Anda di halaman 1dari 22

Pengaturan Hak Cipta Terhadap Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual di

Indonesia

(Studi Putusan Nomor 4/pdt.sus-hak cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST)

Michael Endha Bastari Barus 1

Abstract

Every businessman always innovates to distinguish his creations from others, including batik

entrepreneurs in Indonesia. The results of innovations and creations that are traded must have

economic value or can be used by the owner for profit or commercially useful to increase their

profits. Various efforts were made by the owner of the innovation to protect his innovation

from being used by others without the permission of the owner of the innovation, or what is

known as copyright. In this article the author will discuss the protection and regulation of

copyright in Indonesia as discussed in commercial court decision No.4/Pdt.Sus-

HakCipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST.

Keywords : Intellectual Property Rights, Copyrights, Exclusive Rights

1
Michael Endha Bastari Barus, Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
michaelendha@gmail.com
Abstrak

Setiap pelaku usaha selalu berinovasi untuk membedakan kreasinya dengan pelaku usaha lain,

termasuk para pengusaha batik di Indonesia. Hasil Inovasi dan kreasi yang diperjual belikan

tersebut tentunya memiliki nilai ekonomi atau dapat digunakan oleh pemiliknya untuk

mendapatkan keuntungan atau bersifat komersial yang berguna untuk meningkatkan

keuntugannya. Berbagai upaya dilakukan oleh pemilik inovasi tersebut untuk melindungi

inovasinya agar tidak dipergunakan oleh orang lain tanpa seijin dari pemilik inovasi tersebut,

atau yang disebut hak cipta. Pada artikel ini penulis akan membahas mengenai perlindungan

dan pengaturan hak cipta di Indonesia sebagaimana dibahas dalam putusan pengadilan No.

4/Pdt.Sus-HakCipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST.

Kata kunci : Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Hak Eksklusif

2
A. PENDAHULUAN

Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang telah diakui dunia.

Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya batik sebagai Indonesian Cultural Heritage,

yaitu warisan budaya tak benda oleh United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009.2 Kemudian tanggal

penetapan tersebut melalui keputusan presiden nomor 33 Tahun 2009 ditetapkan

sebagai Hari Batik Nasional, yang menunjukkan apresiasi dan penghargaan terhadap

batik sebagai warisan budaya asli Indonesia.3

Dalam perkembangannya batik belakangan semakin populer. Batik tidak lagi

dianggap sebagai pakaian adat atau pakaian yang bersifat formal dan kaku. Batik

bahkan sudah menjadi salah satu model pakaian yang diminati oleh kalangan muda.

Meningkatknya minat masyarakat terhadap batik mengakibatkan para pengrajin batik

di Indonesia semakin berlomba- lomba untuk berinovasi dan berkreasi agar dapat

bersaing dan memasarkan produk kreasi mereka ke berbagai kalangan usia, baik tua

maupun muda. Inovasi dan kreasi para pengrajin batik tersebut dapat dikategorikan

sebagai karya seni batik, sehingga pada hakikatnya akan menimbulkan hak cipta,

sebagaimana diatur pada Pasal 40 ayat 1 huruf j Undang- Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta, yang pada bagian penjelasan menyatakan bahwa karya seni

batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan

tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam

kaitannya dengan gambar corak maupun komposisi warna.

Pengembangan- pengembangan kekayaan intelektual yang muncul dari

berbagai inovasi dan kreasi tersebut memerlukan suatu kepastian hukum dalam bentuk

2
Iskandar dan Eny Kustiyah,”Batik Sebagai Idenditas Kultural Bangsa Indonesia di Era Globalisasi”,GEMA,THN
XXX/52/Agustus 2016-Januari 2017.
3
Lutfi Maulana Hakim,”Batik Sebagai Warisan Budaya Bangsa dan Nation Brand Indonesia”, Nation State,
Journal of International Studies,Vol 1, No. 1, Juni 2018.

3
Hak Cipta.4 Hak cipta tersebut merupakan suatu hak eksklusif yang didapat dari hasil

pemikiran serta kreativitas yang dapat diwujudkan dan mampu memiliki nilai

ekonomi.5

Pentingnya perlindungan hasil karya cipta sebagai ekspersi budaya karya seni

batik agar para pengrajin batik tersebut mendapatkan perlindungan hukum berkaitan

dengan hak cipta agar tidak terjadi klaim atas ciptaan karya seni batik diantara para

pengrajin yang dapat merugikan dari segi ekonomi, seperti permasalahan yang sering

terjadi yaitu hasil karya cipta batik yang dipergunakan oleh pihak lain tanpa izin atau

landasan hak yang sah dari pemilik hak cipta karya seni batik tersebut. Terkait

permasalahan hak cipta atas karya seni batik ini, penulis mengambil contoh kasus pada

putusan No. 4/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST, yang pada intinya adalah

sengketa terkait hak cipta atas karya seni batik.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana

perlindungan hak cipta di Indonesia dan analisis terhadap putusan hakim terhadap kasus

hak Cipta karya seni batik dalam putusan No. 4/Pdt.Sus-Hak

Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat ditarik

rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana perlindungan dan pengaturan mengenai Hak Kekayaan

Intelektual khususnya Hak Cipta di Indonesia?

4
Tim Visi Yustisia, Panduan Resmi Hak Cipta, Visimedia, Jakarta, hlm.9.
5
Andy Noorsman Sommeng, Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2007, hlm.10.

4
2. Bagaimana analisis terkait pertimbangan hakim dalam kasus putusan No.

4/Pdt.sus-hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST?

C. Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian Hak kekayaan intelektual pada dasarnya berhubungan dengan

perlindungan penerapan ide, kreasi, maupun inovasi yang memiliki nilai ekonomi atau

komersial. Hak kekayaan intelektual adalah kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan

diperlakukan sama dengan bentuk- bentuk kekayaan lainnya. 6 Hak kekayaan intelektual

juga dapat diartikan sebagai hasil proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan

kedalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. 7

Hak Kekayaan Intelektual secara garis besar juga dapat diartikan sebagai hak

yang berasal dari karya, karsa, cipta manusia karena berasal dari kemampuan

intelektual manusia dan merupakan hasil dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya

pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya,

yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia juga

mempunyai nilai ekonomi. Hal yang terpenting dari setiap bagian hak kekayaan

intelektual adalah adanya suatu ciptaan tertentu. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut bisa

di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. 8

Hak kekayaan intelektual dan hak cipta merupakan suatu hak milik. Karena

itu Hak kekayaan intelektual bersifat khusus karena hak tersebut hanya diberikan

kepada pencipta atau pemilik atau pemegang hak., yang dalam waktu tertentu

memperoleh perlindungan hukum guna mengumumkan, memperbanyak, mengedarkan

6
Tim Lindsey,Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006, Hlm. 3.
7
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, 2007,
Bandung, hlm.9.
8
Budi Agus Riswandi, Hak Cipta di Internet : Aspek Hukum dan Permasalahannya di Indonesia, FHUII Press,
Yogyakarta, 2009, hlm. 2-3.

5
karya ciptaannya, atau memberi izin kepada orang lain untuk melaksanakan hal- hal

tersebut.9

Berdasarkan bagian penjelasan bab 1 Undang- undang nomor 28 tahun 2014

tentang hak cipta, Indonesia telah ikut serta menjadi anggota dalam Agreement

Establishing the World Trade Organization atau Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights atau Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual yang

selanjutnya disebut TRIPS, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

D. Hak Cipta

Hak cipta merupakan salah satu bagian antara beberapa cabang dari Hak

Kekayaan Intelektual. Hak cipta dalam ensiklopedia diartikan sebagai hak eksklusif

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan

gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk

menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut

untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak

cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. 10 Terdapat dua unsur penting yang

harus terkandung atau termuat dalam rumusan atau terminology hak cipta, yaitu hak

moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat

ditinggalkan dari padanya dan hak yang dapat dipindahkan kepada pihak lain atau hak

ekonomi.11

9
Suyud Margono, Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, PT. Gramedia Widisarana
Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 19.
10
Arif Lutviansori, Hak CIpta dan Perlindungan Folklor di Indonesia,Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm.68.
11
OK Saidin, Aspek Hukum hak kekayaan Intelektual (intellectual Property Rights), Jakarta, Raja Grafindo
Persada,2015,hlm.200.

6
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 Hak cipta

adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip

deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.12

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin pihak lain untuk

menggunakan cipataannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Hak Cipta merupakan suatu hal yang berbentuk namun tidak berwujud, hak cipta akan

muncul setelah terciptanya karya yang memiliki bentuk, nyata, dan berwujud. 13

Pengaturan mengenai objek yang memiliki hak cipta berdasarkan pasal 40 ayat

1 dan 3 Undang- undang No. 28 Tahun 2014, yaitu;

1. Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,

seni, dan sastra, terdiri atas :

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan;

12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 1.
13
Otto Hasibuan, Hak CIpta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting
Society, PT. Alumni, Bandung, 2008, Hlm. 6.

7
h. karya arsitektur;

i. peta;

j. karya seni batik atau seni motif lain;

k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematografi;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. permainan video; dan

s. program komputer.

2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, termasuk perlindungan

terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi

sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan

ciptaan tersebut.

Pada Prinsipnya, yang dilindungi oleh hak cipta adalah ide yang telah terwujud

dan asli. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mendasar dari pelindungan Hak Cipta,

maksudnya yaitu bahwa Hak Cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan suatu

8
Ciptaan. Prinsip ini dapat diturunkan menjadi beberapa prinsip lain sebagai prinsip-

prinsip yang berada lebih rendah atau sub-principles, yaitu :14

1. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian atau orisinil untuk dapat

menikmati hak-hak yang diberikan oleh Undang-Undang. Keaslian sangat

erat hubungannya dengan perwujudan suatu Ciptaan.

2. Suatu Ciptaan, mempunyai Hak Cipta jika Ciptaan yang bersangkutan

diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain. Ini berarti

suatu ide atau suatu pikiran belum merupakan suatu Ciptaan.

3. Karena Hak Cipta adalah hak eksklusif dari pencipta atau penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, hal tersebut berarti

bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak tersebut tanpa seizin

pencipta dan pemegang hak cipta.

Hak Cipta timbul dengan sendirinya. Hak cipta akan muncul ketika seorang

pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk yang berwujud, dengan adanya wujud dari

suatu ide, maka suatu ciptaan akan lahir dengan sendirinya. Suatu ciptaan tidak wajib

diumumkan untuk memperoleh suatu hak ciptaan, ciptaan tersebut dapat diumumkan

atau tidak diumumkan, tetapi jika suatu ciptaan tidak diumumkan, kedua- duanya tetap

dapat memperoleh hak cipta.

Hak cipta bukan hak mutlak atau absolut. Hak cipta bukan merupakan suatu

monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoli terbatas. Hak cipta secara

konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sebab mungkin saja seorang

pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta lebih

dahulu, dengan syarat tidak terjadi suatu bentuk penjiplakan atau plagiat, asalkan

14
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung : PT. Alumni, 2005, Hlm. 98.

9
Ciptaan yang tercipta kemudian tidak merupakan duplikasi atau penjiplakan murni dari

Ciptaan terdahulu.

Menurut Pasal 31 Undang- undang nomor 28 tahun 2004 tentang Hak CIpta,

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-

sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi, yang dianggap sebagai

pencipta adalah orang yang Namanya disebut dalam ciptaan, dinyatakan sebagai

pencipta suatu ciptaan, disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan atau tercantum

dalam daftar umum ciptaan sebgaia pencipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta

sebagai pemilik hak cipta dan pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari

pencipta.

Berdasarkan tata cara pencatatan yang terdapat dalam Pasal 66 Undang-

undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, dilakukan dengan cara :

1. Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan

secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak

Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

elektronik dan/atau non elektronik dengan:

a. menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya;

b. melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait;

dan

c. membayar biaya.

Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman Republik

Indonesia melalui Direktorat Hak Cipta.

Pemegang hak cipta berhak memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan

Surat Perjanjian Lisensi. Adapun tujuan pemberian lisensi adalah untuk memberi

10
kesempatan kepada pihak yang bukan pencipta atau pemegang gak cipta untuk

memanfaatkan hasil ciptaan pencipta dan bagi pencipta dapat menerima imbalan atau

royalti atas ciptaannya. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dikantor hak cipta agar

dapat mempunyai akibat hukum.15

Pendaftaran hak cipta bukanlah untuk memperoleh pelindungan hak cipta.

Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta juga mendapatkan

perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai pencipta suatu ciptaan tertentu.

Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai pencipta yang

dilindungi hukum. Undang-Undang Hak Cipta melindungi pencipta terlepas ia

mendaftarkan ciptaannya atau tidak. Manfaat pendaftaran yaitu tetap dianggap sebagai

pencipta, sampai ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Beba n

pembuktian di pengadilan berada di pihak lain, bukan pada pihak yang telah

mendaftarkan hak cipta. 16

E. Kasus Posisi Putusan Nomor 4/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST

Salah satu contoh kasus terkait dengan Hak Cipta terdapat dalam Putusan

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 4/Pdt.Sus-hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST

dengan para pihaknya yaitu Deddy Fan Bintoro sebagai Penggugat dan Dedi Krisniadi

sebagai Tergugat. Adapun kasus posisi dalam putusan adalah sebagai berikut :

1. Pada tanggal 10 Oktober 2010, penggugat telah membeli motif batik Tunas

Harapan Bangsa dari Alm Mulyana sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta

Rupiah).

15
Eddy Pelupessy, Hak Kekayaan Intelektual, Malang,Intelegensia Media,2017,hlm. 13-14.
16
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm.118-119.

11
2. Motif batik tunas harapan bangsa tersebut dikembangkan oleh Penggugat

sesuai dengan pengetahuan ide dan kreasi penggugat yang diwujudkan

dalan bentuk nyata sehingga memiliki perbedaan dengan motif sebelumnya.

3. Sehingga terhadap motif batik tunas harapan bangsa telah menjadi suatu

ciptaan tersendiri dari penggugat sesuai dengan pasal 1 ayat (3) undang-

undang No. 28 tahun 2014 tentang hak cipta yang menyatakan “Ciptaan

adalah setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang

dihasilkan oleh inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,

keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”

4. Karena penggugat telah melakukan perubahan dan pengembangan atas

motif batik tunas harapan bangsa, maka penggugat termasuk dalam definisi

pencipta sesuai pasal 1 ayat 2 UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Maka penggugat adalah pemegang hak cipta yang sah atas motif batuk tunas

harapan bangsa.

5. Pada tanggal 15 Oktober 2010 pengembangan atas motif batik tunas

harapan bangsa diperlihatkan kepada rekan kerjanya, dengan demikian

untuk pertama kalinya diumumkan motif batik tunas harapan bangsa yang

telah dilakukan perubahan. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang

timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

6. Bahwa tergugat telah melakukan pencatatan ciptaan pada tahun 2011 dan

tergugat telah mengumumkan ciptaannya pada tanggal 30 Desember 2010.

Berdasarkan hal tersebut, jelas Penggugat lebih dahulu mengumumkan

12
motif batik tunas harapan bangsa yang telah dikembangkan dan dikreasikan

yaitu pada tanggal 10 Oktober 2010.

7. Berkaitan dengan perlindungan hak cipta secara otomatis, penggugat telah

menggunakan motif batik tunas harapan bangsa yang telah dikembangkan

dan dikreasikan oleh penggugat sejak tangal 10 Oktober 2010 sedangkan

surat pendaftaran ciptaan baru dikeluarkan pada tanggal 15 Oktober 2019.

8. Bahwa Tergugat selanjutnya terbukti menggunakan seni motif batik yang

sama dengan milik Penggugat dan mendaftarkannya di Direktorat Jendral

Hak Kekayaan Intelektual Departemen kehakiman dan HAM Republik

Indonesia nomor 050096 tertanggal 15 Maret 2011 atas nama Tergugat.

9. Bahwa Penggugat menyatakan keberatan dengan terdaftarnya hak cipta

tersebut.

Pada putusan ini, Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa :

1. Gugatan yang diajukan oleh Penggugat tidak dapat diterima,

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

F. Analisis Putusan Nomor 4/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST

Sengketa terkait Hak Cipta yang terjadi antara Dedy Fan Buntoro sebagai

penggugat atau tergugat rekonvensi dan Dedi Krisniadi sebagai tergugat atau

penggugat rekonvensi yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

dengan putusan nomor 4/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST tanggal 19 Juni

2020, menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

Pada putusan hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini, majelis hakim

memberikan pertimbangan- pertimbangannya sebagai bagian dari putusan yang tidak

dapat dipisahkan dari bagian putusan tersebut. Ditinjau dari formulasinya, putusan

13
hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 4/Pdt.Sus-

HakCipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST memuat pertimbangan – pertimbangan hukum

sebagai berikut :

1. Maksud dari gugatan penggugat sebagaimana disebut diatas, pada pokoknya

Penggugat menyatakan bahwa Penggugat merupakan pencipta atau pemegang hak

atas Motif Batik Tunas Harapan Bangsa. Penggugat sudah terlebih dahulu

mengumumkan motif batik tunas harapan bangsa yang telah dikembangkan dan

dikreasikan pada tanggal 10 Oktober 2010, sehingga pendaftaran hak cipta nomor

050096 tertanggal 15 Maret 2011 dengan atas nama Tergugat harus dibatalkan

dengan segala akibat hukumnya. Kemudian menghukum Tergugat untuk membayar

ganti kerugian kepada penggugat sebagai berikut :

 Kerugian Metriil sebesar Rp. 10.000.000.000,- (seupuluh milyar Rupiah)

 Kerugian Immateril sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar Rupiah)

Sehingga jumlah kerugian Penggugat yang harus dibayarkan oleh tergugat adalah

sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah).

2. Penggugat juga meminta agat majelis hakim memerintahkan pada Direktorat

Jendral Hak Kekayaan Intelektual, dalam hal ini adalah Direktur Hak Cipta, Desain

Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan Rahasia Dagang,untuk tunduk dan

taat kepada putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan

mencatat pembatalan Pendaftaran Hak Cipta Nomor Pendaftaran 050096 tertanggal

15 Maret 2011 atas nama Tergugat,

3. Atas gugatan Penggugat tersebut, tergugat telah mengajukan jawaban, yang apda

pokoknya pendaftaran ciptaan nomo 050096 tertanggal 15 Maret 2011 atas nama

Tergugat telah memenuhi pemeriksaan dan persyaratan oleh Direktur Jendral

sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

14
yang berlaku pada saat itu, sehingga telah memenuhi persyaratan administrative

maupun ketentuan hukum untuk didaftar sesuai Undang- Undang Hak CIpta,

sehingga tidak memiliki alasan untuk dibatalkan. Selanjutnya, meskipun batu

terdaftar pada tanggal 15 Maret 2011, namun Tergugat telah memiliki hak Ekslusif

sejak ciptaan Tergugat dipublikasikan dan diwujudkan untuk pertama kalinya yaitu

tanggal 30 Desember 2010.

4. Dalam putusan ini tergugat menytakan Penggugat tidak mempunyai hak apapun

atas Ciptaan tersebut, sehingga alasan yang dikemukakan Penggugat dalam gugatan

sangat mengada-ada dan cenderung memutarbalikkan fakta. Sebab jauh sebelum

Penggugat mengajukan pendaftaran atas Ciptaan yang menyerupai Ciptaan

Tergugat, telah ada hubungan dagang antara Penggugat dan Tergugat dimana

Penggugat merupakan salah satu pelanggan yang membeli atau memesan kain batik

dari Tergugat dengan motif berupa Hak Cipta terdaftar nomor 050096 milik

Tergugat.

5. Berdasarkan dali- dalil Penggugat dan Tergugat tersebut, selanjutnya majelis hakim

akan mempertimbangkan apakah Penggungat telah memenuhi syarat formil yang

harus dipenuhi oleh suatu surat gugatan, khususnya menyangkut adanya korelasi

atau hubungan timbal balik yang jelas antara identitas dan kedudukan hukum dari

para pihak, baik Penggugat maupun Tergugat, uraian atau posita gugatan dan

tuntutan yang diuraikan dalam petitum gugatan. Dalam hal ini, majelis hakim dalam

putusannya akan mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk mengenai

kewenagkan mengajukan pembatalan ini.

6. Sengketa dalam perkara ini adalah mengenai pembatalan hak cipta, sebagaimana

diatur dalam pasal 97 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,

bahwa :

15
a. Dalam hal Ciptaan telah dicatat menurut ketentuan Pasal 69 ayat (1), pihak lain

yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan pencatatan

Ciptaan dalam daftar umum Ciptaan melalui Pengadilan Niaga.

b. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pencipta

dan/atau Pemegang Hak Cipta terdaftar.

Dengan demikian, penggugat telah memenuhi persyaratan untuk mengajukan

gugatan melalui pengadilan niaga, namun tidak memenuhi persyaratan terkait

gugatan yang seharusnya ditujukkan kepada pencipta dan/ pemegang hak cipta

terdaftar. Majelis dalam pertimbanggannya berpendapat bahwa oleh karena

Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan Rahasia

Dagang disatu sisi tidak terlibat sebagai pihak dalam perkara, sementara disisi lain

pihak Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan

Rahasia Dagang, dimohonkan untuk dihukum untuk tunduk dan taat pada

isiputusan dan dihukum untuk mencatatkan pembatalan sebagaimana yang

dimohonkan oleh Penggugat tersebut, maka menurut pendapat majelis, gugatan

yang demikian itu tidak memiliki korelasi atau hubungan timbal balik yang jelas

antara subjek, posita dan petitum gugatan.

7. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka keberatan dari Tergugat bahwa gugatan

Penggugat adalah bersifat kabur dan tidak jelas adalah keberatan yang berdasar

hukum dan dapat diterima. Selanjutnya gugatan Penggugat tersebut aalah termasuk

gugatan yang tidak memenuhi syrata formal dan oleh karenanya harus dinyatakan

Tidak Dapat Diterima;

8. Karena keberatan Penggugat dikabulkan, maka majelis hakim tidak perlu lagi

mempertimbangkan pokok perkara maupun gugatan rekopensi, karena Gugatan

Rekonvensi ini lahir dari adanya Gugatan Konvensi yang telah dinyatakan Tidak

16
Dapat Diterima tersebut, maka dengan demikian, Gugatan Rekonvensi yang

diajukan atau lahir dari Gugatan Konvensi yang telah dinyatakan Tidak Dapat

Diterima, maka dengan demikian Gugatan Rekonvensi yang demikian, harus pula

dinyatakan Tidak Dapat Diterima.

9. Pertimbangan hakim ini juga didasarkan pada Penggugat yang mendalilkan bahwa

Penggugat terlebih dahulu mengumumkan atas motif batik Tunas Harapan Bangsa

yang telah dikembangkan dan di kreasikan yakni pada tanggal 10 Oktober 2010.

Sehingga berkaitan dengan perlindungan Hak Cipta secara otomatis, bahwa

Penggugat telah menggunakan Motif Batik Tunas Harapan Bangsa yang telah

dikembangkan dan di kreasikan oleh Penggugat sejak tanggal 10 Oktober 2010

sedangkan Surat Pendaftaran Ciptaan baru dikeluarkan pada tanggal 15 Oktober

2019, sehingga Perlindungan hukum atas suatu ciptaan bersifat otomatis yaitu suatu

ciptaan mendapatkan perlindungan hukum sejak pertama kali suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mensyaratkan pendaftaran, sedangkan

pencatatan atas suatu ciptaan di Ditjen HKI dengan dikeluarkannya surat

pendaftaran ciptaan hanya merupakan suatu anggapan hukum atas suatu karya cipta

sehingga suatu ciptaan tersebut meskipun sudah terdaftar maupun belum terdaftar

tetap dilindungi secara hukum, dengan telah diumumkannya pertama kali motif

batik tunas harapan bangsa tersebut sejak tanggal 10 oktober 2010 maka secara

hukum telah dilindungi sedangkan surat pendaftaran pendaftaran ciptaan hanyalah

pencatatan saja. Pertimbangan hakim ini sudah sejalan dengan ketentuan pasal 40

ayat 3 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan

bahwa Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi

sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan

17
tersebut. Selanjutnya pada bagian penjelasan juga dinyatakan bahwa pada

prinsipnya hak cipta diperoleh bukan karena pendaftara. Pendaftaran ciptaan hanya

merupakan anggapan hukum. Hal ini dikarenakan hak cipta merupakan hak

eksklusif yang melekat pada diri penciptanya, dimana apabila pihak- pihak yang

berkepentingan dapat membuktikan kebenaran, maka hakim dapat menentukan

pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut. Namun, dalam putusan

ini Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya sebagai pencipta, salah satunya

dengan dibuktikannya bahwa benar Penggugat merupakan pelanggan dari Tergugat

dan pernah melakukan pembelian atau pemesanan batik yang telah didaftarkan oleh

Tergugat.

10. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menangani sengketa pendaftaran

hak cipta dengan nomor 4/Pdt.Sus-hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST telah sesuai

dengan ketentuan dan undang- undang yang berlaku. Dalam putusannya, majelis

hakim menyatakan tidak dapat diterima gugatan yang diajukan oleh Penggugat.

Alsan majelis hakim untuk tidak menerima gugatan tersebut adalah benar, karena

pihak Penggugat telah gagal untuk membuktikan korelasi antara dalil atau

hubungan timbal balik yang jelas antara subjek, posita dan petitum gugatan. Dalam

hal ini majelis hakim tidak melihat adanya keterlibatan Direktur Hak Cipta, Desain

Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan Rahasia Dagang dalam sengketa

tersebut.

11. Berdasarkan pertimbangan- pertimbagan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat tersebut, maka sengketa pendaftaran hak cipta yang terjadi antara Dedy Fan

Buntoro dengan Dedi Krisniadi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Meskipun dalam putusan tersebut majelis hakim menyatakan bahwa

gugatan tidak dpat diterima, namun majelis hakim dalam pertimbangannya tetap

18
merujuk pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini

sudah tepat, karena meskipun hakim dapat melakukan penafsiran hukum maupun

membuat suatu hukum, namun dalam sengketa ini majelis hakim tidak memutuskan

untuk melanjutkan persidangan ke tahap pokok perkara karena jelas bahwa apabila

gugatan tidak memenuhi syarat formil maka gugatan tersebut harus dinyatakan

tidak dapat diterima.

G. Kesimpulan

1. Perlindungan terhadap hak cipta ini penting karena menyangkut kepemilikan suatu

barang atau jasa yang diperdagangkan ataupun yang memiliki nilai ekonomis.

Tetapi, seringkali muncul para pihak yang berkeinginan untuk mendapatkan

keuntungan atas ciptaan orang lain, baik dilakukan dengan cara yang sah misalnya

dengan melakukan pembelian izin atau cara- cara sah lain sebagaimana diatur

dalam undang- undang, maupun dengan cara yang tidak sah. Hak cipta pada

dasarnya tidak wajib untuk didaftarkan, melainkan dapat didaftarkan dan bersifat

sukarela sebagai bukti di pengadilan apabila di kemudian hari terdapat pihak

tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan dari ciptaan tersebut. Pendaftaran

ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas

isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Dasar pemberian hak cipta

bukan terletak pada pendaftarannya, tetapi pada kreasi atau ide yang diwujudkan

dalam bentuk tertentu yang bersifat orisinil.

2. Dalam Putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 4/Pdt.Sus-

hak Cipta/2020/PN.Niaga.JKT.PST atas sengketa yang terjadi antara Deddy Fan

Buntoro dan Dedi Krisniadi telah sesuai dengan peraturan perundang- undangan

dan ketentuan yang berlaku serta tidak memihak. Majelis hakim meskipun

19
menyatakan gugatan tidak dapat diterima, namun tetap merujuk Undang- Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak CIpta. Dengan demikian, kedepannya peraturan

perundang- undangan mengenai Hak CIpta tersebut dapat menjadi acuan bagu

hakim untuk memutus sengketa agar dapat mengakomodir sengketa- sengketa

terkait hak Cipta.

20
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta. Bandung : PT. Alumni, 2005.

Lindsey, Tim. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni, 2006

Lutviansori, Arif. Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu,

2010

Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring

Right, dan Collecting Society. Bandung : PT. Alumni, 2008

Margono, Suyud, Amir Angkasa. Komersialisasi Aset dan Intelektual Aspek Hukum Bisnis.

Jakarta : PT. Gramedia Widisarana Indonesia, 2002.

Muhammad, Abdulkadir. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2007.

Pelupessy, Eddy. Hak Kekayaan Intelektual. Malang : Intelegensia Media, 2017.

Riswandi, Budi Agus. Hak Cipta di Internet : Aspek Hukum dan Permasalahannya di

Indonesia. Yogyakarta : FHUII Press, 2009.

Saidin, O. K. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights). Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2015.

21
Sommeng, Andy Noorsman. Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Tangerang : Direktorat Jendral Hak kekayaan Intelektual, 2007.

Sutedi, Adrian. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Tim Visi Yustisia. Panduan Resmi Hak Cipta. Jakarta : Visimedia, 2009.

Jurnal

Hakim, Lutfi Maulana.Batik sebagai Warisan Budaya Bangsa dan Nation Brand Indonesia.

Nation State, Journal of International Studies Vol 1 No.1 (2018).

Iskandar dan Eny Kustiyah. Batik sebagai Idenditas Kultural Bangsa Indonesia di Era

Globalisasi.GEMA Vol XXX No 52 (Agustus 2016- Januari 2017).

Undang- Undang

Indonesia, Undang- Undang Hak Cipta. UU No. 28 Tahun 2014, LN No. 266 Tahun 2014.

22

Anda mungkin juga menyukai