Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebidanan di Indonesia sebagai suatu profesi yang sedang dalam proses memperjuangkan
penerimaan profesi yang mandiri oleh masyarakat membutuhkan upaya aktualisasi diri dalam
memberikan pelayanan profesional . semua ini dapat dicapai apabila bidan mampu menunjukkan
kemampuannya baik dalam bidang pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang di dasari oleh ilmu
yang jelas, serta mendokumentasikan semua hasil kerja yang telah di laksanakan secara baik dan
benar. Akhirnya dokumentasi dapat meningkatkan kesinambungan perawatan pasien, dan
menguatkan akuntabilitas, dan tanggung jawab bidan dalam mengimplementasikan, dan
mengevaluasi pelayanan yang diberikan serta membantu institusi untuk memenuhi syarat
akreditasi dan hukum.

            Manajemen kebidanan merupakan metode atau bentuk pendekatan yang digunakan bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan sehingga langkah-langkah manajemen kebidanan
merupakan alur pikir bidan dalam pemecahan masalah atau pengambilan keputusan klinis.asuhan
yang dilakukan harus dicatat secara benar, sederhana, jelas, dan logis.

            Dokumentasi ini perlu karna dapat digunakan sebagai bahan untuk mempertanggung
jawabkan tindakan yang dilakukan dan juga bila ada kejadian gunggatan, maka dokumentasi
kebidanan dapat memebantu. Bidan sebagai tenaga kesehatan dan pelaksana asuhan kebidanan
wajib mencatat dan melaporkan kegiatannya yang dokumentasinya harus tersimpan dengan baik.
Sistem pendokumentasian yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai
sarana komunikasi antara tenaga kesehatan, sarana untuk dapat mengikuti perkembangan dan
evaluasi pasien, dapat dijadikan data penelitian dan pendidikan, dan mempunyai nilai hukum
merupakan dokumentasi yang sah. Dalam kebidanan banyak hal penting yang harus
didokumentasikan yaitu segala asuhan atau tindakan yang diberikan oleh bidan baik pada ibu
hamil, bersalin, nifas, bayi, dan keluarga berencana.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penulisan Laporan Narativ?
2. Bagaimana Penulisan Laporan Flow Sheet?
3. Bagaimana Penulisan Laporan Kardek?
4. Bagaimana Penulisan Laporan Komputer?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk Mengetahui Teknik Penulisan Laporan Narativ
2. Untuk Mengetahui Teknik Penulisan Laporan Flow Sheet
3. Untuk Mengetahui Teknik Penulisan Laporan Kardek
4. Untuk Mengetahui Teknik Penulisan Laporan Komputer

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 NARATIVE

a. Pengertian Teknik Dokumentasi Naratif

Teknik dokumentasi naratif (Narrative Progress Notes) merupakan teknik yang dipakai
untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi, yang
mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Teknik naratif merupakan teknik yang
paling sering digunakan dan yang paling fleksibel. Teknik ini dapat digunakan oleh
berbagai petugas kesehatan (Widan dan Hidayat, 2011). Sedangkan menurut Fauziah,
Afroh, dan Sudarti(2010), teknik dokumentasi naratif (Narrative Progress Notes)
merupakan bentuk dokumentasi tradisional, paling lama digunakan (sejak dokumentasi
pelayanan kesehatan dilembagakan) dan paling fleksibel, serta sering disebut sebagai
dokumentasi yang berorientasi pada sumber (source oriented documentation). Pencatatan
naratif adalah catatan harian atau format cerita yang digunakan untuk
mendokumentasikan peristiwa asuhan kebidanan pada pasien yang terjadi selama jam
dinas.

Naratif adalah paragraf sederhana yang menggambarkan status pasien, intervensi dan
pengobatan serta respon pasien terhadap intervensi. Sebelum adanya teknik lembar alur
(flow sheet dan checklist).

catatan naratif ini adalah satu-satunya teknik yang digunakan untuk mendokumentasikan
pemberian asuhan kebidanan. Sementara itu, Muslihatun, Mudlilah, dan Setiyawati
(2009) menjelaskan bahwa bentuk naratif merupakan teknik pencatatan tradisional yang
bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu
catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai
dokumentasi berorientasi pada sumber. Sumber atau asal dokumen dapat siapa saja dari
petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap
narasumber memberikan hasil observasinya menggambarkan aktivitas dan evaluasinya
yang unik.

3
Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian/kronologis. Biasanya
kebijakan institusi menggariskan siapa mencatat/melaporkan apa, bagaimana sesuatu
akan dicatat dan harus dicatat dimana. Ada lembaga yang telah dirancang khusus
untuknya, misalnya catatan dokter atau petugas gizi. Teknik naratif merupakan teknik
yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien. Berhubung sifatnya terbuka, catatan
naratif (orientasi pada sumber data) dapat digunakan pada setiap kondisi klinis. Tidak
adanya struktur yang harus diikuti memungkinkan bidan mendokumentasikan hasil
observasinya yang relevan dengan kejadian kronologis. Dari hari ke hari, dokumentasi
bentuk narasi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian dengan bahasan sebagai
berikut.

b. Keuntungan Teknik Dokumentasi Naratif

Berdasarkan pendapat Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009), keuntungan dari


teknik pendokumentasian naratif, antara lain: merupakan teknik pencatatan yang sudah
banyak dikenal dan dipelajari bidan sejak masih di bangku kuliah, mudah dikombinasikan
dengan teknik pendokumentasian yang lain, seperti pencatatan naratif dengan lembar
alur, atau pencatatan naratif untuk mendokumentasikan perkembangan pasien. Jika ditulis
dengan benar, catatan naratif ini berisi masalah pasien, intervensi dan respon pasien
terhadap intervensi. Pencatatan naratif juga berguna pada situasi darurat, sehingga bidan
dapat dengan cepat dan mudah mendokumentasikan kronologis kejadian pasien. Catatan
naratif ini juga membantu bidan melakukan interpretasi terhadap setiap kejadian pasien
secara berurutan, memberi kebebasan bidan untuk memilih cara menyusun sebuah
laporan, sederhana untuk melaporkan masalah, kejadian, perubahan intervensi dan evalusi
pasien. Sedangkan menurut Fauziah, Afroh, Sudarti(2010),

keuntungan dokumentasi naratif adalah:

1. Membuat dokumentasi yang kronologis sehingga membantu mengintepretasikan atau


penafsiran secara berurutan dari kejadian asuhan/tindakan yang dilakukan (setiap masalah
minimal ditulis satu kali setiap giliran jaga dan setiap masalah di beri nomor sesuai waktu
yang ditemukan).

4
2. Memberi kebebasan kepada petugas (bidan) untuk memilih dan mencatat bagaimana
informasi yang akan dicatat menurut gaya yang disukainya (catatan menunjukkan
kredibilitas profesional).

3. Membuat dokumentasi yang kronologis sehingga membantu mengintepretasikan atau


penafsiran secara berurutan dari kejadian asuhan/tindakan yang dilakukan (setiap masalah
minimal ditulis satu kali setiap giliran jaga dan setiap masalah diberi nomor sesuai waktu
yang ditemukan).

4. Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan,


intervensi, reaksi pasien dan outcomes (proses pencatatan sederhana).

5. Mudah ditulis dan sudah dikenal bidan.

6. Bila ditulis secara tepat dapat mencakup seluruh kondisi pasien.

7. Mudah dikombinasi dengan model lain.

c. Kerugian Teknik Dokumentasi

Menurut Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009),kerugian utama dari teknik


pendokumentasian naratif ini adalah catatan kurang terstruktur. Hampir semua catatan
naratif tidak teratur, berpindah-pindah dari satu masalah ke masalah lain tanpa
penghubung yang jelas, sehingga hubungan antar data sulit ditemukan. Catatan ini juga
hanya berorientasi pada tugas dan cenderung menghabiskan banyak waktu. Tidak selalu
mencerminkan pemikiran yang kritis, tidak bisa membantu membuat keputusan, tidak
bisa menambah kemampuan bidan menganalisis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Catatan naratif ini memungkinkan terjadinya kumpulan informasi yang terpecahpecah,
terputus dan berlebihan sehingga informasi menjadi tidak berarti. Kadang-kadang sulit
mendapatkan kembali informasi tentang pasien tanpa melihat ulang seluruh atau sebagian
besar catatan pasien tersebut. Mengabadikan sistem "pesan yang terpendam”, yaitu data
yang ingin dimunculkan, justru tidak tampak nyata. Perlu melihat kembali data awal
masing-masing sumber untuk menentukan gambaran pasien secara menyeluruh.

5
Membutuhkan waktu lama untuk mendokumentasikan masing-masing pasien, karena
teknik yang terbuka ini memerlukan kehati-hatian saat menyelaraskan semua informasi
yang berasal dari masing-masing sumber. Rangkaian peristiwa bisa lebih sulit
diinterpretasikan karena data yang berkaitan mungkin tidak diletakkan pada tempat yang
sama. Perlu waktu lama untuk mengikuti perkembangan dan kondisi akhir pasien.
Sedangkan menurut Fauziah, Afroh, dan Sudarti (2010),

kerugian dokumentasi naratif disebutkan sebagai berikut:

1. Menyebabkan data yang didokumentasikan menjadi rancu, berlebihan, atau kurang


bermakna.

2. Sulit untuk mencari sumber masalah tanpa melihat kembali dari awal pencatatan.

3. Data yang dicatat tidak secara mendalam, hanya informasi yang umumnya saja.

4. Memungkinkan terjadinya fragmentasi kata–kata yang berlebihan, kata yang tidak


berarti, pengulangan dibutuhkan dari setiap sumber sehingga terjadi tumpang tindih.

5. Membutuhkan waktu yang panjang untuk menulis dan membaca catatan tersebut.
Membutuhkan waktu yang panjang untuk menulis dan membaca catatan tersebut.

6. Pencatatan yang tidak terstruktur dapat menjadikan data simpang siur.

7. Terkadang sulit untuk memperoleh kembali informasi tanpa mereview catatan


tersebut.

8. Memerlukan review catatan dari sebagaian sumber untuk menentukan kondisi pasien
secara keseluruhan.

9. Pencatatan terbatas pada kemampuan bidan dalam mengungkapkan data yang


diperoleh.

10. Urutan kejadian atau kronologis dapat menjadi lebih sulit diinterpretasi karena
informasi yang berhubungan mungkin tidak didokumentasikan ditempat yang sama.

6
d. Pedoman Penulisan Dokumentasi

Menurut Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009).

Pedoman penulisan dokumentasi naratif dijelaskan sebagai berikut:

1. Menggunakan istilah standar, misalnya pengkajian data, diagnosis, tujuan asuhan


kebidanan, rencana, implementasi, intervensi dan evaluasi.

2. Mengikuti tahap-tahap berikut yaitu pengkajian data pasien, identifikasi masalah dan
kebutuhan asuhan, rencana dan pemberian asuhan, evaluasi respon pasien terhadap
asuhan medis dan kebidanan. Pengkajian ulang untuk melengkapi seluruh proses.

3. Menulis, memperbaiki dan menjaga rencana asuhan sebagai bagian dari laporan.

4. Membuat diagnosis secara periodik, memonitor kondisi fisik dan psikis pasien, asuhan
kebidanan, antara lain melaksanakan advis dokter, KIE dan perkembangan pasien.

5. Melaporkan evaluasi setiap saat, antara lain pada saat pasien masuk, dirujuk, pulang
atau jika terjadi perubahan.

6. Penting sekali untuk diingat, dalam teknik pencatatan naratif, tidak boleh
meninggalkan bagian/jarak yang kosong. Berikan garis yang melewati bagian yang
kosong tersebut dan berikan inisial nama bidan yang melakukan pencatatan.

Sedangkan menurut Fauziah, Afroh, dan Sudarti (2010),

Pedoman/petunjuk penulisan dokumentasi naratif adalah sebagai berikut:

1. Gunakan batasan-batasan standar. Maksudnya adalah ketika menuliskan


pendokumantasian naratif harus sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Contohnya: menggunakan huruf besar diawal kalimat, menggunakan istilah yang lazim
digunakan.

2. Ikuti langkah-langkah proses asuhan. Maksudnya adalah ketika mendokumentasikan


harus seuai dengan langkah langkah proses asuhan yang meliputi pengkajian, analisa
data, perencanaan, tindakan/implementasi, dan evaluasi.

7
3. Buat suatu periode waktu tentang kapan petugas melakukan tindakan. Maksudnya
adalah harus ada keterangan waktu yang berupa hari, tanggal, dan jam saat melaksanakan
suatu tindakan/perasat serta tanda tangan bidan yang telah melaksanakan tindakan
tersebut.

4. Catat pernyataan evaluasi pada waktu khusus. Maksudnya adalah ketika menuliskan
evaluasi harus menyertakan kapan evaluasi tersebut dilakukan dan dituliskan, meliputi
hari, tanggal dan jam serta tanda tangan bidan yang telah melaksanakan evalusi.

Setiap teknik pendokumentasian meliputi bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian tersebut


perlu mendapat perhatian supaya ketika mendokumentasikan bisa dilakukan dengan tepat
sesuai ke dalam bagiannya.

Pendokumentasian dengan teknik naratif terdiri dari 6 bagian, yaitu:

1. Lembar penerimaan, yaitu lembar yang biasanya berisi tentang kapan pasien masuk
rumah sakit, identitas pasien, alasan masuk rumah sakit.

2. Lembar muka

3. Lembar instruksi dari dokter, yaitu lembar yang berisi tentang segala sesuatu yang di
intruksikan oleh dokter untuk pengobatan dan perawatan pasien, misalnya tindakan
medis, terapi dokter.

4. Lembar riwayat penyakit, yaitu lembar yang berisi tentang riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh pasien dan keluarga biasanya riwayat penyakit yang dianggap berat
dan riwayat penyakit keturunan. Contohnya yaitu penyakit jantung, diabetes melitus.

5. Lembar catatan perawat/bidan, yaitu lembar yang berisi asuhan keperawatan/kebidanan


yang direncanakan maupun yang sudah dilakukan kepada pasien oleh bidan/perawat
beserta hasil evaluasi dari asuhan tersebut.

6. Lembar catatan lainnya. Contohnya yaitu lembar catatan fisioterapi, lembar hasil
laboratorium.Ketika melakukan pendokumentasian dengan tehnik naratif, ada hal-hal

8
yang harus diperhatikan oleh tenaga kesehatan supaya hasil dari pendokumentasian lebih
terstandarisasi (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan naratif yaitu:

1. Pakai terminologi yang sudah lazim dipakai, misalnya pengkajian, perencanaan,


diagnosa, prognosa, evaluasi, dan sebagainya.

2. Dalam pencatatan, perhatikan langkah-langkah: kumpulkan data subjektif, data


objektif, kaji kebutuhan pasien dan tentukan diagnosa, prognosa, kemudian buat
perencanaan asuhan/tindakan dengan memberi batasan waktu untuk pencapaian hasil
yang diprediksi/perkembangan yang diharapkan atau waktu untuk evaluasi, laksanakan
rencana itu dan perhatikan perkembangan pasien atau responnya terhadap tindakan
kebidanan/keperwatan kemudian evaluasi sesuai rencana yang ditetapkan, kaji ulang
seluruh proses dan revisi rencana kalau dinilai perlu.

3. Tulis, perbaiki/sempurnakan dan pertahankan rencana asuhan sebagai bagian dari


catatan Anda.

4. Buat penilaian Anda secara periodik dan monitor kondisi fisik dan psikologis pasien
dan tindakan perawatan misalnya melaksanakan rencana medik/dokter, penyuluhan
pasien dan perkembangan pasien.

5. Catat semua pernyataan evaluasi pada saat tertentu misalnya waktu masuk, pindah
pulang atau pada saat adanya perubahan situasi/kondisi.

Contoh pencatatan naratif: (Tangal 12 Mei 2004, di KIA puskesmas) Ibu Yanti,
hamil yang kedua kalinya, yang pertama lahir di dukun, anak sekarang umur 2½ tahun,
sehat. Waktu lahir ada perdarahan, tidak banyak, kata dukun itu biasa. Sejak Januari 2004
tidak menstruasi, Desember 2003 masih dapat, hanya 3 hari, biasanya 5 hari Sekarang
masih mual, kadang muntah, tidak ada mules-mules, hanya kadang-kadang rasakencang
di perut bawah. Ibu tidak bekerja di luar rumah, kadang membantu ke sawah, masak,

9
mencuci pakaian dilakukan sendiri, menyusui anak pertama sampai 2 tahun, suami tani,
tamat SD, tinggal serumah dengan kedua orang mertua.

2.3 TEKNIK DOKUMENTASI FLOW SHEET

1. Pengertian Teknik Dokumentasi Flow Sheet

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Wildan dan Hidayat (2009), teknik
dokumentasi flow sheet (lembar alur) adalah bentuk catatan perkembangan aktual yang
dirancang untuk memperoleh informasi dari pasien secara spesifik menurut parameter yang
telah ditentukan sebelumnya. Flow sheet memungkinkan petugas untuk mencatat hasil
observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara
naratif, termasuk data klinik klien. Flow sheet merupakan cara tercepat dan paling efisien
untuk mencatat informasi, selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui
keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flow sheet. Flow sheet atau
checklist biasanya lebih sering digunakan di unit gawat darurat.

Sementara itu Fauziah, Afroh, dan Sudarti (2010) menjelaskan bahwa dalam menjalankan
tugasnya, bidan dituntut untuk memberikan asuhan kebidanan dan mendokumentasikannya.
Banyak sekali waktu yang dibutuhkan untuk mendokumentasikan semua asuhan yang telah
diberikan oleh seorang bidan. Untuk mengurangi beban dan banyaknya waktu yang
dibutuhkan bidan dalam melakukan pencatatan secara naratif, dibuatlah teknik pencatatan
lembar alur. Lembar alur atau flow sheet dan checklist ini digunakan untuk mengumpulkan
hasil pengkajian data dan mendokumentasikan implementasi kebidanan. Jika lembar alur ini
dipergunakan dengan tepat, maka akan banyak menghemat waktu bidan untuk mencatat.
Pendokumentasian hasil pengkajian data dan asuhan yang bersifat rutin akan menghabiskan
banyak waktu bidan. Data yang bersifat rutin ini dapat didokumentasikan secara ringkas
dengan menggunakan lembar alur. Penting di sini untuk tidak menulis ulang data di dalam
lembar alur ke dalam catatan perkembangan, karena sama saja hal ini akan mengabaikan
tujuan pembuatan lembar alur dan melakukan pekerjaan yang sia-sia.

10
Tujuan pencatatan menggunakan teknik lembar alur/flow sheet, antara lain:

1. Untuk kecepatan dan efisiensi pendokumentasian data dan asuhan.

2. Menggabungkan data yang jika tidak dikumpulkan akan tersebar dalam rekam medis
pasien.

3. Mempermudah kontinuitas asuhan.

4. Mengurangi duplikasi dalam pencatatan.

5. Melindungi aspek legal pasien dan bidan.

6. Dapat melakukan pengkajian data pasien dengan cepat.

7. Mudah membandingkan data pasien dan mendokumentasikan informasi yang akan


digunakan dalam mengevaluasi keefektivan asuhan.

Format pencatatan dalam lembar alur kebanyakan berupa grafik atau checklist. Data yang
bisa didokumentasikan antara lain yaitu pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan
asuhan kebidanan, tanda-tanda vital, monitor keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,
nutrisi, pengkajian kulit dan sistem tubuh, serta kadar glukosaurine dan darah. Lembar alur
juga bisa digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi dan tindakan kebidanan,
kaitannya dengan data dasar, catatan pengobatan, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
dan catatan perkembangan.

A. Keuntunan Teknik Dokumentasi Flow Sheet

Berdasarkan pendapat Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009), keuntungan teknik


pendokumentasian flow sheet adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kualitas pencatatan observasi.

2. Memperkuat aspek legal.

3. Memperkuat atau menghargai standar asuhan.

4. Menjadikan dokumentasi kebidanan lebih tepat.

11
5. Mengurangi fragmentasi data pasien dan asuhan.

6. Membatasi narasi yang terlalu luas.

Sedangkan menurut Fauziah, Afroh, dan Sudarti (2010) keuntungan dokumentasi flow
sheet adalah:
1. Meningkatkan kualitas catatan.
2. Lebih mudah dibaca.
3. Memperkuat standar asuhan.
4. Dokumentasi lebih tepat.
5. Mengurangi adanya fragmentasi data, data mudah diperoleh.
6. Memungkinkan untuk melakukan perbandingan data beberapa periode
7. Informasi yang dicatat benar-benar yang bermanfaat dan legal.
8. Narasi sedikit.

A. Kerugian Teknik Dokumentasi Flow Sheet


Menurut Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009),kerugian utama dari teknik
pendokumentasian flow sheet ini adalah:
1. Catatan medik pasien menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada saat
penggunaan dan penyimpanan.
2. Potensial terjadi duplikasi catatan, antara lain catatan perawatan di ruang ICU dan catatan
pengobatan.
3. Desain ini memungkinkan adanya bagian yang tidak diisi. Bagian yang kosong ini
potensial menimbulkan kesalahan saat melakukan interpretasi dan memunculkan tanda
tanya.
4. Keterbatasan ruang untuk melakukan pencatatan secara menyeluruh terhadap kejadian
luar biasa.
5. Adanya penolakan terhadap penggunaan model flow sheet.

Sedangkan menurut Fauziah, Afroh, Sudarti, (2010) kerugian dokumentasi flow


sheet disebutkan sebagai berikut.
1. Memperluas catatan medik dan menciptakan penggunaan penyimpanan.

12
2. Memungkinkan duplikasi data, rancangan, dan format.
3. Tidak ada ruang untuk pencatatan tentang kejadian yang tidak biasa terjadi dan bertahan
untuk menggunakan lembar alur.

D. Pedoman Penulisan Dokumentasi Flow Sheet

1. Pedoman Flow sheet

Menurut Muslihatun, Mudlilah dan Setiyawati (2009),agar lembar alur/flow


sheet/checklist sesuai dengan standar, maka harus memenuhi syarat/pedoman sebagai berikut.

a. Perhatikan dan ikuti petunjuk menggunakan format khusus.

b. Lengkapi format dengan kata kunci.

c. Gunakan tanda cek (√) atau silang (X) pada waktu mengidentifikasi bahwa parameter telah
diobservasi/ diintervensi.

d. Jangan tinggalkan lembar checklist dalam keadaan kosong. Tulis 0 untuk mengidentifikasi
bahwa parameter tidak diobservasi.

e. Tambahkan uraian secara detail jika diperlukan.

f. Pertahankan agar letak lembar alur tepat dilokasi yang tersedia (rekam medis).

g. Beri tanda tangan dan nama jelas pemberi asuhan.

h. Dokumentasikan waktu dan tanggal data masuk.

2. Desain dan Bagian Umum dalam Flow sheet

Desain dan bagian umum dalam flow sheet antara lain sebagai berikut.

a. Kolom untuk nama petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan.

b. Hasil pengkajian, komunikasi, informasi, dan edukasi(KIE), observasi, tindakan, dan lain-
lain.

13
c. Hasil observasi atau intervensi khusus.

d. Nama pasien, waktu (tanggal, bulan dan tahun), nama bidan, dan tanda tangan.

e. Hanya menuliskan judul tindakan, sedangkan penjabaran lebih lanjut diuraikan secara
narasi. Misalnya mengobati luka bakar. Ganti balutan lihat pada catatan perkembangan.

3. Anjuran Umum dalam Merancang Sebuah Lembar Alur/Flow Sheet

Menurut Fauziah, Afroh, Sudarti, (2010) proses merancang lembar alur dengan tepat
sangat. Beberapa anjuran umum dalam merancang sebuah lembar alur/flow sheet antara
lain sebagai berikut.

a. Tentukan seberapa banyak ruangan yang diperlukan untuk isi format.

b. Rancang sebuah format yang mudah dibaca dan digunakan.

c. Tentukan apakah format tersebut akan digunakan secara vertikal atau horisontal.

d. Gunakan huruf yang dicetak tebal dan miring untuk menekailkan judul bagian atau
informasi penting lainnya.

e. Pertimbangkan untuk memberi jarak antar informasi.

f. Tentukan apakah format tersebut akan lebih dari satu halaman.

g. Pertimbangkan apakah informasi dalam format tersebut akan dikomunikasikan antar


bagian.

h. Sediakan lembar alur kosong untuk masing-masing pasien agar memungkinkan


individualisasi data dan pendokumentasian asuhan pada pasien.

i. Jika catatan perkembangan multidisiplin tidak digunakan, pertimbangkan pemberian


ruang kosong untuk catatan-catatan tersebut di halaman baliknya lembar alur tersebut.

j. Pertahankan struktur dasar format lembar alur untuk menggambarkan standar asuhan
yang diberikan kepada pasien adalah sama.

14
k. Berpikir global saat membuat atau merevisi sebuah format, hindari merancang format
tanpa berkonsultasi ke profesi/unit lain.

l. Libatkan staf sistem informasi komputer untuk meninjau ulang konsep lembar alur.

m. Dapatkan masukan dari anggota staf yang akan menggunakan format tersebut.

n. Lakukan koreksi awal secara cermat terhadap format yang telah dibuat.

o. Harus disadari bahwa pembuatan dan penerapan format lembar alur membutuhkan waktu
lama, sehingga perlu alokasi waktu yang cukup.

Beberapa contoh flow sheet antara lain sebagai berikut.

a. Activity Daily Living (ADL)

b. Kebutuhan terhadap bantuan bidan.

c. Tanda-tanda vital.

d. Keseimbangan cairan (Intake dan Output).

e. Nutrisi.

f. Pengkajian kulit.

g. Review system tubuh.

h. Hasil laboratorium (kadar gula darah dan urin).

2.5 Kardek

1. Pengertian

Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh


staf perawat di St. Luke’s Hospitalndi MIdwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap
dapat mengatasi masalah pendokumentasian dengan membuat catatan tentang pasien
manjadi lebih nyata, menghemat waktu dan mengakomodir adanya informasi terbaru.

15
Model ini dinilai lebih efektif dan efisien untuk mengurangi adanya duplikasi dan
pengulangan dalam memasukan data. Merupakan metode pencatatan singkat dan berbeda
dari dokumen pada umumnya.

Model dokumentasi CBE mempunyai beberapa elemen inti, yaitu: lembar alur,
dokumentasi berdasarkan referensi standar praktik, protocol, dan instruksi incidental, data
dasar keperawatan, rencana perawatan berdasarkan diagnosis dan catatan perkembangan
SOAP. Bagi pembaca yang ingin mendapatkan informasi tambahan mengenai model
dokumentasi CBE< dirujuk ke Burke and Murphy (1988, cit. Iyer and Champ, 2005).

2. Komponen

1.  Lembar alur

Model dokumentasi CBE menggunakan beberapa jenis format termasuk lembar


alur instruksi dokter/perawat , catatan grafik, catatan penyuluhan dan catatan pemulangan
pasien. Lembar alur keperawatan / instruksi dokter bersifat unik. Bagian depan format
digunakan untuk mendokumentasikan pengkajian fisik serta implementasi instruksi
dokter dan perawat. Pengkajian system tubuh yang spesifik dilakukan berdasarkan
kondisi pasien dan protocol. Bagian belakang lembar alur menggarisbawahi unsur
pengkajian fisik yang harus dilengkapi. Model CBE menggunakan serangkain symbol
yang spesifik, antara lain:

√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.

* tanda bintang   :           hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada


bagian bawah lembar alur.

→ anak panah     : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).

Lembar alur instruksi dokter/ keperawatan juga digunakan untuk


mendokumentasikan penyelesaian instruksi dokter dan keperawatan yang tidak termasuk
dalam standar praktik. Kolom yang berjudul “Nsg Dx” berisi diagnosis keperawatan

16
yang berhubungan dengan intervensi keperawatan tertentu. Daftar diagnosis
keperawatan juga digunakan hamper sama dengan daftar  masalah dalam POR SOAP.
Singkatan DO dituliskan dalam kolom Nsg Dx jika instruksi dokter didokumentasikan
dalam lembaran alur keperawatan / instruksi dokter.

Contoh instruksi keperawatan yang dimasukkan kedalam lembar alur adalah “


bantu pasien berjalan dari tempat tidur kekursi dua kali sehari.” Penyelesaian instruksi
ini didokumentasikan menggunakan symbol yang sama pada pengkajian, yaitu:

√ tanda centang  : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.

* tanda bintang   : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada bagian
bawah lembar alur.

→ anak panah     : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).

Selebihnya, lembar alur juga meliputi catatan penyuluhan pasien dan catatan
pemulangan pasien. Catatan grafik berbeda karena terdapat ruang bagi perawat untuk
memeriksa apakah standar praktik telah diikuti atau tidak.

2.  Standar Praktik

Pada model dokumentasi CBE, standar praktik merupakan aspek penting dari
praktik keperawatan yang digunakan di area klinis. Kepatuhan terhadap standar praktik
akan menghilangkan pendokumentasian intervensi keperawatan rutin, seperti perawatan
oral, membantu mengubah posisi, perawatan intravena, perawatan kateter foley, atau
perawatan selang nasogastrik. Tanda centang (√) digunakan untuk mendokumentasikan
kelengkapan standar, dan tanda bintang (*) menunjukan bahwa tidak semua standar
profesi sudah diikuti. Adanya penyimpangan harus dijelaskan dalam catatan perawat.

17
3. Protokol dan intruksi incidental

Dalam model dokumentasi CBE, protokol / pedoman praktik memperjelas


intervensi keperawatan berkaitan dengan perjalanan klinis yang diharapkan dari populasi
pasien tertentu, seperti pasin preoperative, dan pascaoperatif. Protokol menguraikan
intervensi keperawatan, pengobatan dan frekuensi pengkajian fisik.

Lembar alur keperawatan / interuksi dokter digunakan untuk mendokumentasikan


implementasi protocol. Intruksi incidental digunakan jika intervensi keperawatan
diperlukan untuk melanjutkan intervensi keperawatan khusus yang melewati tenggang
waktu jika diperlukan intervensi keperawatan yang berjangka waktu.

4. Data dasar keperawatan

Data dasar keperawatan mempunyai bagian yang berisi riwayat kesehatan dan
pengkajian fisik. Bagian pengkajian fisik menggunakan parameter normal sama dengan
lembar alur keperawatan / instruksi dokter. Hasil normal setiap system tubuh dicetak
dikolom kiri bawah halaman. Jika hasil pengkajian fisik sitem tubuh normal, perawat
harus membari tanda centang (√) pada kotak yang sesuai. Hasil yang abnormal  dijelaskan
pada sisi kanan halaman.

5.   Rencana perawatan berdasarkan diagnosis keperawatan

Model dokumentasi CBE menggunakan rencana perawatan yang standar bersifat


individu untuk setiap pasien. Rencana perawatan standar ini berfokus pada diagnosisi
keperawatan yang spesifik dan mencakup factor yang berhubungan atau factor resiko,
karakteristik penjelas, data pengkajian yang mendukung munculnya diagnosis
keperawatan, hasil yang diharapkan dan intervensi.

6.  Catatan perkembangan SOAP

Catatan perkembangan didokumentasikan secara teratur dengan metode SOAP


atau SOAPIE. Karena lembar alur keperawatan / instruksi dokterdan lembar alur lainnya
terdiri dari banyak dokumentasi, biasanya muncul dalam catatan perkembangan. Oleh

18
karena itu penggunaan catatan SOAP dalam system CBE sangat terbatas pada situasi
berikut ini (Burke and Murphy, 1988):

a. Ketika diagnosis keperawatan diientifikasi, diingatkan kembali dinonkatifkan atau


diselesaikan.

b. Ketika hasil yang diharapkan dievaluasi.

c. Ketika ringkasan pemulangan dituliskan.

d. Ketika revisi besar terhadah rencana dituliskan.

Dalam metode dokumentasi CBE, bentuk narasi digunakan tersendiri untuk


menggambarkan hasil pemeriksaan normal maupun adanya penemuan abnormal.
Bentuk flowsheet bias digunakan untuk menuliskan hasil pengkajian rutin, sesuai jenis
pengkajian yang dilakukan, misalnya : GI assessment, integumentary assessment.  Pada
kasus akut atau klien yang butuh perawatan cukup lama, model pendokumentasi CBE ini
bias digunakan.

Data yang bisa didokumentasikan menggunakan model CBE ini antara lain: data
dasar (riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), intervensi (menggunakan
bentuk flowsheet) , catatan bimbingan pada klien, catatan pulang (menggunakan format
SOAPIER), daftar diagnosis keperawatan, diagnosis keperawatan disertai rencana
keperawatan dan profil perawatan (menggunakan system KARDEX).

Contoh penggunaan model dokumentasi CBE, adalah:

1.  Pengkajian penggunaan sistem respiratori jam 14.00:

Pernafasan normal rata-rata20kali permenit, suara nafas dikedua paru bersih, tidak batuk
dan tidak ada sputum.

Warna kulit merah muda, kulit hangat dan kering, tidak ditemukan gangguan nafas

2.  Penemuan signifikan:

3.  Jam 10.00 ditemukan adanya ronchi lobus kanan bawah.

19
Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain:

1.  Data terbaru tersedia disamping tempat tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan
yang berinteraksi dengan pasien.

2.  Keberadaan embar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas
coretan lain untuk mencatatat informasi tantang pasien. Data segara dicatat dalam catatan
permanen.

3.  Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat dan
sangat berguna bagi perawat.

4.  Status pasien cenderung mudah dilihat dari lembar alur. Informasi pengakjian diatur
berdasarkan sistem tubuh dan mudah dicari.

5.  Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan terhadap
adanya pengkajian normal.

6. Bayak menghilangkan catatan naratif berulang tentang perawatan rutin. Referensi


tentang standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.

7.  Mudah didapatkan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang
dipergunakan perawat untuk mencatat sebesar 67%.

Ada beberapa kerugian dan masalah yang berkaitan dengan sistem atau model
dokumenasi CBE ini, antara lain:

1.  Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan dalam
daftar masalah tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang
abnormal atau signifikan dijabarkan dalam lembar alur perawat / dokter. Jika hasil
abnormal ini memerlukan intervensi, maka dalam catatan perkembangan SOAP juga
harus ditulis kembali. Bagian data subjektif dan data objektif pada SOAP memuat lagi
infomasi yang ditulis dalam lembar alur. Akhirnya pengkajian dan perencanaan SOAP
bisa sama dengan rencana perawatan.

20
2.   CBE dibuat disemua rumah sakit yang perawatnya yang terdaftar (Register Nurse,
RN). Unsur pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang
telah mempunyai lisensi praktik (Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit
yang menerapkan sistem CBE sedang tidak semua perawatnya RN, mengubah sisitem
pembarian asuhan keperawatan sedemikian rupa dengan mengakomodasi tanggung jawab
RN, untuk pengkajian. Meskipun LPN bisa ditugaskan untuk merawat pasien, RN harus
menyelesaikan pengkajian fisik dalam 8 atau 24 jam sekali.

3.  Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam system pendokumentasian


organisasi karena memerlukan perubahan format pada berbagai alat dokumentasi.

4. Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasi system CBE. Perawat di


St. Luke mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan hanya hasil yang
abnormal saja pada lembar alur keperawatan / instruksi dokter  dan kesultan mentaati
standar praktik.

5.  Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai system ini lebih luas
diterima.

6.  Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah meninjau
sistem CBE dan menyetujui adanya kepatuhan system terhadap prinsip-prinsip
legal(hukum), namun hakim tetap akan memakai peraturan tentang validitasi
dokumentasi unuk setiap kasus. Pencatatan yang intermiten gagal member tanda bahaya
secara continu yang membutuhkan intervensi dini dari dokter. CBE tidak mendefinisikan
kasus dengan jelas, meskpun standar profesi telah menggambarkan dengan cukup jelas
untuk kelangsungan pemberian perawatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
penerapan system CBE:

a.  Standar untuk pengkajian keperatan dan intervensi harus didevinisikan dengan


jelas

b.  Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas

c.  Tidak ada system dokumentasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari
pengadilan yang buruk.

21
2.6 Komputer

Teknik pendokumentasian dengan komputer adalah system computer yang berperan


dalam menyimpulkan, menyimpan proses, memberikan informasi yang diperlukan dalam
kegiatan pelayanan kebidanan, penelitian dan pendidikan. Secara umum dokumentasi
dengan system komputerisasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: meningkatkan
pelayanan pada pasien, meningkatkan pengembangan protocol, meningkatkan
penatalaksanaan data dan komunikasi dan meningkatkan proses edukasi dan konseling pada
pasien.

Keuntungan dokumentasi dengan system komputerisasi secara spesifik, antara lain:


akurasi lebih tinggi, menghemat biaya, meningkatkan kepuasan pasien, memperbaiki
komunikasi antar bagian/anggota tim kesehatan, menambah kesempatan untuk belajar,
meneliti dan jaminan kualitas, meningkatkan moral kinerja petugas. Beberapa kelemahan
dokumentasi dengan system komputerisasi, adalah: malfunction, impersonal effect, privacy,
informasi tidak akurat, kosa kata terbatas, penyimpanan bahan cetakan dan biaya yang harus
disediakan cukup besar untuk pengadaan beberapa unit computer.

Aplikasi system komputerisasi dalam system informasi dirumah sakit, meliputi seluruh
kegiatan untuk mendokumentasikan keberadaan pasien sejak pasien masuk rumah sakit
sampai pulang, sejak registrasi pasien, pengkajian data pasien, rencana pengobatan, rencana
perawatan, rencana asuhan dan KIE, pengobatan dan pelaksanaan asuhan, laporan hasil
pengobatan, klasifikasi pasien dan catatan perkembangan pasien.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan system komputerisasi ini, antara lain:
perencanaan perlunya system computer, pemilihan produk, pelatihan petugas pengguna,
pemakaian system computer, keamanan data, legalitas data (perlunya tanda tangan dokter),
kebutuhan perangkat dan evaluasi keuntungan sitem computer bagi pengguna, klien dan
administrasi.

Pencatatan dengan system komputerisasi merupakan salah satu tren yang paling diminati
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan termasuk asuhan kebidanan. Banyak institusi
membuat atau membeli system informasi komputerisasi yang menunjang praktik
keperawatan/kebidanan. Berbagai kelompok dalam industry pelayanan kesehatan

22
menggunakan istilah computer dengan berbagai cara, salah satunya adalah Catatan Pasien
Berbasis Komputer (computer based patient records, CPR).

Penggunaan Catatan Pasien Berbasis Computer (CPR)

Pengguna CPR didorong oleh beberapa factor berikut ini:

1. Jumlah data mengenai kondisi kesehatan pasien sangat banyak, harus dikumpulkan,
disimpan dan diorganisasikan dengan system yang lebih efisien daripada system berbasis
kertas. Mencari data dalam catatan pasien merupakan hal yang sangat menghabiskan waktu.
Semakin banyak catatan tersebut, semakin sulit untuk mencari informasi intinya.

2.         Pencatatan informasi secara electronic dibuat sedemikian rupa dan tidak dapat
dilakukan oleh system pencatatan berbasis kertas. Semua catatan yang berhubungan dengan
aspek khusus dalam perawatan dapat disusun dan dicetak. System pencatatan berbasis kertas
tidak dapat diorganisasi ulang dengan cara tersebut dan juga tidak dapat digabungkan
dengan catatan dari fasilitas atau institusi lain.

3. Penggunaan CPR dapat berkembang menjadi metode penyampaian informasi yang lebih
efisien dari satu pemberi asuhan kesehatan ke pemberi asuhan kesehatan yang lain. Dalam
metode pendokumentasian manual, pemeriksaan pasien dan pengumpulan data yang
berulang-ulang dapat terjadi jika pasien pindah dari satu fasilitas ke fasilitas lain.

4. Penghematan biaya dan reformasi pelayanan kesehatan mengharuskan dilakukannya


efisiensi manajemen data asuhan kesehatan termasuk asuhan kebidanan.

Prasyarat Diberlakukannya CPR

Sedikitnya terdapat 5 kunciutama prasyarat CPR, termasuk hal-hal berikut ini yang
diperlukan untuk menunjang CPR (Adrew, Dick, 1995a cit. Iyer and Champ, 2005):

1. Kamus data klinis. Diperlukan kamus data klinis yang substansial dan fleksibel, yang akan
mendefinisikan semua unsure data untuk informasi klinis yang akan disimpan

2.   Tempat penyimpanan data klinis. Harus terdapat tempat penyimpanan data klinis yang
arsitekyurnya dirancang dengan baik, guna memenuhi kebutuhan semua anggota tim

23
pemberi perawatan kesehatan. Permintaan informasi media mengenai pesien tertentu harus
dipenuhi dalam beberapa detik.

3. Kemampuan input yang fleksibel. Harus tersedia perlengkapan yang tepat (seperti mouse,
keyboard, pengenal suara, touch screen, pen light).

4.  Presentasi data yang ergonomis. Presentasi data harus sesuai dengan kebutuhan individu.

5. Dukungan system otomatis. System harus mengantisipasi dan mendukung proses klinis
serta berfikir melalui system pendukung. Hal ini harus mencakup akses ke system ahli, data
dasar pengetahuan, literature medis, umpan balik hasil, dan masukkan kualitas/biaya  semua
yang akan digunakan dalam pembuatan keputusan klinis.

Set Data Minimum Dan Elemen Data Kesehatan Inti

Banyak hal yang perlu  dilakukan sebelum penggunaan CPR meluas. Pembuatan kamus
data klinis, yang sangat berguna di banyak area, termasuk sector pemerintah dan swasta
merupakan bagian dari set data minimum. Set data minimum didefinisikan sebagai
‘rangkaian minimum poin-poin informasi dengan definisi dan katagori yang sama, berkaitan
dengan aspek atau dimensi tertentu dari system pelayanan kesehatan, berguna untuk
memenuhi kebutuhan penting dari berbagai pengguna’ (Mc. Cormick et al, 1997 cit. Iyer and
Champ,2005)

Set data minimum yang paling banyak digunakan di Amerika dan Canada adalah
Uniform Hospital Discharge data set, Financial Uniform Minimum Data Set, dan Long Term
Healt Care Minimum Data Set. Luasnya penggunaan set data tersebut mendorong
dikeluarkannya mandate dari Healt Care Financing Aministration kepada Medicare dan
Medicaid Healt Insurance Portability and Accountability Act 1996, yang mengharuskan
pemakaian set data standar nasional untuk berbagai transaksi layanan kesehatan
administrative dan financial. Pemerintah setempat merekomendasikan sebagai unsure data
untuk pasien yang dirawat dirumah, unit gawat darurat, dan unit rawat jalan (Mc Cornick et
al,1997 cit.Iyer and Champ, 2005).

Pengenalan Computer Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

24
Jika CPR atau rekaman elektronik menampakan visi masa depan pelayanan kesehatan,
maka pencacatan elektronik adalah realita sekarang yang sudah ada difasilitas pelayanan
kesehatan. Untuk mengetahui evolusi rekaman elektronik, seorang harus melihat dulu proses
pengenalan system komputerisasi di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada umumnya, penggunaan computer pertama kali oleh fasilitas pelayanan kesehatan
adalah untuk melacak penerimaan, pemulangan dan pemindahan pasien. Jenis aplikasi ini
member informasi demografi pasien secara sederhana terkait juga dengan keadaan financial
pasien. Pertengahan tahun 1980an produsen software mulai membuat software yang dapat
digunakan untuk pendokumentasian asuhan keperawatan/kebidanan. Dua puluh tahun
terakhir, semakin banyak produk dikeluarkan oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
industry pelayanan kesehatan.

Pembuatan system komputerisasi disebuah fasilitas pelayanan kesehatan murupakan


sebuah tantangan karena harus bisa diterapkan bersama-sama oleh masing-masing unit
pelayanan. Jika software dan hardware yang dibeli suatu unit berbeda dengan unit yang lain
di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini hanya akan menimbulkan frustasi dan
keterbatasan pemakaian system. Untuk mengatasi permasalahan ini, umumnya perusahaan
pembuat software akan menggunakan bahasa computer yang sama.

Awal pemakaian fungsi klinis system komputerisasi dirumah sakit, sekedar mengirimkan
hasil pemeriksaan laboraturium atau hasil pemeriksaan lainnya ke unit perawatan pasien.
Beberapa system kompeter memiliki kemampuan aktivasi sinyal, seperti tanda kedipan
pesan masuk pada layar monitor di unit perawatan. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan
hasil tidak normal maka bisa segera diatasi.

Hambatan Pengenalan System Komputer

Keperawatan dan kebidanan sering menjadi unit terakhir yang membeli dan


menggunakan software. Beberapa hambatan untuk mengembangkan dan menggunakan
system komputerisasi. Dalam pelayanan kebidanan/keperawatan antara lain:

1. Bagian administrasi merasa tidak yakin bahwa komputerisasi informasi


kebidanan/keperawatan akan memberikan hasil nyata.

25
2.  Bidan/perawat kurang memiliki kemampuan mengoperasikan system komputerisasi.

3.  Unit pelayanan informasi computer kadang merasa terancam untuk berbagi informasi
dengan unit lain dan khawatir kekuatannya akan hilang bila melibatkan orang lain dalam
proses pengambilan keputusan.

4.  Dahulu program software hanya sedikit tersedia. Beberapa diantaranya  dirancang untuk


perawat atau bidan ahli computer yang tidak memiliki pengalaman keperawatan.

5. Banyak software yang dirancang untuk fungsi tunggal seperti ketenagaan dan
penjadwalan, rencana perawatan/klasifikasi pasien.

6. Kurangnya keseragaman bahasa keperawatan/kebidanan menghambat perkembangan dan


penggunaan system informasi computer

7.   Rasa takut termasuk anggapan bahwa komputerisasi terlalu sulit, bahwa teknologi
tersebut akan menggantikan bidan/perawat,bahwa computer akan langsung mengarahkan
dan mendikte asuhan dan bahwa kerahasiaan pasien akan dilanggar.

8.   Komputerisasi sangat mahal.hardware,software,pendidikan staf dan computer tambahan


menunjang kontribusi staf untuk mengembangkan system komputerisasi.

Keuntungan dan Kerugian Dokumentasi Terkomputerisasi

Beberapa keuntungan dari dokumentasi terkomputerisasi secara umum adalah sbb:

1. Catatan dapat di baca

2. Catatan yang siap tersedia

3. Produktivitas bidan/perawat membaik

4. Mengurangi kerusakan catatan

5. Menunjang penggunaan proses asuhan kebidanan/keperawatan

6. Mengurangi dokumentasi yang berlebihan

7.  Saran, pengingat dan peringatan klinis

26
8.  Catatan keperawatan/kebidanan lebih terorganisasi

9.   Laporan tercetak secara otomatis

10.  Dokumentasi sesuai standar profesi

11.  Peningkatan rekrutment dan retensi tenaga

12. Peningkatan pengetahuan tentang hasil

13. Ketersediaan data

14. Pencegahan kesalahan pemberian obat

15. Mempermudah penetapan biaya

16. Mencetak instruksi pemulangan

Meskipun keuntungan menggunakan lebih banyak daripada kerugiannya, dibeberapa


tempat terdapat masalah berkaitan dengan pemakaian computer untuk dokumentasi. Beberapa
permasalahan dari dokumentasi terkomputerisasi adalah sbb:

1. Keuntungan pencatatan dengan kertas. Pencatatan kertas sudah dikenal, mudah dibawa dan
dapat dibawa ke ruang perawatan pasien, tidak terjadi downtime, fleksibilitas dalam
pencatatan data, memudahkan pencatatan data subjektif dan naratif, dapat dicari dan diperiksa
dengan cepat.

2. Masalah keamanan dan kerahasiaan informasi pasien. Perlunya menjaga privasi,


kerahasiaan dan keamanan catatan medis pasien yang terkomputerisasi.

27
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan

Laporan penelitian ditulis dalam suatu format laporan. Format diartikan sebagai bentuk
susunan, atau organisasi sutu laporan, yaitu bagaimana bagian-bagian laporan tersebut diurutkan
dan disusun. Laporan penelitian dapat di sajikan dalam format atau format tetap. Laporan yang di
tulis dengan format bebas tidak dibatasi jumlah bab nya serta isi masing-masing bab nya.
Dalam menilis sebuah penelitian kita harus memiliki kemampuan pengetahuan mengenai
hakikat sebuah laporan penelitian dan langkah-langkah penyusunan perangkat tata susunan
laporan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Handayani,Desy(2012).Buku ajar dokumentasi kebidanan.Jakarta:Trans Info Media.

Widan & Hidayat (2011). Dokumentasi kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Muslihatun, Mudlilah, & Setiyawati(2009). Dokumentasi kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Fauziah, Afroh, &Sudarti (2010). Buku ajar dokumentasi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Varney (1997).Varney’s Midwifery, 3rd Edition, Jones and Barlet Publishers, Sudbury: England.

lawintano, Laurensia, 2000, Dokumentasi Kebidanan, Jakarta; St. Carolus

29

Anda mungkin juga menyukai