Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM KESEHATAN C

VISUM ET REPERTUM

Disusun Oleh :
RINI PUSPITA SARI
B011181590
ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga penulis bisa menyusun
dan menyelesaikan makalah ini yang berjudul “VISUM ET REPERTUM”
Makalah ini berisikan penjelasan singkat mengenai Visum et Repertum, jenis
struktur, fungsi dan peranan Visum et Repertum dalam perkara pidana.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini.
Penulis pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya
kepada penulis agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih
sempurna lagi.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Makassar , 2 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….………………….i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…...………………………………………………………………………..……..iv

BAB 1 PENDAHULUAN…………...…………………………………………………..……...1

1.1. LATAR BELAKANG………………………………………………….............................1

1.2. RUMUSAN MASALAH………………………………………………...…………………3

1.3. TUJUAN PEMBAHASAN.…………………..……………………………......................3

BAB 2 PEMBAHASAN……………………..………………………………………………....4

2.1. DEFINISI DAN DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM……….……....................4

2.2. STUKTUR VISUM ET REPERTUM..……….......………….......................................6

2.3. JENIS - JENIS VISUM ET REPERTUM…...............................................................8

2.4. FUNGSI DAN PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM PROSES


PENANGANAN PERKARA PIDANA ……………………………………………….….9

BAB 3 PENUTUP………..………………………………………………………….………..12

3.1. KESIMPULAN…...…………………………………….…………..………………….…12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan pengetahuan, seringkali menyebabkan
seseorang tidak dapat menyelesaikan permasalahanya sendiri. Seseorang itu
mau tidak mau harus memerlukan bantuan orang lain yang lebih paham untuk
dimintai bantuan menyelesaikan masalah yang telah dialami orang tersebut.
Manusia hidup diwajibkan untuk mengadakan hubungan satu dengan yang
lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh keperluan
hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingan-kepentingan itu berlainan bahkan
ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang
mengganggu keserasian hidup bersama. 1
Pemeriksaan pada suatu tindak kejahatan pidana dalam suatu peradilan
bertujuan untuk memperoleh kebenaran materiil (materiil waarheid) terhadap
upaya perkara pidana tersebut. Ini dapat dapat dilihat dari berbagai upaya
penegak hukum untuk memperoleh bukti yang diperlukan dalam mengungkap
suatu perkara pidana yang telah dihadapi dalam tahap penyidikan dan
penuntutan maupun tahap persidangan. Upaya yang dilakukan aparat penegak
hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana tersebut
ditegaskan dalam UndangUndang No. 4 Tahun 2004 Pasal 6 ayat (2) tentang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
“Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena
alat bukti yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
yang dituduhkan atas dirinya”.
Adanya ketentuan Undang-Undang tersebut maka dalam proses
penyelesaian perkara pidana aparat penegak hukum haruslah berkewajiban

1
C. S. T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, hal. 33.

1
untuk mengumpulkan bukti mengenai perkara pidana yang ditanganinya.
Pengaturan alat-alat bukti yang sah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal
184 ayat (1) yang menerangkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Dalam pemeriksaan
perkara pidana seringkali aparat penegak hukum dihadapkan dengan masalah
hal-hal tertentu di luar kemampuan, maka aparat penegak hukum memerlukan
bantuan seorang ahli dalam mencari bukti dan kebenaran materiil bagi penegak
hukum tersebut. Permintaan bantuan penegak hukum kepada seorang ahli
untuk mendapatkan bukti yang sah dalam mengungkap suatu perkara pidana
ditegaskan pada Pasal 120 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau memiliki
keahlian khusus”.
Keterangan ahli diterangkan pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP yang
menyatakan:
“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan suatu perkara pidana”.
Kenyataannya dalam penegakan hukum khususnya pada proses
penyidikan dalam mengungkap kasus tindak pidana penganiayaan hampir
semuanya memerlukan keterangan dokter ahli forensik untuk mengawali
penyidikan itu, dengan keterangan dokter ahli diakui cukup efektif di dalam
penyidikan tindak pidana penganiayaan. Pengertian secara harfiah Visum Et
Repertum adalah berasal dari kata Visual, yaitu melihat dan Repertum yaitu
melaporkan, berarti; apa yang dilihat dan diketemukan, sehingga Visum Et
Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat
berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup,
mayat atau fisik ataupun barang bukti lain kemudian dilakukan pemeriksaan
berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan yang juga merupakan
pendapat dari seorang ahli ataupun kesaksian (ahli) secara tertulis

2
2
sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan (hasil pemeriksaan).
Pada proses penyidikan perkara pidana yang menyangkut dengan tubuh,
kesehatan, dan nyawa manusia memerlukan bantuan seorang ahli dokter.
Bantuan seorang dokter dengan ilmu kedokteran kehakiman yang dimilikinya
sebagaimana tertuang dalam Visum Et Repertum yang dibuatnya mutlak
diperlukan. Visum Et Repertum sebagai laporan tertulis untuk kepentingan
peradilan atas permintaan penegak hukum yang berwenang di sini khususnya
oleh penyidik. Visum Et Repertum dibuat oleh dokter sesuai apa yang dilihat dan
diketemukanya pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah
3
kedokteran, serta berdasarkan pengetahuanya.
Terhadap tanda-tanda kekerasan yang merupakan salah satu unsur
penting untuk pembuktian tindak pidana, hal tersebut dapat diketemukan pada
hasil pemeriksaan yang tercantum dalam Visum Et Repertum. Penyidik tentunya
akan menentukan langkah lebih lanjut terhadap proses penyidikan perkara
pidana tersebut agar diperoleh keterangan materiil dalam perkara tersebut dan
terungkap secara jelas tindak pidana yang terjadi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum Visum et Repertum?
2. Apa saja jenis - jenis Visum et Repertum ?
3. Bagaimana struktur isi Visum et Repertum ?
4. Bagaimana fungsi peranan Visum et Repertum dalam perkara pidana ?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum Visum et Repertum ?
2. Untuk mengetahui jenis - jenis Visum et Repertum?
3. Untuk mengetahui struktur dan isi Visum et Repertum ?
4. Untuk mengetahui Peranan Visum et Repertum dalam perkara pidana ?

2
Tholib Setiady, 2009, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman, Cet Ke-2, Bandung: Alfabeta,
hal. 39-40.
3
Tjiptomartono Agung Legowo, 1982, Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses
Penyidikan, Jakarta: Karya Unipres, hal. 1.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Dasar Hukum Visum et Repertum


Dalam kamus besar bahasa Indonesia visum et repertum berarti surat
4
keterangan dari dokter tentang hasil pemeriksaan secara medis. Kemudian
dalam kamus hukum yang dinamakan visum et repertum adalah surat
keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai pemeriksaannya terh}adap
sesuatu. 5
Sedangkan menurut Njowito Hamdani visum et repertum adalah suatu
keterangan yang tertulis dibuat oleh dokter atas sumpah yang diucapkan pada
waktu berakhirnya pelajaran dokter, memiliki daya bukti yang sah dalam
pengadilan, selama keterangan itu memuat keterangan yang diamati pada
benda yang diperiksa. Menurut pendapat Dr. Tjan Han Tjong visum et repertum
merupakan suatu hal yang penting dalam hal pembuktian karena menggnatikan
sepenuhnya tanda bukti (Corpus-Delicti) seperti diketahui dalam perkara pidana
yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan, maka tubuh si korban
merupakan corpus delicti. 6
Menurut Abdul Mu‟ni Idris memeberikan pengertian visum et repertum
adalah suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang
ditemukan dan dlihat pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
7
kesimpulan dari pemeriksa tersebut guna kepentingan peradilan.
Dari beberapa definisi tentang visum et repertum dapat disimpulkan visum
et repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter
berdasarkan sumpah tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada benda
yang diperiksa menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya guna kepentingan
peradilan.

4
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia(t:t Gitamedia Press, t.t), h. 794.
5
Simorangkir dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,t.t), h. 183.
6
R.Atang Ranomihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman(Forensick Scince), Bandung: Penerbit
Tarsito, 1983, h. 18.
7
Wahyudi, Ilmu kedoteran kehakiman dalam perspektif peradilan dan aspek hukum praktik
kedokteran, Jakarta:Jdambatan, 2000, h. 26.

4
Visum et repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang pasal 120, 179,
dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi oleh ancaman membuka rahasia
meskipun jabatan visum et repertum dibuka dan dibuat tanpa seizin pasien,
asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan
peradilan. Dasar visum et repertum terdapat dalam kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana pasal 120, 133, dan pasal 179 yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 120 KUHAP menyebutkan:
1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat memminta pendapat orang
ahli atau yang memiliki keahlian khusus.
2. Ahli tersebut harus mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuanya
yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat,
pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan menyimpan rahasia dapat
8
menolak untuk memberikan keterangna yang minta.
Kemudian pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan pengadilan mengenai seorang
korban, baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli dokter kehakiman atau dokter dan ahli lainya.
2. Permintaan keterngna ahli sebagaimana yanga dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan secara tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagaian

8
C. S.T Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Rajawali Press,2008), h.
60.

5
badan mayat lain. 9
Selanjutnya pasal 179 KUHAP yang berbunyi:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran atau ahli
lainya wajib memberikan keterangan ahli demi keadalian.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangn ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangn yang
sebaikbaiknya menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.10
2.2. Struktur Visum et Repertum
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum
sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata “Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada
lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik
POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut
dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya,
dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun Pada umumnya visum et repertum
dibuat mengikuti struktur sebagai berikut:
1. Pro Justitia Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian

9
Ibid,.h. 64
10
Ibid, h. 84.

6
visum et repertum tidak perlu bermeterai.
2. Pendahuluan Pendahuluan memuat; identitas pemohon visum et
repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan visum et
repertum, dentitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas objek
yang diperiksa; nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan,
kapan dilakukan pemeriksaan, di mana dilakukan pemeriksaan, alasan
dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat
sebelumnya, pukul korban meninggal dunia, keterangan mengenai
orang yang mengantar korban ke rumah sakit.
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang
diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu
mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara
luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka
dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri
dari:
a) Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban
hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang
keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan tindak pidananya (status lokalis).
b) Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat
dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu

7
diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang-tepat tidaknya
penanganan dokter dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil.
c) Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur
yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik
luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang
diberikan.
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et
repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et
repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu
jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau
dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum
melakukan pemeriksaan - Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum
et repertum. 11
2.3. Jenis – Jenis Visum et Repertum
Jenis Visum et Repertum Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter
terhadap barang bukti yang diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, visum
et repertum digolongkan menurut obyek yang diperiksa sebagai berikut :
a. Visum et repertum untuk orang hidup. Jenis ini dibedakan lagi dalam :
1) Visum et repertum biasa.
Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk
korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
2) Visum et repertum sementara.

11
Dedi Afandi, Visum Et Repertum Pada Korban Hidup, JIK, Jilid 3, Nomor 2, September 2009,
Hal. 81-82

8
Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan
derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan.
3) Visum et repertum lanjutan .
Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena
sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
b. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah).
Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka
penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik
untuk dilakukan bedah mayat (outopsi). Jenis ini dibedakan lagi dalam :
1) Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di
TKP.
2) Visum et repertum penggalian jenazah.
Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian
jenazah.
3) Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat
pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit
jiwa.
4) Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti
yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana,
contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau. 12
2.4. Fungsi dan Peranan Visum et Repertum Dalam Proses Penanganan
Perkara Pidana
Mengenai peranan visum et repertum dalam proses penanganan perkara,
sebelum membahas bagaimana peranan tersebut, berikut ini yang dimaksud
dengan arti kata “peranan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “peran”
diartikan sebagai “seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat”. Sedangkan kata “peranan” diartikan yaitu
“bagian dari tugas yang harus dijalankan”. Kata “pemeranan” diartikan “proses,

12
Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Gramedia Pustaka Tama, 1992, h. 26.

9
cara, perbuatan memahami, perilaku yang diharapkan dan diikatkan dengan
kedudukan seseorang. 13
Berdasarkan definisi-definisi diatas, diterapkan dengan peranan visum et
repertum, maka dapat disimpulkan bahwa peranan visum et repertum yaitu
bagian dari tugas, cara, proses, yang dapat diikatkan pada visum et repertum
menurut kedudukannya. Apabila meninjau peranan visum et repertum dalam
penanganan suatu perkara, khususnya dalam penulisan skripsi ini, maka hal ini
mempunyai arti yaitu tugas/ cara/ proses yang dapat dilakukan dan atau
diberikan oleh visum et repertum dalam kedudukannya pada proses penyidikan
suatu tindak pidana perkosaan.
Menurut H.M. Soedjatmiko, sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi
hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam
suatu perkara pidana, maka visum et repertum mempunyai peran sebagai
berikut :
1. Sebagai alat bukti yang sah.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) jo pasal
187 huruf c.
2. Bukti penahanan tersangka.
Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan penahanan
tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti-bukti
yang cukup untuk melakukan tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah
akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum
et repertum yang dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai
pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan
tersangka.
3. Sebagai bahan pertimbangan hakim.
Meskipun bagian kesimpulan visum et repertum tidak mengikat hakim,
namun apa yang diuraikan di dalam Bagian Pemberitaan sebuah visum et
repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak pidana,
di samping itu Bagian Pemberitaan ini adalah dapat dianggap sebagai

13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit., h. 224.

10
pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh Dokter.
Dengan demikian dapat dipakai sabagai bahan pertimbangan bagi hakim
yang sedang menyidangkan perkara tersebut. 14
Karena tujuan pemeriksaan perkara pidana adalah mencari kebenaran
materiil, maka setiap masalah yang berhubungan dengan perkara pidana
tersebut harus dapat terungkap secara jelas. Demikian halnya dengan visum
et repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik atau atau dokter ahli
lainnya, dapat memperjelas alat bukti yang ada bahwa tindak pidana benar-
benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sehubungan dengan hakekat pemeriksaan perkara pidana adalah
mencari kebenaran materiil maka kemungkinan menghadapkan Dokter untuk
membuat visum et repertum adalah suatu hal yang wajar demi kepentingan
pemeriksaan dan pembuktian. Mengenai dasar hukum peranan visum et
repertum dalam fungsinya membantu aparat penegak hukum menangani
suatu perkara pidana, hal ini berdasarkan ketentuan dalam KUHAP yang
memberi kemungkinan dipergunakannya bantuan tenaga ahli untuk lebih
memperjelas dan mempermudah pengungkapan dan pemeriksaan suatu
perkara pidana.

14
H.M. Soedjatmiko, Op.cit., h.7.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Peranan visum et
repertum adalah pada tingkat penyidikan visum et repertum memiliki peranan
sebagai bahan untuk memperkuat dakwaan/sangkaan terhadap
perbuatan yang dilakukan oleh tersangka dan sebagai bukti penahanan
tersangka dimana dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik
melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik
harus mempunyai bukti - bukti yang cukup untuk melakukan tindakan
tersebut.
Kemudian peranan visum et repertum dalam tingkat penuntutan
atau Kejaksaan yaitu sebagai alat untuk menentukan berat ringannya
Pasal yang dipersangkakan terhadap terdakwa/pelaku sesuai dengan alat
bukti yang ada. Selanjutnya peranan visum et repertum dalam tingkat
pengadilan yaitu salah satu pengganti alat bukti fisik maka dituangkan
dalam bentuk tertulis atau laporan. Maka visum et repertum merupakan
suatu alat bukti Surat yang dapat dijadikan untuk bahan pembuktian
dalam persidangan dan sebagai bahan pertimbangan hakim.
Meskipun bagian kesimpulan visum et repertum tidak mengikat hakim,
namun apa yang diuraikan di dalam bagian pemberitaan sebuah visum et
repertum adalah merupakan bukti materiil dari sebuah akibat tindak
pidana, di samping itu bagian pemberitaan ini adalah dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh
Dokter. Dengan demikian dapat dipakai sabagai bahan pertimbangan bagi
hakim yang sedang menyidangkan perkara tersebut. Kekuatan hukum visum
et repertum adalah sangat mutlak atau sempurna dalam kasus tertentu seperti
kasus tindak pidana penganiayaan, asusila, maupun pembunuhan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Buku :

Abdussalam, H.R, Desasfuyanto Adri, Adri, 2014, Buku Pintar Forensik (pembuktian
ilmiah) Jakarta, PTIK Press.

Idries, Abdul Mun'im. Tjipto Martono, dan Agung Legowo. 1982. Penerapan Ilmu
Kedokteran Kehakiman dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Karya Unipres.

Marpaung, Leden, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana (penyelidikan &


penyidikan), Jakarta, Sinar Grafika.

Jurnal :

Arsyadi, A. Fungsi Dan Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Perkara


Pidana (Doctoral dissertation, Tadulako University).

Afandi, D. (2008). Visum et repertum pada korban hidup. JIK (Jurnal Ilmu
Kedokteran), 3(2).

Dilla Haryanti. (2013). PERANAN VISUM ET REFERTUM SEBAGAI SALAH SATU


ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN DALAM TINDAK PIDANA
PERKOSAAN. CONSTITUTUM, 13(1).

Nisa, Y. K., & Krisnan, J. (2015). Kekuatan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti
Dalam Mengungkap Terjadinya Tindak Pidana. Varia Justicia, 11(2), 185-199.

Syamsuddin, R. (2011). Peranan Visum et Repertum di pengadilan. Jurnal Al


Risalah, 11(1).

Undang – Undang :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang “Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

13

Anda mungkin juga menyukai