Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak Kekayaan Intelektual memberikan kewenangan kepada
seseorang untuk mendapat keuntungan dari karya intelektual yang
diciptakan. Hal ini berimplikasi pihak lain, yang tanpa persetujuan, tidak
diperbolehkan untuk mengambil keuntungan dari sebuah Karya Intelektual.
Pengambilan keuntungan mengambil sesuatu, di mana sesuatu tersebut
berada dalam hukum sipil yang dikenal dengan properti. Artikel ini
layanan kembali perlindungan Hak Kekayaan Intelektual untuk
memberikan justifikasi bahwa Hak Kekayaan Intelektual adalah 'Properti'
yang memiliki sifat dasar properti dan faktanya obyek properti memiliki
hak milik.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan Masalah sebagai berikut:
1. Hak Cipta
2. Hak Merek
3. Hak Paten
4. Indikasi Geografis
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun Tujuan Pembahasan sebagai berikut;
1. Agar mengetahui Hak Cipta sebagai Hak Kekayaan Intelektual
2. Agar mengetahui cara invensi dapat dipatenkan
3. Agar mengetahui fungsi pemakaian merek
4. Dan agar mengetahui Manfaat perlindungan Indikasi Geografis

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAK CIPTA
1. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual
yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena
mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di
dalamnya mencakup pula program komputer. Perkembangan ekonomi
kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara
dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi
mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta,
mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif
nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur
pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan
kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian
negara dapat lebih optimal.
Hak Cipta adalah hak privat. Hak keperdataan yang melekat pada
diri si pencipta. Pencipta boleh pribadi, kelompok orang, badan hukum
public atau badan hukum privat. Hak cipta lahir atas kreasi pencipta.
Kreasi yang muncul dari “olah piker” dan “olah hati”. Atau dalam
terminologi antropologi, hak yang lahir dari cipta, rasa dan karya
manusia. Oleh karena itu hak cipta haruslah benar-benar lahir dari
kreatifitas manusia, bukan yang telah ada diluar aktivitas atau diluar
hasil kreatifitas manusia.
Kreatifitas dan aktivitas manusia menjadi kata kunci dalam
kelahiran atau kemunculan hak cipta. Itu jugalah sebabnya hak cipta
itu disebut sebagai hak ekslusif (exlusive rights). Hasil olah otak dan
oleh hati itu berupa benda tidak berwujud meliputi: ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Ilmu pengetahuan, seni dan sastra itu tidak dalam
bentuk nyata (wujud dan konkrit), tetapi dalam bentuk immaterial.
Sebagai contoh:
2
Si A adalah seorang peneliti. Hasil penelitiannya dibukukan dalam
bentuk karya cipta laporan penelitian. Wujudnya dalam bentuk buku
yang diterbitkan oleh penerbit R atau dalam bentuk jurnal yang
dipublikasikan dan diterbitkan oleh penerbit R juga. Buku dan jurnal
dijual di toko-toko buku. Buku atau jurnal itu dibeli oleh si B.
Pertanyaan: hak apa yang dimiliki si A dan hak apa pula yang
dimiliki si B ?
Si A tetaplah pemegang atau pemilik hak cipta atau benda tidak
berwujud yang dialihkannya kepada penerbit. Penerbit memiliki hak
untuk menerbitkan sebagai pihak yang menerima pengalihan dari
pencipta.
Penerbit juga pemegang hak cipta berupa benda tidak berwujud.
Berbeda dengan hak yang dimiliki oleh A dan R, si B setelah
membeli buku atau jurnal itu di toko buku, ia (si B) adalah pemilik
hak atas buku dan jurnal itu. Hak yang dimilikinya adalah hak atas
buku atau jurnal, bukan hak cipta. Hak atas buku atau jurnal itu
adalah hak atas benda berwujud, hak atas benda materil.
2. Ciptaan yang Dapat Dilindungi
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni Batik;
3
j. Fotografi;
k. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi
dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan
kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca, atau didengar.
Pada mulanya Indonesia berkeinginan untuk membuat Undang-
undang Hak Cipta sendiri yang merujuk pada nilai-nilai the original
paradigmatic value of Indonesian culture yang terkristalisasi dalam
ideologi Pancasila. Untuk itulah bangsa Indonesia mencoba dalam
pilihan politik hukumnya untuk merumuskan undang-undang hak cipta
yang berlaku di Indonesia disesuaikan dengan nilai-nilai dimaksud.
Undang-undang hak cipta yang pertama kali dilahirkan di Indonesia
untuk menggantikan Auteurswet Staatblad No. 600 tahun 1912
peninggalan Kolonial Belanda adalah Undang-undang Hak Cipta No. 6
Tahun 1982. Alasan filosofis dan alasan politis kelahiran undang-
undang ini dapat dirujuk dalam konsiderans undang-undang tersebut
sebagai berikut:
Undang-undang ini dikeluarkan dalam rangka merealisasi amanah
GBHN (tahun 1978) khususnya pembangunan di bidang hukum yang
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil
karya ciptaannya. Dengan demikian diharapkan penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra dapat dilindungi
secara juridis, yang pada gilirannya dapat mempercepat proses
pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Kecerdasan intelektual masyarakat dalam suatu bangsa memang
sangat ditentukan oleh seberapa jauh penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi oleh individu-individu dalam suatu negara. Kreativitas
manusia untuk melahirkan karya-karya intelektualitas yang bermutu
4
seperti hasil penelitian, karya sastra yang bernilai tinggi serta apresiasi
budaya yang memiliki kualitas seni yang tinggi, tidak lahir begitu saja.
Kelahirannya memerlukan banyak “energi” dan tidak jarang diikuti
dengan pengeluaran biaya-biaya yang besar.
Untuk melahirkan karya ilmu pengetahuan misalnya, seorang peneliti
menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Demikian pula untuk
menghasilkan karya sinematografi yang berkualitas seorang produser
menghabiskan dana milyaran rupiah. Belum lagi karya-karya dalam
bidang musik dan rekaman suara. Untuk menghasilkan suara yang
berkualitas baik, para produser harus mempersiapkan studio rekaman
yang berkualitas baik pula (sudah barang tentu memerlukan dana yang
tidak sedikit). Belum lagi persiapan awal sebelum ke studio rekaman
yang mengharuskan para komponis dan krewnya “menguras talenta
seni” yang melekat pada dirinya. Kesemua itu menunjukkan betapa
rumit dan beratnya beban yang dipikul oleh segenap pihak-pihak
terkait untuk kelahiran sebuah karya cipta. Dengan begitu, pantaslah
hak yang terbit karenanya dirumuskan sebagai property rights yang
bersifat eksklusif dan diberi penghargaan yang setinggi-tingginya,
dalam wujud perlindungan hukum.
Disamping itu dalam praktek penegakan hukumnya, pada masa
periode berlakunya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tercatat bahwa
pembajakan terhadap karya sinematografi belum dapat dihentikan
sekalipun dengan ancaman pidana yang cukup tinggi telah
diberlakukan dalam ketentuan undang-undang itu. Pada periode tahun
2012 saja, menurut Wihadi Wiyanto, industri rekaman lokal telah
mengalami kerugian sebesar Rp. 246,40 milyar atas pembajakan
Digital Video Disk.
Pembajakan hasil karya sinematografi telah masuk ke ambang
membahayakan, karena 9 dari 10 produk DVD di pasar merupakan
hasil bajakan yang berarti bahwa 90% karya sinematografi yang
beredar di pasaran diproduk oleh media optical illegal. Inilah yang
5
menguasai pasar karya sinematografi di Indonesia. Lebih lanjut
Wihadi Wiyanto mengatakan;
Nilai kerugian akibat pembajakan perangkat lunak film ini terus
meningkat dari tahun ke tahun yang dimulai sejak 1995, yakni ketika
produk video compact disc (VCD) masuk ke Indonesia. Akibatnya,
bukan hanya industri perfilman dan video yang mengalami kerugian
tetapi juga industri sinema karena masyarakat memilih membeli
VCD atau DVD bajakan daripada menonton film di bioskop.
Maraknya pembajakan VCD di Tanah Air, membuat bioskop di
berbagai wilayah di Indonesia banyak yang tutup, yakni dari semula
ada 3.000 bioskop menjadi tinggal 600 bioskop. "Jika DVD bajakan
juga marak seperti halnya VCD, bukan tidak mungkin bioskop yang
bertahan nantinya tinggal 10 layar (bioskop) saja.
Salah satu penyebab maraknya VCD dan DVD bajakan ini karena
para penegak hukum tidak melakukan tindakan hukum seperti yang
tercantum dalam undang-undang yang ada. Sanksi yang dijatuhkan
kepada pelaku pembajakan hanya sebatas hukuman percobaan.
Penegakan hukum yang berkaitan dengan masalah pembajakan di
Indonesia ini tidak bisa diharapkan, karena aparat penegak hukum
tidak melakukan tindakan hukum secara serius. Karena itu, Asirevi
memilih mengambil langkah sendiri dengan melakukan kampanye
anti pembajakan untuk mengurangi pembajakan DVD.
Pembajakan terhadap hasil karya sinematografi tidak hanya
terjadi di Indonesia saja, akan tetapi terjadi juga di berbagai belahan
dunia terutama di kawasan Asia Pasifik seperti India, Korea, Malaysia
dan Singapura. Michael C. Ellis, Wakil Presiden dan Direktur
Regional Asia Pasifik untuk Operasi Anti Pembajakan Motion Pictures
Association (MPA) menyatakan; telah melakukan program kampanye
anti pembajakan internasional di delapan negara di Asia Pasifik dan
telah berhasil menyita lebih dari 6 juta keping DVD bajakan di negara-
negara Asia Pasifik (termasuk Indonesia) atau 87 persen dari hasil
6
sitaan DVD bajakan di seluruh dunia. Pada tahun 2002, lembaga ini
juga telah melakukan programnya di lebih dari 65 negara di dunia dan
menyita 6.140.000 keping DVD di seluruh dunia. Tahun 2001
sebanyak 5.000.000 keping. Semua hasil bajakan itu 96% dibuat di
kawasan Asia Pasifik, sementara itu disisi lain untuk kasus dalam
negeri Indonesia, Ketua Perhimpunan Masyarakat Hak Kekayaan
Intelektual Indonesia, Gunawan Suryomurcito menyimpulkan bahwa
kejahatan pembajakan karya sinematografi dilakukan secara sindikat
dan itu tidak terlepas dari faktor bahwa di kedua negara tempat praktek
pembajakan yang berlangsung selama ini seperti Hongkong dan
Malaysia mulai memperketat aturan hukum tentang pembajakan.
3. Masa Pelindungan Ciptaan
a. Perlindungan Hak Cipta; Seumur Hidup Pencipta + 70 Tahun.
b. Program Komputer; 50 tahun Sejak pertama kali dipublikasikan.
c. Pelaku; 50 tahun sejak pertama kali di pertunjukkan.
d. Produser Rekaman;50 tahun sejak Ciptaan di fiksasikan.
e. Lembaga Penyiaran; 20 tahun sejak pertama kali di siarkan.
4. Hak Cipta sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Kelahiran hak cipta diawali dari sebuah idea atau gagasan.
Gagasan muncul dari kreatifitas olah pikir, dengan menggunakan
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh
manusia. Dua kecerdasan tersebut melahirkan karya berupa ilmu
pengetahuan, kesenian dan kesusasteraan. Karya dalam bentuk ilmu
pengetahuan, kesenian dan kesusasteraan itu dapat diwujudkan dalam
bentuk nyata yang dilindungi sebagai hak kekayaan berupa benda
berwujud (benda materil) sedangkan gagasan atau ide yang melatar
belakangi kelahiran benda berwujud itu dilindungi sebagai hak
kekayaan immaterial. Itulah disebut sebagai hak kekayaan intelektual.
Bukan bendanya yang dilindungi tetapi idea atau gagasannya.
Hak kekayaan immateril adalah suatu hak kekayaan yang objek
haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Dalam
7
hal ini banyak yang dapat dijadikan objek hak kekayaan yang termasuk
dalam cakupan benda tidak bertubuh. Misalnya, hak tagihan, hak yang
ditimbulkan dari penerbitan surat-surat berharga (saham, obligasi), hak
sewa dan lain-lain sebagainya. Hak kekayaan immateril sebagaimana
diuraikan di atas, secara sederhana dapat dirumuskan; semua benda
yang tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek hak
kekayaan (property rights). Dalam konteks hukum perdata, rumusan
tentang hak kekayaan immaterial dapat diumumkan dengan pengertian
benda yang diatur dalam Pasal 499 KUH Perdata. Pasal tersebut secara
implisit (tersirat) menyiratkan, bahwa hak cipta itu dapat digolongkan
sebagai benda yang masuk dalam kategori hak yang dibedakan dengan
barang (benda berwujud).
Secara rinci, rumusan Pasal 499 KUH Perdata itu dapat
diturunkan sebagai berikut; Menurut paham undang-undang yang
dinamakan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat
dikuasai menjadi objek kekayaan (property) atau hak milik. Jika
dihubungkan dengan Pasal 503 dan 504 KUH Perdata maka hak cipta
dapat dikategorikan kedalam benda tidak berwujud dan benda bergerak.
Ketentuan pasal di atas, telah diadopsi dengan baik oleh Pasal 16 ayat
(1) Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014.
B. HAK PATEN
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa
produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.

8
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan
yang menghasilkan invensi.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak
lain berdasar perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi
dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat
tertentu.
Paten Sederhana adalah Setiap invensi berupa produk atau alat yang
baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan karena bentuk,
konfigurasi, konstruksi atau komponennya dapat memperoleh
perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.
Invensi dapat dipatenkan jika invensi tersebut:
1. Baru. Jika pada saat pengajuan permohonan Paten invensi tersebut
tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya;
2. Mengandung langkah inventif. Jika invensi tersebut merupakan hal
yang tidak dapat diduga sebelumnya bagi seseorang yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang teknik;
3. Dapat diterapkan dalam industri. Jika invensi tersebut dapat diproduksi
atau dapat digunakan dalam berbagai jenis industri.
Yang tidak dapat diberi paten adalah invensi tentang:
1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan;
2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan
yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
3. Teori dan metode dibidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
4. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik serta proses biologis yang
esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses non
biologis atau proses mikrobiologis.

9
C. HAK MEREK
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa
gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2
(dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa.
Dilansir dari Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (HKI), Hak Merek
merupakan bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak eksklusif bagi
pemilik merek terdaftar untuk menggunakan sendiri merek tersebut dalam
perdagangan barang dan jasa, atau mengizinkan orang lain menggunakan
merek tersebut melalui sebuah lisensi.
Memperoleh Hak Merek bukan berarti kamu mendapat izin untuk
menggunakan merek tersebut sendiri. Dengan mendaftarkan merek dagang,
kamu mempunyai hak untuk melarang siapapun menggunakan merek yang
sama dengan merek yang telah kamu daftarkan, terutama dalam jenis
barang atau jasa yang sama.
Hak merek diatur dalam UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Undang-undang ini dibuat untuk menjaga persaingan
usaha yang sehat, berkeadilan, perlindungan konsumen serta perlindungan
untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Pemakaian Merek berfungsi sebagai:
1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;
2. Alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup
dengan menyebut Mereknya;
3. Jaminan atas mutu barangnya;
4. Penunjuk asal barang/jasa dihasilkan.
Pendaftaran Merek berfungsi sebagai:
1. Alat bukti bagi pemilik yang berhak atas Merek yang didaftarkan;
10
2. Dasar penolakan terhadap Merek yang sama keseluruhan atau sama
pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk
barang/jasa sejenisnya;
3. Dasar untuk mencegah orang lain memakai Merek yang sama
keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk
barang/jasa sejenisnya.
Merek yang Tidak dapat didaftarkan:
1. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
3. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,
kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas
tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
4. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau
khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
5. Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
6. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Permohonan pendaftaran Merek ditolak apabila Merek tersebut:
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis;
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis;
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah;

11
4. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
indikasi-geografis yang sudah dikenal;
5. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama
badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak;
6. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional
maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang;
7. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka
waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek
yang bersangkutan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
D. INDIKASI GEOGRAFIS
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal
suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis
termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada
barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket
atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut
dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Permohonan pendaftaran indikasi geografis diajukan oleh:

 Lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu


yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk berupa:
(1). Sumber daya alam;
(2). Barang kerajinan tangan; atau
12
(3). Hasil industri.
 Pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Pemakai Indikasi Geografis adalah pihak yang mendapat izin dari
pemegang Hak atas Indikasi Geografis yang terdaftar untuk mengolah
dan/atau memasarkan barang dan/atau produk Indikasi Geografis.
Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis adalah suatu dokumen yang
memuat informasi, termasuk reputasi, kualitas, dan karakteristik barang
dan/atau produk yang terkait dengan faktor geografis dari barang dan/atau
produk yang dimohonkan Indikasi Geografisnya.
Manfaat perlindungan Indikasi Geografis adalah:
1. Memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi dan
proses diantara para pemangku kepentingan indikasi geografis;
2. Menghindari praktek persaingan curang, memberikan perlindungan
konsumen dari penyalahgunaan reputasi indikasi geografis;
3. Menjamin kualitas produk indikasi geografis sebagai produk asli
sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen;
4. Membina produsen lokal, mendukung koordinasi, dan memperkuat
organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan,
menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk;
5. Meningkatnya produksi dikarenakan di dalam indikasi geografis
dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakater khas dan unik;
6. Reputasi suatu kawasan indikasi geografis akan ikut terangkat, selain
itu indikasi geografis juga dapat melestarikan keindahan alam,
pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati, hal ini tentunya
akan berdampak pada pengembangan agrowisata.
Permohonan Indikasi Geografis tidak dapat didaftar jika:
1. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum;
2. Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai reputasi,
kualitas, karakteristik, asal sumber, proses pembuatan barang, dan atau
kegunaannya; dan
13
3. Merupakan nama yang telah digunakan sebagai varietas tanaman dan
digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis, kecuali ada
penambahan padanan kata yang menunjukkan faktor indikasi geografis
yang sejenis.
Indikasi Geografis dilindungi selama terjaganya reputasi, kualitas,
dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan Indikasi
Geografis pada suatu barang.
Cara mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi Geografis:
1. Mengajukan permohonan pendaftaran ke Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual dengan menggunakan formulir yang telah
disediakan dalam rangkap 3 dan diketik dalam bahasa Indonesia;
2. Surat permohonan pendaftaran dilampiri dengan:
 Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan;
 Bukti pembayaran biaya permohonan;
 10 lembar etiket Indikasi Geografis (ukuran maksimal 9x9 cm,
minimal 5x5 cm);
3. Permohonan pendaftaran harus dilengkapi dengan Dokumen Deskripsi
Indikasi Geografis yang terdiri atas:
4. Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya;
5. Nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis;
6. Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang
tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan
menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang
tersebut dihasilkan;
7. Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor
manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh
terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan;
8. Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup
oleh Indikasi Geografis dan harus mendapat rekomendasi dari instansi
yang berwenang;

14
9. Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan
pemakaian Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilkan
di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai
Indikasi Geografis tersebut;
10. Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan,
dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap
produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau
membuat barang terkait;
11. Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas
barang yang dihasilkan; dan
12. Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis.
Cara mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi Geografis dari luar
negeri:
1. Permohonan wajib diajukan melalui kuasa di Indonesia atau melalui
perwakilan diplomatik negara asal Indikasi Geografis di Indonesia;
2. Indikasi Geografis tersebut telah memperoleh pengakuan dan/atau
terdaftar sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asalnya;
3. Ketentuan mengenai pemeriksaan kelengkapan persyaratan
administratif permohonan sebagaimana tersebut di atas berlaku juga
terhadap permohonan dari luar negeri.
Cara produsen mendaftarkan sebagai Pemakai Indikasi Geografis:
1. Mengajukan permohonan pendaftaran ke Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual dengan menggunakan formulir yang telah
disediakan dengan disertai rekomendasi dari instansi teknis yang
berwenang;
2. Setelah persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dilengkapi,
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual mendaftarkan produsen
Pemakai Indikasi Geografis dalam Daftar Umum Pemakai Indikasi
Geografis dan mengumumkan nama serta informasi pada Berita Resmi
Indikasi Geografis.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual
yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena
mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di
dalamnya mencakup pula program komputer.
Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
Hak Merek merupakan bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak
eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan sendiri merek
tersebut dalam perdagangan barang dan jasa, atau mengizinkan orang lain
menggunakan merek tersebut melalui sebuah lisensi.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah
asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua
faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu
pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
B. SARAN
Agar pembaca bisa lebih faham mengenai HKI Sebagai Hak
Kebendaan, penulis merekomendasikan untuk membaca buku Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual karya Dr. H. OK. Saidin, SH, M.Hum,
agar nantinya pembaca lebih mudah dalam mengatasi kekurangan yang
ada dalam Makalah ini. Penulis berharap semoga Makalah ini bisa jadi
tambahan bacaan untuk teman-teman Mahasiswa Hukum khususnya
teman-teman Hukum Ekonomi Syariah.

16
DAFTAR PUSTAKA
 Dr. H. OK. Saidin, SH, M.Hum. 2015. ASPEK HUKUM HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL.Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO
PERSADA.
 Devi Lianovanda, 2020, Hak Merek Dagang.
Link : https://blog.skillacademy.com/ngga-punya-merek-dagang-bikin-
bisnis-kamu-
terancam#:~:text=Dilansir%20dari%20Hak%20Kekayaan%20Intelektual,
merek%20tersebut%20melalui%20sebuah%20lisensi
 Admin Jr, 2016, Paten. Link : https://penelitian.ugm.ac.id/paten/

17

Anda mungkin juga menyukai