DISUSUN OLEH :
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Etika Profesi dan Perundang-undangan
ini dengan tepat waktu yang berjudul “Malpraktik dan Kelalaian dalam Pelayanan
Kebidanan”.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapat banyak bantuan oleh
berbagai pihak. Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai
informasi ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat menjadi literatur guna
membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Etika Profesi dan Perundang-
undangan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..............................................................................................1
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktik dan kelalaian.
2. Untuk mengatahui jenis malpraktik hukum di bidang pelayanan kesehatan.
3. Untuk mengetahui sanksi hukum malpraktik.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan malpraktik dan cara menghadapi
tuntutan hukum.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaa,
kecerobohan.
c. Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP).
d. Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya, melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien (informed consent).
Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya, kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan
klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban
didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan. (Rismalinda,
2011 : 75)
2. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan atau bidan akan disebut melakukan civil
malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarious liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan
7
dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya. (Rismalinda, 2011 : 76 )
3. Administrative Malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi.
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah
mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan dibidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi. (Rismalinda, 2011 : 77 )
8
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabia terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
(Rismalinda, 2011 : 87 )
9
Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menyebutkan tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu
melalui mediasi. Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif
penyelesaian sengketa. Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa
atau pemecahan masalah dimana pihak ketiga yang tidak memihak (imparsial)
bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh
kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Adi Sulistiono mendefinisikan
Mediation is generally understood tobe a shorttrem, structured, taks-oriented,
participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third
party, the mediator, to reach a mutually process, where athird party
inventervenor imposes adecision, no such compulsion exists in mediation.
(Adi Sulistiono, 2008 : 35 )
Ada 2 jenis mediasi, yaitu di dalam pengadilan dan di luar pengadilan.
Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan,
maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa yang
dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN). (Adi Sulistiono, 2008 : 35 )
Kemudian penyelesaian sengketa melalui lembaga non peradilan atau
penyelesaian sengketa di luar peradilan atau disebut juga Alternative Dispute
Resolution (ADR) yang dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi
dan penetapan ahli. Penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam lembaga ini
sifatnya tidak formal, melihat ke depan, kooperatif dan berdasarkan
kepentingan. Seorang mediator membantu pihak-pihak yang bersedia
merangkai kesepakatan dan memandang ke depan serta memenuhi kebutuhan
sesuai dengan standar kejujuran mereka sendiri. (Adi Sulistiono, 2008 : 35)
Sengketa medis lebih berhubungan antara dokter dan pasien yang mana
keduanya sama-sama membuat hubungan hukum, jika terjadi sengketa medis
didahulukan penyelesaiannya dengan cara mediasi yang berdasarkan Pasal 29
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Selama ini ada
anggapan sementara, bahwa mediasi dapat menciptakan keadilan tanpa
menitik beratkan pada suatu pihak manapun. Mediasi dari sisi kebahasaan
(etimologi) lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang
10
menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan.
(Syahrizal Abbas, 2009 : 3)
Manfaat penyelesaian sengketa medik melalui mediasi, yaitu: (1). Lebih
sederhana daripada penyelesaian melalui proses hukum acara perdata; (2).
Efisien; (3). Waktu singkat; (4). Rahasia; (5). Menjaga hubungan baik para
pihak; (6). Hasil mediasi merupakan kesepakatan; (7). Berkekuatan hukum
tetap; (8). Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa untuk
memperoleh rasa keadilan. (Siti Juniah, 2008: 5 )
Namun demikian, meskipun penyelesaian sengketa medik melalui mediasi
ini memiliki banyak manfaat, pada praktiknya tidak terlepas dari hambatan-
hambatan yaitu belum adanya aturan yang secara khusus mengatur mengenai
hal tersebut, masih adanya aparat penegak yang memiliki paradigma berpikir
bahwa kasus-kasus malpraktik merupakan kasus yang menguntungkan
sehingga sering dijadikan alat untuk melakukan kompromi hukum yang
mengesampingkan hukum, serta masih rendahnya pengetahuan masyarakat
tentang hukum dan ilmu kedokteran selalu dimanfaatkan untuk melindungi
dirinya dalam penyelesaian suatu sengketa. (Adi Sulistiono, 2008 : 36)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malpraktik profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim digunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Rismalinda, 2011 : 74 )
Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila sesorang dengan tidak sengaja,
melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang
memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan
seharusnyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan. (Riati Anggriani, 2008 :
114 )
Apabila tuduhan kepada bidan merupakan criminal malpractice, maka
tenaga kesehatan dapat melakukan informed defense dan formal/legal defense.
Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan
tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
(Rismalinda, 2011 : 75 )
3.2 Saran
Seorang Bidan atau Dokter atau hendaknya dapat menunjukkan
profesionalisme sebagai seorang tenaga kesehatan. Dalam arti harus bisa
menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang kronologis peristiwa yang terjadi,
agar tidak menimbulkan prasangka publik yang akhirnya akan menimbulkan
fitnah dan isu-isu yang tidak benar. Dan pada akhirnya juga akan merugikan nama
baik sebagai seorang bidan serta hilangnya kepercayaan masyarakat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Guwandi, J. 2005. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Soepardan, Suryani. 2007. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta:EGC
Rismalinda. 2011. Buku Saku Etika Profesi Hukum Kesehatan. Jakarta: CV.Trans
Info Media
Trini Handayani. 2014. “Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi
Dihubungkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor I Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan”. Jurnal Hukum Mimbar
Justicia.Vol. VI No. 02 Edisi Juli-Desember. Cianjur: Fakultas Hukum
Universitas Suryakancana
Santoso,arif dian. 2019. “Penyelesaian sengketa medik melalui mediasi oleh
majelis kehormatan disiplin kedokteran indonesia (mkdki) untuk dapat
menjamin keadilan dalam hubungan dokter dan pasien”. Jurnal Pasca
Sarjana Hukum UNS. Volume VII Nomor 1 Januari - Juni 2019
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989 Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Penanganan Kasus Malpraktik Medis Jurnal Hukum Kesehatan edisi kedua Vol.1
No.2 Tahun 2008
13