A.Nurqalbi Annisa
B011181354
Universitas Hasanuddin
Abstrak
Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) merupakan istilah yang digunakan WIPO (World
Intllectual Property Rights) dalam berbagai forum di dunia. Ekspresi Budaya Tradisional
dilindungi berdasarkan Pasal 38 UndangUndang No.28 Tahun 2014. Dalam ketentuan pasal
ini ditegaskan bahwa dalam rangka menjaga dan memelihara keberadaan EBT, negara wajib
menginventarisasikan karyakarya EBT. Perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya
tradisional dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta sangat
tidak memadai. Penyebabnya adalah adanya pertentangan filosofi dalam hak cipta yang
berkonsep individual dengan filosofi ekspresi budaya tradisional yang berkonsep komunal.
Hal ini menimbulkan tingginya pelanggaran pihak asing terhadap karya ekspresi budaya
tradisional masyarakat adat. Sehingga timbul pertanyaan “perlindungan hukum bagaimana
yang tepat untuk melindungi karya ekspresi budaya tradisional masyarakat adat di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 huruf (J) Convention on Biological Diversity yang selanjutnya
disingkat CBD, meperkenalkan sistem sui generis yang memberikan peluang bagi negara
yang memiliki kekayaan ekspresi budaya tradisional untuk mengatur perlindungan ekspresi
budaya tradisional sesuai dengan kepentingan negara masing-masing termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, lahirnya peraturam hukum yang khusus dalam melindungi ekspresi budaya
tradisional, merupakan kebutuhan yang mendesak. Selain itu, dengan adanya peraturan
tersebut, maka pihak asing dapat memanfaatkan ekspresi budaya tradisional Indonesia secara
legal dan juga Pemerintah dapat memperoleh manfaat ekonomi dari penggunaan ekspresi
budaya tradisional tersebut. Selain itu, langkah awal yang harus dilakukan Pemerintah adalah
melakukan pendataan karya ekspresi budaya tradisional di seluruh wilayah Indonesia, agar
dapat dijadikan sebagai alat bukti terhadap pihak asing apabila terjadi pelanggaran.
A. LATAR BELAKANG
Sebuah hasil kinerja intelektual manusia, pada dasarnya menjadi sebuah produk yang
bernilai sangat berharga bagi individu tersebut. Sebuah mekanisme perlindungan kemudian
menjadi aspek yang sangat penting dalam hal tersebut. Dari ruang lingkup kinerja intelektual
manusia, menjadi bagian yang terdapat pada rezim hak kekayaan intelektual dalam
perlindungannya. Berkaca dari dunia internasional hingga lingkup domestik, kekayaan
intelektual menjadi sebuah kekayaan bagi pemegangnya. Hak tersebut melekat pada
kebendaan yang bersifat material maupun non material.
Hak kekayaan intelektual merupakan induk yang menaungi beberapa hak atas suatu hasil
kekayaan intelektual individu maupun kolektif. Dalam lingkup hak kekayaan intelektual,
terdapat beberapa produk yang dilindungi, diantaranya adalah hak cipta, hak paten, merk,
rahasia dagang, perlindungan varietas tanaman, desain tata letak sirkuit terpadu, hingga
ekspresi budaya tradisional. Perlindungan-perlindungan di bawah lingkup hak kekayaan
intelektual tersebut, memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada hak paten misalnya yang
menitikberatkan hak yang melekat pada suatu produk hasil kekayaan intelektual manusia
yang masuk kedalam ruang lingkup industry dan teknologi, serta mengandung nilai kebaruan
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kemudian, pada ekspresi budaya tradisional,
memiliki sifat yang berbeda dengan hak paten, di mana perlindungan yang diberikan kepada
ekspresi-ekspresi pada masyarakat secara komunal dan berkarakter tradisional pada
masyarakat tertentu yang bermanfaat dan bernilai ekonomi.
Mengenai Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) mempunyai banyak istilah, baik dalam
konteks nasional maupun internasional. Untuk Indonesia sendiri, penggunaan istilah tersebut
dinamakan Ekspresi Budaya Tradisional yang merupakan sebuah warisan leluhur dalam
bidang budaya takbenda. Ketentuan yang diatur mengenai EBT tertuang dalam Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Kemudian lebih lanjut ditangani oleh
Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
1. Ungkapan teks, sama ada lisan dan dalam bentuk tertulis, yang membentuk prosa dan
puisi dalam pelbagai tema dan pesanan kandungan,serta boleh menjadi naratif sastera
atau maklumat;
2. Muzik, termasuk vokal dan alat muzik instrumental;
3. Gerakan, termasuk, tarian, seni mempertahankan diri dan permainan;
4. Wayang, termasuk pertunjukan boneka dan drama rakyat;
5. Seni, sama ada dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi yang dibuat dari pelbagai
bahan seperti kulit, kayu, rotan, logam, seramik dan tekstil;
6. Upacara adat termasuk perbuatan alat dan bahan dan persembahan mereka.
Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) merupakan istilah yang digunakan WIPO (World
Intllectual Property Rights) dalam berbagai forum di dunia. Pemakaian istilah EBT yang
dikemukakan oleh WIPO ditunjukkan untuk memberikan garisan terhadap sesuatu karya
budaya yang bersifat tradisional dan dimiliki oleh masyarakat tradisional sebagai karya
intelektual yang berasal dari kebudayaan tradisional milik kelompok masyarakat tradisional.
Pemberian makna tersebut akan menjadi acuan untuk menetapkan suatu karya intelektual dari
budaya tradisional dan mengkaitkannya pada suatu masyarakat sebagai pengemban.
Selain itu, terdapat perbedaan karakter antara Hak Kekayaan Intelektual dan Ekspresi
Budaya Tradisional yang membuat sistem hukum Kekayaan Intelektual Indonesia tidak
cukup mampu melindungi secara utuh Ekspresi Budaya Tradisional. Secara karakter,
walaupun sama-sama bersumber dari kreativitas intelektual manusia, di antara keduanya
terdapat perbedaan mendasar. Ekspresi Budaya Tradisional sendiri kepemilikannya bukan
bersifat individual seperti halnya karya cipta buku, musik atau lukisan. Namun kepemilikan
Ekspresi Budaya Tradisional tersebut merupakan kepemilikan komunal.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengatur perlindungan Hak Cipta EBT
dibawah ruang lingkup UU Hak Cipta. Pada dasarnya EBT tidak tepat dilindungi dibawah
lingkup UU Hak Cipta. Sehingga dapat dikatakan bahwa UU Hak Cipta belum memadai
untuk memberikan perlindungan terhadap EBT. Hal ini dikarenakan beberapa focus
perlindungan Hak Cipta bertentangan dengan sifat perlindungan EBT. Bahwasanya hak cipta
mensyaratkan suatu ciptaan wajib diwujudkan dalam bentuk karya cipta yang nyata
(expression work) dan orisinalitas atau keaslian. Persyaratan ini dapat dikatakan menghalangi
EBT untuk mendapat perlindungan dikarenakan EBT diwariskan secara turun temurun dan
tidak bersifat asli serta banyak yang diwujudkan secara lisan, bukan tertulis. Sehingga sangat
diperlukan peraturan perundangundangan yang memang khusus untuk mengatur mengenai
EBT ini.
Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, yang
dipegang oleh negara untuk jangka tidak terbatas. Walaupun tujuan Pasal 10 UndangUndang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tersebut secara khusus dimaksudkan untuk melindungi
budaya masyarakat adat. Namur, kenyataannya masyarakat adat akan sangat sulit melindungi
karya mereka mengingat kendala yang ada pada budaya hukum masyarakat adat.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek subyek hukum
melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan
suatu sanksi. Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum itu sendiri adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan
hukum terhadap masyarakat tersebut haruslah diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian
hukum berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa negara menghormati kebudayaan tradisional dari masyarakat adat sebagai
bagian dari kebudayaan nasional Negara Republik Indonesia ditengah peradaban dunia
dengan menjamin hak-hak masyarakat dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 18 B ayat (2), Pasal 28 I ayat (3) dan Pasal 32
ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Hal ini dapat dilihat dari dimasukkannya EBT ke dalam UU No. 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, karena Hak Cipta termasuk dalam bagian dari kekayaan intelektual yang
memasukkan EBT ke dalam lingkup seni, sastra, serta ilmu pengetahuan. Hak Cipta
merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
C. KESIMPULAN
Abdul Atsar. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Dan Ekspresi Budaya
Tradisional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Ditinjau Dari Undang-
Undang No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dan Undang-Undang
No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa
Karawang. Telukjambe.
Simona Bustani. 2017. “Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masayarakat Adat”,
Jurnal Hukum Prioris, Volume 2 Nomor 4 Fakultas Hukum Universitas Trisakti,
Jakarta
Sigit Nugroho. “Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (Ebt) Di Daerah Pasca Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Perpektif Hukum Administrasi
Negara)”. Jurnal Society. Volume V, Nomor 1, Juni 2017. Fakultas Hukum UBB.