Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAKEOMALASIA

a. Konsep Penyakit Trakeomalasia


a.1 Definisi
Trakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya struktur
dinding trakea,sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas yang
menimbulkan gejala utama berupa stridor (Pratiwi, 2007). Kelainan ini dapat
hadir sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja. Malasia berasal dari bahasa
Yunani malakia yang berarti lunak. Dalam konteks ini, trakeomalasia
didefinisikan sebagai struktur dinding trakea yang lebih lunak atau lemah dari
normal sehingga mengganggu saluran pernafasan.Trakeomalasia merujuk kepada
kelemahan trakea yang bersifat difus atau segemental.

a.2 Etiologi
Trakeomalasia terjadi secara kongenital atau didapat. Trakeomalasia kongenital
dapat berupa suatu bagian dari kelainan kongenital difus atau hanya bagian dari
suatu kelainan kongenital fokal. Misalnya pada atresia esofagus dan fistula
trakeoesofagus terdapat kelainan struktur kartilago jalan napas atas terjadi
menyeluruh atau fokal sebagai akibat sekunder perkembangan foregut dan
vaskular masa embrional yang abnormal.Trakeomalasia kongenital lebih sering
ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Penemuan ini
mendukung pandangan bahwa salah satu penyebab trakeomalasia kongenital
adalah imaturitas kartilago trakeobronkial. Penyebab lain trakeomalasia
kongenital adalah formasi bahan matriks kartilago trakea yang abnormal
sehingga terjadi dismaturitas serat kolagen dan kelemahan jaringan
trakeobronkial. Misalnya terdapat pada polikondritis dan kondromalasia (Swartz,
2014).
Trakeomalasia sering berhubungan dengan atresia esofagus,diduga karena faktor
penyebab berpengaruh pula terhadap perkembangan trakea, dan anomaly
pembuluh darah besar akan meningkatkan keparahan trakeomalasia.
Trakeomalasia didapat disebabkan karena degenerasi jaringan penunjang
kartilago normal oleh berbagai macam penyebab, antara lain akibat kompresi
internal pipa endobronkial, trakeostomi, trakeobronkitis berat, dan penekanan
struktrur abnormal paratrakea. Juga dapat terjadi karena reseksi paru, keganasan
trakea (silindroma), trauma thoraks, inflamasi, iritasi kronik atau idiopatik.
Penyebab tersering adalah intubasi endotrakeal yang berkepanjangan,
menyebabkan peningkatan tekanan jalan napas, keracunan oksigen, dan infeksi
berulang, akhirnya menyebabkan degenerasi kartilago trakea (Carden, 2005).

a.3 Tanda Dan Gejala


Gejala yang paling umum dari trakeomalasia melibatkan kesulitan bernafas
dengan pernafasan yang abnormal suara seperti stridor atau mengi,bronkitis
berulang,batuk kronis,akut apnea dengan sianosis, dispnea saat istirahat dan
dengan hiperekstensi kepala dan leher.Gejala biasanya sembuh sendiri sebelum
usia 2 tahun dan secara endoskopi ditemukan expiratory collapse dapat
menghilang secara sempurna,terlepas dari keparahannya.

Pada anak gejala dapat mulai dari ringan sampai berat,seperti suara pernafasan
yang ribut dengan perubahan posisi dan meningkat ketika tidur,pernafasan
semakin memburuk dengan batuk,mengangis ketika makan dan infeksi saluran
pernafasan atas,pernafasan yang berbunyi.

A.4Patofisiologi
Kejadian trakeomalasia didapat meningkat sesuai umur dan sering tidak
terdeteksi. Selama siklus pernapasan normal, kaliber trakea berubah karena
fleksibilitas intrinsik dan kemampuan mengembang trakea. Trakea intratoraks
akan berdilatasi dan memanjang saat inspirasi, menyempit dan memendek saat
ekspirasi akibat dari perbedaan tekanan intratoraks dan intralumen trakea. Pada
sebagian besar kasus trakeomalasia terjadi penyempitan berlebihan trakea
intratoraks terutama saat tekanan intratoraks lebih besar dibanding tekanan
intralumen trakea, misalnya saat ekspirasi paksa, batuk, atau manuver Valsava.
Pada trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher, tekanan negatif intrapleura
diteruskan menuju trakea ekstratoraks sehingga jalan napas atas kolaps selama
inspirasi. Trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher lebih jarang terjadi
(paling sering terjadi pada trakea 1/3 distal) (Swartz, 2014).
Kelainan yang paling sering terjadi pada trakeomalasia adalah malformasi cincin
kartilago, menyebabkan lumen trakea menjadi oval dan tidak bulat lagi.
Hilangnya rigiditas struktur trakea tersebut menyebabkan trakea kolaps dan
terjadi peningkatan abnormal usaha pengembangan trakea (Pratiwi, 2007)
a.5 Pemeriksaan Penunjang
Bronkoskopi
Pemeriksaan bronkoskopi dapat mengidentifikasi 3 model utama penyempitan
lumen trakea yaitu : penyempitan dinding lateral trakea (scabbard type),
peneympitan anteroposteror trakea (floppy membrane type) dan penyempitan
keseluruhan atau gabungan dari dua penyempitan sebelumnya.
Foto dada
Pada pemeriksaan foto dada tampak gambaran hiperinflasi, penyempitan
lumen trakea yang berlebihan selama ekspirasi, atau tampak adanya anomali
vaskular misalnya arkus aorta ganda.
Tomografi komputer atau ultrafast
Tomografi komputer atau ultrafast merupakan modalitas terbaru yang tidak
invasif dan dapat menunjukkan letak, luas, derajat, dan dinamika kolapsnya
trakea dan bronkus. Kolaps jalan napas dinamis tampak terlihat baik dengan
menggunakan ultrafast
CT Scan
Gambaran CT scan yang didapatkan saat akhir ekspirasi dan selama
pernapasan dinamis merupakan suatu metoda yang akurat dan tidak invasif
dalam mendiagnosis trakeomalasia. Sementara itu pemeriksaan dengan
MRI baik untuk menilai adanya anomali vaskular dan massa mediastinum,
tapi kurang sensitif untuk membedakan stenosis trakea dari trakeomalasia.

a.6 Komplikasi
Bayi dengan trakeomalasia umumnya diikuti dengan kelainan kongenital seperti
defek jantung,gangguan perkembangan atau refluk gastroesofagal. Aspirasi
pneumonia juga dapat terjadi akibat menelan makanan.
Pemakaian trakeostomi jangka panjang akan menyebabkan komplikasi bisa
berupa paralisis pita suara,kompresi dan erosi arteri inominata,pembentukan
jaringan granulasi sekunder,dan gangguan terlambat bicara dikemudian hari.
Pada tindakan artroskopi berisiko terjadi perdarahan dan aneurisma.

a.7 Penatalaksanaan
Pendekatan penanganan trakeomalasia tergantung pada penyebab yang
melatarbelakanginya. Kebanyakan pasien trakeomalasia primer tanpa kelainan
kongenital lain dapat sembuh sendiri dalam waktu 1-2 tahun tanpa membutuhkan
tindakan bedah. Pasien hanya diberikan terapi konservatif berupa terapi oksigen
yang dilembabkan, pemberian makanan yang pelan dan bertahap, dan terapi
terhadap infeksi saluran nafas. Orang tua pasien harus diberikan dukungan serta
informasi dan diajari mengenai resusitasi jika anaknya mempunyai riwayat
apnea. Resusitasi yang dapat diajarkan adalah memberikan tekanan positif pada
trakea, melalui pernafasan mulut ke mulut atau dengan sungkup (mask) atau
balon (ambubag).

Pada trakeomalasia yang disebabkan penekanan oleh arteri inominata perlu


dipikirkan untuk melakukan arteriopeksi yang dapat disertai dengan trakeopeksi.
Aortopeksi yaitu pengikatan dinding luar aorta ke sternum merupakan tindakan
yang dipilih pada penekanan oleh arkus aorta. Prosedur ini hanya diperbolehkan
bila derajat obstruksinya berat. Penggunaan kanul trakeostomi yang agak besar
efektif menyangga trakeomalasia yang terjadi di bagian tengah, namun kurang
efektif bila kolaps trakea terjadi di bagian bawah atau bronkus. Dengan adanya
trakeostomi akan mempermudah pemberian ventilasi dan menaikkan tekanan
pada saluran nafas. Kanul yang panjang dengan bagian ujung yang rata bukan
miring dapat diletakkan diatas karina, namun beresiko terjadinya stenosis pada
daerah ujung kanul.
Pada keadaan trakeomalasia karina atau bronkomalasia, pemberian tekanan udara
positif yang terus menerus (continous positive airway pressure = CPAP) dapat
digunakan seperti pada pasien sindroma apnea saat tidur. Mesin ini dapat
dihubungkan dengan sungkup atau kanul trakeostomi.
Pada trakeomalasia yang disebabkan oleh trakeostomi, dimana biasanya daerah
kolaps terletak suprastoma maka cukup dilakukan dekanulasi dan luka stoma
ditutup. Jahitan dilakukan ke arah lateral sternokleidomastoideus untuk
meyangga kolaps, dan pasien diintubasi selama 24-48 jam. Jika kolaps terlalu
berat maka diperlukan tandur tulang rawan.
Tindakan operasi lainnya pada keadaan yang berat adalah pemasangan bidai
eksternal atau internal, reseksi segmen dan tandur kartilago

1.8 Pathway

- Kompresi internal pipa


- endobronkial intubasi
Kongenital - Trakeostomi endotrakeal
- Trakeobronkitis berat berkepanjangan
- Penekanan struktrur
abnormal paratrakea.
Imaturitas Degenerasi jaringan Degenerasi
kartilago penunjang kartilago kartilago
trakeobronkial trakea

Trakeomalasia

Malformasi cincin
kartilago

Posisi dinding
anterior-posterior
Lumen trakea trakea yang
menjadi oval berdekatan

Hilangnya rigiditas
struktur trakea
Iritasi jalan
napas

Gangguan
pertukaran Trakea kolaps
gas Inflamasi

Penurunan Ketidakefektifan pola


suplai O2 nafas
Peningkatan
sekresi mukus

Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Sumber : Pratiwi (2007)
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Trakeomalasia
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
Keluhan utama : kesulitan bernafas, suara nafas abnormal seperti
stridor atau mengi, batuk kronis, apnea dengan sianosis, dispnea saat
istirahat
Riwayat kelahiran prematur
Riwayat bronkitis
Riwayat trauma thorax
Riwayat trakeostomi
Riwayat silindroma
Riwayat intubasi endotrakeal yang lama

II.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada trakeomalasia dapat terjadi stridor inspirasi, ekspirasi atau bifasik.
Stridor inspirasi terjadi pada trakeomalasia ekstratorak, stridor ekspirasi
pada trakeomalasia intratoraks dan bifasik jika mencakup intra dan
ekstratorak. Namun pada umumnya stridor ekspirasi yang sering ditemui.
Stridor dapat terdengar dan bernada tinggi, menyerupai mengi asma.
Munculnya stridor dapat terjad saat lahir, tetapi biasanya baru terdengar
setelah bayi lebih aktif atau terdapat infeksi saluran nafas. Stridor juga
dapat dicetuskan bila menangis, batuk, dan makan. Pada keadaan yang
berat stridor terdengar bahkan saat beristirahat.
Stridor ekspirasi meningkat saat aktivitas, posisi supinasi, menangis,
infeksi pernapasan, dan menurun saat istirahat. Kadang ditemukan
kesulitan minum, suara parau dan afonia. Kasus trakeomalasia kronik
terutama usia muda mengalami deformitas dada. Pada auskultasi, suara
inspirasi normal tapi suara ekspirasi abnormal. Suara mengi yang terjadi
selama fase ekspirasi tersebut merata pada seluruh lapang paru. Ini
merupakan suara ekspirasi kasar yang digambarkan sebagai stridor
ekspirasi. Batuk terjadi akibat posisi dinding anterior-posterior trakea
yang berdekatan sehingga menyebabkan getaran dan iritasi berulang jalan
napas.

II.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. Bronkoskopi
Pemeriksaan bronkoskopi dapat mengidentifikasi 3 model utama
penyempitan lumen trakea yaitu : penyempitan dinding lateral trakea
(scabbard type), peneympitan anteroposteror trakea (floppy membrane
type) dan penyempitan keseluruhan atau gabungan dari dua
penyempitan sebelumnya.
b. Foto dada
Pada pemeriksaan foto dada tampak gambaran hiperinflasi,
penyempitan lumen trakea yang berlebihan selama ekspirasi, atau
tampak adanya anomali vaskular misalnya arkus aorta ganda.
c. Tomografi komputer atau ultrafast
Tomografi komputer atau ultrafast merupakan modalitas terbaru yang
tidak invasif dan dapat menunjukkan letak, luas, derajat, dan dinamika
kolapsnya trakea dan bronkus. Kolaps jalan napas dinamis tampak
terlihat baik dengan menggunakan ultrafast
d. CT Scan
Gambaran CT scan yang didapatkan saat akhir ekspirasi dan selama
pernapasan dinamis merupakan suatu metoda yang akurat dan tidak
invasif dalam mendiagnosis trakeomalasia. Sementara itu
pemeriksaan dengan MRI baik untuk menilai adanya anomali vaskular
dan massa mediastinum, tapi kurang sensitif untuk membedakan
stenosis trakea dari trakeomalasia.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola nafas
II.2.1 Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
II.2.2 Batasan Karakteristik :
Subjektif
Dispnea
Napas pendek
Objektif
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam (dewasa VT500 ml pada saat istirahat, bayi 6-8 ml/kg)
Peningkatan diameter anterior posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekpirasi memanjang
Pernapasan bibir mencucu
Takipnea
Rasio waktu
Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
II.2.3 Faktor yang berhubungan :
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energi dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrom hipoventilasi
Kerusakan musculoskeletal
Imaturitas neurologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot pernapasan
Cedera medula spinalis

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas


II.2.4 Definisi : Kelebihan atau defisit oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran elveolar-kapiler
II.2.5 Batasan karakteristik :
Diaforesis
Dipsnea
Gangguan penglihatan
Gas darah arteri abnormal
Gelisah
Hiperkapnia
Hiposemia
Nafas cuping hidung
Penurunan CO2
Pola pernafasan abnormal
Sakit kepala saat bangun
Somnolen
Takikardi
2.2.6 Faktor yang berhubungan :
Ketidakefektifan ventilasi-perfusi
Perubahan membran alveolar-kapiler
Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2.2.7 Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
2.2.8 Batasan karakteristik :
Batuk yang tidak efektif
Dispnea
Gelisah
Kesulitan verbalisasi
Mata terbuka lebar
Penurunan bunyi nafas
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
Suara nafas tambahan
Sianosis
2.2.9 Faktor yang berhubungan :
Lingkungan
Perokok
Perokok pasif
Terpajan asap
Obstruksi Jalan Nafas
Adanya jalan nafas buatan
Benda asing dalam jalan nafas
Eksudat dalam alveoli
Hiperplasia pada dinding bronkus
Mukus berlebihan
Sekresi yang tertahan
Spasme jalan nafas
Fisiologis
Asma
Disfungsi neuromuskular
Infeksi
Jalan nafas alergik

II.1 Perencanaan
Diagnosa Tujuan & Kriteria
No. Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Untuk
tifan pola tindakan semi fowler memaksimalkan
nafas keperawatan potensial
selama .... jam ventilasi
pasien 2. Auskultasi suara 2. Memonitor
menunjukkan nafas, catat adanya kepatenan jalan
keefektifan pola suara nafas tambahan napas
nafas, dengan seperti stridor,mengi
kriteria hasil:
Frekuensi, 3. Monitor pernapasan 3. Memonitor
irama, dan status oksigen respirasi dan
kedalaman yang sesuai keadekuatan
pernapasan oksigen
dalam batas 4. Mempertahankan
normal jalan napas paten 4. Menjaga
Tidak keadekuatan
menggunaka ventilasi
n otot-otot 5. Meningkatkan
5. Kolaborasi dalam
bantu ventilasi dan
pemberian oksigen
pernapasan asupan oksigen
Tidak ada 6. Monitor aliran
retraksi 6. Menjaga aliran
oksigen
dinding dada oksigen
Tanda Tanda mencukupi
7. Monitor kecepatan,
vital dalam kebutuhan
ritme, kedalaman
rentang pasien
dan usaha klien saat
normal 7. Monitor
bernafas
keadekuatan
pernapasan
8. Catat pergerakan
8. Mengetahui ada
dada, simetris atau
atau tidaknya
tidak, menggunakan
gangguan
otot bantu pernafasan
ventilasi.

2. Setelah diberikan 1. Posisikan pasien 1. Melancarkan


Gangguan
pertukaran asuhan untuk pernapasan klien
gas keperawatan ...jam, memaksimalkan
diharapkan ventilasi udara
kerusakan 2. Catat dan monitor 2. Mengetahui
pertukaran gas pelan, dalamnya factor penyebab
teratasi, dengan pernapasan dan batuk batuk dan
kriteria hasi gangguan
Klien pernapasan
mampu
mengeluarka 3. Berikan terapi 3. Memenuhi
n secret oksigen, sesuai kebutuhan
RR klien keebutuhan oksigen dalam
normal 20-30 tubuh
x/menit
Kedalaman 4. Monitor status 4. Mengetahui
inspirasi respiratory dan status respirasi
normal oksigenasi klien lancar
Oksigenasi ataukah ada
pasien gangguan
adekuat 5. Monitor frekuensi, 5. Mengecek
AGD dalam ritme, kedalaman adanya
batas normal pernapasan. gangguan
Tanda-tanda pernapasan
sianosis tidak
ada 6. Monitor tekanan 6. Mendeteksi
Capitary darah, nadi, adanya
refill pada temperature, dan gangguan system
jari-jari status respirasi tubuh.
dalam
rentang 7. Monitor adanya 7. Mendeteksi
normal sianosis pada central adanya
dan perifer gangguan
respirasi dan
kardiovaskuler

8. Untuk
8. Pantau gas darah mengetahui
arteri (AGD) tekanan gas
darah (O2 dan
CO2) sehingga
kondisi pasien
tetap dapat
dipantau.

3. Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Memantau dan


tifan tindakan
bunyi nafas tambahan, mengatasi komplikasi
bersihan keperawatan
jalan nafas selama jam klien perubahan irama dan potensial. Pengkajian
menunjukkan
kedalaman, penggunaan fungsi pernafasan
keefektifan jalan
nafas dibuktikan otot-otot pernafasan, dengan interval yang
dengan kriteria
warna, dan kekentalan teratur adalah penting
hasil :
Mendemonstras sputum. karena pernafasan
ikan batuk yang tidak efektif dan
efektif dan
suara nafas adanya kegagalan,
yang bersih, akibat adanya
tidak ada
sianosis dan kelemahan atau
dyspneu paralisis pada otot-
(mampu
mengeluarkan 2. Atur pasisi fowler dan otot interkostal dan
sputum, semifowler. difragma berkembang
bernafas dengan
mudah, tidak dengan cepat.
ada pursed lips) 2. Peninggian kepala
Menunjukkan tempat tidur
jalan nafas yang
paten (klien memudahkan
tidak merasa 3. Ajarkan cara batuk pernafasan,
tercekik, irama
nafas, frekuensi efektif. meningkatkan
pernafasan ekspansi dada, dan
dalam rentang
normal, tidak meningkatkan batuk
ada suara nafas
lebih efektif.
abnormal)\
3. Klien berada pada
Mampu
mengidentifikas risiko tinggi bila
ikan dan tidak dapat batuk
mencegah
faktor yang dengan efektif untuk
penyebab. membersihkan jalan
Saturasi O2 4. Lakukan fisioterapi dada;
dalam batas nafas dan mengalami
vibrilasi dada.
normal kesulitan dalam
5. Penuhi hidrasi cairan via
menelan, sehingga
oral seperti minum air
menyebabkan
putih dan pertahankan
aspirasi saliva dan
asupan cairan 2500
mencetuskan gagal
ml/hari.
nafas akut.
4. Terapi fisik dada
membantu
6. Lakukan pengisapan
meningkatkan batuk
lender dijalan nafas.
lebih efektif.
5. Pemenuhan cairan
dapat mengencerkan
mucus yang kental
dan dapat membantu
pemenuhan cairan
yang banyak keluar
dari tubuh.
6. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan
kepatenan jalan nafas
menjadi bersih.

III. Daftar Pustaka


Pratiwi, Eka, dkk. (2007). Trakeomalasia pada Anak. Jurnal kedokteran : Sari
Pediatri. Vol. 9, No. 4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Daniel S Swartz.( 2014). Tracheomalacia : article. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/426003-overview#a0199.

Carden KA, Boiselle PM, Waltz DA, Ernst A.(2005). Tracheomalacia and
tracheobronchomalacia in children and adults: an in-depth review :
article. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15764786 .

Hermani B, Kartosoediro S, Syahrial MH.(2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Moorhed,et al. (2013). Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.


Missouri: Mosby Elsevier

Novialdi, Rusdi D. Diagnosis dan penatalaksanaan laringomalasia dan


trakeomalasia. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala-Leher
(THT-KL). Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP.DR.M.
Djamil. Padang.

Pelaihari, April 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(...........................................................) (......................................................)

Anda mungkin juga menyukai