Anda di halaman 1dari 6

Nyeri Kepala pada Anak dan Remaja

Obyektif

1. Mampu menegakkan diagnosis nyeri kepala primer dan. sekunder


2. Mampu mengenal keadaan berbahaya pada nyeri kepala
3. Mampu merencanakan dan menginterpretasi pemeriksaan yang diperlukan
4. Mampu memberi pengobatan pada kasus yang tidak perlu dirujuk

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sangat sering ditemukan pada anak dan remaja. Seringkali dokter merasa
bingung menghadapi keluhan tersebut,1,2 kemudian menyelesaikan masalah dengan melakukan pemeriksaan
pencitraan dan EEG, yang sebenarnya kurang tepat karena sebagian besar menunjukkan hasil yang normal. 3-5 Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai diagnosis nyeri kepala primer dan sekunder yang sering ditemukan pada anak dan
remaja, bagaimana mengenal keadaan berbahaya, indikasi melakukan pemeriksaan penunjang, dan melakukan
pengobatan terhadap nyeri kepala. Tidak dilakukan pembahasan rinci, karena sudah pernah disampaikan
sebelumnya.6

Epidemiologi

Data dari berbagai penelitian retrospektif menunjukkan bahwa nyeri kepala generik ditemukan pada 37-51% anak
berumur 7 tahun, dan meningkat menjadi 57-82% anak berumur 15 tahun.7 Di antara semua nyeri kepala pada anak,
migren dan tension-type headache (TTH) menunjukkan prevalensi paling tinggi. Prevalensi migren adalah 3% pada
anak pra sekolah, 4-11% pada anak usia sekolah dasar, dan 8-23% pada anak sekolah menengah,8 sedangkan
prevalensi TTH adalah 30-78%.9

Klasifikasi nyeri kepala

Klasifikasi nyeri kepala telah diterbitkan oleh International Headache Society dengan revisi pada tahun 2005. 9 Dalam
klasifikasi tersebut, jumlah diagnosis nyeri kepala mencapai puluhan macam. Klasifikasi rinci dapat dilihat pada
http://216.25.88.43/upload/CT_Clas/ICHD-IIR1final.pdf

Nyeri kepala dibedakan menjadi nyeri kepala primer yang terdiri dari migren, tension-type headache (TTH), cluster
headache dan nyeri kepala sekunder yang disebabkan penyakit lain. Di antara sekian banyak jenis nyeri kepala, yang
terpenting bagi dokter anak adalah migren, tension-type headache, dan nyeri kepala sekunder disebabkan infeksi
intrakranial, massa intrakranial dan trauma kepala.

Beberapa jenis nyeri kepala yang penting

Migren

Pada anak, migren dapat menujukkan manifestasinya dalam beberapa bentuk, yaitu migren tanpa aura (common
migraine), migren dengan aura (classic migraine), dan sindrom periodik yang merupakan prekursor migren. 8 Migren
pada remaja akan menetap pada 41,8% kasus, mengalami remisi pada 38,2% kasus dan berubah menjadi TTH pada
20% kasus. 10

Migren tanpa aura

Merupakan jenis migren yang paling sering ditemukan. Ciri khasnya adalah nyeri kepala dengan adanya interval bebas
gejala. Nyeri kepala terasa berdenyut, yang kadang sulit dijelaskan oleh anak. Migren disertai gejala otonom berupa
mual dan muntah, dan diperberat oleh aktivitas fisik. Gejala mual dan muntah tersebut juga menyebabkan gangguan
aktivitas yang bermakna.

Untuk anak telah dibuat modifikasi kriteria diagnosis yaitu: lama serangan antara 1-72 jam, lokasi bilateral atau
bifrontal pada umur kurang dari 15 tahun dengan catatan apabila lokasi oksipital harus dicari kemungkinan penyebab
lain, dan adanya fotofobia serta fonofobia yang terlihat dengan perubahan perilaku, misalnya masuk ke dalam kamar
yang gelap dan sepi.9 Adanya ketentuan tidak disebabkan hal lain menunjukkan bahwa diagnosis banding lain harus
disingkirkan.

Migren dengan aura

Gejala aura disebabkan depolarisasi neuron di satu tempat dan oligemia sesuai dengan teori cortical spreading
depression. 6,8,11,12Aura visual yang sering ditemukan adalah gangguan visus bilateral dengan skotoma (77%), distorsi
atau halusinasi (16%) dan gangguan visus monokuler atau skotoma (7%).
Sindrom periodik

Benign paroxysmal vertigo

Benign paroxysmal vertigo muncul berupa ataksia dan gangguan keseimbangan. Anak takut bergerak karena
kehilangan keseimbangan. Dapat disertai nistagmus atau anak menjadi pucat. Gejala membaik dengan tidur.
Beberapa diagnosis banding yang harus difikirkan misalnya gangguan telinga, 13 tumor fosa posterior.8,14 atau sindrom
Panayitopoulos.15

Cyclic vomiting

Cyclic vomiting dapat menyerupai penyakit gastrointestinal, neurologis atau metabolik. Ciri khas dari cyclic vomiting
adalah keadaan anak yang normal pada periode bebas serangan. Muntah terjadi setiap 2-4 minggu, biasanya saat
bangun tidur pagi dan berlangsung selama 1-2 hari. Umur awitan sekitar 5 tahun. Sebagian anak sembuh sendiri pada
umur 10 tahun.8 Keadaan ini sering ditafsirkan sebagai penolakan untuk masuk sekolah.

Migren abdominal

Keadaan ini mungkin sering ditemukan, namun jarang didiagnosis. Dapat dianggap sebagai penolakan untuk masuk
sekolah. Kunci untuk mengenalnya adalah adanya pola berulang, dan menyingkirkan penyakit gastrointestinal dan
ginjal.

Nyeri Kepala pada Anak dan Remaja

Tension-type headache (TTH)

Dahulu diduga bahwa TTH disebabkan faktor psikologis, namun ternyata dasarnya adalah neurobiologis. TTH dibagi
dalam TTH episodik jarang, TTH episodik sering dan TTH kronik. Masing2 keadaan tersebut dapat disertai atau tanpa
disertai nyeri perikranial.9,16-18

Pada anak seringkali sulit membedakan TTH dengan migren. Dalam menegakkan diagnosis TTH, beberapa kriteria
migren merupakan faktor eksklusi. TTH tidak menunjukkan nyeri yang berdenyut, tidak unilateral, tidak menjadi
makin berat bila beraktivitas, dan tidak menunjukkan gejala otonom berupa mual dan muntah. 17,18

Patofisiologi TTH belum diketahui. Tipe kronik mungkin merupakan akibat mekanisme sentral sedangkan tipe episodik
merupakan akibat mekanisme perifer. Tipe episodik jarang biasanya tidak menimbulkan masalah serius, namun tipe
episodik sering dan kronik sering menyebabkan gangguan bermakna bagi anak. 16

Adanya nyeri pada penekanan otot perikranial sangat membantu diagnosis. Nyeri meningkat dengan intensitas dan
frekuensi nyeri kepala. Penekanan dilakukan dengan jari telunjuk dan jari tengah, dengan gerakan memutar pada otot
frontal, temporal, masetter, pterygoideus, splenius dan trapezius.9

TTH episodik sering dan TTH kronik dapat terjadi bersamaan dengan migren tanpa aura. Kedua keadaan ini harus
dibedakan karena
pengobatannya berbeda. 9 Dalam perjalanan penyakit alamiah, migren dapat berubah menjadi TTH. 10

Cluster headache
Muncul sebagai nyeri unilateral di daerah orbita, supraorbita, temporal atau kombinasi. Serangan berlangsung 15-180
menit dan muncul sekali dua hari sampai 8 kali per hari. Serangan disertai gejala unilateral berupa injeksi
konjungtiva, lakrimasi, kongesti hidung, rinorea, berkeringat pada dahi dan wajah, miosis, ptosis, dan edema kelopak
mata.9,19Sebagian besar penderita menunjukkan agitasi selama serangan. Cluster headache jarang ditemukan pada
anak, awitan paling sering adalah pada umur lebih dari 20 tahun.19

Nyeri kepala sekunder


Di antara berbagai penyebab nyeri kepala sekunder, yang paling penting adalah nyeri kepala disebabkan tumor otak
dan nyeri kepala disebabkan meningitis.

Nyeri kepala karena peninggian tekanan intrakranial dan/ atau hidrosefalus yang disebabkan oleh tumor
otak
Berdasarkan lokasinya, tumor otak dapat terjadi supratentorial atau infratentorial. Tumor supratentorial menunjukkan
gejala nyeri kepala, kelumpuhan dan kejang, sedangkan tumor infratentorial sering disertai gejala saraf otak dan
gejala serebelum. Analisis terhadap 200 anak dengan tumor otak menunjukkan gejala sakit kepala (41%), muntah
(12%), ketidak-seimbangan (11%), gangguan visual (10%), gangguan perilaku (10%) dan kejang (9%). Pada
pemeriksaan fisis ditemukan edema papil (38%), gangguan saraf kranial (49%), gangguan serebelum (48%),
kelumpuhan (27%) dan penurunan kesadaran (12%).20
Nyeri kepala karena tumor otak biasanya tidak berdenyut, bersifat progresif yaitu makin lama makin sering dan makin
berat. Seringkali disertai muntah. Lokasinya sering menetap di satu daerah. Nyeri sering terjadi pada saat bangun
tidur pagi hari, dan diperburuk oleh manuver Valsava berupa batuk, bersin, atau mengejan. Nyeri juga diperburuk
dengan aktivitas fisik.21

Nyeri kepala karena infeksi susunan saraf pusat terutama meningitis


Pada meningitis bakterialis, nyeri kepala ditandai gejala infeksi, gejala rangsang meningeal dan gejala serebral berupa
kejang atau kelumpuhan.22

Nyeri Kepala pada Anak dan Remaja


Anak besar dengan meningitis tuberkulosa dapat menunjukkan gejala nyeri kepala berat sebelum munculnya gejala
serebral lain dan gejala rangsang meningeal.23 Berbeda dengan peninggian tekanan intrakranial lain, pada meningitis
tuberkulosa sering ditemukan atrofi papil N. II karena saraf otak ke II terkena langsung. 24 Gejala abses otak mirip
dengan tumor otak ditambah gejala infeksi.

Nyeri kepala pasca trauma


Nyeri kepala pasca trauma dapat merupakan nyeri akut atau nyeri kronik. Nyeri akut dapat terjadi setelah trauma
yang menyebabkan ringan atau trauma berat.25 Trauma berat dapat menyebabkan perdarahan otak, perdarahan
subdural atau epidural. Nyeri kepala setelah trauma bisanya merupakan bagian dari sindrom pasca trauma yang
meliputi dizziness, kesulitan konsentrasi, gelisah, perubahan kepribadian dan insomnia. 26

Pemeriksaan pada nyeri kepala


Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Anamnesis merupakan hal mutlak dan paling penting dalam menegakkan diagnosis, karena sebagian besar nyeri
kepala tidak menunjukkan kelainan dalam pemeriksaan fisis dan pencitraan. 27 Semua hal yang tercantum dalam
kriteria diagnosis harus ditanyakan. Anak-anak seringkali belum dapat mendeskripsikan rasa nyeri dengan baik,
sehingga harus ditanyakan kepada orang tua mengenai perubahan perilaku yang terlihat saat serangan nyeri kepala.

ID-migraine merupakan instrumen skrining migren pada orang dewasa yang mudah diaplikasi pada anak. Validitas id-
migraine telah dilakukan pada orang dewasa dengan sensitivitas sebesar 70,9% dan spesifisitas sebesar 79,1%.28

Pemeriksaan fisis khusus untuk nyeri kepala misalnya penekanan pada otot-otot perikranium untuk mendeteksi
TTH.16,18,29 Selain itu, pemeriksaan fisis ditujukan untuk menyingkirkan penyebab nyeri kepala sekunder, misalnya
tekanan darah, pemeriksaan gerak bola mata dan saraf kranialis, funduskopi, fungsi serebelum berupa keseimbangan
dan lainnya, serta kelumpuhan, refleks fisiologis dan refleks patologis.

Pencitraan
Kemungkinan ditemukannya kelainan susunan saraf pusat pada nyeri kepala kronk dengan pemeriksaan neurologis
normal hanya 1 di antara 815 anak (0,37%)30 Pencitraan tidak perlu dilakukan pada anak dengan nyeri kepala
berulang tanpa kelainan neurologis.7,30,31Kemungkinan SOL harus dicurigai pada sakit kepala yang baru berlangsung
kurang dari 1 bulan, tidak adanya riwayat keluarga migren, pemeriksaan neurologis abnormal, gangguan gait, dan
adanya kejang.7

Pencitraan dilakukan pada keadaan berikut:31

Nyeri kepala akut:

Nyeri kepala sangat berat yang belum pernah dialami sebelumnya


Demam dan gejala rangsang meningeal
Riwayat trauma kepala

Nyeri kepala kronik

Nyeri kepala menetap selama kurang dari 6 bulan yang tidak memberi respons terhadap pengobatan
Nyeri kepala kronis progresif, makin sering dan makin berat
Nyeri kepala disertai gejala neurologis abnormal, terutama bila disertai edema papil, nistagmus, gangguan
gerak bola mata, gangguan gait, dan gangguan motorik berupa kelumpuhan atau adanya refleks patologis
Nyeri kepala menetap tanpa adanya riwayat keluarga migren
Nyeri kepala menetap disertai episode bingung, disorientasi, atau muntah
Nyeri kepala menyebabkan anak terbangun dari tidur atau terjadi pada saat bangun tidur (dapat juga terjadi
pada migren)
Riwayat keluarga atau riwayat medis, pemeriksaan klinis atau laboratorium yang merupakan predisposisi lesi
susunan saraf pusat

Elektroensefalografi
EEG tidak direkomendasikan pada anak dengan nyeri kepala berulang, karena hasilnya tidak dapat digunakan untuk
menentukan etiologi, membantu diagnosis, atau membedakan migren dengan nyeri kepala lain. 5,31

Terapi pada nyeri kepala

Migren
Tujuan penatalaksanaan adalah penatalaksanaan menyeluruh jangka panjang untuk mengurangi frekuensi, berat dan
lama serangan; memberi terapi yang terbaik; mencegah pengobatan berlebihan; dan memperbaiki kualitas hidup dari
pasien.8,32 Untuk menilai beratnya migren dapat digunakan PedMIDAS yang dapat diunduh dari
http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/h/headache/pedmidas.htm 33 dan untuk menilai dampak migren terhadap
kualitas hidup dapat digunakan Pediatric Quality of Life Inventory, yang dapat diunduh dari http://www.pedsql.org/ 32

Terapi obat pada migren dapat dibagi menjadi terapi untuk mengatasi serangan akut dan terapi profilaksis untuk
mencegah munculnya serangan. Banyak obat yang dapat digunakan pada orang dewasa belum mendapat ijin untuk
digunakan pada anak sehingga penggunaannya masih bersifat off-label. Selain itu, pada migren banyak dikenal terapi
komplementer dan alternatif, misalnya intervensi psikologis, perubahan gaya hidup, relaksasi, bio-feedback, diet dan
lain-lain.32

Terapi serangan migren akut

Tujuan terapi akut adalah menghilangkan nyeri dan gejala lain dengan cepat dan efektif sehingga pasien dapat
beraktivitas kembali. Obat harus diberikan pada saat pasien mulai merasa ada gejala. Bila gejala migren sudah
mencapai puncaknya, pengobatan menjadi sangat sulit. Serangan ringan hanya memerlukan satu macam analgetik
sedangkan serangan berat memerlukan terapi kombinasi.34,35

Obat yang sering digunakan bagi pengobatan migren pada remaja adalah NSAID terutama ibuprofen, asetaminofen,
triptan dan dihydroergotamine. Beberapa obat lain misalnya Ca-channel blocker, isometheprene, metoclopramide dan
prochlorphenazine.32

36
American Academy of Neurology telah mengeluarkan rekomendasi untuk pengobatan serangan akut migren pada
anak sebagai berikut :

Ibuprofen efektif untuk mengatasi migren.


Parasetamol mungkin efektif.
Sumatriptan spray nasal efektif bagi remaja.
Triptan oral dan triptan subkutan: tidak ada data untuk menerima atau menolak penggunaannya pada anak
atau remaja.

Banyak peneliti menggunakan terapi kombinasi sejak awal. Obat yang bermanfaat bagi terapi kombinasi adalah
gabungan NSAID dan triptan.34 Suatu hal yang dikuatirkan pada terapi migren adalah penggunaan obat terapi
serangan akut yang berlebihan.

Terapi profilaksis migren


37-39
Indikasi terapi profilaksis adalah:

1. Sering mengalami serangan akut (2-4 kali setiap bulan) yang cukup berat yang mengganggu aktivitas
sehari-hari.
2. Mengalami serangan yang berlangsung lebih lama dari 24 jam.
3. Mengalami gangguan fungsi walaupun sudah mendapat pengobatan akut yang adekuat.
4. Mengalami ko-morbiditas atau keadaan lain yang menyulitkan pengobatan akut.
5. Kegagalan, kontraindikasi, atau efek samping obat terapi akut
6. Mempunyai risiko menggunakan obat terlalu banyak
7. Tipe migren yang jarang dan sulit diobati, misalnya migren hemiplegik, migren basilar, migren dengan aura
yang lama, migren dengan infark, atau ada risiko kerusakan saraf permanen.

Terapi profilaksis diberikan tiap hari untuk waktu yang lama. Berapa lamanya tidak ada kesesuaian pendapat,
umumnya selama 3-6 bulan. Diperlukan waktu beberapa minggu sebelum terapi profilaksis dapat bekerja baik
sehingga jangan terlalu cepat menilai bahwa terapi profilaksis gagal. Penghentian obat harus perlahan-lahan untuk
mengurangi kemungkinan relaps dan withdrawal.

Jenis obat yang telah diteliti terbukti memberi manfaat untuk terapi profilaksis adalah: 8,37,38

Antikonvulsan misalnya y ysodium valproate, topiramate


Antidepresan trisiklik misalnya yamitriptyline
Antihistamin misalnya ycyproheptadine
Ca-channel blockery y misalnya flunarizine
Antihipertensi misalnya ypropanolol
Cyclic vomiting
Terapi berupa pencegahan dehidrasi dan obat. Obat yang banyak digunakan adalah:40

Ondansetron y(0.3-0.4 mg/kg/iv atau 4-8 mg oral)


Promethaziney y (0.25-0.5 mg/kg/dosis iv atau oral)
Metoclopramide y(12 mg/kg sampai 10 mg, dua kali per hari iv atau oral)
Prochlorperaziney y (2.55 mg dua kali per hari iv)

Seringkali diperlukan sedasi dengan lorazepam 0.050.1 mg/kg sampai 5 mg atau diphenhydramine 0.251 mg/kg.

Tension-type headache
Obat terpilih untuk TTH adalah ibuprofen, disusul naproxen dan ketoprofen. 16,18

Ringkasan

Diperlukan pengetahuan mengenai klasifikasi diagnosis, kemampuan anamnesis dan pemeriksaan neurologis untuk
menegakkan diagnosis nyeri kepala pada anak. Pemeriksaan penunjang pencitraan dan EEG hanya atas indikasi dan
bukan merupakan yang rutin dilakukan. Pemilihan obat harus sesuai dengan diagnosis dan indikasi, sambil
memperhatikan kemungkinan efek samping dan kemungkinan penggunaan obat berlebihan.

Daftar Pustaka

1. Ridsdale L, Clark LV, Dowson AJ, Goldstein LH, Jenkins L, McCrone P, et al. 1. How do patients referred to
neurologists for headache differ from those managed in primary care? Br J Gen Pract. 2007;57:388-95.
2. Kernick D, Stapley S, Hamilton W. GPs classification of headache: is primary 2. headache underdiagnosed?
Br J Gen Pract. 2008;58:102-4.
3. Lewis DW, Dorbad D. The utility of neuroimaging in the evaluation of children 3. with migraine or chronic
daily headache who have normal neurological examinations. Headache. 2000;40:629-32.
4. Evans RW, Lewis DW. Is an MRI scan indicated in a child with new-onset 4. daily headache? Headache.
2001;41:905-906.
5. American Academy of Neurology. Practice Parameter: The 5. electroencephalogram in the evaluation of
headache. Neurology. 1995;45:1263-7.
6. Pusponegoro HD. Migren pada anak. Dalam: Gunardi H, Oswari H, Handriastuti RS, Kurniati N, editor. Pain
management in children.Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2006.
7. Lewis DW, Ashwal S, Dahl G, Dorbad D, Hirtz D, Prensky A, et al. Practice 7. parameter: evaluation of
children and adolescents with recurrent headaches: report of the quality standards subcommittee of the
american academy of neurology and the practice committee of the child neurology society. Neurology.
2002;59:1-3.
8. Lewis DW. Pediatric migraine. Neurol Clin. 2009;27:481-501.8.
9. Silberstein SD, Olesen J, Bousser MG, Diener HC, Dodick D, First M, et al. The 9. International Classification
of Headache Disorders, 2nd Edition (ICHD-II). Cephalalgia. 2005;25:460-5.
10. Monastero R, Camarda C, Pipia C, Camarda R. Prognosis of migraine headaches 10. in adolescents: a 10-
year follow-up study. Neurology. 2006;67:1353.
11. Vanmolkot FH, Van Bortel LM, de Hoon JN. Altered arterial function in 11. migraine of recent onset.
Neurology. 2007;68:1563-70.
12. Goadsby PJ. Pathophysiology of migraine. Neurol clin. 2009;27:335-60.12.
13. Strupp M, Brandt T. Diagnosis and treatment of vertigo and dizziness. 13. 2008;105:173-80.
14. Wilne S, Collier J, Kennedy C, Koller K, Grundy R, Walker D. Presentation 14. of childhood CNS tumours: a
systematic review and meta-analysis. Lancet Oncol. 2007;8:685-95.
15. Morin L, Smail A, Mercier J, Titomanlio L, Elkind MS. Clinical Reasoning: A 15. child with pulsatile headache
and vomiting. American Academy of Neurology. 2009;72:e69-e71.
16. Anttila P. Tension-type headache in childhood and adolescence. Lancet 16. Neurol. 2006;5:268-74.
17. Cuvellier JC, Couttenier F, Joriot-Chekaf S, Valle L. Chronic daily headache 17. in French children and
adolescents. Pediatr Neurol. 2008;38:93-8.
18. Fumal A, Schoenen J. Tension-type headache: current research and clinical 18. management. Lancet Neurol.
2008;7:70-83.
19. Leroux E, Ducros A. Cluster headache. Orphanet J Rare Dis. 2008;3:20.19.
20. Wilne S. The presenting features of brain tumours: A review of 200 cases. 20. Arch Dis Child. 2006;91:502-
6.
21. Rangel-Castilla L, Gopinath S, Robertson CS. Management of intracranial 21. hypertension. Neurol Clin.
2008;26:521-41.
22. Fitch MT, Abrahamian FM, Moran GJ, Talan DA. Emergency department 22. management of meningitis and
encephalitis. Infect Dis Clin North Am. 2008;22:33-52.
23. Moon S, Son J, Chang W. A Case of Oculomotor Nerve Palsy and Choroidal 23. Tuberculous Granuloma
Associated with Tuberculous Meningoencephalitis. Korean J Ophthalmol. 2008;22:201.
24. Pusponegoro HD. Tuberculous meningitis in children. Problems in diagnosis 24. and management. Paper
presented at the 9th Asia Oceania Association of Child Neurology Congress. Cebu, Phillipines, 2006
25. Sakellaris G, Nasis G, Kotsiou M, Tamiolaki M, Charissis G, Evangeliou A. 25. Prevention of traumatic
headache, dizziness and fatigue with creatine administration. A pilot study. Acta Paediatr. 2008;97:31-34.
26. Da Dalt L, Andreola B, Facchin P, Gregolin M, Vianello A, Battistella PA. 26. Characteristics of children with
vomiting after minor head trauma: a case-control study. J Pediatr. 2007;150:274-278.
27. McConaghy JR. Headache in primary care. Prim Care. 2007;34:83-97.27.
28. Siva A, Zarifoglu M, Ertas M, Saip S, Karli HN, Baykan B, et al. Validity of the 28. ID-Migraine screener in the
workplace. Neurology. 2008;70:1337-45.
29. Lipchik GL, Holroyd KA, France CR, Kvaal SA, Segal D, Cordingley GE, et al. 29. Central and peripheral
mechanisms in chronic tension-type headache. Pain. 1996;64:467-75.
30. Abu-Arafeh I. Serious neurological disorders in children with chronic 30. headache. Arch Dis Child.
2005;90:937-40.
31. Evans RW. Diagnostic Testing for Migraine and Other Primary Headaches. 31. Neurol Clin. 2009;27:393-415.
Kabbouche M, Gilman D. Management of migraine in adolescents.
32. Neuropsychiatr Dis Treat. 2008;4:535.
Hershey AD, Powers SW, Vockell AL, LeCates SL, Segers A,
33. Kabbouche MA. 33. Development of a patient-based grading scale for PedMIDAS. Cephalalgia. 2004;24:844-
9.
34. Krymchantowski AV. The use of combination therapies in the acute 34. management of migraine.
Neuropsychiatr Dis Treat. 2006;2:293-297.
35. Tepper SJ, Spears RC. Acute Treatment of Migraine. Neurol Clin. 2009;27:417-35. 427.
36. Sillberstein SD. Practice parameter: Evidence-based guidelines for migraine 36. headache (an evidence-
based review): report of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology.
Neurology. 2000;55:754-62.
37. Garza I, Swanson JW. Prophylaxis of migraine. Neuropsychiatr Dis Treat. 37. 2006;2:281-91.
38. Modi S, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. Am Fam 38. Physician. 2006;73:72-8.
39. DAmico D, Tepper SJ. Prophylaxis of migraine: general principles and patient 39. acceptance.
Neuropsychiatr Dis Treat. 2008;4:1155-67.
40. Fleisher D, Gornowicz B, Adams K, Burch R, Feldman E. Cyclic vomiting 40. syndrome in 41 adults: the
illness, the patients, and problems of management. BMC Med. 2005;3:20.

Penulis : Hardiono D. Pusponegoro

Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in Management

Anda mungkin juga menyukai