“Analisa sesuai dengan teori hukum yang ada terhadap Hak Cipta Film di
Indonesia.”
Hak kekayaan intelektual adalah hak-hak untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual
tersebut yang diatur oleh norma-norma atau hukum yang berlaku. Hak Kekayaan Intelektual merupakan
hasil olah otak manusia yang dituangkan dan diimplementasikan ke dalam karya, seni, desain maupun
penemuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.Munir Fuady menyatakan, hak kekayaan
intelektual adalah suatu hak kebendaan yang sah dan diakui hukum atas benda tidak berwujud berupa
kekayaan/kreasi intelektual, yang dapat berupa hak cipta, paten, merek, dan lain-lain.
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup
objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang di dalamnya juga
mencakup program komputer. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dalam bidang
pengetahuan, kesenian, dan kesusastraan, dengan pembatasanpembatasan tertentu.2 Hak Cipta terdiri
atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak Moral adalah hak yang melekat
pada diriBerdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengertian Hak Cipta
adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Bab I, Ketentuan Umum, tentang Hak Cipta
memberikan pengertian bahwa: “Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam bukunya, H. OK. Saidin
memberikan perbandingan terhadap pengertian hak cipta.
Yang pertama, berdasarkan Pasal 1 dalam Auteurswet 1912 diatur, “hak cipta adalah hak
tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaanya dalam
lapangan kesusasteraan, pengetauan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan
mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui Undang-Undang Hak Cipta 1997 telah
memuat beberapa penyesuaian Pasal yang sesuai dengan Perjanjian Trade Related Aaspects of Itelectual
Property Rrights (TRIPs), masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi
perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya umtuk memajukan
perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya bangsa Indonesia.
Dengan memperhatikan hal tersebut dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Hak Cipta
dengan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena kekayaan seni
dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan
perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan
3
dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka dibentuklah Undang-Undang Hak Cipta yang baru,
yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014,
yang dimaksud dengan "karya sinematografi" adalah: “Ciptaan yang berupa gambar bergerak
(moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat
dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita
video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk
dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan
salah satu contoh bentuk audiovisual.”
Film sebagai karya seni merupakan objek hak cipta yang dilindungi oleh undang-undang maka
pembuat film selaku pemilik hak cipta atas karya film mempunyai hak eksklusif yaitu hak untuk
memonopoli atas karya ciptaanya dalam rangka melindungi karya ciptanya dari pihak lain
seperti hak untuk mengumumkan dan memperbanyak karya ciptannya atau memberikan izin
kepada orang lain untuk mendapat keuntungan secara ekonomis yang sering disebut dengan
hak ekonomi.
Perlindungan diberikan hanyalah kepada hasil karya yang telah diwujud nyatakan. Apabila suatu
karya baru akan diciptakan, masih berupa ide, gagasan, metode, ataupun prinsip maka juga tidak bisa
mendapatkan perlindungan hak cipta. Sehingga dalam sebuah film, yang dianggap dilindungi hak
ciptanya hanya yang sudah didaftarkan dan bukan hak publik.
sistem perlindungan ini tidak dapat dipisahkan dan terkait dengan aturan hukum lain,
terutama hukum perjanjian atau kontrak kerja.
Selain pengertian sebagaimana yang tercantum dalam Pasal tersebut diatas, dalam
Pasal 31 Undang-Undang Hak Cipta juga ditentukan mengenai pencipta. Menurut Pasal 31,
kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya:
a. Disebut dalam ciptaan;
b. Dinyatakan pencipta dalam suatu ciptaan
c. Disebutkan dalam surat pencatatan; dan/atau;
d. Tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta. Pencipta dan
ciptaannya merupakan dua hal pokok yang terpenting dalam hukum Hak Cipta,
yang dimaksud pencipta harus memiliki kualifikasi tertentu agar hasil karyanya
dapat dilindungi. Pencipta harus mempunyai identitas dan status untuk
menentukan kepemilikan hak. Pemanfaatan suatu ciptaan oleh pencipta tidak
berlangsung selamanya (copyright is limited in time). Jika penggunaan ciptaan
oleh masyarakat dilakukan secara bebas adalah tidak adil bagi pencipta,
sebaliknya pemanfaatan ciptaan tanpa batas waktu oleh pencipta juga
membawa ketidakadilan bagi masyarakat.
Hak Cipta digolongkan sebagai benda, sehingga kepemilikannya dapat dialihkan dari
pencipta kepada pihak lain sesuai dengan aturan yang berlaku. Kepemilikan ciptaan yang telah
diserahkan atau dibagi haknya pada pihak lain yang nantinya akan menjadi pemegang Hak Cipta.
Pengalihan kepemilikan Hak Cipta ini dapat terjadi karena warisan, hibah, wasiat, wakaf,
perjanjian tertulis, dan sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya pencipta berstatus
sebagai pemegang Hak Cipta. Hak Cipta akan timbul dengan sendirinya, setelah dideklarasikan
atau diumumkan kepada publik (prinsip deklarasi). Suatu ciptaan yang tidak diumumkan pun
pada prinsipnya Hak Cipta tetap ada pada pencipta, hanya saja untuk menghindari suatu
permasalahan dikemudian hari baiknya Hak Cipta perlu dideklarasikan dan didaftarkan. Dalam
Hak Cipta masih terdapat hakhak yang terkandung di dalamnya. Hak tersebut dimiliki oleh
pencipta dan dibedakan menjadi dua, yaitu hak moral dan hak ekonomi.
Mekanisme pencatatan penting dalam hal mendapatkan hak atas ciptaan. Pencatatan hak
cipta tersebut sebagai sarana perlindungan hukum bagi pemilik hak cipta. Pencatatan hak cipta disini
adalah merupakan inisiatif dari pemilik hak cipta tersebut, yang sadar akan perlunya perlindungan
hukum atas ciptaan yang dimilikinya. Dalam sebuah teritori hukum, hak cipta akan memberikan
kepastian konsekuensi hukum bagi siapa saja yang melanggarnya. Dan Pencipta akan merasa lebih
tenang, nyaman dan memperoleh keuntungan. 1. Syarat dan Tata Cara Mengenai persyaratan dan tata
cara permohonan pencatatan hak cipta diatur dalam pasal 66 sampai dengan pasal 68 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Permohonan pencatatan hak cipta diajukan secara tertulis
oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya dalam bahasa Indonesia yang
ditujukan kepada Menteri. Permohonan pencatatan hak cipta dilakukan secara elektronik dan/atau non
elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya dan
melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait serta membayar biaya dalam proses
pencatatan hak cipta.
Mekanisme pencatatan penting dalam hal mendapatkan hak atas ciptaan. Pencatatan hak
cipta tersebut sebagai sarana perlindungan hukum bagi pemilik hak cipta. Pencatatan hak cipta disini
adalah merupakan inisiatif dari pemilik hak cipta tersebut, yang sadar akan perlunya perlindungan
hukum atas ciptaan yang dimilikinya. Dalam sebuah teritori hukum, hak cipta akan memberikan
kepastian konsekuensi hukum bagi siapa saja yang melanggarnya. Dan Pencipta akan merasa lebih
tenang, nyaman dan memperoleh keuntungan. 1. Syarat dan Tata Cara Mengenai persyaratan dan tata
cara permohonan pencatatan hak cipta diatur dalam pasal 66 sampai dengan pasal 68 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Permohonan pencatatan hak cipta diajukan secara tertulis
oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya dalam bahasa Indonesia yang
ditujukan kepada Menteri. Permohonan pencatatan hak cipta dilakukan secara elektronik dan/atau non
elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya dan
melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait serta membayar biaya dalam proses
pencatatan hak cipta.
Syarat dan tata cara permohonan pencatatan Hak Cipta kepada direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) adalah sebagai berikut:
Orang yang mendaftarkan ciptaannya untuk pertama kalinya tidak berarti sebagai pemilik
hak yang sah, karena bila ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa itu adalah haknya, kekuatan
hukum dari suatu pendaftaran ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Dan pembatalannya dapat diminta
melalui Pengadilan Negari Jakarta Pusat dengan surat gugatan yang ditandatangai pemohon sendiri atau
kuasanya.
Konsep Fair use dalam konteks hukum Hak Cipta di Indonesia adalah seseorang dapat
mengambil karya milik orang lain tanpa perlu persetujuan dari Pencipta dianggap bukan sebagai
pelanggaran Hak Cipta apabila pengambilan karya milik orang lain tersebut dalam rangka pendidikan,
penelitian, dan karya ilmiah asalkan tidak untuk kepentingan komersial. Hal tersebut selaras dengan
ketentuan dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ketentuan pidana yang termasuk dalam pelanggaran Hak Cipta UndangUndang 28 Tahun 2014,
yaitu:
1. Pasal 112 Setiap orang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) dan atau Pasal 52 untuk secara komersial dipidana penjara paling lama 2 tahun
atau denda paling banyak 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
2. Pasal 113 (1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk penggunaan secara komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp
100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap orang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk pengguna
secara komersial pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dana atau pidana denda
paling banyak Rp 500.000.00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang dengan tanpa hak atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.00
(satu milyar rupiah).