Anda di halaman 1dari 14

1

EVIDENCE-BASED CASE REPORT


Penyakit Jantung Bwaan sebagai Faktor Resiko
Pneumonia Berulang











Disusun oleh
Pitt Akbar
0806320805
Pembimbing
dr. Nastiti Rahajoe, SpA Divisi Respirologi






Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2013
2
Evidence Based Case Report

Penyakit Jantung Bawaan sebagai Faktor Resiko Pneumonia Berulang
Pitt Akbar
Mahasiswa Kedokteran Tingkat Lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia





Abstrak
Latar Belakang : Pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas bawah lainnya adalah
penyebab utama kematian di dunia. Insidens pneumonia di Negara berkembang 10-20
kasus/ 100 anak per tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per
tahun pada anak balita di Negara berkembang. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai faktor resiko yang mendahului diantaranya penyakit jantung bawaan.
Tujuan : Mengetahui peningkatan resiko pneumonia berulang pada pasien anak
dengan penyakit jantung bawaan
Metode : Pencarian artikel dilakukan pada situs Google Scholar. Dari situs tersebut
didapatkan 64 jurnal dan setelah disaring melalui kriteria inklusi dan eksklusi
didapatkan 2 jurnal yang relevan dengan pertanyaan klinis.
Hasil : Telaah kritis dilakukan terhadap penelitian oleh Osman et al dan Abdullah et
al. Dari kedua penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu frekuensi tertinggi penyakit
yang mendasari adalah asma bronkial (30.64%) dan sindrom aspirasi (47.9%).dengan
frekuensi kelanan jantung bawaan pada masing-masing penelitian adalah 16.12% dan
9.2%.
Kesimpulan : Pneumonia berulang dapat disebabkan oleh berbagai faktor resiko atau
penyakit yang mendasari, diantaranya adalah penyakit jantung bawaan. Pencegahan,
edukasi dan deteksi dini penting dilakukan untuk dapat melakukan penanganan yang
cepat dan tepat.
3
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Anak perempuan usia 4 bulan dengan keluhan utama batuk dan sesak sejak
hari masuk rumah sakit. Satu hari yang lalu pasien baru pulang setelah dirawat di
RSCM selama 14 hari karena batuk dan sesak. Saat itu pasien didiagnosis dengan
ventricular septal defek dan pneumonia. Hari ini (hari saat masuk rumah sakit) pasien
kembali mengalami batuk dan sesak. Di rumah sakit pasien mengalami demam.
Keluhan pilek dan riwayat tersedak tidak ada. Pasien masih aktif dan mau menyusui.
Pada pasien terdapat muntah. Pasien sebelumnya sudah 3 kali dirawat karena batuk
dan sesak. Pada saat usia 5 hari pasien kuning dan mengalami demam, kemudia
pasien dirawat dan dilakukan pemeriksaan jantung. Pada saat itu pasien dikatakan
mengalami ventricular septal defek. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga
disangkal. Ayah dan nenek pasien memiliki asma. Pasien merupakan anak pertama,
lahir dengan operasi sesar, berat lahir 2500 gr, cukup bulan, panjang badan 48 cm,
tidak biru dan tidak kuning. Pasien sudah diimunisasi Hep B, BCG, polio dan DTP.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien kompos mentis dengan keadaan
umum tampak sakit berat. Frekuensi nadi 160 x/menit, suhu tubuh 38,6
o
C, pernafasan
72 x/menit terdapat nafas cuping hidung, retraksi suprasternal, dan retraksi
epigastrium. Berat badan 4,3 kg dan tinggi badan 56 cm. pada pemeriksaan paru
didapatkan banyak terdapat lendir. Pada pemeriksaan jantung ditemukan pan sistolik
murmur. Hepar teraba 3 cm dibawah arkus costae dengan tepi tumpul pada
pemeriksaan abdomen. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pH darah 7.262,
pCO2 48.1, dan PO2 149.










4
BAB II
PENDAHULUAN

PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial Pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas bawah lainnya
adalah penyebab utama kematian di dunia. Karena pneumonia adalah penyakit yang
umum dan berhubungan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas, diagnosis yang
sesuai, mengenali komplikasi, dan perawatan pasien dengan benar sangat penting.
Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus/ 100 anak
per tahun, sedangkan di Negara berkembang 10-20 kasus/ 100 anak per tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di
Negara berkembang. Walaupun di Negara berkembang diagnosis ditegakkan
berdasarkan temuan radiografi, WHO mendefinisikan pneumonia berdasarkan temuan
klinis yang diperoleh melalui inspeksi dan waktu frekuensi pernafasan.pneumonia
dapat berasal dari paru-paru atau komplikasi dari focus inflamasi berdekatan atau
sistemik.
1,2

ETIOLOGI
Agen infeksius yang sering menyebabkan pneumonia komunitas bervariasi
pada berbagai umur. Penyebab tersering pada infant adalah RSV, respiratory viruses
(RSV, parain-fluenza viruses, influenza viruses, adenovirus) pada anak dibawah 5
tahun, dan M. pneumonia dan S. pneumonia pada anak diatas 5 tahun.
2


5
PATOGENESIS
Saluran pernapan bagian bawah biasanya terjaga dalam keadaan steril oleh
mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk pembersihan oleh mukosiliar, sifat sekresi
normal dari immunoglobulin A (IgA), dan pembersihan saluran pernafasan melalui
batuk. Mekanisme pertahanan imunologi dari paru-paru yang membatasi invasi oleh
mikroorganisme pathogen termasuk makrofag yang terdapat dalam alveoli dan
bronkiolus, IgA, dan immunoglobulin lainnya. Radang paru-paru biasanya dihasilkan
dari penyebaran infeksi di sepanjang saluran pernafasan disertai oleh kerusakan
langsung dari epitel saluran pernafasan, sehingga terjadi obstruksi jalan nafas karena
pembengkakan dari proses radang saluran tersebut. Pada bayi saluran pernafasan
memiliki caliber yang lebih kecil sehingga lebih rentan terhadap infeksi berat. Infeksi
virus pada saluran pernafasan juga dapat menyebabkan keadaan yang lebih rentan
terhadap infeksi sekunder bakteri. Ketika bakteri telah menginfeksi parenkim paru,
proses patologis yang terjadi bervariasi bergantung kepada organisme yang
menginfeksi. M.pneumoniae menempel pada epitel pernafasan, menginhibisi aktifitas
siliar, dan menyebabkan kerusakan sel dan respon inflamasi di submukosa.
Selanjutnya sel-sel inflamasi dan lendir menyebabkan obstruksi jalan nafas.
Pneumonia berulang didefinisikan sebagai 2 atau lebih episode dalam 1 tahun atau 3
atau lebih episode sebelumnya, dengan perbaikan radiografi diantara episode.
2

MANIFESTASI KLINIS
Usia mempengaruhi manifestasi klinis pada pneumonia. Neonates dapat
mengalami demam saja tanpa ditemukannya temuan fisik pneumonia. Pola klinis khas
pneumonia yang disebabkan oleh virus dan bakteri biasanya berbeda antara bayi yang
lebih tua dan anak-anak, meskipun perbedaan tidak selalu jelas. Demam, menggigil,
takipnea, batuk, malaise, nyeri dada pleuritik, retraksi, dan sesak nafas adalah gejala
yang umum pada bayi yang lebih tua dan anak-anak.
2
Pneumonia viral lebih sering terkait dengan batuk, mengi, atau stridor.
Sedangkan gejala demam kurang menonjol dibandingkan dengan pneumonia bakteri.
Foto polos dada pada viral pneumonia terlihat difus, infiltrate bergaris dari
bronkopneumonia, dan sel darah putih sering dalam kadar normal atau sedikit
meningkat dengan didominasi oleh limfosit. Pneumonia bakteri biasanya
berhubungan dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dyspnea, dan didapatkan
konsolidasi paru pada auskultasi. Pada foto dada sering menunjukkan konsolidasi dari
6
lobus paru dan efusi pleura (10-30%). Perhitungan sel darah putih meningkat
(>20.000/mm3) dengan dominasi neutrophil.
2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos dada menegaskan diagnosis pneumonia dan dapat menunjukkan
komplikasi seperti efusi pleura atau empyema. Radang paru biasanya ditandai dengan
hiperinflasi dengan infiltrate interstisial bilateral. Konsolidasi lobar biasanya terlihat
dengan pneumonia pneumokokus.
Penghitungan sel darah putih dapat berguna dalam membedakan pneumonia
karena virus atau bakteri. Pada radang paru, jumlah sel darah putih dapat normal atau
meningkat, tetapi biasanya tidak lebih tinggi dari 20.000/ mm3, dengan dominasi
limfosit. Pneumonia bakteri sering dikaitkan dengan jumlah sel darah putih meningkat
dikisaran 15.000-40.000 / mm3 dan didominasi oleh granulosit. Sebuah efusi pleura
massif, konsolidasi lobar, dan demam tinggi pada awal penyakit juga mengarahkan ke
etiologi bakteri.
2

TATALAKSANA
Indikasi perawatan terutama berdasarkan beratnya penyakit, tidak mau makan,
ada penyakit dasar lain, komplikasi, dan pertimbangan usia pasien. Tatalaksana saat
dirawat adalah pemberian antibiotic serta tindakan suportif seperti pemberian cairan,
terapi oksigen, koreksi gangguan asam basa, dan gula darah. Untuk demam dapat
diberikan antipiretik. Terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia karena bakteri. Pemilihan antibiotic berdasarkan pengalaman empiris.
6

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Anak dengan penyakit jantung bawaan mungkin dapat terkena infeksi saluran
pernafasan bawah berulang karena beberapa alasan. Pembesaran pembuluh darah atau
ruang jantung dapat menekan bronkus menyebabkan gangguan drainase segmen paru.
Pasien dengan lesi kongenital menyebabkan left-to-right shunt dan meningkatkan
aliran darah paru dan kerentanan infeksi respirasi yang belum diketahui alasannya.
Diagnosis pneumonia berulang pada pasien penyakit jantung bawaan sangat sulit.
Gejala dan gambaran radiologis dari edema paru akut dapat menunjukkan proses
infeksi.
3

7
BAB III
PERTANYAAN KLINIS

Apakah pasien anak usia 4 bulan dengan penyakit jantung bawaan memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami pneumonia berulang dibandingkan denagn yang
tidak memiliki penyakit jantung bawaan?

P : bayi usia 4 bulan dengan penyakit jantung bawaan
C : tanpa penyakit jantung bawaan
O : pneumonia berulang
























8
BAB IV
METODE

I. Strategi Pencarian
Pencarian artikel dilakukan pada 21 januari 2013 melalui mesin pencarian data
Google scholar. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci congenital
heart disease AND recurrent pneumonia AND risk factor. Pada pencarian dengan
kata kunci tersebut didapatkan hasil 64 artikel.

Tabel 4.1. Strategi Pencarian pada google scholar
Search Engine Kata Kunci Hasil
Google Scholar Congenital heart disease AND recurrent
pneumonia AND risk factor
64

II. Seleksi
Setelah didapatkan hasil dari pencarian tersebut, dilakukan seleksi dengan
membaca judul dan abstrak, mengeksklusi studi terapetik, prognosis, dan diagnosis,
dan full text available. Setelah itu didapatkan 2 artikel yang relevan untuk dilakukan
critical appraisal.

AND AND












Congenital heart
disease
Recurrent
pneumonia
Risk factor
Google Scholar
64
Seleksi : judul dan abstrak, eksklusi
studi terapetik,prognosis,diagnosis; full
text
2 useful
articles
9
III. Telaah Kritis Jurnal
Berdasarkan hasil penelusuran data, diperoleh 2 artikel yang sesuai dengan
pertanyaan klinis, yaitu :
1. Osman O, et al dengan judul Underlying disease of recurrent pneumonia in
Turkish children
2. Abdullah F, et al dengan judul Underlying causes of recurrent pneumonia in
children
Pada setiap artikel telah dilakukan telaah kritis untuk menilai validity, importance
dan applicability dengan hasil sebagai berikut :



Tabel 4.1 Telaah Kritis Jurnal
Kriteria
Artikel
Osman et al Abdullah et al
V
a
l
i
d
i
t
y

Were there clearly defined groups of patients
similar in all important ways other tan
exposure to the treatment or other cause?
Ya Ya
Were treatment exposures and clinical
outcomes measured the same ways in both
groups?
Tidak Tidak
Was the follow up study of patients complete
and long enough?
Tidak Tidak
Is it clear that the exposure preceded the onset
of the outcome?
Ya Ya
Is there a dose-response gradient? Tidak Tidak
Is there positive evidence from a dechallenge-
rechallenge study?
Ya Tidak
Is the association consistent from study to
study?
Ya Ya
Dose the association make biological sense? Ya Ya
I
m
p
o
r
t
a
n
c
e

Relative risk
(Cohort or randomized trial study)

Odds Ratio
(Case-control study)
- -
10
A
p
p
l
i
c
a
b
i
l
i
t
y

Can the study results be extrapolated to your
patients?

What are your patients risk of the adverse
outcome? (number needed to harm)

What are your patients preferences concerns
and expectations from this treatment?
Pasien memahami penyakit dan
penyebabnya sehingga pasien
dapat berobat teratur agar dapat
mencegah pneumonia berulang
What alternative treatments are available?




























11
BAB V
PEMBAHASAN

Osman et al melakukan penelitian mengenai penyakit yang mendasari
pneumonia berulang pada anak di Turki. Penelitian tersebut menggunakan desain
retrospektif dengan 62 sampel yang mengalami pneumonia berulang dari Januari
2002 sampai Desember 2004. Dari 62 sampel tersebut dilihat frekuensi dari
penyakit dasar yang dimiliki oleh tiap sampel yaitu asma bronkial, gangguan
defisiensi imun, sindrom aspirasi, kelainan kongenital, sistik fibrosis, siliar
dyskinesia. Pneumonia berulang pada penelitian ini didefinisikan sebagai
terjadinya pneumonia paling tidak terjadi 2 episode dalam 1 tahun atau lebih dari
3 episode pada waktu kapan saja dengan radiografic clearing diantara episode.
Karakteristik subjek penelitian pada studi tersebut adalah pasien berumur 3 bulan
sampai 16 tahun yang didiagnosis dengan pneumonia.
Dari 62 subjek penelitian yang masuk kriteria sebagai pneumonia berulang,
terdapat 19 pasien ( 30.64%) dengan asma bronkial, 11 pasien (17.75%) dengan
sindrom aspirasi, 11 pasien (17.75%) dengan gangguan defisiensi imun, 10 pasien
(16.12%) dengan kelainan kongenital, 4 pasien (6.45%) dengan sistik fibrosis, dan
1 pasien (1.61%) dengan siliar dyskinesia. Tidak ditemukannya penyakit dasar
dari 6 pasien (9.68%) yang tersisa.
Berdasarkan telaah jurnal, didapatkan bahwa pada penelitian terdapat
deskripsi yang jelas mengenai sampel penelitian, hanya saja pada penelitian ini
hanya terdapat 1 grup yaitu pasien dengan pneumonia berulang berdasarkan
medical record tanpa membandingkan dengan grup yang tidak memiliki
pneumonia berulang. Sehingga saat dilakukan untuk penilaian importance
terdapat kesulitan untuk diterjemahkan dalam table 2x2. Hal ini mengakibatkan
penghitungan odd ratio atau relative risk tidak dapat dilakukan.
Abdullah et al melakukan penelitian yang serupa dengan Osman et al, yaitu
mengenai penyakit dasar yang menyebabkan pneumonia berulang pada anak-
anak. Penelitian ini juga menggunakan desain studi retrospektif berdasarkan
medical record dari Januari 1987 sampai Desember 1997 pada rumah sakit anak di
Toronto. Definisi pneumonia berulang sama seperti yang digunakan pada
penelitian Osman et al. Dari 2952 pasien yang dirawat dengan pneumonia,
terdapat 238 pasien yang memenuhi kriteria sebagai pneumonia berulang.
12
Karateristik pasien adalah yang berumur antara 2,5 bulan sampai 15,6 tahun.
Penyakt yang mendasi teridentifikasi pada 220 pasien dengan rincian frekuensi
114 pasien (47.9%) dengan sindrom aspirasi, 24 pasien (10.1%) dengan
gangguan imunitas, 22 pasien (9.2%) dengan penyakit jantung bawaan, 19 pasien
(7.9%) dengan asma bronkial, 18 pasien (7.6%) dengan kelainan paru kongenital
atau didapat, 13 pasien (5.4%) dengan gastroesofageal refluks, 10 pasien (4.2%)
dengan sickle cell anemia, dan pada 18 pasien (7.6%) tidak teridentifikasi adanya
faktor predisposisi.
Berdasarkan telaah jurnal, studi ini memiliki kesamaan dengan studi Osman et
al, yaitu pada studi ini hanya mendeskripsikan frekuensi dari penyakit yang
mendasari dari pneumonia berulang yang terdapat pada subjek penelitian tanpa
membandingkan dengan grup yang tidak mengalami pneumonia berulang.
Sehingga saat diterjemahkan ke dalam tabel 2x2 juga mengalami kesulitan,
dengan demikian odd ratio atau relative risk tidak dapat dihitung untuk menilai
importance.
Pada dasarnya kedua penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama, untuk
menilai faktor resiko dari pneumonia berulang berdasarkan frekuensi dari setiap
penyakit yang mendasarinya. Setelah melakukan telaah kritis, dapat dilihat bahwa
permasalahan dan karakteristik pada kedua penelitian sama, yaitu pasien berusia
2,5 bulan sampai 16 tahun dan menampilkan frekuensi dari setiap penyakit yang
mendasari yang diasumsikan sebagai faktor resiko dari pneumonia berulang tanpa
membandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami pneumonia berulang.
Berdasarkan hal tersebut, maka kedua penelitian tersebut tidak dapat diterapkan
pada kasus yang dihadapi penulis.










13
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kedua penelitian tersebut, dapat disimpulkan penyakit yang
mendasari yang memiliki frekuensi tertinggi adalah asma bronkial (30.64%) dari
penelitian Osman et al dan sindrom aspirasi (47.9%) dari penelitian Abdullah et al.
setelah mengetahui hal tersebut, ketika menemukan kasus pneumonia berulang, kita
perlu berpikir terdapat hal lain atau penyakit yang mendasari yang menyebabkan
terjadinya pneumonia berulang. Dengan demikian dapat dikurangi kemungkinan
terjadinya pneumonia berulang jika penyakit yang mendasari ditangani dengan baik.
























14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmonaiti ED.
Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.
2. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW,Schor NF, Behrman RE,. Nelson textbook
of pediatrics. 19
th
ed. Philadelphia: Saunder. 2011. [e-book].
3. Vaughan D, Katkin J. Chronic and Recurrent Pneumonias in Children. Cited : 26
Jan 2013. Available from:
http://imunopediatria.org.br/download/summer_school.pdf
4. Osman O, et al dengan judul Underlying disease of recurrent pneumonia in
Turkish children. Cited: 21 Jan 2013. Available from:
http://journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-10-40-1/sag-40-1-4-0906-15.pdf
5. Abdullah F, et al dengan judul Underlying causes of recurrent pneumonia in
children. Cited: 21 Jan 2013. Available from:
http://archpedi.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=348711#qundefined
6. Said M. pneumonia dalam buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta:
Badan penerbit IDAI. 2012.

Anda mungkin juga menyukai