usus.
- Kulit kering dengan turgor buruk.
- Penampilan kakeksia (mal nutrisi).
e) Neurosensori.
-Gejala: Sakit kepala daerah (influenza).
-Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
f) Kenyamanan
- Gejala: -Sakit kepala.
-Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal
(influenza).
-Mialgia, atralgia.
-Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
g) Pernafasan
-Gejala: Takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal.
-Tanda:-Sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.
-Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi.
-Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi.
-Gesekan friksi pleural.
-Bunyi nafas : menurun atau tak ada diatas area yang terlibat atau nafas
bronchial.
-Warna : pucat, atau sianosis bibir/kuku
h) Keamanan
-Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis SLE, AIDS, penggunaan steroid
atau kemoterapi stitusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam.
-Tanda: -Berkeringat.

10
-Menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada ksusu rebula atau
varisela
7) Pemeriksaan fisik.
a) Keadaan umum.
Klien pneumonia kondisi umumnya lemah, expresi muka menahan rasa
sakit karena nyeri dada yang menusuk-nusuk.
b) Sistem integumen.
Pada inspeksi adanya sianisis dan tanda-tanda penurunan turgor kulit.
c) Sistem respirasi.
Pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan akan dijumpai tanda dan gejala
sebagai berikut :
Inspeksi: -Nafas sesak dan cepat lelah.
- Batuk yang mula-mula non produktif menjadi produktif.
-Pergerakan pada thorax pada bagian yang sakit tertinggal.
-Timbul sianosis terutama jika bagian yang terkena radang cukup luas.
Fremitus vokal (getaran suara) akan meningkat intensitasnya pada sisi yang sakit
(lebih padat).
Palpasi : Pada bagian yang sehat akan terdengar sonor dan bagian yang
sakit akan terdengar redup (nada lebih tinggi dengan waktu terdengarnya suara
lebih singkat).
Perkusi : Didapatkan suara bronkial, suara bisik jelas, kadang-kadang
terdengar suara gesek pleura.
Auskultasi :
d) Sistem gastro intestinal.
Pada klien Pneumonia dijumpai adanya konsolidasi abdomen.
e) Sistem musculus celetal.
Pada klien Pneumoniasering terjadi kelemahan otot yang dapat mengganggu
sistem pernafasan.

11
8.) Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengos (2000):
1) Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural ( misal: lobar, bronchial)
dapat juga menyatakan abses.
2) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3) Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
4) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
dan berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan
5) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7) Bronkoskopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Wilkinson,
2006).
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b. d inflamasi trakeabranchial, pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
c. Resiko infeksi b.d ketidak adekuatnya pertahanan utam ( penurunan kerja silia,
perlengketan sekret pernafasan), tidak adekuatnya pertahanan sekunder, penyakit
kroniK
d. Intoleransi aktifitasb/d ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
Kelemahan umum.Kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yang
berhubungan dengan ketidak nyamanan, batuk berlebihan, dan dispnea.
e. Nyeri Akut b/d inflamasi parenkim paru.Reaksi seluler terhadap sirkulasi
toksin.Batuk menetap.
f. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
g. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan
mencerna dan menelan makanan

12
h. Hipertermi kemungkinan berhubungan dengan proses infeksi penyakit
(NANDA Internasional 2012-2014 & Aplikasi NANDA NIC NOC 2013)

2.9 INTERVENSI
Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menetapkan diagnosa
keperawatan, maka tahap berikutnya adalah perencanaan pada tahap ini terdiri dan
penetapan prioritas masalah. Menentukan tujuan dan kriteria hasil serta
merumuskan rencana tindakan keperawatan (Wilkinson, 2006).

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN HASIL KRETERIA
1. Gangguan Pertu -menunjukkan - Kaji - pernafasan
karan gas, b/d perbaikan ventilasi frekuensi, tergantung pada
perubahan dan oksigenasi kedalaman, dan / indikasi derajat
membrane alveolar jaringan dengan kemudahan keterlibatan paru
– kapiler (efek GDA dalam rentang bernafas. dan status
inflamasi). normal dan tak ada - Observasi kesehatan
gejala distress warna kulit, umum.
pernafasan. membrane - Sianosis
-berpartisipasi pada mukosa, dan kuku
tindakan untuk kuku, catat menunjukkan
memaksimalkan adanya sianosis vasokontriksi
oksigenasi . perifeir (kuku) atau respons
atau sianosis tubuhterhadapo
sentral demam/
(sirkumoral). menggigil.
- Awasi suhu Namun seanosis
tubuh, sesuai daun telinga,
indikasi. Bantu membrane
tindakan mukosa, dan
kenyamanan kulit sekitar

13
untuk mulut
menurunkan (membrane
demam dan hangat)
menggigil, mis, menunjukkan
selimut hipoksemia
tanmbahan/ sistemik.
menghilangkan - Demam
nya, suhu tinggi (Umum
ruangan pada pneumonia
nyaman, bacterial dan
kompres influenza) sangat
hangat atau meningkatkan
dingin. kebutuhan
- Tinggikan metabolic dan
kepala dan kebutuhan
dorong sering oksigendan
mengubah mengganggu
posisi, napas oksigenasi
dalam, dan seluler.
batuk efektif. - Tindakan ini
meningkatkan
inspirasi
maksimal,
meningkatkan
pengeluaran
secret untuk
memperbaiki
ventilasi
2. Intoleransi -melaporkan / - Evaluasi - Menetapkan
aktifitasb/d menunjukkan respon pasien kemampuan/keb
ketidakseimbangan peningkatan toleransi terhadap utuhan pasien
antara suplei dan terhadap aktifitas aktifitas. memudahkan

14
kebutuhan oksigen yang dapat diukur Catatan laporan pemilihan
Kelemahan umum. dengan tak adanya dispnea, interfensi.
Kelelahan yang dispnea, kelemahan peningkatan - Menurunkan
berhubungan berlebihan, dan kelemahan stress dan
dengan gangguan tranda vital dalam /kelelahan dan rangsangan
pola tidur yang rentang normal perubahan berlebihan,
berhubungan tanda vital meningkatkan
dengan ketidak selama dan istirahat.
nyamanan, batuk setelah aktifitas - Tirah baring
berlebihan, dan - Berikan dipertahankan
dispnea. lingkungan selama fase akut
tenang dan untuk
batasi menurunkan
pengunjung kebutuhan
selama fase metamolik,
akut sesuai menghemat
indikasi. energy untuk
Dorong penyembuhan.
penggunaan Pembatasan
manajmen aktifitas
stress dan ditentukan
pengalih yang dengan respon
tepat. individual pasien
- Jelaskan terhadap
pentingnya aktifitas dan
istirahat dalam perbaikan
rencana kegagalan
pengobatan dan pernafsan.
perlunya - Pasien
keseimbangan mungkin
aktifitas dan nyaman dengan
istirahat kepala tinggi,

15
- Bantu tidur di kursi
pasien memilih atau menunduk
posisi nyaman kedepan meja
untuk istirahat atau bantal.
dan/ atau tidur. -
- Bantu Meminimalka
aktifitas n kelelahan dan
perawatan diri membantu
yang keseimbangan
diperlukan. suplai dan
Berikan kebutuhan
kemajuan oksigen
peningkatan
aktifitas selama
fase
penyembuhan
3. ketidak -menunjukkan - Identifikasi - Pilihan
seimbangan nutrisi peningkatan nafsu factor yang intervensi
kurang dari makan. menimbulkan tergantung pada
kebutuhan tubuh -mempertahankan mual/muntah. penyebab
b.d ketidak atau meningkatkan Mis,sptum masalah
mampuan mencerna berat badan. banyak, -
dan menelan pengobatan Menghilangka
makanan aerosol, n tanda bahaya,
dispnea berat, rasa, bau dari
nyeri. lingkungan
- Berikan pasien dan dapat
wadah tertutup menurunkan
untuk sputum mual.
dan buang - Menurunkan
sesering efek mual yang
mungkin. berhubungan

16
Berikan / bantu dengan
kebersihan pengobatan ini
mulut setelah - Bunyi usus
muntah, setelah mungkin
tindakan menurun / tak
aerosol dan ada bila proses
drainase infeksi
postural, dan berat/mamanjan
sebelum g. Distensi
makan. abdomen terjadi
- Jadwalkan sebagai akibat
pengobatan menelan udara
pernafasan untuk
sidikitnya 1 menunjukkan
jam sebelum pengaruh toksin
makan. bakteri pada
- Auskultasi saluran GI.
bunyi usus. - Tindakan ini
Observasi/ dapat
palpasi distensi meningktkan
abdomen. masukan
- Berikan meskipun nafsu
makan porsi makan mungkin
kecil dan lambat untuk
sering kembali.
termasuk - Adanya
makanan kondisi kronis
kering (roti (seperti PPOM
panggan. atau
krekers) alkoholisme)
dan/atau makan atau
yang menarik keterbatasan

17
untuk pasien. keuangan dapat
- Evaluasi menimbulkan
status nutrisi malnutrusi,
umum, ukur rendahnya
berat badan tahanan terhadap
dasar. infeksi, dan/ atau
lambatnya
respons terhadap
terapi

2.10 EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya(Wilkinson. 2006.)

DX 1 : Gangguan pertukaran gas


Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentangnormal
dan tak ada gejala distress pernafasan.

DX 2 : Intoleransi aktivitas
Peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya
dispnoe, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal

DX 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


Menunjukkan peningkatan nafsu makan, mempertahankan/meningkatkan berat
badan.

18
2.11 KONSEP HEALT BELIEF MODEL
Pengertian health belief model Health belief model dikemukakan pertama
kali oleh Resenstock 1966, kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan
1980.Sejak tahun 1974, teori Health belief model telah menjadi perhatian para
peneliti.Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk mengetahui
persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka.
Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan,
kepercayaan mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut.

Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat


atau health adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan
sosial, dan tidak hanya sekedar terbebas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan
atau kecacatan, sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.

Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut


peneliti belief adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku
tertentu. Misalnya individu percaya bahwa belajar sebelum ujian akan
berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan tersebut terkadang tanpa
didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara logika. Model adalah
seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam perilaku, cita-cita dan
tujuan hidup yang akan dicapai individu. Biasanya teori modeling ini sangat
efektif pada perkembangan anak di usia dini, namun dalam materi peneliti kali ini
teori modeling di umpakan sebuah issue atau pengalaman pengobatan dari
seseorang yang memiliki riwayat sakit yang sama dan memilih serta menjalani
pengobatan alternative yang mendapatkan hasil yang positif.

Health belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan


dari individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker,
1984). Health belief model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis
mengenai kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner, 2005). Health
belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan

19
kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan
melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku
pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan.Health belief model ini sering
digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga respon
perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.Namun akhir-
akhir ini teori Health belief model digunakan sebagai prediksi berbagai perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan.

Konsep utama dari health belief model adalah perilaku sehat ditentukan
oleh kepercaaan individu atau presepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia
untuk menghindari terjadinya suatu penyakit. Health belief model (HBM) pada
awalnya dikembangkan pada tahun 1950an Oleh sekelompok psikolog sosial di
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, dalam usaha untuk
menjelaskan kegagalan secara luas partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas untuk melihat
respon masyarakat terhadap gejala-gejala penyakit dan bagaimana perilaku
mereka terhadap penyakit yang didiagnosa, terutama berhubungan dengan
pemenuhan penanganan medis.Oleh karena itu, lebih dari tiga dekade, model ini
telah menjadi salah satu model yang paling berpengaruh dan secara luas
menggunakan pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara
perilaku dengan kesehatan.

Dari pengertian-pengertian mengenai health belief model yang sudah


dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa health belief model adalah model yang
menspesifikasikan bagaimana individu secara kognitif menunjukkan perilaku
sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan suatu penyakit.

2.12 TEORI DAN MODEL KONSEP KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


1. Pengertian teori Transkultural
Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M. leininger
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan

20
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.

2. Konsep dalam Transkultural Nursing


a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak
dan mengambil keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkanatau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu
danmelandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk
yangoptimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada

21
kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
d. Etnosentris, diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. adalah
persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah
yang terbaik
e. Etnis, berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia
g. Etnografi, adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar
observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan
timbal balik diantara keduanya.
h. Care, adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i. Caring, adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk
membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok
pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
j. Cultural Care, berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Culturtal imposition, berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.

22
3. Paradigma Transkultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat
konsep sentral keperawatan (Andrew and Boyle, 1995), yaitu :
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger
and Davidhizar, 1995).
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupandimana klien dengan budayanya
saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia
seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah
di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau

23
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, iwayat hidup, bahasa dan atribut
yang digunakan.
d. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan(Leininger, 1991) adalah :
 Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
Berolah raga setiap pagi
Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya.
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang.
Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

4. Proses keperawatan Transkultural.


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew

24
andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat
untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawatadalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, danhubungan klien dengan kepala
keluarga.
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang
oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
-Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

25
Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi
yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
Faktor pendidikan (educational factors)
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar
belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan
yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
c. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan
yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada
tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle, 1995) yaitu :

26
 Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan
Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.

d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

27
ANALISA KASUS

A. Pengkajian
1.Identitas klien
Nama : Ny. N
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : -
Suku : Madura
Alamat : Dusun Kobekoh Desa Hotaho Kecamatan Reng Pereng Kabupaten
Sumenep Madura
Diagnosa Medis : Pneumonia

2.Identitas penanggung jawab


Nama : Tn.K
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Madura
Alamat : Dusun Kobekoh Desa Hotaho Kecamatan Reng Pereng Kabupaten
Sumenep Madura
Hubungan dengan klien: Suami

1. Keluhan Utama
Sesak Nafas dan Batuk Berdahak
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu tanggal 20 Februari
2019, klien dan suaminya berkeinginan untuk periksa ke dokter terdekat namun
klien tidak diperbolehkan oleh keluarganya untuk berobat ke dokter dikarenakan
keluarga klien meyakini bahwa jika klien sesak dan batuk, cukup diobati dengan

28
cara sederhana yaitu dengan meminum air garam dan minum teh yang terbuat dari
daun mint, akhirnya pada tanggal 22 februari 2019 klien minum air yang
bercampur dengan garam sebanyak 5 gelas dalam 1 jam, namun sesak masih tetap
dirasakan sehingga akhirnya dengan terpaksa keluarga membawa klien berobat ke
puskesmas Talango pada tanngal 23 Februari 2019 Pukul 08.00 WIB.

3.Faktor Tekhnologi
Klien tidak pernah mengalami sesak sebelumnya, sehingga ketika klien
sesak disertai batuk berdahak klien merasa kebingungan sebab klien tidak
mengetahui pasti penyebabnya. Sedangkan klien tidak pernah sekolah dan
suaminya hanya lulusan Sekolah Dasar dan tidak bisa menggunakan Tekhnologi
seperti Televisi, Handphone dan sebagainya. Selain klien tidak dapat
mengaplikasikan tekhologi klien dan keluarga juga tidak memiliki cukup uang
untuk membelinya sehingga klien hanya bisa mengeluh dan bingung.

4. Faktor agama dan falsafah hidup


Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal
gaib. Ketika klien mengalami sesak nafas dan batuk berdahak klien beserta
keluarga khawatir akan penyakit yang di alaminya adalah kiriman dari orang lain
(sihir). Berdasarkan adat istiadat yang di anut oleh keluarga klien, agar terhindar
dari mala petaka atau sihir klien beserta keluarga melakukan selamatan yang
dinamai “Arokat Katerbi’en” atau membacakan do’a – do’a di hari kelahiran klien
dengan maksud agar klien terhindar dari mala petaka berupa sihir atau guna –
guna.

5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga
perempuan (Klien), ibu kandung klien termasuk salah satu orang yang sangat
fanatik dan anti berobat ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya sehingga ibu
klien selalu mempengaruhi dan mengarahkan klien berobat kepada hal – hal yang
mistis dari pada realistis. Namun dalam pengambilan keputusan tetap dipegang
oleh suami. Meskipun biasanya pasangan akan menanyakan terlebih dahulu

29
kepada orang tua masing-masing bagaimana yang terbaik, tetapi keputusan tetap
diambil oleh suami.

6. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup


Bahasa yang digunakan adalah bahasa Madura. Begitu juga dengan adat
istiadat yang masih kental dalam kalangan keluarga klien tersebut. Apabila ada
orang yang tiba – tiba sakit, hal utama yang keluarga pikirkan adalah terserang
sihir atau guna – guna yang membuat klien sesak nafas dan batuk terus menerus.

7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Ketika salah satu anggota keluarga terserang penyakit, keluarga tersebut
biasanya langsung melakukan selamatan, lalu setelah itu mencari obat herbal
sebagai penawar dari penyakit tersebut. Kedua keluarga baik dari pihak suami
maupun istri sama – sama tidak mau berobat ke dokter atau petugas kesehatan
lainnya karena beranggapan biaya yang akan di keluarkan terlalu mahal dan
meyakini penyakit yang di derita adalah kiriman dari orang – orang yang tidak
menyukainya.

8. Faktor ekonomi
Keduanya adalah pasangan yang masih tergolong muda, yang mencari
nafkah hanyalah sang suami, bekerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk
berdagang. Dari masing – masing keluarga baik dari pihak suami maupun istri
sama – sama golongan keluarga yang kurang mampu. Kehadiran sang ibu klien
bukan membantu memecahkan masalah justru semakin membuat klien berfikir
mengenai penyakitnya yang tidak kunjung sembuh, sebab ibu klien terlalu fanatik
mengenai pemikiran hal – hal gaib.

9.Faktor pendidikan
Pendidikan suami adalah SD sedangkan klien tidak pernah sekolah,
mereka tidak mengetahui akan konsep – konsep penyakit dan bagaimana cara
berobat yang baik dan benar. Keluarga juga tidak punya biaya untuk

30
menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat jauh dan
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah.

A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : ketidak patuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

B. Perencanaan dan Pelaksanaan


Berdasarkan data-data yang ada dimana klien mengalami sesak nafas dan
batuk berdahak namun tidak bisa berobat ke tenaga kesehatan dikarenakan
keyakinan keluarga maka tindakan yang harus dilakukan adalah :
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
pengobatan sesak nafas dan batuk
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Jelaskan tentang pentingnya berobat ke tenaga kesehatan karena lebih terjamin
dibandingkan meminum obat herbal yang mana tidak tahu takaran dosisnya.
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya meminum obat dan berfikir positif
mengenai penyakit yang di deritanya
2) Jelaskan kepada klien terutama keluarga akan pentingnya untuk tidak selalu
berfikir negatif terhadap orang lain
3) Gunakan perumpamaan – perumpamaan yang lebih mudah dipahami oleh klien
4) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
5) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
6) Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat digunakan
untuk berobat misalnya di Puskesmas atau dokter terdekat.

31
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang :
1. Pentingnya untuk secepatnya berobat ke puskesmas atau tenaga kesehatan
lainnya ketika sakit
2. Pentingnya untuk selalu berfikir positif dan tidak selalu berfikir hal – hal
yang mistis dan gaib
3. Penyebab, tanda gejala serta pengobatan mengenai penyakit yang sedang
di derita oleh klien.

32
PEMBAHASAN

Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan


untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan
kesehatan klien yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah
dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan
yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses
keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang
maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih
tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996).
Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks
budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen proses
keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006).
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan
keperawatan transkultural. Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus
pada pasien pneumonia atau sesak nafas. Kasus ini pada umumnya menggunakan
format pengkajian Keperawatan Medikal Bedah yang tidak hanya melihat
kebutuhan fisik namun juga kebutuhan psikis dan spiritual. Penggunaan
pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat
tidak melihat konteks budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang
dianjurkan oleh perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah
karena kuatnya pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya
sendiri. Bila hal ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan
tercapai.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer,

33
Taptich &Bernochi, 1996). Pengkajian pada konteks budaya didefinisikan sebagai
proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model”
yaitu :
1)Faktor teknologi,
2) Faktor agama dan filosofi,
3) Faktor sosial dan kekerabatan keluarga,
4) Nilai budaya dan gaya hidup,
5) Faktor ekonomi,
6) Faktor pendidikan dan
7) Faktor politik dan peraturan yang berlaku.

1. Faktor teknologi
Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada
kasus tersebut mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang cukup jauh
dari pusat kota, ketiadaan pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya
peraturan yang tidak tertulis bila berobat ke petugas kesehatan akan dikucilkan
oleh masyarakat setempat terutama keluarga.
2. Faktor agama dan falsafah hidup
Meskipun pasien beragama Islam tetapi karena kuatnya budaya membuat
ia percaya akan hal-hal gaib. Meskipun pada saat itu klien ingin berobat namun
keluarga klien menghalanginya dikarenakan keluarga percaya kalau penyakit yang
di derita klien adalah kiriman dari orang lain. Bila dilihat dari aspek medis dan
penjelasan ilmiah maka hal tersebut tidak dapat dipercaya.Tetapi sebagai perawat
yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak
melakukan selamatan penolak bala.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak
mengetahui konteks budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga
dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dianggap penting adalah keluarga
dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan suami yang paling berperan

34
dalam pengambilan keputusan melainkan pihak dari keluarga suami. Sehingga
perawat hendaknya pada saat akan merencanakan suatu tindakan yang
berhubungan dengan pasien juga melibatkan keluarga terutama dari pihak suami.
Sehingga tindakan yang diberikan dapat dilaksanakan dengan dukungan dari
keluarga.
4. Nilai budaya dan gaya hidup
Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada
nampak sedikit bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas terlihat dari
bagaimana keluarga tidak membolehkan klien untuk berobat ke puskesmas atau
tenaga kesehatan lainnya di sebabkan oleh keyakinan yang masih di anut oleh
keluarganya.
5. Faktor politik dan peraturan yang berlaku
Hasil pengkajian didapatkan bahwasanya indung beurang sangat
memiliki pengaruh di daerah dimana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan
melakukan intervensi terhadap masalah ini tentunya harus melibatkan orang
ketiga yang dianggap cukup berpengaruh sehingga tidak menimbulkan ancaman
baik kepada petugas kesehatan maupun kepada pasien itu sendiri. Bila hal ini
tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang
telah disarankan perawat.
6. Faktor ekonomi
Hasil pengkajian didapatkan keinginan keluarga untuk mengatasi
masalah pasien dalam hal keuangan. Hubungan kekerabatan yang sangat kuat
dalam keluarga menyebabkan pasien tidak bisa melawan keinginan keluarga yang
tidak memperbolehkan klien untuk periksa ke puskesmas atau tenaga kesehatan
lainnya.
7. Faktor pendidikan
Pendidikan suami hanyalah lulusan SD sedangkan klien tidak sekolah. Hal
ini menyebabkan proses penerimaan pesan yang disampaikan oleh perawat akan
sulit dicerna oleh pasien. Sehingga dalam pemberian informasi, perawat
hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Hal
ini diperparah lagi oleh ketiadaan informasi ke daerah tersebut sehingga pasien
tidak mengetahui mengenai penyakit dan pengobatannya.

35
B.Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosio kultural dan ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan system
nilai yang diyakini. Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Diagnosa ini
diangkat berdasarkan data yaitu keluarga yang tidak mengijinkan klien untuk
berobat ke puskesmas atau tenaga kesehatan lainnya. Data-data tersebut lebih
cenderung kepada diagnosa ketidakpatuhan dalam pengobatan karena sistem nilai
yang diyakini oleh pasien sangat kuat.
C.Perencanaan dan Pelaksanaan
Untuk mengatasi budaya klien dimana klien tidak diperbolehkan oleh
keluarganya memeriksakan penyakitnya ke tenaga kesehatan atau puskesmas.
Tindakan yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya klien yang tidak
menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah memberikan pengetahuan dan
berbagai informasi penting mengenai konsep kesehatan dan penanganan saat klien
sakit.
D. Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengerti tentang
apa yang telah disampaikan oleh perawat, dan mampu merubah perilaku hidup
sehat dan berhenti untuk mengikuti keyakinan keluarga yang sangat fanatik
mengenai kesehatan.

36
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
Dari pengertian-pengertian mengenai health belief model yang sudah
dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa health belief model adalah model yang
menspesifikasikan bagaimana individu secara kognitif menunjukkan perilaku
sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan suatu penyakit.
Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan
asuhan keperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan,meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya.
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang
budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.

37
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan
dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.

38
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood. (1995), Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University


Press, Surabaya.
Boedihartono. 2009. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta
Doenges, ME. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2013.
Prima Medika
Marilynn E. Doenges Mary france Moorhouse. Alice C. Geissler. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer : Jakarta
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Salemba Medica.
Smeltzer & Bare. 2006. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta:
EGC
Transcultural Nursing ; Basic Concepts andCase Studies Ditelusuri tanggal 14
Oktober 2006 darihttp://www.google.com/rnc.org/transculturalnursingFitzpatrick
(http://digilib.uinsby.ac.id/13200/5/Bab%202.pdf)

http://repository.unimus.ac.id/913/2/BAB%201.pdf)

39

Anda mungkin juga menyukai