Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Trakeomalasia merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kelainan struktur pada tulang rawan trakea yaitu menjadi lemah,
hal ini disebabkan karena kurang dan atau atrofi serat elastic
longitudinal

pars

membranasea

atau

gangguan

kartilago

sehingga jalan napas menjadi lemah dan mudah kolaps terutama


saat terjadi peningkatan aliran udara, misalnya saat batuk,
mennagis, atau menyusui. Trakeomalasia paling sering mengenai
tulang rawan ketiga distal pada trakea yang dapat berkaitan
dengan kelainan congenital bentuk pada gastroesophageal
reflux, terbentuknya fistula pada trakeoesofageal, serta defek
kardiovaskular. 1,2
Trakeomalasia dapat

diklasifikasikan

menjadi

dua

yaitu

trakeomalasia primer (penyakit kongenital) dan trakeomalasia


sekunder (didapat). Trakeomalasia dapat bermanifestasi seperti
kesulitan minum, suara parau, afonia, riwayat breath holding,
bunyi suara napas stridor. Pada penelitian Holinger pada 219 pasien
dengan stridor, kelainan kongenital pada laring dan trakea menempati urutan
pertama (60,3%) dan kedua (16%). Penyebab tersering keadaan stridor pada
bayi adalah laringomalasia dan trakeomalasia sebagai dua kelainan kongenital
yang tersering pada laring (59,8%) dan trakea (45,7%) pada neonatus, bayi
dan

anak-anak. Dari 512 total pasien yang telah dilakukan bronkoskopi,

ditemukan sebanyak 160 anak (rata-rata usia 4 tahun) yang terdiagnosa sebagai
airway malacia, dimana 136 anak diklasifikasikan sebagai trakeomalasia primer
dan 24 anak sisanya adalah trakeomalasia sekunder. 1,2
Sebagian besar laringomalasia dan trakeomalasia bersifat ringan dan
dapat menghilang

sendiri.

Dalam

trakeomalasia yang berat yang

persentase

yang

kecil,

keadaan

menimbulkan keadaan apneu, kesulitan

makan, gagal tumbuh dan kor pulmonal akan membutuhkan intervensi bedah
untuk penatalaksanaannya.2 Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
trakeomalasia menempati urutan kelainan kongenital tersering pada neonatus,
bayi dan anak-anak. Oleh karena itu perlunya kita

mengetahui diagnosis

dini dan penatalaksanaan mutakhir trakeomalasia.

1.2 Batasan Masalah


Pembahasan referat ini dibatasi pada definisi, patogenesis, diagnosis,
dan penatalaksanaan trakeomalasia.
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai gambaran radiologis trakeomalasia.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1 Definisi
Trakeomalasia merupakan keadaan kelemahan trakea yang
disebabkan karena atropi dan atau berkurangnya serat elastis
longitudinal pars membranasea, atau akibat gangguan integritas
kartilago sehingga jalan napas menjadi lemah dan mudah kolaps,
terutama saat terjadi peningkatan aliran udara, misalnya saat
batuk, menangis, atau menyusui. Pada trakeomalasia terjadi
peregangan dinding membran posterior dan pengurangan kaliber
jalan napas anterior-posterior. Trakeomalasia merupakan suatu
kelainan congenital atau didapat, berupa suatu kelainan tunggal
atau bagian dari kelainan lain yang menyebabkan penekanan
pada jalan napas. Keadaan ini ringan, dengan gejala obstruksi
jalan napas, sehingga sering disalah artikan sebagai asma atau
bronkiolitis berkepanjangan.

1,3,4

2.2 Epidemiologi
Insiden trakeomalasia bentuk kongenital diperkirakan 1 per
1.445 bayi. Pada suatu penelitian terhadap 50 bayi dengan
trakeomalasia didapatkan 48% merupakan trakeomalasia primer
dan 52% trakeomalasia sekunder. Predileksi ras dan jenis kelamin
tidak

ditemukan

trakeomalasia

pada

sangat

trakeomalasia.

sedikit.

Referensi

Literatur
yang

mengenai

paling

awal

mengenai trakeomalasia berasal dari tahun 1930-an dan 1940an yaitu pada saat beberapa klinisi menggambarkan mengenai
abnormalitas vaskular dada kongenital yang menyebabkan
obstruksi trakea.1 Kasus yang telah dilaporkan dari 512 anak
yang memiliki gejala simptomatis terhadap penyakit respirasi
kronik, 26,5% adalah trakeomalasia primer. Dan juga dilaporkan
prevalensi trakeomalasia sebesar 4,1% dari 78 orang bukan

perokok dengan keluhan batuk kronik, 4,5% dari 2150 pasien


dengan penyakit respirasi, 12,7% dari 4283 pasien dengan
penyakit paru dan 23% dari 214 pasien dengan bronkhitis. 4
2.3 Etiologi dan patofisiologi
Trakeomalasia terjadi secara kongenital atau didapat.
Trakeomalasia

kongenital dapat

berupa

suatu bagian dari

kelainan kongenital difus atau hanya bagian dari suatu kelainan


kongenital fokal. Misalnya pada atresia esofagus dan fistula
trakeoesofagus,1,2 terdapat kelainan struktur kartilago jalan
napas atas terjadi menyeluruh atau fokal sebagai akibat
sekunder perkembangan foregut dan vaskular masa embrional
yang

abnormal.2

Trakeomalasia

kongenital

lebih

sering

ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan.


Penemuan

ini

mendukung

pandangan

bahwa

salah

satu

penyebab trakeomalasia kongenital adalah imaturitas kartilago


trakeobronkial. Penyebab lain trakeomalasia kongenital adalah
formasi bahan matriks kartilago trakea yang abnormal sehingga
terjadi dismaturitas serat kolagen dan kelemahan jaringan
trakeobronkial.

Misalnya

terdapat

pada

polikondritis

dan

kondromalasia.1,3
Trakeomalasia sering berhubungan dengan atresia esofagus, 1,5
diduga karena faktor penyebab berpengaruh pula terhadap
perkembangan trakea, dan anomaly pembuluh darah besar akan
meningkatkan keparahan trakeomalasia.1 Trakeomalasia didapat
disebabkan karena degenerasi jaringan penunjang kartilago
normal oleh berbagai macam penyebab, antara lain akibat
kompresi internal pipa endobronkial, trakeostomi, trakeobronkitis
berat, dan penekanan struktrur abnormal paratrakea.1 Juga
dapat terjadi karena reseksi paru, keganasan trakea (silindroma),
trauma thoraks, inflamasi, iritasi kronik atau idiopatik.

2,6

Penyebab

tersering

berkepanjangan,

adalah

menyebabkan

intubasi

endotrakeal

peningkatan

yang

tekanan

jalan

napas, keracunan oksigen, dan infeksi berulang, akhirnya


menyebabkan degenerasi kartilago trakea. Pada trakeostomi
terjadi nekrosis akibat tekanan, gangguan aliran darah, infeksi,
atau kerusakan mukosa akibat gesekan yang menyebabkan
proses degenerasi.
Kejadian trakeomalasia didapat meningkat sesuai umur dan
sering tidak terdeteksi. Selama siklus pernapasan normal, kaliber
trakea berubah karena fleksibilitas intrinsik dan kemampuan
mengembang trakea. Trakea intratoraks akan berdilatasi dan
memanjang saat inspirasi, menyempit dan memendek saat
ekspirasi

akibat

dari

perbedaan

tekanan

intratoraks

dan

intralumen trakea.1,3 Pada sebagian besar kasus trakeomalasia


terjadi penyempitan berlebihan trakea intratoraks terutama saat
tekanan intratoraks lebih besar dibanding tekanan intralumen
trakea, misalnya saat ekspirasi paksa, batuk, atau manuver
Valsava. Pada trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher,
tekanan

negatif

intrapleura

diteruskanmenuju

trakea

ekstratoraks sehingga jalan napas atas kolaps selama inspirasi. 3


Trakeomalasia ekstratoraks atau daerah leher lebih jarang terjadi
(paling sering terjadi pada trakea 1/3 distal).1,3
Kelainan yang paling sering terjadi pada trakeomalasia adalah
malformasi cincin kartilago, menyebabkan lumen trakea menjadi
oval dan tidak bulat lagi. Hilangnya rigiditas struktur trakea
tersebut menyebabkan trakea kolaps dan terjadi peningkatan
abnormal usaha pengembangan trakea.1
2.4 Anatomi dan fisiologi trakea
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi
oleh epitel torak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid sampai
5

percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga kedua pada
orang dewasa dan setinggi iga ketiga pada anak-anak.
Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal bergeser ke
sebelah kanan dan masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium
sterni. Trakea sangat elastis, dengan panjang dan letak yang berubah-ubah
tergantung pada posisi kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kirakira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak bertemu.
Terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus, yang disebut
dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall). 7
Panjang trakea kira-kira 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita.
Diameter antero-posterior rata-rata 13 mm, dan diameter transversal rata-rata 18
mm. Cincin trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior di
antara bronkus utama kanan dan kiri, membentuk sekat yang lancip di
sebelah dalam yang disebut karina. Mukosa di daerah subglotik merupakan
jaringan ikat jarang yang disebut tonus elastikus. Jaringan ini

mudah

mengalami edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan


berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi, trakea merupakan tabung
yang datar pada bagian posterior, dan di bagian anteriornya tampak cincin
tulang rawan. Mukosa di atas cincin berwarna putih dan di antara cincin
berwarna merah muda. Trakea berbentuk oval di bagian servikal dan torakal
karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta. 7

Gambar 2.1. Anatomi trakea

2.5. Manifestasi Klinis


Keadaan

trakeomalasia

akan

memberikan

gejala

bila

kolapsnya

anteroposterior lumen trakea menyebabkan penyempitan sampai lebih 40%. Pada


trakeomalasia dapat terjadi stridor inspirasi, ekspirasi atau bifasik. Stridor
inspirasi terjadi pada trakeomalasia ekstratorak, stridor ekspirasi pada
trakeomalasia intratoraks dan bifasik jika mencakup intra dan ekstratorak.
Namun pada umumnya stridor ekspirasi yang sering ditemui.8
Stridor dapat terdengar dan bernada tinggi, menyerupai mengi asma.
Munculnya stridor dapat terjad saat lahir, tetapi biasanya baru terdengar setelah
bayi lebih aktif atau terdapat infeksi saluran nafas. Stridor juga dapat dicetuskan
bila menangis, batuk, dan makan. Pada keadaan yang berat stridor terdengar
bahkan saat beristirahat.8
Stridor ekspirasi meningkat saat aktivitas, posisi supinasi, menangis, infeksi
pernapasan, dan menurun saat istirahat. Kadang ditemukan kesulitan minum,
suara parau dan afonia. Kasus trakeomalasia kronik terutama usia muda
mengalami deformitas dada. Pada auskultasi, suara inspirasi normal tapi suara
ekspirasi abnormal. Suara mengi yang terjadi selama fase ekspirasi tersebut
merata pada seluruh lapang paru. Ini merupakan suara ekspirasi kasar yang
digambarkan sebagai stridor ekspirasi. Batuk terjadi akibat posisi dinding
anterior-posterior trakea yang berdekatan sehingga menyebabkan getaran dan
iritasi berulang jalan napas.1
Berdasarkan gejala klinis, trakeomalasia terbagi 3 yaitu ringan, sedang dan
berat. Pada trakeomalasia ringan, penderita mengalami kesulitan pernafasan yang
terkait dengan proses infeksi seperti croup atau bronkitis, dan kesulitan
7

mengeluarkan dahak. Pada penderita trakeomalasia sedang terdapat stridor,


wheezing, infeksi pernafasan berulang dan kadang-kadang ditemukan sianosis.
Sedangkan trakeomalasia berat jika didapatkan gejala stridor pada saat istirahat,
retensi sputum, obstruksi jalan nafas atas dan henti jantung.8
Trakeomalasia yang sangat berat dapat menyebabkan komplikasi seperti
hipoksia dan sianosis. Kolaps jalan nafas yang berat disertai dengan gangguan
pernapasan yang signifikan akan menyebabkan obstruksi total dan penurunan
kesadaran pada bayi. Pada tahap ini, jalan napas yang kolaps dapat terbuka
kembali namun tidak disertai dengan adanya ventilasi yang normal. Hal ini
disebut dengan Dying spells. Hipoksia yang berat dan lama dapat
menyebabkan bradikardia, anoksia serebral, asistol, bahkan kematian.9

normal

berat fish mouth

Gambar 2.2. jalan napas dengan potongan melintang yang menunjukkan


keparahan trakeomalasia
2.6 Diagnosis
Diagnosis trakeomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan pencitraan. Diagnosis definitif ditegakkan melalui
anamnesis dan endoskopi yang baik. Jalan napas divisualisasikan langsung
selama pernapasan spontan dengan menggunakan laringoskop ventilasi dan
bronkonskopi teleskop. Pada bronkoskopi fleksibel didapatkan hilangnya bentuk

semisirkular normal bentuk lumen trakea, bentukan seperti balon ke arah depan
dinding membran posterior, dan penyempitan anteroposterior lumen trakea yang
dikenal sebagai triad klasik.1
Pada bronkoskopi, penurunan diameter trakea 50%-70% merupakan standar
menegakkan trakeomalasia. Dari pemeriksaan bronkoskopi dapat diidentifikasi 3
model utama penyempitan lumen trakea yaitu : penyempitan dinding lateral
trakea (scabbard type), peneympitan anteroposteror trakea (floppy membrane
type) dan penyempitan keseluruhan atau gabungan dari dua penyempitan
sebelumnya.10
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan foto dada,
esofagogram, tomografi komputer atau ultrafast, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pada pemeriksaan foto dada tampak gambaran hiperinflasi,
penyempitan lumen trakea yang berlebihan selama ekspirasi, atau tampak adanya
anomali vaskular misalnya arkus aorta ganda.1,8
Tomografi komputer atau ultrafast merupakan modalitas terbaru yang tidak
invasif dan dapat menunjukkan letak, luas, derajat, dan dinamika kolapsnya
trakea dan bronkus. Kolaps jalan napas dinamis tampak terlihat baik dengan
menggunakan ultrafast CT scan.2 Gambaran CT scan yang didapatkan saat akhir
ekspirasi dan selama pernapasan dinamis merupakan suatu metoda yang akurat
dan tidak invasif dalam mendiagnosis trakeomalasia. Sementara itu
pemeriksaan dengan MRI baik untuk menilai adanya anomali vaskular dan massa
mediastinum, tapi kurang sensitif untuk membedakan stenosis trakea dari
trakeomalasia.1,8
Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain pemeriksaan fungsi paru dan
kurva volume aliran, yang lebih banyak dikerjakan pada orang dewasa. Pada
pemeriksaan ini didapatkan kurva inspirasi normal tetapi dengan ekspirasi yang
terpotong-potong.1
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Endoskopi

Gambar 2.3. Endoskopi trakea normal

Gambar 2.4. Bronkoskopi trakeomalasia a. normal saat inhalasi b. hampir kolaps total saat
ekshalasi

2.7.2 Foto Thoraks

10

Gambar 2.5. Trakeomalasia yang ditandai dengan kolaps berlebihan pada saluran napas
karena kelemahan dinding saluran napas

2.7.3 CT Scan

11

(b)

(c)

Gambar 2.6. Trakeomalasia. Bidang Axial (a) dan sagital (b) CT pada trakea saat inspirasi
pada bayi 6 bulan dengan stridor disertai repair atresia esofagus dan trakeo-esofageal
fistula.tampak trakea dengan kontur iregular (panah besar), dengan divertikulum trakea pada
bagian yang direpair (panah putih). bidang sagital (c), saat ekspirasi tampak trakea dengan
kolaps yang hampir komplit

Gambar 2.7. Trakeomalasia pada bidang axial A. trakea saat inhalasi B. trakea kolaps saat
ekshalasi

12

Gambar 2.8. CT scan dua dimensi dari trakeomalasia A. trakea saat inhalasi B. trakea kolaps
saat ekshalasi

2.7.4 MRI

Gambar 2.9. MRI trakeomalasia

13

Gambar 2.10. Panah menunjukkan segmen yang menyempit pada trakeomalasia

2.8 Diagnosis Banding


2.8.1 Benda Asing di Trakea

Gambar 2.11 Benda asing di trakea yang meluas ke bronkus kanan

14

2.8.2 Tumor pada Trakea

Gambar 2.12. Stenosis trakea akibat tumor paru. Panah kuning menunjukkan perluasan
tumor mengarah ke trakea menyebabkan penyempitan trakea (T=tumor)

Gambar 2.13. Karsinoma kistik adenoid pada proksimal trakea

15

Gambar 2.14 . Karsinoma kistik adenoid pada trakea

Gambar 2.15 . Karsinoma esofagus yang menginvasi trakea

16

Gambar 2.16. Trakeal metastasis

2.9 Penataksanaan Trakeomalasia


Pendekatan penanganan trakeomalasia tergantung pada penyebab yang
melatarbelakanginya. Kebanyakan pasien trakeomalasia primer tanpa kelainan
kongenital lain dapat sembuh sendiri dalam waktu 1-2 tahun tanpa membutuhkan
tindakan bedah. Pasien hanya diberikan terapi konservatif berupa terapi oksigen
yang dilembabkan, pemberian makanan yang pelan dan bertahap, dan terapi
terhadap infeksi saluran nafas. Orang tua pasien harus diberikan dukungan serta
informasi dan diajari mengenai resusitasi jika anaknya mempunyai riwayat
apnea. Resusitasi yang dapat diajarkan adalah memberikan tekanan positif pada
trakea, melalui pernafasan mulut ke mulut atau dengan sungkup (mask) atau
balon (ambubag).9
Pada trakeomalasia yang disebabkan penekanan oleh arteri inominata perlu
dipikirkan untuk melakukan arteriopeksi yang dapat disertai dengan trakeopeksi.
Aortopeksi yaitu pengikatan dinding luar aorta ke sternum merupakan tindakan
yang dipilih pada penekanan oleh arkus aorta. Prosedur ini hanya diperbolehkan

17

bila derajat obstruksinya berat. Penggunaan kanul trakeostomi yang agak besar
efektif menyangga trakeomalasia yang terjadi di bagian tengah, namun kurang
efektif bila kolaps trakea terjadi di bagian bawah atau bronkus. Dengan adanya
trakeostomi akan mempermudah pemberian ventilasi dan menaikkan tekanan
pada saluran nafas. Kanul yang panjang dengan bagian ujung yang rata bukan
miring dapat diletakkan diatas karina, namun beresiko terjadinya stenosis pada
daerah ujung kanul. 10
Pada keadaan trakeomalasia karina atau bronkomalasia, pemberian tekanan
udara positif yang terus menerus (continous positive airway pressure = CPAP)
dapat digunakan seperti pada pasien sindroma apnea saat tidur. Mesin ini dapat
dihubungkan dengan sungkup atau kanul trakeostomi.10
Pada trakeomalasia yang disebabkan oleh trakeostomi, dimana biasanya
daerah kolaps terletak suprastoma maka cukup dilakukan dekanulasi dan luka
stoma ditutup. Jahitan dilakukan ke arah lateral sternokleidomastoideus untuk
meyangga kolaps, dan pasien diintubasi selama 24-48 jam. Jika kolaps terlalu
berat maka diperlukan tandur tulang rawan.8
Tindakan operasi lainnya pada keadaan yang berat adalah pemasangan bidai
eksternal atau internal, reseksi segmen dan tandur kartilago. Skema berikut
merupakan algoritma diagnosis dan penatalaksanaan trakeomalasia.8
Gambar 2.17. Skema penatalaksanaan pada trakeomalasia

18

2.10 Prognosis
Trakeomalasia mempunyai prognosis yang baik, karena hampir sebagian
kasus dapat hilang sendirinya dalam 1-2 tahun.8

19

BAB III
KESIMPULAN
Trakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya struktur
dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang
menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir
sebagai laringomalasia atau trakeomalasia saja. Trakeomalasia merujuk kepada
kelemahan yang bersifat difus atau segmental.
Berdasarkan

penyebabnya, trakeomalasia dapat

terjadi

primer

(abnormalitas pada dinding trakea) dan sekunder (penekanan dari luar yang
menyebabkan lemah dan kolaps trakea). Keadaan trakeomalasia akan
memberikan gejala bila kolapsnya anteroposterior lumen trakea menyebabkan
penyempitan sampai lebih 40%. Pada trakeomalasia dijumpai stridor inspirasi,
ekspirasi atau bifasik.
Diagnosis trakeomalasia ditegakkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti trakeobronkoskopi, pemeriksaan foto dada,
esofagogram, CT Scan, dan MRI.
Sebagian besar trakeomalasia bersifat ringan dan dapat menghilang sendiri,
pada kasus berat diperlukan intervensi bedah.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. I G. A. P. Eka Pratiwi, Purniiti SP, Subanada IB. 2007.


Trakeomalasia pada Anak. Jurnal kedokteran : Sari Pediatri.
Vol. 9, No. 4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
2. Daniel S Swartz. 2014. Tracheomalacia : article. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/426003overview#a0199.
3. Carden KA, Boiselle PM, Waltz DA, Ernst A. 2005.
Tracheomalacia and tracheobronchomalacia in children and
adults: an in-depth review : article. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15764786 .
4. Carole A. Ridge FFRRCSI et al. 2011. Tracheobronchomalacia
current concepts and controversies. Journal : Thorac Imaging.
26(4). www.thoracimaging.com .
5. Sudre-Levillain, Roman S, Nicollas R, Triglia JM. 2001.
Tracheomalacia and tracheal dyskinesias : article. Available
from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11484462.
6. Ai-Gui Jiang, Xiao-Yan Gao, Hui-Yu Lu. Diagnosis and
management of an elderly patient with severe tracheomalacia
: a case report and review of the literature. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC378612
7. Hermani B, Kartosoediro S, Syahrial MH. Disfonia. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
dan Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.
8. Novialdi,

Rusdi

D.

Diagnosis

dan

penatalaksanaan

laringomalasia dan trakeomalasia. Bagian Telinga Hidung

21

Tenggorok Bedah Kepala-Leher (THT-KL). Fakultas Kedokteran


Universitas Andalas/RSUP.DR.M. Djamil. Padang.
9. McNamara V dan Drake D. Tracheomalacia. Dalam : Pediatric
Surgery: A Comprehensive Text For Africa (Ed Emmanuel
Ameh). Global HELP 2010 ; 2010. 283-286.
10.

Nemes R, Postolache P, Cojocaru D dan Nitu M.

Tracheomalacia in children and adult- not so rare as expected.


Internal medicine-pediatrics; 2014. 118 (3): 608-611.

22

Anda mungkin juga menyukai