Disusun Oleh :
Puji Rahma Utari 1610070100103
Julia Pertiwi 1610070100109
Preseptor
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis
dapat menyelesaikan Case dengan judul “Visum et Repertum Psikiatri”. Case ini
dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Psikiatri. Mengingat
pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun
refrat ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi,
susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Sulistiana Dewi, Sp. Kj selaku preseptor Kepaniteraan Klinik Psikiatri di Rumah
Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok, yang telah memberikan masukan yang berguna
dalam penyusunan case ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya case report ini dapat menjadi masukan
yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait
dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya mengenai “Visum et Repertum
Psikiatri”.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
2.2 Psikiatri.............................................................................................................19
Daftar Pustaka........................................................................................................ 30
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
tersangka memiliki gangguan jiwa. Dugaan tersebut berdasarkan adanya sikap
atau tingkah laku yang memberikan kesan tidak normal pada tersangka.
1.2 Tujuan
5
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Visum adalah jamak (plural) dari visa, yang berarti dilihat dan
repertum adalah jamak dari repare yang berarti ditemukan atau didapati,
sehingga terjemahan langsung dari Visum et Repertum adalah ‘yang dilihat
dan ditemukan. Visum et Repertum adalah hasil pemeriksaan medis yang
dilakukan hanya oleh seorang ahli atau sebuah tim dokter dan ditujukan untuk
kepentingan peradilan sebagai sarana pembuktian.
Pembuatan VeRP yang paling sering yakni kasus pidana, yang mana
seseorang diduga menderita gangguan jiwa telah melakukan kekerasan, atau
mengalami penganiayaan fisik atau psikis. Namun, ada juga permintaan VeRP
untuk kasus perdata seperti pembatalan kontrak perjanjian karena salah satu
pihak diduga menderita kelainan jiwa. Oleh karena itu VeRP dapat dijadikan
acuan untuk:
6
c) Membantu menentukan kemampuan tanggung jawab pada
terperiksa.
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 44 KUHP :
(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
7
menyebutkan: "Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana
kurang dapat dipertanggungjawabkan karena menderita ganguan jiwa,
penyakit jiwa, atau retardasi mental, pidananya dapat dikurangi atau
dikenakan tindakan".
Secara garis besar ada dua macam alat bukti dari bidang ilmu forensik
yaitu kedokteran kehakiman menentukan kepastian menyebabkan penyakit
atau kematian. Psikiatri kehakiman menentukan besar kecilnya tanggung
jawab seorang dalam melanggar hukum pidana. Sering seorang dalam
perbuatan sehari-hari kelihatan masih cukup daya pikirannya, tetapi dalam
pemeriksaan psikiatri jelas menderita gangguan jiwa yang dapat mengurangi
tanggung jawabnya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Di dalam suatu perkara pidana dimana tertuduhnya disangka
menderita penyakit jiwa atau terganggu jiwanya, misalnya pembunuhan, maka
disini forensik psychiatry (ilmu kedokteran jiwa kehakiman) dengan forensik
medicine (ilmu kedokteran kehakiman) mempunyai titik pertemuannya yaitu
disegi hukum terutama dalam penyelesaian kasus perkara tersebut dalam
forum peradilan. Dalam menentukan keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat
diperlukan keterangan dari seorang dokter ahli jiwa. Kewajiban untuk
menentukan keadaan jiwa yang tidak sehat melalui ahli kedokteran jiwa
tersebut pernah dituangkan dalam konsep rumusan KUHP tahun 1968, tetapi
kemudian rumusan tersebut dihapuskan.
Pada dasarnya pengadaan visum et repertum psychiatricum
diperuntukan sebagai rangkaian hukum pembuktian tentang kualitas tersangka
pada waktu melakukan perbuatan pidana dan penentuan kemampuan
bertanggungjawab bagi tersangka. Kebutuhan bantuan kedokteran jiwa dalam
kenyataanya berkembang bukan sebagai rangkaian hukum pembuktian akan
tetapi untuk kepentingan kesehatan tersangka dalam rangka penyelesaian
proses pemeriksaan perkara pidana. Bantuan kesehatan jiwa bagi si tersangka
ini sangat diperlukan selain menyangkut perlindungan hak azasi manusia juga
8
untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi jiwa dan raga
manusia.
Di dalam Pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa untuk kepentingan
perkara – perkara pengadilan dan umumnya untuk memberikan kesaksian
ahli, maka setiap dokter yang terdaftar pada Departemen Kesehatan dan telah
mendapat izin bekerja dari Menteri Kesehatan berwenang untuk memberikan
kesaksian ahli jiwa. Dalam ayat dua menyatakan bahwa kesaksian ahli jiwa
ini yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dapat berupa visum et repertum
psikiatrik atau keterangan dokter.
9
I. Ketentuan Umum
a. Dokter ahli Kedokteran Jiwa atau Psikiater adalah seorang dokter yang
Indonesia.
seorang Dokter Ahli Kedokteran Jiwa tentang hal yang diperlukan untuk
II. Yang Berhak Menjadi Pemohon Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa
− Penuntut Umum dalam hal tindak pidana khusus (KUHAP pasal 120,
Pasal 284)
10
− Korban (atau tersangka) melalui pejabat sesuai dengan tingkatan proses
kepada Dokter Ahli Kedokteran Jiwa dalam wilayah hukum dari hakim
III. Yang Dapat/ Boleh atau Wajib Menerbitkan Surat Keterangan Ahli
Kedokteran Jiwa
11
mempunyai hubungan keluarga dan/ atau terikat hubungan kerja dengan
HIR Pasal 145, dan RBG Pasal 172 ayat 1 dan 2 yang berlaku di luar
Jawa).
Jiwa Lisan adalah Dokter Ahli Kedokteran Jiwa yang menerbitkan Surat
atau Dokter Ahli Kedokteran Jiwa lain, sesuai dengan butir 3a. Seorang
mana perkara itu sedang ditangani, tidak boleh dipanggil sebagai ahli
bila sudah ada Dokter Ahli Kedokteran Jiwa yang memenuhi syarat (di
luar Dokter Ahli Kedokteran Jiwa yang membuat Surat Keterangan Ahli
12
khusus untuk pemeriksaan dan observasi tersangka atau terdakwa, yang
13
observasi psikiatrik tersangka atau terdakwa belum selesai maka
c. Perpanjangan waktu yang dimaksud pada butir b tidak boleh lebih dari
14 hari.
lain.
14
dipastikan bahwa tersangka atau terdakwa terganggu jiwanya atau
tidak.
VI. Pembiayaan
Psychiatricum)
15
dibubuhi tanda tangan, nama, pangkat, jabatan serta cap instansi
− Bila di suatu wilayah tidak ada Dokter Ahli Kedokteran Jiwa dan
16
e. Untuk melengkapi heteroanamnesis dalam penerbitan Surat
Psychiatricum)
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIK1)
LAPORAN
17
Pemeriksaan Psikiatrik : Pemeriksaan psikiatrik deskriptif mengenai tingkah lakunya
dan gejala-gejala psikiatrik lainnya. Jika ada kemungkinan dan
dipandang perlu, maka dikirimkan kepada psikolog guna
pemeriksaan lebih lanjut. Dan disini dilaporkan hasil penemuan
dari pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan Psikologik: dengan dilengkapi psikodinamika dan psikodiagnosa.
Ringkasan Pemeriksaan : diisi dengan hasil pemeriksaan somatik dan psikis dengan
singkat dan yang diperlukan untuk menetapkan diagnosa dan
kesimpulan-kesimpulannya.
Formulasi diagnostik : jika mungkin dalam formulasi dinamik dan jangan
ditulis misalnya Schizophrenia atau Reactive Psychosis saja, akan
tetapi dilengkapi dengan menyebutkan kepribadian praemorbid,
dengan ditegaskan pula dengan faktor yang menggerakkan
terjadinya penyakit.
Kesimpulan : dengan perumusan yang singkat dari apa yang telah
diformulasikan dalam diagnosa dan hasil-hasil dalam pemeriksaan
somatis dan psikologik-psikiatri diberi gambaran-gambaran yang
jelas mengenai terjadinya perbuatan dari terdakwa (penderita yang
melanggar hukum) dan alasan yang menegaskan terdakwa
(penderita) dapat dipersalahkan atau tidak, atau dianggap dapat
dipertanggung jawabkan atas perbuatannya atau tidak.
Demi Keadilan
Pro Justitia
18
Jabatan :
Instasnsi :
Alamat :
No. Surat :
Tanggal :
Perihal :
Talah melakukan pemeriksaan dan observasi psikiatrik dari tanggal [ditulis dengan huru.misal Satu
Januari Tahun Dua ribu sembilan] sampai dengan tanggal [empat belas januari tahun dua ribu sembilan]
terhadap”
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Status Terperiksa :
Tuduhan :
Laporan hasil pemeriksaan
1. Anamnesis diperoleh dari :
a. Berita acara pemeriksaan kepolisian
b. Autoanamnesis
c. Alloanamnesis
2. Hasil pemeriksaan dan observasi psikiatrik
3. Hasil pemeriksaan Fisik [yang bermakana]
4. Pemeriksaan penunjang [yang bermakna misalnya MMPI, evaluasi psikologik,EEG, Ct-Scan,
MRI,neuropsikologik, laboratorium dan lain-lain sesuai kebutuhan]
5. Kesimpulan
a. Ada/tidak ada gangguan jiwa [diagnosisdan deskriptif]
b. Apakah perilakupelanggaran hukum merupakan gejala/bagian dari gangguan jiwa?
c. Ada tidaknya unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab berdasarkan :
i. Apakah terperiksa mampu memahami nilai dan resiko tindakannya ?
ii. Apakah terperiksa mampu memaksudkan suatu tujuan yang sadar?
iii. Apakah terperiksa mampu mengarahkan kemauan/tujuan tindakannya?
6. Saran :
7. Penutup
Demikianlah Surat Keterangan ahli Kesehatan Jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum) ini
dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu menerima jabatan.
Nama Dokter
NIP/NRP
19
memberikan keyakinan bagi hakim terkait dengan kemampuan
bertanggung-jawab terdakwa. Sesuai dengan keyakinannya, maka hakim
akan membebaskan terdakwa dari hukuman dan terdakwa akan dititipkan
di rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan agar nantinya terdakwa
dapat kembali ke masyarakat.
Keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah, seperti
yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 1 butir ke-28
KUHAP dikatakan bahwa, “Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan”. Dalam pengertian tersebut, dijelaskan bahwa tujuan dari
keterangan ahli adalah untuk membuat terang suatu perkara, maka
keterangan ahli sebagai bukti yang sah tersebut oleh hakim tidak mudah
untuk dikesampingkan.
Dalam proses pembuktian persidangan, keterangan saksi ahli dapat
dikelompokan menjadi beberapa macam, yaitu antara lain:
a. Sebagai alat bukti yang terbagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu surat dan
keterangan ahli.
b. Sebagai keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti.
c. Sebagai keterangan yang hanya menguatkan keyakinan Hakim.
d. Sebagai keterangan yang tidak berfungsi apa-apa
20
yang minderjerig, karena walaupun sudah dewasa tetapi orang tersebut
dianggap tidak cakap untuk bertindak melakukan perbuatan hokum.
Dalam Pasal 433 s/d Pasal 462 KUHPerdata/BW, ditentukan bahwa
alasan mengharuskan seseorang ditaruh di bawah pengampuan adalah:
1. Dalam keadaan dungu
2. Dalam keadaan sakit jiwa atau lupa ingatan
3. Dalam keadaan kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya; 4. Karena
keborosannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 449 KUHPerdata, setiap Keputusan
Pengadilan terhadap pengampuan yang telah berkekuatan tetap, maka
pengangkatan pengampu harus segera mungkin diberitahukan kepada Balai
Harta Peninggalan selaku Pengampu Pengawas.
2.2. Psikiatri
Pada beberapa jenis gangguan jiwa terdapat berbagai gejala dan tanda
yang begitu luas. Oleh karena itu, dilakukan penyusunan urutan diagnosis
berdasarkan suatu hierarki. Maksudnya adalah dimana suatu gangguan yang
terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin mempunyai ciri-ciri
dari gangguan yang terletak dalam hierarki lebih rendah, tetapi tidak
sebaliknya.
Berikut ini urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ
III:
21
V. = Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologi &
Faktor Fisik (F50-F59). Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologi
non-organik
VI. = Gangguan Kepribadian & Perilaku Masa Depan (F60-F69). Ciri khas:
gejala perilaku, etiologi non-organik
VII.= Retardasi Mental (F70-F79). Ciri khas: gejala perkembangan IQ, onset
masa kanak
VIII. = Gangguan Perkembangan Psikologis (F80-F89). Ciri khas: gejala
perkembangan khusus, onset masa kanak
IX. = Gangguan Perilaku & Emosional dengan Onset Masa Kanak & Remaja
(F90-F98). Ciri khas: gejala perilaku/emosional, onset masa kanak.
X. = Kondisi Lain yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis (Kode Z) Ciri khas:
tidak tergolong gangguan jiwa.
Riwayat pasien bisa saja stabil namun, status mental dapat berubah
setiap hari bahkan setiap jam. Pemeriksaan status mental merupakan
gambaran penampilan pasien, cara berbicara, tindakan, dan pikiran selama
wawancara berlangsung. Apabila pasien membisu, inkoheren, bahkan
menolak menjawab pertanyaan, seorang dokter mampu mendapat informasi
dengan pengamatan yang cermat. Pemeriksaan status mental terdiri dari:
a. Deskripsi umum
a.2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor yang Nyata Kategori ini mengarah
kepada aspek kualitatif dan kuantitatif perilaku motorik pasien.
22
Diantaranya seperti manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku
streotipik, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas,
dan gaya berjalan. Seluruh aktivitas yang tidak bermakna harus
dideskripsikan.
d. Persepsi
Pikiran terbagi atas dua hal, prose (bentuk) dan isi. Seorang pasien
dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat atau tertahan. Terdapat
gangguan pikiran seperti gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan
yang bersifat tangensial (gangguan berupa hilangnya benang merah suatu
pembicaraan dan akan diikuti dari berbagai stimulus eksternal dan
internal dan tidak pernah sampai ke ide awal), sirkumstansial (pasien
mengemukakan suatu ide dengan menyertakan banyak detail yang tidak
relevan namun akhirnya mampu kembali ke ide semula), bloking (suatu
23
interupsi jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan; pasien
dapat mengindikasikan ketidakmampuan untuk mengingat apa yang telah
atau ingin dikatakannya). Sedangkan gangguan isi pikir meliputi waham
(kepercayaan salah yang menetap dan tidak sesuai dengan latar belakang
budaya pasien dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau berdasarkan
fakta-fakta), preokupasi (melibatkan penyakit pasien), obsesi (ide yang
mengganggu dan berulang).
f.1. Kesadaran
Pasien dapat diminta untuk membaca suatu kalimat dan diikuti dengan
melakukan hal yang diinstruksikan. Selain itu, meminta pasien untuk
menulis suatu kalimat sederhana.
24
f.6. Pikiran Abstrak
g. Impulsivitas
h.2. Tilikan
25
4) Kesadaran bahwa penyakit disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui
di dalam diri pasien.
5) Tilikan intelektual: pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau
kegagalan penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau gangguan dari
pasien sendiri yang tidak rasional tanpa menerapkan pengetahuan ini pada
pengalaman di masa depan.
i. Reliabilitas
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Seorang pasien perempuan berusia 64 tahun dirawat dibangsal jiwa RSUD
M.Natsir karena mengamuk sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
27
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Psikiatri : Pernah 2x dirawat ( 1x di padang, 1x di RSUD
M.Natsir )
Riwayat Penyakit medis : Tidak ada
Riwayat Penggunaan Zat : Merokok (-), Alkohol (-), Narkoba (-)
1. Deskripsi Umum
-Penampilan : Sesuai Usia
-Perilaku dan Aktivitas Motorik : Tidak Tenang
-Sikap : Tidak Kooperatif
2. Emosi
-Mood : Irittable
-Afek : Labil
-Keserasian : Serasi
3. Pembicaraan
-Bicara : Cerewet
-Volume : Sedang
-Artikulasi : Tidak Jelas
4. Gangguan Persepsi
-Depersonalisasa : Tidak Terganggu
-Derealisasa : Tidak Terganggu
-Ilusi : Tidak Terganggu
-Halusinasi : Belum ada diagnosa
5. Pikiran
- Isi Pikir : Asosiasi Longgar, waham kejar
- Proses Pikir : Inkoheren
28
- Orientasi Orang : Terganggu
- Orientasi Tempat : Terganggu
7. Daya ingat
- Jangka Panjang : Tidak Terganggu
- Jangka Sedang : Terganggu
- Jangka Pendek : Terganggu
9. Dagnosis Multiaksial
- Aksis I : Gangguan Mental Organik dan Skizofrenia Paranoid
- Aksis II : Tidak ada diagnosa
- Aksis III : Tidak ada diagnosa
- Aksis IV : Masalah Primary Support (keluarga)
- Aksis V : 40-31 Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita
dan komunikasi , disabilitas berat dalam beberapa fungsi
10. Prognosis
Baik : - Late Onset
- Faktor Pencetus Jelas
- Menikah
- Sistem support yang baik
- Gambaran klinis symptom positif
Buruk : - Sering Kambuh
11. Terapi
Lodomer 2x1 mg
Dipenhidramin 2x2 mg
Risperidon 2x3 mg
Trihexpenidil 2x2 mg
Lorazepam 1x2 mg
29
BAB IV
PENUTUP
30
masyarakat (civil competency), Membantu mengatasi keadaan buruk di masyarakat
seperti terorisme dan pengembalian terhukum ke masyarakat dan Pendampingan
dibidang medicolegal:
Saksi ahli kedokteran jiwa memiliki peranan penting dalam peradilan pidana,
terutama pada kasus yang terdakwanya diduga memiliki kelainan jiwa, maka saksi
ahli kedokteran jiwa mutlak diperlukan untuk menentukan apakah terdakwa tersebut
mampu bertanggung-jawab atau tidak. Diperlukan keahlian khusus untuk menentukan
kemampuan bertanggung-jawab terdakwa yang diduga meangalami gangguan jiwa.
Kemudian keterangannya tersebut dituangkan dalam surat keterangan atau visum et
repertum psikiatrik yang memberikan keyakinan bagi hakim untuk melihat
kemampuan bertanggung-jawab terdakwa.
31
DAFTAR PUSTAKA
32