Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

STRIDOR

Oleh :
Muhammad Natsir G99161064
Oki Saraswati U. G99161069
Gisela OS G99162009
Raden Ismail D. G99162096

Pembimbing :
dr. IsmirantiAndarini, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK/PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/ RSUD
DR. MOEWARDI SURAKARTA
2018
A. Definisi
Stridor adalah salah satu gejala yang mengancam jiwa yang muncul ke
Departemen Darurat. Kata stridor berasal dari kata Latin "Stridulus", yang
berarti berderit, bersiul atau bergetaryang disebabkan oleh turbulensi udara
pada jalur napas yang sebagian tertutup. Stridor adalah suara yang keras dan
bergetar dari frekuensi yang bervariasi (Lum et al., 2016; Selvam et al, 2017).
Stridor biasanya muncul pada fase inspirasi, tetapi juga dapat pada fase
ekspirasi, terutama pada obstruksi saluran nafas atas yang berat (Pfleger and
Eber, 2015). Secara umum, stridor inspirasi menunjukkan obstruksi saluran
nafas di atas glotis, dan stridor ekspirasi merupakan indikasi adanya obstruksi
di saluran nafas bawah. Stridor bifasik dapat muncul pada lesi di glotis atau
subglottis (Leung dan Cho, 2015).
Stridor merupakan gejala penting dan temuan fisik yang seharusnya
mendapatkan penanganan dan evaluasi segera (Escobar dan Needleman, 2015)

B. Etiologi
Dalam hal penyebab, menurut Lum et al. (2016) kelainan kongenital
merupakan penyebab paling banyak dengan presentase 90,9%. Laringomalasia
merupakan penyebab paling umum dari kongenital stridor, diikuti oleh
stenosis subglotis (5,0%), kista vallekular (2,5%), dan paralisis pita suara
unilateral kongenital (2,5%). Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan
antibiotik dan peningkatan efektivitas imunisasi yang mengurangi stidor yang
disebabkan oleh infeksi pada pasien anak anak seperti epiglottitis dan abses
retrofaringeal. Sedangkan penyebab yang didapat paling umum disebabkan
oleh refluks laringofaringeal (4,1%).(Lum et al., 2016)
Stridor merupakan gejala, bukan suatu diagnosis penyakit. Pada anak,
laringomalasia merupakan penyebab terbanyak dari stridor kronik, dan croup
merupakan penyebab terbanyak dari stridor akut (Mellis, 2009). Penyebab
stridor salah satunya dibedakan berdasarkan onset terjadinya stridor, yaitu
pada anak di bawah 1 tahun dan usia 1 sampai dengan 12 tahun yang dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.Penyebab stridor pada anak kurang dari 1 tahun (Selvam et al., 2017)
Penyebab stridor pada anak kurang dari 1 tahun
Laringomalasia
Atresia koana
Web Subglottis
Kistik hygroma
Kista pada lidah
Selulitis pada leher
Fistula trakeoesofageal
Sindrom pierre robin

Tabel 2.Penyebab stridor pada anak 1-12 tahun (Selvam et al., 2017)
Penyebab stridor pada anak 1-12 tahun
Benda asing pada bronkus
Papilomatosis laring yang rekuren
Laringotrakheobronkitis
Epiglottitis akut
Paralisis pita suara
Abses retrofaringeal
Benda asing pada krikofaring
Hemangioma subglottis
Difteri
Kompresi pembuluh darah brakiosefalik
Pseudoaneurisma pada arkus aorta

Selain itu, penyebab stridor juga dibedakan berdasarkan lokasi obstruksi


serta berdasarkan pada lama perkembangannya yaitu akut dan kronis yang dapat
dilihat pada Tabel 3. Dan Tabel 4.
Tabel 3 . Penyebab Stridor pada Anak menurut lokasi obstruksi (Leung dan Cho, 2015)
Lokasi
Nasal dan faring
Hipertrofi tonsil / adenoid Atresia/Stenosis koana
Abses retrofaring Tiroid lingual/ kista tiroglosal
/peritonsil
Difteri Makroglosia
Mikrognatia
Laring
Laringitis spasmodik akut Laringomalasia
(spasmodic croup)
Laringotrakeo bronkitis Laringeal web,
(viral croup) kista/laringocele
Epiglotitis Paralisis pita suara
Post Intubasi Stenosis laringotrakeal
Benda asing Higroma kistik
Angioneurotik Hemangioma sub glotik
edema/Reaksi alergi
Spasme laring (tetani Papiloma laring
hipokalsemi)
Stridor psikogenik Laringomalasia

Trakea
Trakeitis bakterial Trakeomalasia
Kompresi eksternal Kel. vaskuler

Tabel 4. Penyebab Stridor Akut (Escobar dan Needleman, 2015)


Benda asing Paling sering terjadi pada anak usia 1-
3 tahun, onset tiba-tiba dengan gejala
batuk, stridor, dan wheezing
Viral croup (laryngotracheobronchitis) Paling sering disebabkan oleh virus
parainfluenza, influenza tipe A dan B,
infeksi virus respiratorik sinsitial
maupun rhinovirus. Sering terjadi
pada anak usia 6 bulan hingga 6 tahun
dengan gejala menyerupai infeksi
saluran pernapasan atas, terkadanga
disertai dengan adanya demam yang
tidak terlalu tinggi dan barking cough.
Epiglottitis Paling sering disebabkan
olehHaemophilus influenzae type B,
sering terjadi pada anak usia 2 sampai
7 tahun dengan puncak insidensi
tersering pada anak usia 3 tahun.
Insidensi dapat menurun dengan
pemberian vaksin H.Influenzae tipe B
Bacterial Tracheitis Sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, H.influenzae
tipe B, dan moraxella catarrhalis.
Spasmodic croup (Laringitis spasmodik Sering terjadi pada malam hari karena
akut) adanya faktor pencetus alergi, faktor
psikologis maupun gastroesophageal
reflux
Laryngeal papillomatosis Disebabkan karena transmisi dari
Human papillomavirus (HPV),
merukan neoplasma laring yang paling
sering terjadi pada anak
Hipokalsemia tetani Dapat menyebabkan laringospasme
dan stridor
Psikogenik stridor Dapat disebabkan karena adanya stres
emosional maupun gangguan konversi
Intubasi, trauma (acquired subglottic Dapat menyebabkan stenosis
stenosis) laringotrakeal, edema subglotis dan
laringospasme
Penyebab lain Hipertrofi adenotonsil, abses
peritonsiler atau retrofaringeal

Tabel 5. Penyebab Stridor Kronik (Escobar dan Needleman,2015)


Malformasi nasal dan faring Atresia/stenosis choana, massa intranasal
Laryngomalacia Paling sering menyebabkan stridor
kongenital, stridor inspirasi dengan onset
2 minggu setelah kelahiran.
Faktor eksaserbasi: saat menyusui, posisi
supinasi, saat gelisah.
Dapat membaik secara spontan pada usia
12 hingga 24 bulan (terapi konservatif).
Pasien dengan sianosis rekuren,
hipoksemia ataupun apnea merupakan
indikasi untuk dilakukan koreksi
pembedahan.
Laryngeal web Paling sering terjadi pada area glottis,
biasanya terjadi stridor bifase
Complete webs dapat menyebabkan
distress pernapasan, partial webs dapat
menimbulkan stridor, tangisan yang
lemah dan beberapa dapat pula
menyebabkan adanya distress pernapasan
Vocal cord paralysis Stridor inspirasi, kemungkinan karena
idiopatik, iatrogenik ataupun adanya
kelainan neurologis.
Paralisis unilateral : stridor dan gangguan
menyusui
Paralisis bilateral : Obstruksi jalan nafas
yang dapat mengancam jiwa.
Kista Subglotis Jarang terjadi, biasa terjadi karena
adanya riwayat intubasi; Stridor bifase.
Dapat teridentifikasi dengan direct
laryngotracheobronchoscopy.
Stenosis subglotis Kongenital atau didapat setelah
diintubasi. Biasa terletak 2-3 mm
dibawah glotis
Hemangioma subglotis Stridor bifase, biasa terjadi pada anak
usia 6 bulan hingga 6 tahun. Berkaitan
dengan adanya hemangioma pada
anggota tubuh lain
Gastroeshophageal reflux Dapat disertai dengan stridor, dapat
memberat menjadi laryngomalacia dan
menyebabkan laryngospasme
Malformasi vaskular Adanya gambaran kompresi pada
esophagram

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat membantu dalam


evaluasi stridor, baik kronis maupun akut, dan dapat membedakan anak-anak
yang memerlukan evaluasi ketat. Anamnesis harus mencakup riwayat
kelahiran, onset stridor, perubahan dengan posisi dan tidur, riwayat adakah
refluks pada saat menyusui, masalah makan, dan episode apnea atau sianosis.
(Escobardan Needleman, 2015). Beberapa informasi penting dapat ditanyakan
dalam menggali riwayat penyakit pasien untuk membantu dalam
mengevaluasi dan menentukan etiologi penyakit seperti yang tertera pada tabel
berikut :

Tabel 6. Informasi dan Riwayat penyakit yang dibutuhkan untuk Evaluasi Stridor
pada Anak (Leung dan Cho, 2015)

Data dan Riwayat penyakit Kemungkinan etiologi

Umur

Neonatus Paralisis pita suara, kel. Congenital, mis. Atresia


koana, laryngeal web, vascular ring

4 – 6 minggu Laringomalacia

1 – 4 tahun Croup, epiglottitis, aspirasi benda asing

Kronisitas

Akut Aspirasi benda asing, infeksi, mis. Croup,


epigotitis, difteri

Kronik, berulang Laryngomalacia, laryngeal web atau


larynogotracheal stenosis

Faktor pencetus

Memburuk saat berteriak atau Laryngomalacia, subglottic hemangioma


menangis

Memburuk saat posisi supinasi Laryngomalacia, tracheomalacia, macroglossia,


micrognathi

Memburuk malam hari Viral atau spasmodic croup

Memburuk saat menyusu Tracheoesophageal fistula, tracheomalacia,


gangguan neurologic , vascular compression

Didahului infeksi respiratorik Croup, bacterial tracheitis


akut

Tersedak Aspirasi benda asing, tracheoesophageal fistula

Gejala yang berhubungan

Barking cough/batuk Croup


menggonggong

Brassy cough Tracheal lesion

Drooling Epiglottitis, foreign body in esophagus,


retropharyngeal atau peritonsillar abscess

Tangisan lemah Laryngeal anomaly atau neuromuscular disorder

Muffled cry Supraglottic lesion

Hoarseness/suara serak Croup, vocal cord paralysis


Snoring / mendengkur Adenoidal atau tonsillar hypertrophy

Disfagia Lesi supraglottic

Riwayat penyakit sebelumnya

Endotracheal intubation Vocal cord paralysis, laryngotracheal stenosis

Birth trauma, perinatal Vocal cord paralysis


asphyxia, cardiac problem

Atopy Angioneurotic edema, spasmodic croup

Riwayat Keluarga

Down syndrome Down syndrome

Hypothyroidism Hypothyroidism

Riwayat Psikososial

Psychosocial stress Psychogenic stridor

Pemeriksaan fisik harus mencakup pengamatan terperinci mengenai


keadaan umum, pola pernapasan pasien dengan perhatian khusus terhadap
kualitas stridor, tingkat distress pernapasan, penggunaan otot aksesori, dan
retraksi. Posisi tubuh dan kepala juga harus dilakukan pemeriksaan secara
hati-hati, termasuk rongga hidung, faring, palatum durum dan mole, serta
lidah untuk mengidentifikasi kemungkinan lokasi penyumbatan. Wajah harus
dievaluasi untuk kemungkinan adanya micrognathia dan bukti lain dari
adanya sindrom genetik. Seluruh kulit juga harus diperiksa untuk mendeteksi
adanya hemangioma kutaneous yang dapat menyebabkan penyumbatan jalan
nafas. (Escobar dan Needleman, 2015).
Beberapa hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan bisa digunakan untuk
mengevaluasi dan dapat memberikan gambaran kemungkinan etiologi dari
munculnya stridor pada anak seperti yang tercantum pada Tabel 7.
Tabel 7. Pemeriksaan Fisik pada Evaluasi Stridor pada Anak. (Leung dan Cho,,
2015)

Pemeriksaan Fisik Kemungkinan Etiologi


Keadaan Umum

Sianosis Kel. jantung, hipoventilasi dengan


hipoksia

Demam Infeksi

Toksik Epiglottitis

Takikardi Gagal jantung

Bradikardi Hipotiroid

Kualitas stridor

Stridor inspirasi Obstruksi di atas glottis

Stridor ekspirasi Obstruksi pada atau di bawah


trakea

Stridor bifasik Lesi glottic atau subglottic

Posisi anak

Hiperekstensi leher Obstruksi ekstrinsik pada atau di


atas laring

Leaning over, drooling Epiglottitis

Stridor berkurang saat telungkup Laryngomalacia

Pemeriksaan dada

Fase inspirasi memanjang Obstruksi laring

Fase ekspirasi memanjang Obstruksi trakea

Aliran udara berkurang uilateral Benda asing pada bronkus


ipsilateral

Gejala yang berhubungan


Aritmia, bising jantung, bunyi jantung Kelainan struktur jantung
abnormal

Cutaneous hemangiomas Subglottic hemangioma

Peripheral neuropathy Vocal cord paralysis

Urticaria/angioneurotic edema Angioneurotic edema

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu dalam mencari


penyebab timbulnya stridor. Pemeriksaan radiologi rontgen thorax dapat
digunakan untuk membantu mendeteksi adanya benda asing ataupun adanya
pembengkakan subglotis. Esophagography baik digunakan untuk mendeteksi
adanya cincin vaskular. Bronchoscopy sering kali dapat digunakan untuk
mendiagnosis pasien dengan stridor kronik. Fiber-optik laringoskopi dapat
dilakukan dengan untuk mendeteksi adanya laryngomalacia. (Escobar dan
Needleman, 2015).

C. Tatalaksana

Terlepas dari penyebabnya, stridor menunjukan sumbatan jalan napas


kritis minimal 50% dari lumen saluran nafas. Pasien dengan stridor berisiko
tinggi mengalami kegagalan pernafasan dan kematian dan memerlukan
stabilisasi awal untuk mempertahankan ventilasi dan oksigenasi, jika hal ini
terus berlanjut. dengan tujuan perawatan.
Kebanyakan pasien dikelola secara konservatif (74,4%) dengan
sisanya membutuhkan penanganan bedah. Dari penelitian ini ada satu pasien
yang membutuhkan trakeostomi untuk membebaskan jalan nafas dan satu
pasien meninggal karena pneumonia, sepsis dan kegagalan organ. (Lum et al.,
2016)
Tingkat tekanan respirasi tergantung pada apakah obstruksi jalan nafas
sebagian telah berkembang secara bertahap (misalnya tumor laring) atau
dengan cepat (misalnya epiglotitis akut). Jika tidak segera diselesaikan di
gawat darurat, pasien memerlukan transfer ke ICU atau tindakan operasi.
Langkah darurat untuk mengamankan jalan nafas harus didahulukan
dibandingkan intervensi lain. Pilihan pengelolaan jalan nafas yang utama
diantaranya adalah :
1. Trakeostomi dengan anestesi lokal
2. Induksi inhalasi anestesi dan intubasi trakea (atau trakeostomi di bawah
pengaruh anestesi umum jika anatomi sulit untuk divisualisasikan dan
sementara pasien masih mempertahankan ventilasi spontan yang adekuat).
Intubasi fibreoptik terbangun bukanlah teknik yang paling aman untuk
pasien dengan obstruksi jalan napas bagian atas yang lanjut karena
kesulitan dalam mencapai anestesi lokal yang baik dengan adanya tumor
atau pembengkakan, risikonya. perdarahan (terutama dengan lesi
supraglotis), risiko 'corking off' jalan nafas pasien yang tersisa dan medan
penglihatan yang buruk di lubang-lubang yang sangat sempit. Posisi jatuh
ke belakang harus dilatih dan prosedur harus dilakukan di ruang operasi
oleh seorang ahli anestesi senior dengan ahli bedah senior dan dengan
sebuah set trakeostomi terbuka (Zochios dkk, 2015).
Selain prosedur trakeostomi, stridor bias diatasi dengan tindakan lain
tergantung penyebabnya. Beberapa penyebab beserta tatalaksananya dapat
terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penyebab stridor dan tatalaksananya (Selvam et al, 2017)
Penyebab Pengobatan

Laringomalasia, Pengobatan konservatif


Epiglottitits akut,
Laringotrakeobronkitis,
selulitis pada leher
Atresia koana Dilatasi serial
Web subglottis, sindrom Trakeostomi
pierre robin, paralisis pita
suara
Higomakistik Debulking dan injeksi
bleomycin local
Kista pada lidah kista Marsupialisasi
epiglottis
Fistula trakeaesofageal Repair fistula
Benda asing pada bronkus Bronkoskopi rigid dan
pengambilan benda asing
Papillomatosis laryngeal Eksisi mikrolaringeal
rekuen
Abses retrofaringeal Insisi dan drainase
Benda asing pada kriko Esofagoskopi dan pengambilan
faring benda asing
Difteri Intubasi, toksoid anti difteri
dan antibiotic
Pseudoaneurisma pada Repair dengan bypass
arkus aorta kardiopulmonal
DAFTAR PUSTAKA

Escobar ML dan Needleman J. 2015. Stridor. Maimonides Infants and Children’s


Hospital, Brooklyn, NY.36(3) pp 135-37.

Leung AKE, Cho H. 2015. Diagnosis of Stridor In Children. American Family


Physician, Canada 15;60(8):2289-96

Lum, S. G. et al. 2016. Aetiological profile of paediatric stridor in a Malaysian


tertiary hospital. Malaysian Family Physician. 11(1), pp. 2–6.

Mellis C. 2009. Respiratory Noises: How Useful areThey Clinically?, Dalam:


Chang AB. Pediatric Clinics of North America. Mosby Elsevier pp; 1–
16.

PflegerA, Eber A. 2015. Assesment and cause of stridor, Paediatric Respiratory


Reviews. http://dx.doi.org/10.1016/j.prrv.2015.10.003 . pp 1-29

Selvam, D. K. et al. 2017. ‘A study on paediatric stridor causes and management :


case series’, 3(4), pp. 1031–1035.

Zochios V, Protopapas AD dan Valchanov K. 2015. Stridor In Adult Patients


Presenting From The Community : An Alarming Clinical Sign. Journal
of the Intensive Care Society.

Anda mungkin juga menyukai