Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


TINDAKAN PENGANIAYAAN

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal di RSUD dr. Pirngadi Medan

Pembimbing

dr. Dessy Darmayani Harianja, Sp.F, MH

DISUSUN OLEH :
Nurhanifa Meiviani (71220891026)

SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RSUD Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Laporan Kasus” ini untuk
memenuhi persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan dengan judul “Tindak Penganiayaan”.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Dessy Darmayani Harianja, Sp.F, MH atas segala bimbingan dan arahannya dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
Medikolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan dalam pembuatan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangannya, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
memperbaiki laporan kasus ini di kemudian hari.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi kita semua serta dapat menjadi arahan dalam
mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktik di masyarakat.

Medan, Maret 2023

Nurhanifa Meiviani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Tujuan.......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4

2.1 Penganiayaan………….……….……….……….……….……….……..4

2.1.1 Definisi................................................Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Jenis- Jenis Penganiayaan………….……….……….……….……….4

2.1.3 Dasar- Dasar Pertimbangan…………………………………………...6

2.2 Traumatologi............................................................................................4

2.2.1 Definisi..................................................................................................7

2.2.2 Kekerasan Tumpul................................................................................8

BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................14

3.1 Kronologi...............................................................................................14

3.2 Hasil Pemeriksaan..................................................................................14

3.3 Pembahasan............................................................................................18

3.4 Kesimpulan.............................................................................................19

BAB IV PENUTUP....................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penganiayaan terhadap tubuh dan nyawa manusia merupakan tindak pidana.
Sanksi terhadap pelaku penganiayaan diatur dalam KUHP, yang merupakan pijakan
hukum dalam menetapkan sanksi terhadap pelaku. Dalam tindak pidana
penganiayaan, terdapat tiga benda yang merupakan barang bukti yaitu korban,
pelaku, dan alat atau senjata. Korban dan pelaku adalah barang bukti biologis
sedangkan alat merupakan barang bukti non biologis. Berbeda dengan barang bukti
non-biologis yang tidak berubah bersama waktu, barang bukti biologis akan berubah
sesuai waktu. Misalnya luka akan berubah, sembuh dan menjadi jaringan parut atau
menjadi borok. Sebagai barang bukti, keadaan awal luka harus didokumentasi oleh
seseorang ahli (yaitu dokter) sehingga dapat menjadi alat bukti di pengadilan.
Pemeriksaan oleh dokter dikenal sebagai pemeriksaan forensik dan hasil
dokumentasi pemeriksaan tersebut disebut visum et repertum (VeR).1
Dari sudut medis, luka merupakan kerusakan jaringan (disertai atau tidak
disertai diskontinuitas permukaan kulit). Dari sudut hukum, luka merupakan kelainan
yang dapat disebabkan oleh tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja),
recklessness (ceroboh), atau negligence (kurang hati- hati). Selain itu perlu
ditetapkan jenis luka yang terjadi karena dapat digunakan untuk menentukan berat
ringannya hukuman. Pada prinsipnya penentuan derajat luka dilakukan berdasarkan
dampak cedera terhadap kesehatan tubuh korban. Batasan dalam penentuan derajat
luka adalah luka ringan, sedang dan berat. Berdasarkan pasal 352 ayat 1 KUHP luka
ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya sedangkan luka sedang
adalah luka yang menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencariannya, sedangkan luka berat didefinisikan berdasarkan ketentuan
pasal 90 KUHP. Dalam menyimpulkan derajat luka dokter harus menggunakan
kalimat yang tidak akan menimbulkan kesalahan interpretasi oleh penyidik/polisi.
Dalam menyimpulkan derajat luka, dokter tidak menyatakan bahwa “luka tersebut

1
merupakan luka derajat” karena formulasi tersebut tidak dikenal oleh penyidik, jaksa
maupun hakim. Sebagai gantinya dokter harus mencantumkan kalimat atau frase
yang sesuai dengan bunyi pasal-pasal yang dilanggar dalam KUHP.1,5 Salah satu
informasi penting yang perlu dicantumkan dalam VeR korban hidup adalah derajat
atau kualifikasi luka. Kesimpulan tentang perlukaan sangat penting karena menjadi
dasar bagi penyidik dalam menetapkan tindak pidana yang terjadi, pasal mana yang
dilanggar serta berapa besar ancaman sanksinya.2
Dalam artikel ini akan disampaikan kasus penganiayaan terhadap korban
hidup yang mengalami penganiayaan.3

2
3

1.2 Tujuan
Laporan kasus ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti
kepanitraan klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai “Tindakan Penganiayaan”.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penganiayaan
2.1.1 Definisi
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut penganiayaan.
Dari segi tata bahasa, penganiayaan adalah suatu kata jadian atau kata sifat yang berasal
dari kata dasar ”aniaya” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” sedangkan
penganiayaan itu sendiri berasal dari kata bendayang berasal dari kata aniaya yang
menunjukkan subyek atau pelaku penganiayaan itu.4
Mr. M. H. Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan” sebagai berikut.
“menganiaya” ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan
tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidak dapat
dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menjaga
keselamatan badan.5
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan penganiayaan adalah perlakuan
sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya). Dengan kata lain untuk
menyebut seseorang telah melakukan penganiayaan, maka orang tersebut harus
memiliki kesengajaan dalam melakukan suatu kesengajaan dalam melakukan suatu
perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain
atau pun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain.6
Di dalam KUHP yang disebut dengan tindak pidana terhadap tubuh disebut
dengan penganiayaan, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak
perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan
sebagai “perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atas
luka pada tubuh orang lain”.7

2.1.2 Jenis- Jenis Penganiayaan


1. Penganiayaan Biasa8
Pemberian kualifikasi sebagai penganiayaan biasa (gewone mishandeling) yang dapat
5

disebut juga dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standart terhadap
ketentuan pasal 351 sungguh tepat, setidak-tidaknya untuk membedakannya dengan
bentuk-bentuk penganiayaan lainnya.Pasal 351 merumuskan sebagi berikut :
a. Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau
pidana denda paling banyak Rp.4500.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun
d. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan.
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Berdasarkan doktrin dan pendapat dari arrest-arrest HR, penganiayaan adalah suatu
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit
atau luka ada tubuh orang lain, yang akibat mana semata-mata merupakan tujuan
sipetindak. Pengertian yang baru disebutkan diatas banyak dianut dalam praktik hukum
selama ini. Dari pengertian tersebut maka penganiayaan penganiayaan mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Adanya kesengajaan.
b. Adanya perbuatan.
c. Adanya akibat perbuatan (dituju) yakni :
1) Rasa sakit,tidak enak padatubuh.
2) Lukanya tubuh.
d. Akibat mana menjadi tujuan satu-satunya.
Ada perbedaan antara pengertian penganiayaan menurut doktrin dengan pengertian
menurut yurisprudensi.Pegertian penganiayaan menurut doktrin lebih luas daripada
pengertian yang dianut dalm hukum praktik hukum. Menurut doktrin mempunyai arti
yang tidak terbatas pada tujuan apa yang hendak dicapai oleh perbuatan yang
menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh. Adanya tujuan patut hendak dicapai oleh
perbuatan dengan harus melalui rasa sakit atau luka tubuh
2. Penganiayaan Ringan
Hal ini diatur dalam Pasal 352 KUHP. Menurut pasal ini, penganiayaan ringan ini
diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah
6

apabila tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak menyebabkan rasa
sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Hukuman ini bisa
ditambah ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan penganiayaan ringan
ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintah.
3. Penganiayaan yang Direncanakan Terlebih Dahulu.
Arti direncanakan terlebih dahulu bahwa ada tenggang waktu betapapun pendeknya
untuk mempertimbangkan dan memikirkan dengan tenang. Untuk perencanaan ini, tidak
perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan
perbuatan penganiayaan berat atau pembunuhan. Sebaliknya meskipun ada tenggang
waktu itu yang tidak begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih
dahulu secara tenang. Ini semua bergantung kepada keadaan konkrit dari setiap
peristiwa.
4. Penganiayaan Berat
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat disebut
juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh
orang yang menganiayanya. Unsur-unsur penganiayaan berat, antara lain: Kesalahan
(kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya (tubuh orang lain),
Akibatnya (luka berat) Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka
kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya, (misalnya
menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya yakni luka berat.

2.1.3 Dasar Pertimbangan


Kejahatan kekerasan berupa penganiayaan adalah kekerasan yang dilakukan pada tubuh
manusia dalam segala bentuk perbuatannya sehingga mengakibatkan luka atau
menimbulkan rasa sakit pada jasmani orang lain bahkan hingga menimbulkan hilangna
nyawa seseorang.Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan.
a) Bersifat yudiris Bersifat yudiris artinya suatu pertimbangan oleh hakim berdasarkan
fakta yuridis yang tersaji didalam sidang dan didalam aturan undang-Undang harus
dicantumkan didalam keputusan hakim, diantaranya :
1) Dakwaan jaksa
7

2) Barang bukti
3) Pasal peraturan hukum pidana.
b) Pertimbangan Hukum Alat Bukti Pertimbangan Hukum berdasarkan alat bukti
berupa:
1) Keterangan dari saksi
2) Keterangan Ahli
3) Alat Bukti Surat
4) Alat Bukti berupa Petunjuk 5) Keterangan dari terdakwa.
c) Pertimbangan yang bersifat Fakta /non yudiris Pertimbangan Fakta atau yang bersifat
Non Yuridis:
1) Latar belakang yang mendasari terdakwa melakukan perbuatannya.
2) Akibat dari perbuatan yang dilakukan terdakwa terhadap korban.
3) Kondisi diri pelaku.
4) Keadaan ekonomi maupun social dari pelaku.
5) Faktor keyakinan/agama pelaku.

2.2 Traumatologi
2.2.1 Definisi
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainanya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas
jaringan akibat kekerasan yang menibulkan jejak. Kegunaanya selain untuk
kepentingan pengobatan (dalam hal ini merupakan cabang dalam ilmu kedokteran
bedah) juga untuk kepentingan forensik guna membantu penegak hukum dalam
rangka membuat terang tindak pidana kekerasan yang menimpa tubuh
seseorang.11,12
Ada tiga hal yang ciri khas/hasil dari trauma yaitu:
1. Adanya luka,
2. Perdarahan dan atau scar
3. Hambatan dalam fungsi organ.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
8

ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan
atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.12
Untuk kategori Luka berat adalah luka yang sebagai mana diuraikan
didalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:
 Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna (tidak berfungsi/cacat).
 Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut (potensi untuk menimbulkan
kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh).
 Luka yang menimbulkan korban kehilangan pekerjaannya.
 Kehilangan salah satu dari panca indera
 Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu.
 Keguguran atau kematian janin seorang perempuan keguguran disini yaitu
keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses
yang sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan.13
Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam bentuk, alami
atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kampak, pisau,
panah, martil, dan lain-lain.14

2.2.2 Kekerasan Tumpul


Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain: batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2
sebab: alat atau senjata mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan
yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang
medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit
dipastikan.14
Luka karena kekerasan tumpul dapat berbentuk salah satu atau kombinasi
dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.14
a.Luka memar

Perdarahan jaringan di bawah kulit atau di bawah permukaan organ akibat


9

pecahnya pembuluh darah kecil atau kapiler tanpa menyebabkan luka di permukaan
kulit atau membrana mukosa. Perdarahan atau ekimosis ini berwarna biru kehitaman
dan kadang-kadang disertai pembengkakan. Pada orang kulit gelap warna biru
kehitaman akibat memar kadang-kadang sulit terlihat, sehingga pembengkakan bisa
dipakai sebagai petunjuk. 1 4

Gambar 1 Luka Memar

Bentuk dan luas luka dipengaruhi oleh kuat benturan, alat atau benda
penyebab, keadaan jaringan, umur, kelamin, dan kondisi tubuh seseorang. Akibat
trauma pada orang sehat dan berotot kuat tentu berbeda dengan orang biasa, apalagi
pada orang tidak sehat. Luka memar di jaringan longgar seperti di daerah mata, leher
dan lain-lain cenderung menjadi luas. Luka memar ini bisa berpindah tempat
(ectopic bruises) akibat gravitasi seperti luka di kening menjadi 'kacamata hematom'
di daerah mata. Luka ini dapat memberikan gambaran alat yang digunakan seperti
tali pinggang, cambuk, roda ban, dan lain-lain. Luka memar di punggung tangan dan
jari memberi petunjuk suatu luka tangkis (defensif, bertahan) pada perkelahian. Luka
memar di leher bisa sebagai petunjuk pencekikan.14
Bersamaan dengan perjalanan waktu, luka memar menyembuh dan terjadi
perombakan zat warna hemoglobin. Dalam 4-5 hari menjadi hijau, lalu kekuningan
dalam beberapa hari kemudian dan menghilang dalam 10-14 hari. Perubahan warna
ini tidak dapat dipakai secara tepat untuk menentukan lamanya perlukaan, karena
dipengaruhi banyak faktor. Perubaban warna dalam penyembuhan bergerak dari tepi
ke tengah, artinya perlukaan tampak makin mengecil.14
10

Kadang-kadang bisa diragukan dengan lebam mayat, apalagi bila terletak dir
bagian bawah setentang dengan lebam mayat. Untuk itu perhatikan pinggir memar
tidak rata (lebam mayat berbatas tegas di tempat tertekan), ada pembengkakan (tidak
ada pembengkakan pada lebam mayat), pada insisi daerah luka warna hematon tidak
hilang pada penyiram dengan air (Iebam mayat hilang dengan penyiraman air), dan
bila perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis di mana didapati infiltrasi sel darah
merah dan putih sebagai reaksi jaringan tubuh (reaksi vital) pada perlukaan.14
Luka memar jarang fatal, kecuali kerusakan organ interna atau
mengakibatkan neurogenik syok dan emboli lemak pada pukulan atau benturan
berat.14
b.Luka lecet (abrasi)
Luka pada kulit yang superfisial di mana epidermis bersentuhan dengan benda
yang kasar permukaannya. Arah luka dapat ditentukan dari penumpukan epidermis
yang terseret ke satu posisi. Bentuk luka lecet kadang-kadang bisa menunjukkan
bentuk alat yang dipakai. Nilai medikolegal dari luka lecet ini antara lain
menunjukkan adanya kekerasan, bentuk alat yang digunakan, bekas cakaran, bekas
gigitan. Untuk kepentingan VeR walaupun kecil luka lecet harus diamati dan
direkam karena mempunyai nilai medikolegal.14

Gambar 2 Luka Lecet


c.Luka robek (laserasi)
Luka robek adalah luka terbuka akibat trauma tumpul yang kuat. Mudah
terbentuk bila dekat ke dasar bagian yang bertulang. Luka ini umumnya tidak
menggambarkan bentuk dan ukuran alat yang digunakan. Ciri-cirinya bentuk tidak
teratur, pinggir tidak rata, bengkak, sering kotor (sesuai benda penyebab), perdarahan
tidak banyak (dibanding luka sayat), terdapat jembatan jaringan antara ke dua tepi
luka (otot, pembuluh darah, serabut saraf), rambut terbenam dalam luka, sering
11

disertai memar dan luka lecet. Akibat pukulan yang keras ini bisa terjadi
perdarahan di bagian dalam tubuh akibat robeknya organ dalam seperti hati,
limpa, jantung dan aorta.14

Gambar 3 Luka Robek


Proses penyembuhan terlihat mulai dari penggumpalan darah di permukaan
luka. Pembentukan jaringan ikat dimulai dari dalam luka dan terakhir pembentukan
jaringan kulit. Dalam jaringan kulit baru tidak didapati kelenjar keringat dan lain-lain
apendiks kulit.14
d.Patah tulang
Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada anak-anak dan
orang muda tulang masih lentur dan dapat menyerap tekanan yang kuat. Tekanan
berat (misalnya dilindas mobil) pada dada anak-anak dapat menyebabkan hancurnya
organ dalam tanpa patah tulang iga. Pecahan tulang dapat menunjukkan arah trauma.
Patah tulang dapat menimbulkan perdarahan Iuar dan perdarahan dalam.14

Gambar 4 Patah Tulang


12

Yang paling berbahaya adalah trauma tumpul pada tulang kepala, karena dapat
terjadi perdarahan epidual, subdural, subarakhnoid dan intra serebral.14
Patah tulang dapat menimbulkan rasa nyeri dan gangguan fungsi. Rongga
dalam tulang panjang banyak mengandung sel-sel lemak, yang bila patah dapat
memasuki sirkulasi darah dan menyebabkan emboli pulmonal dan emboli otak.
Gejala emboli otak dapat muncul sesudah 2 hari kemudian. Emboli paru-paru terlihat
dari gangguan pernafasan (respiratory distress) sesudah 14-16 jam. Perdarah
ekstradural terjadi karena robeknya arteri meningea media yang berada pada bagian
dalam tempurung kepala.14

2.2.3 Derajat Keparahan Luka Sesuai Hukum yang Berlaku


Derajat luka berdasarkan ketentuan dalam KUHP, penganiayaan ringanadalah
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
jabatan atau pekerjaan, sebagaimana bunyi pasal 352 KUHP, umumnya yang dianggap
sebagai hasil dari penganiayaan ringan dalah korban dengan tanpa luka atau dengan luka
lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/yang tidak menurunkan fungsi
alat tubuh tertentu. Luka-luka tersebut kita masukkan ke dalam kategori luka ringan atau
luka derajat Satu .
KUHP tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan penganiayaan,tetapi
jurisprudensi Hoge Raad tanggal 25 juni 1894 menjelaskan bahwa menganiaya adalah
dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka . yang penting bagi dokter adalah
menentukkan keaadan bagaimanakah yang dimaksud dengan sakit atau luka. Oleh
karena batasan luka ringan sudah disebutkan diatas,maka semua keadaan yang ‘’lebih
berat’’ dari luka ringan dimasukkan kedalam batasan sakit atau luka.selanjutnya dokter
tinggal membaginya kedalam kategori luka sedang (luka derajat dua) dan luka berat
(luka derajat tiga)
KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka berat,yaitu : jatuh sakit
atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang
menimbulkan bahaya maut yang menyebabkan seseorang teus meneus tidak mampu
untuk menjalankan tugas atau jabatan atau pekerjaan pencaharian yang menyebabkan
kehilangan salah satu panca indra yang menimbulkan cacat berat (verminking) yang
13

mengakibatkan terjadinya keaadaan lumpu terganggunya daya piker selama empat


minggu atau lebih serta terjadinya gugur atau matinya kandungan seseorang perempuan.
Dengan demikian keadaan yang terletak diantara luka ringan dan luka berat adalah
keadaan yang dimaksud dengan luka sedang
Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana
penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP) Sedangkan korban dengan luka sedang dapat
merupakan hasil dari tindak penganiayaan (pasal 351 (1) atau 353 (1)).Korban dengan
luka berat (pasal 90 KUHP ) dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan
dengan akibat luka berat (pasal 351 (2) atau 353 (2) ) atau akibat penganiayaan berat
(pasal 354 (1) atau 355(1).
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Kronologi
Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Surjit Singh, MBBS Sp.F (K), dokter pada
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Pirngadi Medan, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis
dari Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Medan, tertanggal tujuh bulan Maret
tahun dua ribu dua puluh tiga, Nomor B/317/VER/III/2023/SPKT Tabes Medan,
yang ditanda tangani oleh SPH BARUS selaku a.n. KA SPKT PANIT II pangkat
AIPTU, NRP 76080719 maka pada tanggal tujuh bulan Maret tahun dua ribu dua
puluh tiga, pukul dua puluh dua Waktu Indonesia Barat, bertempat di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Pirngadi Medan, telah
dilakukan pemeriksaan terhadap korban yang berdasarkan surat permintaan
tersebut diatas dengan identitas sebagai berikut :
Nama : Broery Olo Marshusari Sibarani
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kepolisian RI (POLRI)
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Pagar Marbau No2 PNS II RT/RW:0, LUBUK
PAKAM
No. HP : 082276885699
3.2 Hasil Pemeriksaan
1.Pemeriksaan Luar
a) Keadaan Umum
b. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran : Sadar penuh (nilai kesadaran lima belas
dari skala lima belas)
b. Denyut nadi : Frekuensi denyut nadi normal (Sembilan
puluh satu kali permenit)
c. Pernapasan : Frekuensi pernapasan normal (dua puluh

14
kali per menit)
d. Tekanan darah : Seratus empat puluh per delapan puluh
dua milimeter air raksa
e. Identifikasi umum : Telah diperiksa seorang laki-laki,
berumur tiga puluh empat tahun, perawakan sedang, warna kulit
sawo matang, rambut pendek berwarna hitam Warga Negara
Indonesia
f. Identifikasi khusus : Tidak dijumpai
c. Kelainan-kelainan fisik
a. Kepala :
- Dijumpai luka lecet sisi samping
kepala bagian kanan dengan
ukuran panjang empat sentimeter
dan lebar nol koma satu sentimeter
dari garis tengah tubuh tujuh
sentimeter dan dari liang telinga
empat sentimeter
- Dijumpai bengkak disisi samping
kepala bagian kanan dengan
ukuran panjang tiga koma lima
sentimeter dan lebar nol koma lima
sentimeter dari garis tengah tubuh
Sembilan sentimeter dan dari liang
telinga empat sentimeter
- Dijumpai luka lecet sisi samping
kepala bagian kanan dengan
ukuran panjang lima sentimeter
dan lebar nol koma satu sentimeter
dari garis tengah tubuh delapan
sentimeter dan dari liang telinga
lima sentimeter

15
b. Dahi : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
c. Mata : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
d. Pipi : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
e. Hidung : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
f. Mulut : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
g. Bibir : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
h. Dagu : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
i. Telinga : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
j. Leher : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
k. Bahu : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
l. Dada : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
m. Perut : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
n. Punggung : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
o. Pinggang : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
p. Pinggul : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan
q. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
r. Dubur : Tidak dilakukan pemeriksaan
s. Anggota gerak atas : Dijumpai luka lecet di punggung tangan
kanan warna kemerahan dengan ukuran panjang empat koma lima
sentimeter dan lebar nol koma dua sentimeter dari pergelanangan
tangan tiga sentimeter dan dari ibu jari enam sentimeter
t. Anggota gerak bawah : Tidak dijumpai tanda – tanda kekerasan

Pemeriksaan tambahan : Tidak dilakukan pemeriksaan tambahan

16
3.2

Pembahasan
Telah diperiksa seorang laki-laki di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, pada tanggal Tujuh bulan
Maret tahun dua ribu dua puluh tiga, pukul delapan lewat lima belas menit Waktu
Indonesia Barat, berumur tiga puluh empat tahun, perawakan sedang, warna kulit
sawo matang, rambut pendek berwarna hitam, dari hasil pemeriksaan dijumpai luka
lecet dan bengkak pada kepala dan tangan yang diakibatkan oleh kekerasan tumpul.
Luka-luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan / jabatan
Dalam UU No. 23 tahun 2004 pasal 21 ayat 1 (b) disebutkan bahwa dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus membuat
hasil laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan

17
hukum yang sama sebagai alat bukti.16
Keterangan tertulis yang dimaksud adalah Visum et Repertum. Hal ini sudah
sesuai dengan prosedur permintaan Visum et Repertum.Visum et Repertum adalah
suatu keterangan tertulis yang yang dibuat oleh dokter, baik dokter atau dokter
spesialis forensik atas permintaan resmi dari penyidik yang berwenang tentang apa
yang dilihat dan apa yang ditemukan pada objek yang diperiksanya dengan
mengingat sumpah.17 Terdapat 2 jenis visum et repertum, yaitu visum korban hidup
dan visum korban meninggal.18
Sebagai upaya perlindungan terhadap korban maka dibutkanlah Visum et
Repertum. Hal ini disebutkan dalam pasal 21 ayat 1 (b) UU No 23 tahun 2004.
Dimana menurut pasal 184 KUHAP, terdapat beberapa alat bukti yang sah
diantaranya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa. Sedangkan Visum et Repertum dapat termasuk pada surat, sehingga dapat
menjadi alat bukti sah.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap korban atau pasien sudah
memuat hasil pemeriksaan yang bersifat objektif dan sesuai dengan apa yang diamati
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan
juga dilakukan dengan baik secara sistematis dari bagian atas hingga ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak
secara anatomisnya, koordinatnya jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta
ukurannya.19
Dalam pemeriksaan kedokteran forensik, pasien yang sekaligus dianggap
juga sebagai korban harus dilakukan pemeriksaan dengan cermat sehingga tidak
salah dalam menilai dan mengklasifikasikan derajat luka, serta tidak dipengaruhi
oleh pihak manapun.20
Dilihat sari sisi medis, luka akibat penganiayaan atau tindakan kekerasan
mampu menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh
adanya diskontinuitas pada permukaan kulit. 21 Akibat daripada luka yang
ditimbulkan oleh karena trauma ini dapat berupa kelaianan fisik/organik yaitu
hilangnya jaringan atau bagian tubuh, baik sebagain atau seluruhnya.

18
3.3 Kesimpulan
Telah dilakukan pemeriksaan seorang laki-laki di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, pada tanggal Tujuh
bulan Maret tahun dua ribu dua puluh tiga, pukul delapan lewat lima belas
menit Waktu Indonesia Barat, berumur tiga puluh empat tahun, perawakan
sedang, warna kulit sawo matang, rambut pendek berwarna hitam.
Dari hasil pemeriksaan dijumpai luka lecet dan bengkak pada kepala
dan tangan yang diakibatkan oleh kekerasan tumpul.
Luka luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan / jabatan dan aktivitas sehari-hari.

.
BAB IV
PENUTUP
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan penganiayaan adalah perlakuan
sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya). Dengan kata lain untuk
menyebut seseorang telah melakukan penganiayaan, maka orang tersebut harus
memiliki kesengajaan dalam melakukan suatu kesengajaan dalam melakukan suatu
perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain
atau pun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain.6
Di dalam KUHP yang disebut dengan tindak pidana terhadap tubuh disebut
dengan penganiayaan, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak

19
perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan
sebagai “perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit
atas luka pada tubuh orang lain”.7
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang perempuan berusia dua
puluh enam tahun di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Pirngadi Medan pada sepuluh Desember tahun dua ribu dua puluh dua pukul dua
puluh satu lewat dua puluh menit Waktu Indonesia Barat, perawakan sedang, warna
kulit kuning langsat, rambut pirang, lurus, Warga Negara Indonesia. Pada
pemeriksaan dijumpai luka memar pada kelopak mata kanan, pipi kiri, lengan kanan
bagian atas, lengan kanan bagian bawah dan luka lecet pada bibir kanan atas bagian
dalam akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. P.A.F.Lamintang, S.H. 2013,Dasar – dasar Hukum Pidana


Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2013.
2. Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia,
Jakarta : Rajawali Pers,2013.
3. Luhulima, A.S. (2000). Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan
terhadap Perempuan dan Altematif Pemecahannya. Jakarta: Kelompok
Kerja Convention Wacth Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas
Indonesia.
4. Bambang Waluyo. 2012. Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban.
Jakarta: Sinar Grafika.
5. Hartono. 2012. Penyelidikan Dan Penengakan Hukum Pidana. Jakarta:
Sinar Grafika. Maidin Gultom. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.
6. Marlina. 2010. Pengantar Konsep Diversi Dan Restoratif Justice Dalam
Hukum Pidana. Medan: USU Press.
7. WHO. 2010. Definition and typologi of violence, diakses dari
http://www.who.int/violenceprevention/approach/definition/en/index.htm
l pada 30 oktober 2022
8. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
9. Komnas perempuan. CATAHU 2021: CATAHU 2021: Perempuan
Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan
Siber, Perkawinan Anak Dan Keterbatasan Penanganan Di Tengah
Covid-19.
10. Pratidina, D., Pradana, M. F. dan Intari, D. (2019) “Analisa Kecelakaan
Lalu Lintas dan Faktor Penyebabnya di Jalan Raya Cilegon,” 4, hal. 165–
175
11. Aflanie, I., Nirmalasari, N. Dan Arizal, M. H. (2017) “Tanatologi,” In
Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. 1 Ed. Jakarta: Pt Rajagrafindo
Persada, Hal. 137.
12. Asan, P. (2021) “Aspek Medikolegal Korban Luka Akibat Trauma
Tumpul,” Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

13. Amir, Amri (2005) “Trauma Mekanik,” Ilmu Kedokteran Forensik. 2 Ed,
Hal. 72–90.

14. Susiana S.(2020). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Masa Pandemi
Covid-19. Info Singkat.XII(24):13-18.

21
Lampiran

SPV

22

Anda mungkin juga menyukai