Anda di halaman 1dari 27

Case Report Sessions

Gangguan Elektrolit Natrium, Kalium, Kalsium, dan


Klorida

Oleh :

Liwahul Hamdi
1610070100045

Preseptor :
dr. Irwandi , M. Biomed, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD M. NATSIR
SOLOK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
judul “Aspirasi Pneumonia” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik
dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada
dr.Gustin Sukmarini,Sp. A selaku pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini tepat waktu demi memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan CRS ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca
untuk penyempurnaan nya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, 10 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Tujuan penulisan ...................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1 Natrium .................................................................................................5
2.2 Kalsium ................................................................................................16
2.3 Kalium ..................................................................................................19
2.4 Klorida ..................................................................................................23
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang Bremerton (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses
metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan
osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah
fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida
(Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut
dalam klinis dikenal sebagai profil elektrolit.
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, kalium kation
terbanyak dalam cairan intrasel dan klorida merupakan anion terbanyak dalam
cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium dan klorida dalam tubuh merupakan
cermin keseimbangan antara yang masuk terutama dari saluran cerna dan yang
keluar terutama melalui ginjal. Gangguan keseimbangan natrium, kalium dan
klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipo- terjadi bila konsentrasi elektrolit tersebut
dalam tubuh turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal dan
hiper- bila konsentrasinya meningkat diatas normal. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk mengetahui kadar dari masing-masing elektrolit tersebut.1
1.1 .Tujuan Penulisan
Mengetahui dan menambah wawasan mengenai gangguan elektrolit dan
sebagai syarat kepaniteraan klinik senior di bagian ilmu kesehatan anak RSUD
M. Natsir Solok tahun 2021
1.2 Manfaat Penulisan
Sebagai informasi dan menambah wawasan bagi masyarakat mengenai gangguan
elektrolit dan sebagai proses pembelajaran bagi dokter Muda.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas
cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan
interstisial. Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah natrium (Na +), kalium
(K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah klorida (Cl-),
HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama
besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel,
kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl- sedangkan di
intrasel kation utamanya adalah kalium (K+). Distribusi elektrolit pada cairan
intrasel dan ekstrasel dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1. Kation dan Anion Utama dalam Cairan Intrasel dan Ekstrasel

Disamping sebagai penghantar aliran listrik, elektrolit mempunyai banyak


manfaat, tergantung dari jenisnya, seperti:
• Natrium : sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan
volume ekstra sel
• Kalium : mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
mempunyai peranan penting dalam sel syaraf

2
• Klorida : mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai
cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan
ekstrasel
• Magnesium : berperan dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan
Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung
dan kekuatan pembuluh darah tubuh, serta berperan dalam proses
keseimbangan asam basa
• Kalsium : penting dalam fungsi sel untuk depolarisasi, sebagai penggerak
dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila
diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah. 2
2.1 Fisiologi Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa
mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 1014
mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga
perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium. 1
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh
keseimbangan GibbsDonnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel
yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ K+). 3
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang
berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan
dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq. Tabel 1 menunjukkan
kadar elektrolit dalam cairan intrasel dan ekstrasel. 1

3
Tabel 1. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Cairan Cairan
Plasma Interstitial Intraseluler
mEq/L mEq/L mEq/L
Na 140 148 13 +
K+ 4,5 5,0 140
Ca2+ 5,0 4,0 1x10-7
Mg2+ 1,7 1,5 7,0
Cl- 104 115 3,0
HCO3 24 27 10
SO42+ 1,0 1,2 --
PO42- 2,0 2,3 107
Protein 15 8 40
Anion Organik 5,0 5,0 --

Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L. Keringat adalah cairan hipotonik
yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat orang
normal rerata 50 mEq/L.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di
glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama
dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di
lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi

4
natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi
natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-
angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas. 1
Nilai Rujukan Natrium
Nilai rujukan kadar natrium pada:
 Serum bayi : 134-150 mmol/L
 Serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
 Urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
 Cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
 Feses : < 10 mmol/hari
1. Hiponatremia
a. Definisi
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na ≤ 135 mmol/l. Hiponatremia
dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15 dan 30%. 2
b. Etiologi dan Klasifikasi
Penyebab hiponatremia diklasifikasikan menurut status cairan pasien
(euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemic). Pseudohiponatremia ditemukan
ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan atau protein
dalam plasma, atau karena hiperglikemia, dimana pergerakan air bebas terjadi ke
dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa ekstraseluler. 3
Ada tiga penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive cardiac
failure (CCF), gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh
meningkat tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar
mengarah ke hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung di CCF
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan
resorpsi air di collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang
sistem reninangiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di
CCF juga dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam
beberapa penelitian bahwa hiponatremia di CCF adalah faktor prognosis yang
buruk. 2

5
Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini
termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,
dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini
mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang
relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang
dijelaskan dalam literature lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya
motilitas usus. 4
Tabel 2. Klasifikasi hiponatremia
Euvolaemic Hypovolaemic Hypervolaemic Other
SIADH GIT loss: CCF Hyperglycaemia

Psychogenic Diarrhoea and Liver cirrhosis Mannitol

polydipsia vomiting Nephrotic administration

Bowel syndrome
obstruction
sepsis
Renal loss:
Addison’s disease
Renal tubular

acidosis

Salt wasting

nephropathy

Diuretic use
cerebral salt
wasting

c. Manifestasi klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non
spesifik (lihat Tabel 3). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia

6
ini akut (memburuk dalam ≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam).
Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang
menjadi kronis. Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan
anamnesa dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah
saraf, abdominal symptoms and signs, pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit
Addison), riwayat obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis
dan pengelolaan selanjutnya. 2
Tabel 3. Gambaran klinis dari hiponatremia
Severity Expected plasma Clinical features
sodium
Mild 130 – 135 mmol/ l Often no features, or,
anorexia, headache, nausea,
vomiting, lethargy
Moderate 120 – 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle
weakness, confusion,
ataxia, personality change
Severe ≤ 120 mmol /l Drowsiness, reduced
reflexes, convulsions,
coma, death

d. Tatalaksana
Tatalaksana hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi ≤ 48 jam), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman (≥ 120 mmol / l). Natrium tidak
harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama.
Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi
demielinasi fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak

7
serius dan ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai
tiga hari setelah natrium telah diperbaiki.
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline. Tidak ada konsensus
universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang harus diberikan: bisa dimulai
pada 1-2 ml / kg / jam dengan pengukuran rutin natrium serum, urin dan status
kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi tidak lebih dari 8 mmol dalam
24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang
berlebihan.
Hiponatremia hipovolemik terkait penyakit Addison harus ditangani
dengan saline isotonik dan menggunakan hormon pengganti dengan hidrokortison.
Pasien-pasien ini dapat memerlukan sejumlah besar penggantian cairan ketika
mereka berada dalam keadaan krisis. Hiponatremia kronis dapat diobati dengan
menghilangkan penyebab (misalnya diuretik) dan pembatasan cairan menjadi
sekitar 500-800 ml / hari. Vasopresin antagonis reseptor adalah kelompok baru
obat untuk pengobatan hiponatremia. Mereka bekerja dengan menghalangi
pengikatan ADH (AVP - arginin vasopressin) di nefron distal, sehingga
mempromosikan ekskresi air bebas. Tolvaptan adalah salah satu obat tersebut dan
telah terbukti efektif meningkatkan natrium serum pada euvolemik atau
hypervolaemic hiponatremia kronis. 2
Dapat diberikan NaCl:
1. Na+ > 125 mg/L -> restriksi cairan
2. Na+ < 120 mg/L -> NaCl 3%: (140-X) x BB x 0,6= mEq
3. Pediatrik: 1,5-2,5 mg/kgBB
2. Hipernatremia
a. Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145
mmol/l dan selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan
mortalitas yang signifikan terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung
karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah
mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia. 3

8
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel
menyusut. Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel
dan mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian
jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk
mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu
ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk
memungkinkan akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral. 4
Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak
dapat terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah (subdural,
subarachnoid atau intraserebral). 4
b. Etiologi dan Klasifikasi
Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi tiga kategori besar seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 4. Ini sering memiliki penyebab iatrogenik dan yang
paling berisiko pada pasien yang diintubasi, bayi yang hanya meminum susu
formula, atau orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak memiliki
cairan yang tersedia bagi mereka atau mereka yang memiliki penurunan reseptor
kehausan. 2
Tabel 4. Penyebab hipernatremia
Reduced water intake Loss of free water Sodium gain
Unwell infants e.g. with 1. Extra-renal: Primary
diarrhoea and vomiting Dehydration hyperaldosteronism
(Conns)
Intubated patients Burns
Secondary
Institutionalised elderly Exposure hyperaldosteronism e.g.
Gastrointestinal losses CCF, liver cirrhosis, renal
failure, nephrotic
2. Renal:
syndrome
Osmotic diuretics e.g. Sodium-bicarbonate
Glucose, urea, mannitol, administration
Hypertonic saline
diabetes insipidus
administration

9
c. Manifestasi klinis
Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,
muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat akan ada
perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium telah
meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cenderung menunjukkan takipnea,
kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan menyebabkan
koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut pada populasi ini
adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia. 1
d. Tatalaksana
Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan
memperbaiki hipertonisitas tersebut. Seperti dengan hiponatremia, aturan umum
adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Jika
natrium tersebut diperbaiki terlalu cepat ada risiko mengakibatkan edema serebral.
Saran yang baik adalah bertujuan untuk 0,5 mmol/l/jam dan maksimal 10 mmol/l/
hari dalam semua kasus kecuali onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut (≤
48 jam) natrium dapat diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah.
Namun, jika ada keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan
selama setidaknya 48 jam. 2
Dapat diberikan:
1. Kelebihan cairan: (X-140) x BB x 0,6=…mg
2. Defisit cairan: {(X-140) x BB x 0,6} : 140=…L
2.2 Fisiologi Kalium
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel
4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar
50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi
oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil
dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20%
dibandingkan pada anak-anak.
Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium

10
cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif
(transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi
60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (7080%) direabsorpsi secara aktif maupun
pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di
lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal
kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.1
Nilai Rujukan Kalium
Nilai rujukan kalium serum pada:
- Serum bayi : 3,6-5,8 mmol/l
- Serum anak : 3,5-5,5 mmo/l
- Serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/l
- Urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- Urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam

- Cairan lambung : 10 mmol/l

1. Hipokalemia
a. Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah. 3
b. Etiologi
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi
secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan
(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau
polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena
kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat

11
air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat penggunaan
obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan
kalium dalam jumlah yang berlebihan.
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga
mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi
terlahir dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan
kalium terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma
(albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel
dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang
menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. 2
c. Manifestasi Klinis
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.
Hipokalemia yang lebih berat (< 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan
otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal,
terutama pada penderita penyakit jantung. 2
d. Tatalaksana
Penanganan hipokalemia tergantung dari adanya dan beratnya disfungsi
organ yang terlibat.5 Hipokalemia sekunder akibat redistribusi akut tidak selalu
membutuhkan terapi. Pada hipokalemia ringan dan sedang (3-3.5 mEq/L), terapi
pengganti kalium tidak perlu dilakukan segera, khususnya apabila hipokalemia
tersebut asimptomatik dan terjadi secara kronis.6 Pada pasien dengan perubahan
gambaran EKG yang signifikan seperti perubahan segmen ST atau aritmia,
diperlukan pemantauan EKG, khususnya selama terapi kalium intravena.
Kekuatan otot juga sebaiknya diperiksa pada pasien dengan kelemahan otot.5
Terapi oral dengan cairan kalium klorida (60-80 mEq/hari) umumnya
adalah yang paling aman. Terapi hipokalemia biasanya memerlukan waktu
beberapa hari. Terapi kalium klorida secara intravena biasanya hanya dilakukan

12
pada pasien dengan atau yang memiliki risiko kelainan jantung serius atau
kelemahan otot. Tujuan terapi intravena adalah untuk menyelamatkan pasien dari
bahaya yang mengancam; bukan untuk mengoreksi defisit kalium. Terapi
intravena melalui kateter perifer tidak boleh melebihi 8 mEq/jam karena kalium
memiliki efek iritasi pada vena perifer. Cairan yang mengandung dekstrosa
sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan hiperglikemia dan sekresi insulin
sekunder dapat mengurangi kadar kalium plasma. Terapi intravena secara cepat
(10-20 mEq/jam) memerlukan kateter vena sentral dan pemantauan EKG. Terapi
yang lebih cepat paling aman melalui kateter femoralis, karena konsentrasi kalium
yang sangat tinggi di dalam jantung dapat terjadi apabila dilakukan melalui kateter
vena sentral standar.5 Pemberian kalium melalui vena cava superior tidak
direkomendasikan apabila kecepatan terapi melebihi 20 mEq/jam karena
peningkatan kalium plasma mendadak di ruang jantung kanan dapat menyebabkan
asistol.7 Terapi kalium intravena tidak boleh melebihi 240 mEq/ hari.5
Kalium klorida merupakan garam kalium pilihan apabila terdapat alkalosis
metabolik karena dapat mengoreksi defisit klorida. Kalium bikarbonat atau yang
setara (kalium asetat atau kalium sitrat) merupakan pilihan utama pada pasien
dengan asidosis metabolik. Kalium fosfat merupakan alternatif yang dapat dipilih
pada pasien ketoasidosis diabetikum (pada ketoasidosis diabetikum terjadi
hipofosfatemia).5
Dapat juga diberikan dengan KCl:
K+ > 3 mEq/L via oral atau NGT: 20-40 mmol
K+ < 3 mEq/L -> (4,5 –X) x BB x 0,3=…mEq
2. Hiperkalemia
a. Definisi
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang
naiknya secara abnormal. Kadar potassium dalam darah yang normal adalah
3.55.0 milliequivalents per liter (mEq/L). Kadar potassium antara 5.1 mEq/L
sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang ringan. Kadar potassium
dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang sedang, dan tingkat-
tingkat potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang berat/parah. 1

13
b. Manifestasi Klinis
Hiperkalemia dapat menjadi asimptomatik. Adakalanya, pasien-pasien
dengan hyperkalemia melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk:
• Mual
• Lelah
• Kelemahan otot, atau
• Perasaan-perasaan kesemutan
Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung
yang perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat
pada berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya
secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada
tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium adalah
sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas hingga
tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau lebih
tinggi). 2
c. Etiologi
Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,
penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari
sel-sel kedalam sirkulasi darah, dan obat-obat.
Disfungsi ginjal
Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal-ginjal, jadi
penyakit-penyakit yang mengurangi fungsi ginjal-ginjal dapat berakibat pada
hyperkalemia. Ini termasuk:
 Gagal ginjal akut dan kronis,
 Glomerulonephritis,
 Lupus nephritis,
 Penolakan transplant,
 Penyakit-penyakit yang menghalangi saluran urin (kencing), seperti
urolithiasis (batu-batu dalam saluran kencing).
Lebih jauh, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal terutama
adalah sensitif pada obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-tingkat potassium

14
darah. Contohnya, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal dapat
mengembangkan perburukan hyperkalemia jika diberikan pengganti-pengganti
garam yang mengandung potassium, jika diberikan suplemen-suplemen potassium
(secara oral atau intravena), atau obat-obat yang dapat meningkatkan kadar
potassium darah. Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat meningkatkan kadar
potassium darah termasuk:
 ACE inhibitors,
 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
 Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs)
 Diuretics hemat potassium
 Penyebab lain:
• Luka-luka bakar,
• Trauma
• Operasi,
• Hemolysis (disintegrasi atau kehancuran sel-sel darah merah),
• Massive lysis dari sel-sel tumor, dan
• Rhabdomyolysis (kondisi yang melibatkan kehancuran sel-sel otot
yang adakalanya dihubungkan dengan luka otot, alkoholisme, atau
penyalahgunaan obat). 2
d. Tatalaksana
Suplemen-suplemen potassium, pengganti-pengganti garam yang
mengandung potassium dan obat-obat lain dapat menyebabkan hyperkalemia.
Pada individu-individu yang normal, ginjal-ginjal yang sehat dapat
beradaptasi pada pemasukan potassium oral yang berlebihan dengan
meningkatkan ekskresi potassium urin, jadi mencegah perkembangan dari
hyperkalemia. Bagaimanapun, memasukan terlalu banyak potassium (melalui
makanan-makanan, suplemensuplemen, atau pengganti-pengganti garam yang
mengandung potassium) dapat menyebabkan hyperkalemia jika ada disfungsi
ginjal atau jika pasien meminum obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium
urin seperti ACE inhibitors dan diuretics hemat potassium. Contoh-contoh dari
obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin termasuk:

15
 ACE inhibitors,
 ARBs,
 NSAIDs,
 Diuretics hemat potassium seperti: Spironolactone (aldactone), triamterene
(dyrenium), dan trimethoprim-sulfamethoxazole (bactrim).
Meskipun hyperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini,
hyperkalemia yang parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan
pada pasien-pasien dengan disfungsi ginjal. 2
Apabila:
1. ECG abnormal: CaCl2 10% 5-10 ml perlahan
2. Redistribusi kalium: insulin 10 unit dari 5% dextrose 500 ml iv; natrium
bikarbonat 1 mEq/kg iv pelan-pelan
3. Eksresi kalium: loop diuretik (Lasix), dialisa
4. Hiperventilasi sehingga CO2 menurun: alkalosis respirstorik -> K+ masuk
intrasel
2.3. Fisiologi Kalsium
Kadr normal kalsium dalam darah yaitu 8,5-10,5 mg/dl. Absorbsi Ca terjadi di
usus halus. Terdapat dua jalur dalam uptake kalsium dalam tubuh. Jalur
transeluler terjadi pada proksimal intestinal terutama pada duodenum. Jalur
paraseluller terjadi di sepanjang usus kecil terutama pada ileum dan jejunum.
Suatu senyawa organikt dapat menurunkan absorpsi kalsium, karena menurunkan
waktu transit makanan dalam saluran cerna, sehingga menurunkan kesempatan
untuk absorpsi. Contohnya adalah serat,  asam oksalat dan asam fitat. Kalsium
dan asam okasalat akan membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut. Asam
oksalat banyak ditemukan dalam bit yang masih hijau, bayam rhubarb dan coklat.
Asam fitat banyak terkandung dalam bekatul gandum merah. Penyerapan kalsium
dipengaruhi umur dan kondisi tubuh. Pada usia kanak-kanak atau masa
pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna dan diserap. Tetapi pada usia
dewasa, hanya sekitar 10-40% yang mampu diserap tubuh. 4

1. Hipokalsemia

16
a. Etiologi
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah
dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Bila kadar kalsium < 8,5
mg/dl dikatakan hipokalsemia.
Hipoparatiroidisme primer terjadi dalam gangguan ini, seperti yang terjadi
pada hipoparatiroidisme bedah. Hipoparatiroidisme akibat bedah sangat sering
terjadi. Tidak hanya berkaitan dengan bedah tiroid dan paratiroid, tetapi hal ini
juga dapat terjadi setelah diseksi leher radikal dan paling sering terjadi dalam 24
jam sampai 48 jam setelah pembedahan. Hipokalsemia transien dapat terjadi
dengan pemberian darah bersitrat (seperti pada transfusi tukar pada bayi baru
lahir), karena sitrat dapat bergabung dengan kalsium berionisasi dan secara
sementara membuangnya dari sirkulasi.
Inflamsi pankreas menyebabkan pecahnya protein dan lemak. Ada dugaan
bahwa ion kalsium bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan oleh hipolisis,
membentuk sabun. Sebagai hasil dari proses ini, hipokalsemia terjadi dan umum
dalam pankreatitis. Juga menjadi dugaan dalam bahwa hipokalsemia
kemungkinan berkaitan dengan sekresi glukagon yang berlebihan dari pankreas
yang mengalami inflamasi, sehingga mengakibatkn peningkatan sekresi kalsitosin
(suatu hormon yang menurunkan ion kalsium).
Hipoklasemia umumnya terjadi pada pasien dengan gagal ginjal karena
pasien ini sering mengalami kenaikan kadar serum fosfat. Hiperfosfatemia
biasanya menyebabkan penurunan resiprokal dalam kadar serum kalsium.
Penyebab lain hipokalsemia dapat mencakup konsumsi vitamin D yang tidak
adekuat, defisiensi magnesium, karsinoma medula tiroid, kadar albumin serum
yang rendah, dan alkalosis. Medikasi yang dapat memprediposisi kepada
hipokalsemia termasuk antasid yang mengandung aluminium, aminoglikosida,
kafein, sisplatin, kortikosteroid, mitramisin, fosfat, isoniasid, dan diuretik loop.
Osteoporosis berkaitan dengan masukan kalsium rendah dalam waktu
yang lama dan menunjukan kekurangan kalsium tubuh total, meskipun kadar
kalsium serum biasanya normal. Gangguan ion banyak menyerang orang Amerika
terutama wanita pasca–menopause. Gangguan ini di tandai dengan kehilangan

17
massa tulang, yang menyebabkan tulang menjadi berongga dan rapuh, dan
karenaya rentan terhadap fraktur. 2
b. Manifestasi Klinis
Tetani merupakan manisfestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani
mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang di induksi oleh eksatibilitas
neural yang meningkat. Gejala–gejala ini adalah akibat lepasan secara spontan
baik serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi semutan dapat
terjadi pada ujung jari–jari, sekitar mulut, dan yang jarang terjadi adalah pada
kaki. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai
akibat dari spasme ini.
Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas sistem
saraf pusat juga saraf ferifer. Perubahan lain yang termasuk dengan hipokalsemia
termasuk perubahan–perubahan mental seperti depresi emosional, kerusakan
memori, kelam pikir, delirium, dan bahkan halusinasi. Interval QT yang
memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi segmen ST; bentuk
takikardia ventrikular yang di sebut Torsades de Pointes dapat terjadi.
Gejala lain yang dapat timbul antara lain karies dentis, pertumbuhan
tulang yang tidak sempurna, gangguan penggumpalan darah. 1,2
c. Tatalaksana
Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian
segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat,
kalsium klorida dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan
kalsium berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding jumlah
akuimolar kalsium glukonat, cairan ini tidak sering digunakan karena cairan
tersebut lebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika
dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian infus intravena kalsium yang terlalu cepat
dapat menginduksi henti jantung, yang didahului oleh brakikardia. Pemberian
kalsium intavena terutama bahaya pada pasien yang mendapat digitalis karena ion
kalsium mengeluarkan suatu efek yang serupa dengan efek yang dimiliki digitalis
dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis dengan efek jantung yang merugikan. 2

18
Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion
kalsium dari traktus GI. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan untuk
menurunkan kadar fosfor yang meningkat sebelum mengobati hipokalsemia. Dan
terakhir, menigkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000 hingga 1500
mg/hari pada orang dewasa sangat di anjurkan (produk dari susu; sayuran berdaun
hijau, salmon kaleng, sadin, dan oyster segar). Jika tetani tidak memberikan
respons terhadap kalsium IV maka kadar magnesium yang rendah sebagai
kemungkinan penyebab tetani. 3
Dapat diberikan CaCl2 10%: 3-4 ml atau Ca
glukonas 10% : 10 ml.
2. Hiperkalsemia
a. Etiologi
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mg/dL darah.
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium serum > 10,6 mg/dL atau
ketika kalsium ion > 1,38 mmol/L. Penyebab umum hiperkalsemia adalah:
• Hiperparatiroid
• Penyakit neuroplastik malignan
• Imobilisasi lama
• Penggunaan berlebih suplemen kalsium
• Kelebihan vitamin D
b. Manifestasi Klinis
Konsumsi kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan sulit buang air
besar (konstipasi) dan menggnggu penyerapan mineral seperti zat besi, seng, dan
tembaga. Kelebihan kalsium jangka panjang akan menyebabkan resiko
hiperkalsemia, batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu konsumsi
kalsium dianjurkan tidak lebih dari 2500 mg/hari. Gejala lain yan dapat terjadi
yaitu:
• Nyeri epigastrik
• Kelemahan otot
• Anoreksia
• Mual/Muntah

19
• Gangguan mental
• Penurunan berat badan
c. Tatalaksana
Terapi pada kasus hipokalsemia dapat dilihat pada Tabel 5. Pasien dengan
hiperkalsemia berat atau dengan dehidrasi harus segera ditangani. Pada
insufisiensi adrenal dapat juga diberikan glukokortikoid. 4

Dapat diberikan:
1. NaCl 0,9% + loop diuretik (furosemid)
2. NaCl: perbaiki volume intravaskuler -> perfusi jaringan dan aliran darah ke
ginjal adekuat
3. Diuretika: meningkatkan eksresi kalium
2.4. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Jumlah klorida
pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88%
klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel.
Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan
dewasa.
Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan
interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus
membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan

20
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel.
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida
yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari,
dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran
keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari.
Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal. 1
Nilai Rujukan Klorida
- Serum bayi baru : 94-112 mmol/l
- Serum anak : 98-105 mmol/l
- Serum dewasa : 95-105 mmol/l
- Keringat anak : <50 mmol/l
- Keringat dewasa : <60 mmol/l
- Urine : 110-250 mmol/24 jam
- Feses : 2 mmol/24 jam

1. Hipoklorinemia
a. Etiologi
Hipokloremia (serum [Cl-] < 95 mmol/L) terjadi jika pengeluaran klorida
melebihi pemasukan.1 Hipokloremia dapat disebabkan oleh dilusi dan menyertai
penyakit tertentu. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang
berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik
dengan kompensasi ginjal.1 Hipokloremia dapat disebabkan oleh:6
 Alkalosis metabolik
 Asidosis respiratorik (kronis)
 Overhidrasi dengan cairan hipotonis
 Terapi diuretik

21
 Pelepasan ADH yang tidak sesuai
 Luka bakar
2. Hiperklorinemia
a. Etiologi
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada
gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab
hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada
kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang
disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes
insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal, alkalosis respiratorik, intoksikasi
bromida dan penggunaan larutan salin hipertonis atau larutan normal salin yang
berlebihan.1,6 Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada gangguan
tubulus ginjal yang luas.1 Gangguan klorida seringkali merupakan pertanda
abnormalitas lain pada penyakit serius dan biasanya ada indikasi penanganan
khusus. Akan tetapi, penting untuk menentukan penyebab gangguan klorida dan
menangani penyebabnya.6

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Natrium merupakan kation utama di kompartemen ekstraseluler dan


penting dalam menentukan osmolalitas ekstrasel dan intrasel.
2. Kalium merupakan kation terbanyak di kompartemen intraseluler dan
berperan penting dalam potensial membran sel
3. Kalsium merupakan komponen yang memediasi kontraksi otot, sekresi
eksokrin, endokrin, dan neurokrin, pertumbuhan sel, dan transport cairan
dan elektrolit
4. Magnesium penting untuk berbagai reaksi enzimatik yaitu sintesis protein
dan DNA, utilisasi glukosa, serta sintesis dan pemecahan asam lemak.
5. Fosfat merupakan anion utama di cairan intrasel dan berperan dalam
glikolisis dan produksi ATP.
6. Klorida merupakan anion utama di cairan ekstrasel. Penurunan klor
menghambat ekskresi HCO3- sehingga menyebabkan alkalosis
hipokloremia.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium,


dan Klorida, serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 2012;
1(2) : 80-84.
2. The College of Emergency Medicine and Doctors. 2011. Diakses dari:
<http://collemergencymed.ac.uk >.
3. Wang N, Ewen MD. Management of Electrolyte Emergencies in Hospital
Physician Board Review Manual. Turner White. 2006; 8(3) : 1-12.
4. Lobo DN, Lewington AJP, Allison SP. Disorders of Sodium, Potassium,
Calcium, Magnesium, and Phosphate. In: Basic Concepts of Fluid and
Electrolyte Therapy. 2013, hal 101-112.
5. Morgan CE, Mikhart MS, Murray MJ. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. In: Clinical Anesthesiology, 4th ed. McGraw Hill.
2006.
6. Prough DS, Wolf SW, Funston JS, Svensén CH. Acid-Base, Fluids, and
Electrolytes. In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, editors. Clinical
Anesthesia, 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006: 201-2.
7. Marino PL. Renal and Electrolyte Disorders. In: Marino’s The ICU Book, 4th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2014.

24

Anda mungkin juga menyukai