TRAKEOMALASIA
a.2 Etiologi
Trakeomalasia terjadi secara kongenital atau didapat. Trakeomalasia kongenital
dapat berupa suatu bagian dari kelainan kongenital difus atau hanya bagian dari
suatu kelainan kongenital fokal. Misalnya pada atresia esofagus dan fistula
trakeoesofagus terdapat kelainan struktur kartilago jalan napas atas terjadi
menyeluruh atau fokal sebagai akibat sekunder perkembangan foregut dan
vaskular masa embrional yang abnormal.Trakeomalasia kongenital lebih sering
ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Penemuan ini
mendukung pandangan bahwa salah satu penyebab trakeomalasia kongenital
adalah imaturitas kartilago trakeobronkial. Penyebab lain trakeomalasia
kongenital adalah formasi bahan matriks kartilago trakea yang abnormal
sehingga terjadi dismaturitas serat kolagen dan kelemahan jaringan
trakeobronkial. Misalnya terdapat pada polikondritis dan kondromalasia (Swartz,
2014).
Trakeomalasia sering berhubungan dengan atresia esofagus,diduga karena faktor
penyebab berpengaruh pula terhadap perkembangan trakea, dan anomaly
pembuluh darah besar akan meningkatkan keparahan trakeomalasia.
Trakeomalasia didapat disebabkan karena degenerasi jaringan penunjang
kartilago normal oleh berbagai macam penyebab, antara lain akibat kompresi
internal pipa endobronkial, trakeostomi, trakeobronkitis berat, dan penekanan
struktrur abnormal paratrakea. Juga dapat terjadi karena reseksi paru, keganasan
trakea (silindroma), trauma thoraks, inflamasi, iritasi kronik atau idiopatik.
Penyebab tersering adalah intubasi endotrakeal yang berkepanjangan,
menyebabkan peningkatan tekanan jalan napas, keracunan oksigen, dan infeksi
berulang, akhirnya menyebabkan degenerasi kartilago trakea (Carden, 2005).
Pada anak gejala dapat mulai dari ringan sampai berat,seperti suara pernafasan
yang ribut dengan perubahan posisi dan meningkat ketika tidur,pernafasan
semakin memburuk dengan batuk,mengangis ketika makan dan infeksi saluran
pernafasan atas,pernafasan yang berbunyi.
A.4Patofisiologi
Kejadian trakeomalasia didapat meningkat sesuai umur dan sering tidak
terdeteksi. Selama siklus pernapasan normal, kaliber trakea berubah karena
fleksibilitas intrinsik dan kemampuan mengembang trakea. Trakea intratoraks
akan berdilatasi dan memanjang saat inspirasi, menyempit dan memendek saat
ekspirasi akibat dari perbedaan tekanan intratoraks dan intralumen trakea. Pada
sebagian besar kasus trakeomalasia terjadi penyempitan berlebihan trakea
intratoraks terutama saat tekanan intratoraks lebih besar dibanding tekanan
intralumen trakea, misalnya saat ekspirasi paksa, batuk, atau manuver Valsava.
Pada trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher, tekanan negatif intrapleura
diteruskan menuju trakea ekstratoraks sehingga jalan napas atas kolaps selama
inspirasi. Trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher lebih jarang terjadi
(paling sering terjadi pada trakea 1/3 distal) (Swartz, 2014).
Kelainan yang paling sering terjadi pada trakeomalasia adalah malformasi cincin
kartilago, menyebabkan lumen trakea menjadi oval dan tidak bulat lagi.
Hilangnya rigiditas struktur trakea tersebut menyebabkan trakea kolaps dan
terjadi peningkatan abnormal usaha pengembangan trakea (Pratiwi, 2007)
a.5 Pemeriksaan Penunjang
Bronkoskopi
Pemeriksaan bronkoskopi dapat mengidentifikasi 3 model utama penyempitan
lumen trakea yaitu : penyempitan dinding lateral trakea (scabbard type),
peneympitan anteroposteror trakea (floppy membrane type) dan penyempitan
keseluruhan atau gabungan dari dua penyempitan sebelumnya.
Foto dada
Pada pemeriksaan foto dada tampak gambaran hiperinflasi, penyempitan
lumen trakea yang berlebihan selama ekspirasi, atau tampak adanya anomali
vaskular misalnya arkus aorta ganda.
Tomografi komputer atau ultrafast
Tomografi komputer atau ultrafast merupakan modalitas terbaru yang tidak
invasif dan dapat menunjukkan letak, luas, derajat, dan dinamika kolapsnya
trakea dan bronkus. Kolaps jalan napas dinamis tampak terlihat baik dengan
menggunakan ultrafast
CT Scan
Gambaran CT scan yang didapatkan saat akhir ekspirasi dan selama
pernapasan dinamis merupakan suatu metoda yang akurat dan tidak invasif
dalam mendiagnosis trakeomalasia. Sementara itu pemeriksaan dengan
MRI baik untuk menilai adanya anomali vaskular dan massa mediastinum,
tapi kurang sensitif untuk membedakan stenosis trakea dari trakeomalasia.
a.6 Komplikasi
Bayi dengan trakeomalasia umumnya diikuti dengan kelainan kongenital seperti
defek jantung,gangguan perkembangan atau refluk gastroesofagal. Aspirasi
pneumonia juga dapat terjadi akibat menelan makanan.
Pemakaian trakeostomi jangka panjang akan menyebabkan komplikasi bisa
berupa paralisis pita suara,kompresi dan erosi arteri inominata,pembentukan
jaringan granulasi sekunder,dan gangguan terlambat bicara dikemudian hari.
Pada tindakan artroskopi berisiko terjadi perdarahan dan aneurisma.
a.7 Penatalaksanaan
Pendekatan penanganan trakeomalasia tergantung pada penyebab yang
melatarbelakanginya. Kebanyakan pasien trakeomalasia primer tanpa kelainan
kongenital lain dapat sembuh sendiri dalam waktu 1-2 tahun tanpa membutuhkan
tindakan bedah. Pasien hanya diberikan terapi konservatif berupa terapi oksigen
yang dilembabkan, pemberian makanan yang pelan dan bertahap, dan terapi
terhadap infeksi saluran nafas. Orang tua pasien harus diberikan dukungan serta
informasi dan diajari mengenai resusitasi jika anaknya mempunyai riwayat
apnea. Resusitasi yang dapat diajarkan adalah memberikan tekanan positif pada
trakea, melalui pernafasan mulut ke mulut atau dengan sungkup (mask) atau
balon (ambubag).
1.8 Pathway
Trakeomalasia
Malformasi cincin
kartilago
Posisi dinding
anterior-posterior
Lumen trakea trakea yang
menjadi oval berdekatan
Hilangnya rigiditas
struktur trakea
Iritasi jalan
napas
Gangguan
pertukaran Trakea kolaps
gas Inflamasi
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Sumber : Pratiwi (2007)
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Trakeomalasia
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
Keluhan utama : kesulitan bernafas, suara nafas abnormal seperti
stridor atau mengi, batuk kronis, apnea dengan sianosis, dispnea saat
istirahat
Riwayat kelahiran prematur
Riwayat bronkitis
Riwayat trauma thorax
Riwayat trakeostomi
Riwayat silindroma
Riwayat intubasi endotrakeal yang lama
II.1 Perencanaan
Diagnosa Tujuan & Kriteria
No. Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Untuk
tifan pola tindakan semi fowler memaksimalkan
nafas keperawatan potensial
selama .... jam ventilasi
pasien 2. Auskultasi suara 2. Memonitor
menunjukkan nafas, catat adanya kepatenan jalan
keefektifan pola suara nafas tambahan napas
nafas, dengan seperti stridor,mengi
kriteria hasil:
Frekuensi, 3. Monitor pernapasan 3. Memonitor
irama, dan status oksigen respirasi dan
kedalaman yang sesuai keadekuatan
pernapasan oksigen
dalam batas 4. Mempertahankan
normal jalan napas paten 4. Menjaga
Tidak keadekuatan
menggunaka ventilasi
n otot-otot 5. Meningkatkan
5. Kolaborasi dalam
bantu ventilasi dan
pemberian oksigen
pernapasan asupan oksigen
Tidak ada 6. Monitor aliran
retraksi 6. Menjaga aliran
oksigen
dinding dada oksigen
Tanda Tanda mencukupi
7. Monitor kecepatan,
vital dalam kebutuhan
ritme, kedalaman
rentang pasien
dan usaha klien saat
normal 7. Monitor
bernafas
keadekuatan
pernapasan
8. Catat pergerakan
8. Mengetahui ada
dada, simetris atau
atau tidaknya
tidak, menggunakan
gangguan
otot bantu pernafasan
ventilasi.
8. Untuk
8. Pantau gas darah mengetahui
arteri (AGD) tekanan gas
darah (O2 dan
CO2) sehingga
kondisi pasien
tetap dapat
dipantau.
Carden KA, Boiselle PM, Waltz DA, Ernst A.(2005). Tracheomalacia and
tracheobronchomalacia in children and adults: an in-depth review :
article. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15764786 .
(...........................................................) (......................................................)