Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu hak kekayaan yang dimiliki

oleh manusia yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual atau akal

seseorang, berupa : pengetahuan, seni, sastra dan teknologi dimana untuk

mewujudkannya memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, biaya dan pikiran. Dewasa

ini bahasan mengenai topik Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut HKI

sedang menghangat dengan adanya kasus penciplakan karya cipta di bidang seni batik

di Indonesia oleh negara tetangga Malaysia.

Pada hakikatnya hak kekayaan intelektual merupakan hak yang timbul

berdasarkan kerja intelektualitas, kreativitas, rasio, dan otak manusia karena

telah memiliki ide atau gagasan mengenai sesuatu hal sehingga timbul hak-hak

yang bersifat imateriil dan dapat diterima oleh nalar manusia. Oleh karena itu,

dapat dikatakan bahwa HKI merupakan hak milik terhadap benda tidak

berwujud yang berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra,

ketrampilan, dan lain-lain yang tidak mempunyai bentuk tertentu (Ditjen HKI,

2005:26).

Hal ini sungguh membuat masyarakat di berbagai kalangan di Indonesia

menjadi resah, pasalnya kasus ini bukan kali pertama negara tetangga Malaysia

mengklaim dirinya sebagai pemilik karya cipta terutama di bidang kesenian, baik seni

1
musik, kesenian reog, batik tradisional hingga makanan khas Indonesia “tempe”.

Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan

World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994.

Konsekuensinya adalah Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk

menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO,

termasuk yang berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs-WTO).1

Batik adalah salah satu hasil ciptaan intelektual manusia yang menjadi ciri khas

dari suatu daerah. Kekayaan intelektual ini telah menjadi bagian dari budaya

masyarakat Indonesia namun belum mendapat perlindungan sepenuhnya dari

pemerintah. Banyak motif Batik yang memiliki nilai seni yang cukup tinggi dan

mempunyai nilai filosofi diberbagai daerah yang ada di Indonesia telah didaftarkan

sebagai milik orang asing. Keadaan ini harus mendapat perhatian serius dari semua

pihak. Batik merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yaitu: “Ba” atau “mba”

yang merupakan awalan umum dalam bahasa Jawa yang berarti akan melakukan

sedangkan kata “Tik” berarti titik, jadi batik artinya membuat titik. Batik sendiri pada

dasarnya terdiri dari dua (2) goresan dasar yaitu titik dan garis, dari dua goresan

tersebut lahirlah motif yang bervariasi mengikuti perkembangan waktu, latar

belakang sosial, budaya, ekonomi, dan geografi suatu daerah. Daerah penghasil batik

terbesar di Indonesia adalah Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Cirebon, Lasem, dan

Tuban.

1
Afrillyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 1

2
Hak kekayaan intelektual merupakan padanan kata dari istilah Intellectual

Property Right atau lebih dikenal dengan istilah HAKI atau HKI . Istilah tersebut

terdiri dari tiga kata kunci, yaitu: Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan

merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun

kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya

pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, dan

karikatur. Terakhir, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak-hak (wewenang

atau kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut, yang diatur

oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.2

Pendaftaran hak cipta bukanlah untuk memperoleh perlindungan Hak Cipta.

Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan Hak Cipta juga mendapatkan

perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai Pencipta suatu penciptaan tertentu. Undang-

Undang Hak Cipta melindungi Pencipta, terlepas apakah ia mendaftarkan ciptaannya atau

tidak. Manfaat pendaftaran yaitu tetap dianggap sebagai pencipta, sampai ada pihak yang

dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Beban pembuktian di pengadilan pada

pihak lain, bukan pada pihak yang telah mendaftarkan Hak Cipta. Perlindungan hukum

yang diberikan ini berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban atas kekayaan

intelektual. Dengan adanya perlindungan hukum pencipta dapat melaksanakan

penemuannya dengan perasaan aman, dilain pihak penemu juga harus menjalankan

kewajiban-kewajiban berkaitan dengan penemuannya sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2
http://home.indo.net.id dikunjungi tanggal 20 Maret 2017

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka adapun rumusan

masalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana perlindungan hukum terhadap karya cipta batik

berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta ?

1.2.2 Apa upaya pemerintah dalam menangani kasus pengklaiman tersebut

dan upaya pencegahannya ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar dalam melakukan penulisan tidak menyimpang dari judul yang dibuat,

maka penulis perlu melakukan pembatasan masalah untuk mempermudahkan

permasalahan dan mempersempit ruang lingkup, yang dalam hal ini adalah mengenai

Perlindungan Karya Terhadap Seni Batik, terbatas pada perlindungan hukum

terhadap karya seni batik dan upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya

pengkaliaman terhadap karya seni batik. Karya seni batik merupakan hak cipta yang

dilindungi berdasarkan Pasal 40 huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta.

1.4 Jenis Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya merpakan suatu kegiatan ilmiah yang didasari pada

metode sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk menemukan gejala

4
hukum dan menganalisanya. Penulisan ini termasuk jenis penulisa hukum yuridis

empiris, yaitu mengkaji suatu permasalahn dengan berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, bahan literature yang berkaitan dengan masalah

yang dibahas serta melihat kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Penelitian

hukum empiris pada dasarnya adalah meneliti tentang hukum dengan prosesnya,

hukum dalam interaksinya, hukum dalam penerapannya dan atau pengaruhnya dalam

kehidupan masyarakat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Mengenai sejarah ciptaan batik pada awalnya merupakan “ciptaan” khas bangsa

Indonesia yang dibuat secara konvensional. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta

yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Karya-karya cipta tersebut memperoleh perlindungan hukum karena mempunyai nilai

seni, baik pada motif, gambar, maupun komposisi warnanya. Menurut teminologi,

batik adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting atau

sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan masuknya warna.3

Di Indonesia, Hak Cipta diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta, mengenai criteria keaslian ditegaskan dalam pasal 1 angka 3,

bahwa Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya

dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang dihasilakan atas ispirasi,

kemampuan, pikiran, imajinasi, kecerdasan, keterampilan, atau keahlian yang

diekspresikan dalam bentuk nyata.4 Dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf q Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ditegaskan bahwa :

3
A.N Suyanto, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta, 2002, hlm. 101
4
Ni Ketut Supasti Darmawan, dkk, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Deepublish
(Grup Penerbitan CV Budi Utama), Yogyakarta 2016, hlm. 36

6
“Ciptaan atau karya cipta yang mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah

karya cipta yang dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan

menunjukkan keaslian (orisinal) sebagai citaan seseorang yang berifat pribadi”.5

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa karya

intelektual manusia yang mendapat perlindungan hak cipta adalah karya dibidang

ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang sudah berujud kara nyata (expression work)

bukan ide semata, yang menunjukkan kaslian (orisinal) dan khas sebaga ciptaan

seseorang yang bersifat pribadi.

Ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

mengatur bahwa karya/ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:

a) Buku, pamphlet, perwajahan, karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lain;

b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis lainnya;

c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dalam ilmu

pengetahuan;

d) Lagu atau music dengan atau tanpa teks;

e) Drma atau dram musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime;

f) Karya seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,

seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase;

g) Karya seni terapan

5
Ibid

7
h) Asitektur;

i) Peta;

j) Karya seni batik dan seni motif lainnya;

k) Karya fotografi;

l) Potret;

m) Karya sinematografi;

n) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data adaptasi, aransemen,

modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;

o) Terjemahan, adapatasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

p) Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

program computer maupun media lainnya;

q) Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan

karya seni asli;

r) Permainan video, dan

s) Program computer.

Pencipta yang telah melahirkan karya cipta akan memiliki hak hkusus atau hak

eksklusif yang atas karya ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan-

pembatasan menurut peraturan perundangan yang berlaku. Menurut hukum Hak

Cipta, lingkup hak yang dimiliki oleh Pecipta/Pemegang, Hak Cipta atas karya

ciptaan adalah sebagai berikut: Pencipta atau Pemegang Hak Cipta berhak

mengumumkan dan memperbanyak ciotaannya yang mendapat perlindungan hukum

8
secara otomatis, serta berhak unutk memberikan izin atau melarang orang lain yang

tanpa persetujuannya mengumumkan, memperbanyak, dan menyewakan hasil

ciptaannya untuk kepentingan konversial.6

Perlindungan hukum terhadapp hasil karya cipta diperoleh oleh pencipta secara

otomatis, artinya tana melalui proses pendaftaran terlebih dahulu pencipta secara

otomatis sudah mendapat perlindungan hukum atas karya ciptanya begitu karya

tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk karya cipta nyata (expression work).

Menurut konsep perlindungan ini, Hak Cipta boleh dicatatkan boleh juga tidak.

Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait diatur dalam Pasal 64 sampai dengan

Pasal 79 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 64

ayat (2) menyebutkan bahwa pencatatan suatu ciptaan tidak merupakan suatu

kewajiban. Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut pencatatan Hak Cipta bersifat tidak
7
mutlak. Meskipun menurut hukum Hak Cipa perlindungan Hak Cipta bersifat

otomatis yang diperoleh oleh pencipta sejak ciptaan lahir, dan tidak harus mealui

proses pencatatan atau dalam kelompok HKI lainnya dikenal dengan sebutan

pendaftaran, namun kalau dilakukan pencatatan atau pendaftaran itu akan lebih baik

dan lebih menguntungkan, karena dengan pencatatan/pendaftaran hak, setidaknya aka

nada bukti formal sebagai anggapan adannya hak cipta jika tidak terbukti sebaliknya.

Dengan adanya proses pencatatan jika terjadi peniriuan atau penjiplakan karya

cipa, si pencipta lebih mudah membuktikan dan mengajukan tuntutann, karena ada

6
Ibid, hlm.38
7
Ibid, hlm.39

9
bukti formal pendaftaran. Dalam Undang-Undang Hak Cipta, selain mengatur

perlindungan karya cipta yang bersifat individual, juga mengatur perlindungan atas

karya yang lahir secara komunal. Berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur tentang Ekspresi Budaya Tradisionaldan Hak

Cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui. Pasal 38 ayat (1) menngatur

bahwa Hak Cipta atas ekspresi udaya tradisional dipegang oleh negara.8

Menurut sifatnya Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak yang dapat

beralih atau dialihkan baik mellaui proses pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian

tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan (Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta.9

Jangka waktu perlindungan karya seni batik diatur dalam Pasal 58 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyebutkan

bahwa:

“Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

a) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b) ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d) lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

8
Ibid, hlm.40
9
Ibid

10
e) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g) karya arsitektur;

h) peta; dan

i) karya seni batik atau seni motif lain,

berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh)

tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari

tahun berikutnya.”

Pelanggaran Hak Cipta serta penyelesaian sengketa Hak Cipta diatur dalam

Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang

menyebutkan bahwa:

(1) Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif

penyelesaian sengketa, arbitrase , atau pengadilan.

(2) Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah

Pengadilan Niaga.

(3) Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud ayat

(2) tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa Hak Cipta.

(4) Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk

Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui

keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik

11
Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui

mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.

2.2 Upaya Pemerintah Dalam Menangani Kasus Pengklaiman Tersebut Dan

Upaya Pencegahannya

Ada beberapa factor yang menyebabkan adanya pengkaliamm budaya Indonesia

oleh bangsa lain, yaitu factor internal dan factor eksternal.

1. Faktor internal penyebab pengkaliaman budaya Indonesia oleh bangsa

lain yaitu :

1) Tidak adanya aturan yang jelas untuk mengatur bagaimana jalanya perli

ndungan kebudayaan. Kurangnya peran serta pemerintah untuk melestari

kan budaya indonesia.Rendahnya inisiatif pemerintah dan masyarakat in

donesia untuk mendaftarkan dan mematenkan budaya Indonesia.

2) Realitas membuktikan bahwa pemuda saat ini telah banyak yang melupa

kan dan tidak acuh atas eksistensi budaya Indonesia. Apresiasi yang

kurang untuk melestarikan budaya, malu mempelajari dan anggapan

bahwa budaya local itu kuno, ketinggalan zaman dan hanya milik

generasi tua.

3) Budayawan kita yang kurang mengerti akan kebudayaan sendiri , namun

budayawan malaysia mengerti dan paham akan seluk beluk kebudayaan

negara Indonesia (khususnya Melayu).

12
4) Kurangnya sosialisasi budaya Indonesia dalam media. Padalah peran

media sangat besar dan efektif. Penyampaian bdaya sendiri

(minimal: khusus daerah jawa tengah mengerti akan budaya jawa

tengah) yang kurang tetapi penyampaian info di kancah internasional

lebih luas terperinci.

5) Adanya kesamaan antara suku dan ras masyarakat Indonesia dengan

Malaysia. Kesamaan ras yang mungkin mengakibatkan adanya ideology

bahwa Indonesia dan Malaysia itu satu di mata orang-orang Malaysia

jadi kepemilikan budaya pun bias di samakan (intinya anatra Indonesia

dan Malaysia itu sama semua jadi klaim mengklaim itu tidak salah di

mata Malaysia).

6) Faktor bisnis (terutama pengenalan visit Malaysia kepada masyarakat

dunia).

7) Faktor perkembangan masyarakat yang notabene pembentuk ras melayu

(Jawa, Minang, Bugis, Mandailing) yang awalnya berasal dari Indonesia

lalu berimigrasi ke Malaysia yang sebelumnya membawa kebudayaan

asli Indonesia lalu mengenalkannya ke kalangan di seluruh kawasan

negara Malaysia.

8) Penyebaran penduduk ke negara atau belahan bumi yang juga membawa

kebudayaan tempat aslnya. Saat ini banyak penduduk Indonesia yang

bekerja di luar negeri. Bahkan banyak pula yang telah menetap di sana

menjadi warga negara tempat ia tinggal. Perpindahan tersebut tidak

13
menutup kemungkinan akan diikuti perpindahan budaya. Budaya-

budaya dari Indonesia pasti ada yang diterapkan di negara lain

tempat mereka bekerja. Inilah yang menyebabkan negara lain untnuk

mengakui budaya Indonesia. Karena mereka menganggap budaya itu

sudah biasa mereka lihat di negaranya. Kesamaan ciri khas kebudayaan

Indonesia dengan Malaysia dari factor kesamaan alat musik nada sebuah

lagu, serta adata budaya tersebut.

9) Kebudayaan tradisional yang notabene telah berabad-abad ada dan tidak

adanya sanksi hidup pencipta kebudayaan tersebut (misalnya : lagu

daerah memang tanpa pencipta/noname).

10) Faktor awal lahirnya negara Indonesia dengan Malaysia, Malaysia

beranggapan bahwa anara Malaysia dengan Indonesia itu lebih tua

Malaysia, jadi Malaysia berhak mengklaim kebudayaan Indonesia

karena mereka beranggapan kebudayaan Indonesia ada karena

kebudayaan Malaysia jadi asal usul kebudayaan Indonesia berawal dari

malaysia.

11) Kurangnya pembelajaran budaya. Pembelajaran tentang budaya, harus di

tanamkan sejak dini. Namun sekarang ini banyak yang sudah tidak

menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui

pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal

dalam membangun budaya bangsa serta bagaimana cara mengadaptasi

budaya local di tengah perkembangan zaman.

14
2. Faktor Eksternal Penyebab Pengklaiman Budaya Indonesia oleh

Bangsa Asing yaitu :

1) Terdapat negara yang sedang krisis Identitas sehingga mendorong untuk

mengklaim atau mencuri budaya bangsa lain.

2) Kuatnya Kapitalisme yang menguasai suatu negara yang mendorong

untuk mengklaim budaya bangsa lain, semata-mata untuk memperoleh

keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan menarik dan

mendatangkan pengunjung atau wisatawan.

3) Globalisasi yang membuat budaya menyebar kemana-mana sehingga

seakan-akan sangat kabur darimana asal usul budaya tersebut.

4) Kemajuan teknologi dan informasi yang kemudian akhirnya mendorong

informasi menyebar tanpa ada batasan tempat dan waktu.

Kemudian adapun upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menangani

kasus pengklaiman tersebut beserta pencegahannya. Indonesia berlandasan pada

politik hukum nasional, sehingga untuk mengatasi masalah pengklaiman budaya ini,

Pemerintah melalui Kemeterian Luar Negeri melakukan dialog dengan pihak

diplomatic negara yang bersangkutan. Contoh kasusnya saja pada pengklaiman

kebudayaan Indonesia oleh negara Malaysia. Kemeterian Luar Negeri melakukan

dialog dengan pihak diplomatic negara Malaysia. Namun pada saat itu, pihak

diplomatic Malaysia mengatakan bahwa ini hanya sebuah kesalah pahaman dan pihak

pemerintah Indonesia juga sudah mengirimkan bita dialog kepada pihak diplomatic

Malaysia akan tapi tidak diguubris. Sedangkan, Presiden kita hanya meminta

15
masyarakatnya untuk bersabr setelah sebelumnya mengatakan hal yang sama kepada

public. Sangat disayangkan, terlihat di sini ada ketidaktegasan dari pemerintah kita.

Upaya yang dilakukan pemerinntah dalam rangka menyelamatkan budaya

Indonesia dari klaim negara lain, yaitu:

1) Perlu adanya sebuah Undang-Undang yang khusus untuk perlindungan

karya budaya tradisional. Agara pelestarian budaya bias terlaksana secara

berkesimbungan dan terintegral tanpa harus saling tuding siapa yang

seharusnya bertanggung jawab.

2) Keaneragaman budaya Indonesia yang terdiri dari ribuan etnis harus bias

dipatenkan agara tidak dicuri oleh bangsa lain utnuk kepentingan

keuntungan belaka. Ini menjadi prioritas sebagai pengakuan budaya

Indonesia secara Internasional.

3) Perlu adanya tindakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam upaya

pelestarian budaya tradisional budaya tradisional seperti pementasan seni

budaya tradisional seperti pementasan seni budaya tradisional di berbagai

pusat kebudayaan atau tempat umum yang dilakukan secara

berkesinambungan.

4) Sosialisasi budaya lewat media massa secara rutin untuk memperkenalkan

budaya tradisional.

5) Merevitalisasi partisipasi pemuda dalam bidang kebudayaan. Menempatkan

pemuda sebagai ujung tombak pelestarian budaya Indonesia. Jika pemuda

peduli dan giat mengembangkan budaya maka kebudayaan suatu bangsa

16
akan terus berkelanjutan dan meningkat seiring perkembangan zaman.

Perlu adanya pendekatan kreatif dan akademik dalam pelestarian budaya.

Yaitu bagaimana mengenalkan budaya sedini mungkin pada generasi muda

secara kreatif dan inovatif agar generasi muda tertarik untuk mempelajari

senii dan budaya tradisional dan mengikis anggapan bahwa seni budaya

tradisonal adalah juno. Juga meningkatkan asupan seni dan budaya

tradisional dalam pendidikan nasional.

6) Menggalakan program cinta kebudayaan sendiri bukan hanya slogan.

Contoh dengan membuat hari batik nasional.

7) Pemerintah cepat dan tegas menanggulangi jika terjadi pencurian atau klaim

budaya Indonesia oleh bangsa asing. Dan kasus-kasus yang sudah terlanjur

terjadi segera diselesaikan karena banyak seniman-seniman yang takut

berkarya karena takut karyannya di klaim oleh bangsa lain. Penegak hukum

harus tegas menindak para pembajak yang terjadi di Indonesia, agar kita

juga terbiasa juga untuk menghargai hak intelektual orang lain.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi kesimpulan dari penulisan ini adalah :

1. Perlindungan hukum untuk karya seni batik diatur dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Pasal 40 huruf j karya seni

batik merupakan hak cipta yang dilindungi. Hak Cipta mempunyai hak

khusus yaitu hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta yang

timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Dan jangka waktu

perlindungan Hak Cipta berbeda-beda, untuk jangka waktu perlindungan

karya seni batik berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun.

2. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pengklaiman oleh

negara luar seperti Malaysia terhadap karya seni batik Indonesia terdapat

dua factor yaituu factor eksternal dan factor internal. Salah satu upaya

pemerintah adalah melakukan sosialisasi terhadap kebudayaan, dan

menggalakan program cinta kebudayaan sendiri.

3.2 Saran

Adapun saran kami dalam kasus pengklaiman tersebut adalah setiap masyarakat

harus mendaftarkan Hak Ciptanya untuk memperoleh perlinungan hukum agar

tidak terjadi pengkaliaman oleh negara lain. Dan pemerintah harus lebih

melakukan sosialisasi terhadap masyrakat untuk memperkenalkan budaya

tradisional.

18
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Afrillyanna Purba, dkk, 2005, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia, PT Rineka
Cipta, Jakarta.

A.N Suyanto, 2002, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta.

Ni Ketut Supasti Darmawan, dkk, 2016, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI),
Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama), Yogyakarta.

Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 266,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599.

19

Anda mungkin juga menyukai