Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH ASPEK HUKUM DAN EKONOMI

“HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL”

Yang diampu Bapak Mochammad Andre Agustianto, Lc, MH

Oleh kelompok 5:

1. Rofiyan Setiowati (G01217020)


2. Hasnaul Fadhilah (G71217034)
3. Laily Mufidah (G71217042)
4. Fitoni Mahmuddin (G71217068)

PRODI ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA

2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ................................................. 3


2.2 Prinsip-prinsip HAKI ........................................................................................ 4
2.3 Klasifikasi HAKI .............................................................................................. 6
2.4 Dasar Hukum HAKI di Indonesia ..................................................................... 6
2.5 Hak Cipta .......................................................................................................... 8
2.6 Hak Paten ........................................................................................................ 12
2.7 Hak Merk ........................................................................................................ 14
2.8 Desain Industri ................................................................................................ 20
2.9 Rahasia Dagang .............................................................................................. 24

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 28

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia diciptakan berbeda-beda dan masing-masing memiliki


kelebihan dan kelemahan tersendiri. Dari individu sendiri memiliki kapasitas dan
kemampuan berfikir yang unik memunculkan suatu ide yang kreatif, unik dan
orisinil. Munculnya ide kreatif, unik dan orisinil yang bermanfaat dalam berbagai
aspek ini perlu dilindungi agar ide tersebut tidak dimanfaatkan oleh orang lain
baik diklaim maupun dibajak. Perlindungan hukum terhadap hak cipta di
Indonesia sendiri sangat penting untuk dilakukan selain faktor banyaknya jumlah
penduduk, indonesia juga mempunyai banyak kebudayaan yang berbeda satu
sama lain yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Untuk itu demi mendorong
dan melindungi penciptaan, pencegahan terhadap karya ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang disebar luaskan secara tidak bertanggung jawab serta memberikan
stimulasi percepatan pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka sangat
penting adanya perlindungan hukum terhadap hak cipta.

Penemu dengan karya orisinilnya yang mendapatkan perlindungan hukum


akan memperoleh keuntungan apabila karya tersebut dimanfaatkan. Keuntungan
tersebut dapat berupa pembayaran royalty dan tehnical fee, dengan adanya
imbalan ataupun pengakuan kreasi, karya, karsa dan dan cipta manusia di dalam
peraturan HKI.1 Dengan kata lain Hak atas kekayaan Intelektual (HaKI) perlu
didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya
yang sama dapat dihindari atau dicegah.

1
Mastur,“Perlindungan Hukum Hak dan Kekayaan Intelektual Dibidang Paten”, Jurnal Ilmiah
Ilmu Hokum QISTI, Vol. 6 No. 1 Januari 2012, hlm.65-66

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ?
2. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
3. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
4. Apa saja Dasar hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia ?
5. Apa yang dimaksud dengan Hak cipta ?
6. Apa yang dimaksud dengan Hak paten ?
7. Apa yang dimaksud dengan Hak merek ?
8. Apa yang dimaksud dengan Desain industri ?
9. Apa yang dimaksud dengan Rahasia dagang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Hak Kekayaan Intelektual
(HAKI).
2. Untuk mengetahui dan memahami Prinsip-prinsip HAKI.
3. Untuk mengetahui dan memahami Klasifikasi HAKI
4. Untuk mengetahui dan memahami Dasar Hukum HAKI di Indonesia.
5. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Hak cipta.
6. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Hak paten.
7. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Hak merek.
8. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Desain industri
9. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Rahasia dagang

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

Pengertian Hak kekayaan Intelektual atau disebut dengan HAKI adalah hak
atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
HAKI dikategorikan sebagai hak atas kekayaan, mengingat HAKI pada akhirnya
akan menghasilkan sebuah karya-karya intelektual yang berupa pengetahuan,
teknologi, sastra dan seni, dimana dalam mewujudkannya karya-karya tersebut
membutuhkan pengorbanan tenaga, pikiran, biaya dan waktu2.
Hak kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual Property
Rights (IPR) sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun
1994 tentang pengesahan WTO (Agrreement Establishing The World Trade
Organization) yang artinya hak atas kekayaan dari kemampuan intelektual
manusia yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi (human
rights). World Intellectual Property Organization (WIPO) menyatakan hasil ini
sebagai kreasi pemikiran manusia yang meliputi invensinya, karya sastra dan seni,
simbol nama, citra dan desain yang digunakan dalam perdagangan.3
Hak kekayaan intelektual adalah hak milik hasil pemikiran (intelektual) yang
melekat pada pemiliknya, yang bersifat tetap dan eksklusif. Hak kekayaan
intelektual merupakan serangkaian hak dan kepentingan yang sah terkait dengan
produk yang dihasilkan dari aktivitas intelektual manusia. Hak kekayaan
intelektual adalah hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya
pikir manusia yang di ekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai

2
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 31
3
Tomi Suryo U, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globalisasi Sebuah Kajian Kontemporer
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 1

3
bentuknya, bermanfaat, berguna untuk menunjang kehidupan dan memiliki nilai
ekonomi4.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Saidin Hak Kekayaan Intelektual adalah hak
kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak5, dan
hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, disisi lain
adapula hasil kerja emosional. Hasil kerja hati dalam bentuk abstrak yang dikenal
dengan rasa perpaduan dari hasil kerja rasional dan emosional yang melahirkan
sebuah karya yang disebut dengan karya intelektual. Hasil kerjanya yakni berupa
benda immateriil, benda tidak berwujud6.
2.2 Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Perlindungan dalam hal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) lebih dominan
pada perlindungan individual, namun untuk menyeimbangkan kepentingan
individu dengan kepentingan masyarakat, sehingga sistem HAKI mendasarkan
pada prinsip sebagai berkut:7
1. Prinsip keadilan
Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan
intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa
materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan
diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi
kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut, yang disebut hak. Setiap hak menurut hukum itu
mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan
melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka
peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah penciptaan yang
mendasarkan atas kemampuan intelektualnya.

4
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah IV, Hak Milik Intelektual, Cet-2 (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 21-22
5
O.K. Saidin menjelaskan bahwa yang dimaksud hasul kerja otak bukanlah otak yang terlihat,
akan tetapi otak yang berperan sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis yang
terbagi menjadi dua bagian, yaitu kiri dan kanan.
6
O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015),
hlm. 10
7
Jumhana, Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
hlm. 25-26

4
2. Prinsip Ekonomi
Hak milik intelektual merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagi bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam
menunjang kehidupan manusia, maka maksudnya yaitu bahwa kepemilikan
itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu satu
keharusan untuk menunjang kehidupannya di dalam masyarakat. Dengan
demikian hak milik intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi
pemiliknya. Dari kepemilikannya, seseorang akan mendapatkan keuntungan,
misalnya bentuk pembayaran royalty dan technical fee.
3. Prinsip Kebudayaan
Konsep karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkan
hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan timbul pula suatu gerakan hidup
yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi
demikian, maka dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan,
peradaban dan martabat manusia. Selain itu juga akan memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara.
4. Prinsip sosial
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagi perseorangan yang
berdiri sendiri terlepas dari manusia yang lain, akan tetapi hukum mengatur
kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam satu ikatan
kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diakui dalam hukum,
dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu
saja, akan tetapi pemberian hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan
itu diberikan dan diakui oleh hukumoleh karena itu dengan diberikannya hak
tersebut kepada perseorangan, persekutuan atau kesatuan hukum itu,
kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.

5
2.3 Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Secara Konvensional HAKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu8 :
1. Hak Cipta
2. Hak kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
a. Paten (patent)
b. Desan industri (industrial design)
c. Merek (trademark)
d. Penanggulangan parktek persaingan curang (repression of unfair
competition)
e. Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
f. Rahasia dagang (trade secret)

2.4 Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia


a) Hak Cipta
UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menghapus UU Hak Cipta
2002 Materi-materi baru pergantian UU Hak Cipta telah diatur secara
rinci dan jelas di dalam UU Hak Cipta 2014 di antaranya mengatur
mengenai perpanjangan masa perlindungan hak cipta, pembajakan,
pengaturan mengenai lembaga manajemen kolektif, dan sebagainya.
Langkah tersebut merupakan upaya sungguh dari negara untuk lebih
melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta dan pemilik hak
terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional.9
b) Hak paten
UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Walaupun dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah berjalan,
namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan
standar dalam Persetujuan Tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan

8
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen kehakiman dan HAK Asasi Manusia
R.I, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang:DJHKI, 2003), hlm. 3
9
Kurnianingrum, Trias P, “Materi Baru Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang
Hak Cipta”, Jurnal NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 1, Juni 2015

6
Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan
penggantian.10
c) Merek
UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek, terdapat beberapa penyempurnaan
dari UU sebelumnya yakni untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat Pemohon Merek. Untuk lebih memudahkan bagi Pemohon dalam
melakukan pendaftaran Merek perlu dilakukan beberapa revisi atau
perubahan berupa penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek.
Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum Permohonan akan
memberikan kemudahan dalam pengajuan Permohonan dengan cukup
mengisi formulir Permohonan, melampirkan label atau contoh Merek yang
dimohonkan pendaftaran, dan membayar biaya Permohonan. Dengan
memenuhi kelengkapan persyaratan minimum Permohonan tersebut, suatu
Permohonan Merek akan diberikan Tanggal Penerimaan atau filing date.
d) Desain Industri
UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, belum diaturnya
perlindungan hokum mengenai Desain Industri di Indonesia perlu membuat
undang-undang di bidang Desain Industri untuk menjamin perlindungan hak-
hak Pendesain dan menetapkan hak dan kewajibannya serta menjaga agar
pihak yang tidak berhaktidak menyalahgunakan hak Desain Industri tersebut.
Selain mewujudkan komitmen terhadap Persetujuan TRIPs, pengaturan
Desain Industri dimaksudkan untuk memberikan landasan bagi perlindungan
yang efektif terhadap berbagai bentuk penjiplakan, pembajakan, atau
peniruan atas Desain Industri yang telah dikenal secara luas. Adapun prinsip
pengaturannya adalah pengakuan kepemilikan atas karya intelektual yang
memberikan kesan estetisdan dapat diproduksi secara berulang-ulang serta
dapat menghasilkan suatu barang dalam bentuk dua atau tiga dimensi.11

10
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 13 Tahun 2016 TentangPaten”,
diakses dari https://ngada.org/uu13-2016pjl.htm pada tanggal 5 April 2020
11
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri”, diakses dari https://www.dgip.go.id/ pada tanggal 5 April 2020

7
e) Rahasia Dagang
UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Dalam Paten, sebagai
imbalan atas hak ekslusif yang diberikan oleh negara, penemu harus
mengungkapkan temuan atau invensinya. Namun, tidak semua penemu atau
kalangan pengusaha bersedia mengungkapkan temuan atau invensinya itu.
Mereka ingin tetap menjaga kerahasiaan karya intelektual mereka. Di
Indonesia, masalah kerahasiaan itu terdapat di dalam beberapa aturan yang
terpisah, yang belum merupakan satu sistem aturan terpadu.Untuk mengelola
administrasi Rahasia Dagang pada saat ini Pemerintah menunjuk Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan Intelektual. 12
2.5 Hak Cipta
2.5.1 Pengertian Hak Cipta
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta
adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide,
prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap13.
Pada dasarnya, hak cipta adalah hak untuk mengkopi. Hak untuk mengkopi
ini memberikan hak-hak kepada para pencipta untuk mengontrol dan
menggunakan ciptaannya yang hakikatnya adalah mencegah pihak lain
mengkopi karya tanpa izin14. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak
Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-
mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu
ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan
tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak
Cipta ©.

12
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
Dagang”, diakses dari https://ngada.org/uu30-2000pjl.htmpada tanggal 5 April 2020
13
UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
14
Tim Lindsey, “Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar” (Jakarta: PT. Alumni, 2002) hlm. 6

8
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
a) Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
b) Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
c) Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat
apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun
sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk
mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
d) Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau
Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan
dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya
dengan persyaratan tertentu.
2.5.2 Lingkup hak cipta
a. Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu15:
1. buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

15
UU Nomor 19 Tahun 2001 Pasal 2 Ayat 1

9
3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
7. Arsitektur.
8. Peta.
9. seni batik.
10. fotografi.
11. sinematografi;
12. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.

b. Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta


untuk hal-hal berikut:

1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara.


2. peraturan perundang-undangan.
3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah.
4. putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
5. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
2.5.3 Bentuk dan lama perlindungan

Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja


untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut
kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta.

Sebagai pengecualian, maka dengan menyebut atau mencantumkan


sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:

10
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta.
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan: (i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan
ilmu pengetahuan; atau (ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak
dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari Pencipta.
d. perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi
yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis
atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan.
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik
Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Dalam perlindungannya hak cipta mempunyai waktu perlindungan selama


si pencipta hidup dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta
meninggal dunia, sedangkan program computer, sinematifografi, fotografi,
database, dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh)

11
tahun sejak pertama kali diumumkan16. Dalam arti setelah habis masa
perlindungannya karya cipta tersebut akan menjadi milik umum17.

2.6 Hak Paten


2.6.1 Pengertian Paten

Paten diberikan untuk melindungi invensi di bidang teknologi, paten


diberikan untuk jangka waktu yang terbatas dan tujuannya adalah untuk
mencegah pihak lain, termasuk parainventor, independent dari teknologi yang
sama, menggunakan inventor tersebut selama jangka waktu perlindungan
paten,supaya inventor atau pemegang paten mendapatkan pengembalian
layak atas usahanya18. Diatur dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2001
tentang paten. Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara
kepada investor atas hasil invesinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untu melaksanakannya19.

2.6.2 Subyek dan Obyek Paten

Subjek paten menurut pasal 1 angka (3) Undang-undang Nomor 14 tahun


200, yaitu : “Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang secara Bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam
kegiatan yang menghasilkan invensi.”

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara Bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan kedalam kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa roduk
atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
(Yusnedi Ahmad, 2015)

16
Yusnedi Ahmad, “Aspek Hukum dalam Ekonomi” (Yogyakarta, 2015) hlm. 74
17
Muhammad Djumhana, “Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia”
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 56
18
Tim Lindsey. Op.Cit. hlm 9
19
Yusnedi Ahmad. Op. Cit. hlm 74

12
Mengenai subjek paten, pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001
menyebutkan:
1. Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih
lanjut hakinventor yang bersangkutan.
2. Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara Bersama-sama,
hak atas invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para investor
yang bersangkutan.

Dalam Persetujuan Strasbourg tahun 1971 telah diklasifikasikan secara


Internasional objek paten, yang dibagi dalam 8 seksi, dan 7 seksi di antaraya
masih terbagi dalam subseksi sebagai berikut :

1. Seksi A : Kebutuhan manusia (human necessities)


Subseksi :
a. agraria (agriculture)
b. Bahan-bahan makanan dan tembakau (foodstuff and tobacco)
c. Barang-barang perseorangan dan rrumah tangga (personal and domestic
articles).
d. Kesehatan dan hiburan (health and amusement)
2. Seksi B : Melaksanakan karya (performing operations)
Subseksi :
a. Memisahkan dan mencampurkan (separating and mixing)
b. Pembentukan (shaping)
c. Pencetakan (printing)
d. Pengangkutan (transporting)
3. Seksi C : Kimia dan perlogaman (chemistry and metallurgy)
Subseksi :
a. Kimia (chemistry)
b. Perlogaman (metallurgy)
4. Seksi D : Pertekstilan dan perkertasan (textiles and paper)
Subseksi :

13
a. Pertekstilan dan bahan-bahan yang mudah melentur dan sejenis (textiles
and flexible materials and other-wise provided for)
b. Perkertasan (paper)
5. Seksi E : Konstruksi tetap (fixed construction)
Subseksi :
a. Pembangunan gedung (building)
b. Pertambangan (mining)
6. Seksi F : Permesinan (mechanical engineering)
Subseksi :
a. Mesin-mesin dan pompa-pompa (engins and pumps)
b. Pembuatan mesin pada umumnya (engineering in general)
c. Penerangan dan pemanasan (lighting and heating)
7. Seksi G : Fisika (physics)
Subseksi :
a. Instrumentalia (instruments)
b. Kenukliran (nucleonics)
8. Seksi H : Perlistrikan (electricity)20

Berdasarka yang di atas nampak jelas bahwa cakupan paten itu begitu luas,
sejalan dengan luasnya cakrawala daya pikir manusia. Kreasi apa saja yang
dilahirkan dari cakrawala daya piker manusia dapat menjadi objek paten,
sepanjang hal itu temuan dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam
bidang industri termasuk pengembangannya. Dengan demikian pula tidak
tertutup kemungkinan objek paten ini akan berkembang sejalan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemampuan intelektual
manusia.

2.7 Hak Merek


2.7.1 Pengertian Merek
Pengertian merek menurut KBBI, merek adalah tanda yang dikenakan oleh
pengusaha (pabrik, produsen atau sebagainya) pada barang yang dihasilkan

20
R.M suryodiningrat, “Aneka Hak Milik Perindustrian” (Bandung:Tarsito, 1981) hlm 49-50 .

14
sebagai tanda pengenal, cap atau tanda yang menjadi pengenal untuk
menyatakan nama dan sebagainya.
Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 definisi tentang
merek yaitu : tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa21.

Dalam penjelasan Pasal 5 huruf b Undang-Undang No. 15 Tahun 2001


menekankan bahwa suatu merek tidak perlu memiliki daya pembeda.
Maksudnya adalah tanda yang digunakan sebagai merek tersebut tidak boleh
terlalu rumit dan tidak boleh terlalu sederhana sehingga akan menyebabkan
pada merek tersebut tidak jelas. Merek yang bentuknya terlalu rumit dan
terlalu sederhana dapat membingungkan masyarakat apakah tanda tersebut
sebagai merek atau bukan22. Sehingga dengan hal tersebut tidak dapat
memberikan kesan pada suatu merek. Agar dapat memberikan individualitas
kepada suatu benda maka merek yang bersangkutan harus memiliki kekuatan-
kekuatan individualis.

Selain batasan yuridis, adapun beberapa pendapat sarjana yang


memberikan pendapatnya tentang merek, diantaranya23:
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu
dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.
2. Dr. Iur Soeryatin
Yang mengemukakan merek dengan meninjau dari aspek fungsinya
“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang
bersangkutan dari barang yang sejenis laiinya oleh karena itu, barang

21
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2001, UU No. 15 Tahun 2001, Tentang Merek,
(Jakarta), Pasal 1 butir 1.
22
Sudargo Gautama dan Rizwanto Winanto, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001 (Bandung:
PT. Citra Aditya Bandung, 2002), hlm. 51
23
O.K. Saidin, Op.Cit, hlm. 440.

15
yang bersangkutan dengan diberi merk tadi yang mempunyai tanda asal,
nama, jaminan terhadap mutunya.
3. Harsono Adisumarto, S.H, MPA
“Merek adalah tanda pengenal yang membedakan hak milik seseorang
dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi
tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat
penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan
tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan
adalah milik oramg tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau
merek digunakan inisial dari mana pemiliki sendiri sebagai tanda
pembedaan.
Dari beberapa pendapat sarjana diatas, dapat disimpulkan bahwa merek
adalah suatu benda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang
sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang
atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang
dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai
jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.
2.7.2 Jenis Merek
Undang-Undang Merek Tahun 2001 mengatur tentang jeis-jenis merek,
yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 UU Merek
Tahun 2001 yaitu Merek dagang dan Merek jasa24.
1. Merek Dagang

Pengertian Merek dagang dalam UU No. 15 Tahun 2001 pasal 1 butir 2


menjelaskan bahwa Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-
barang sejenis lainnya.

2. Merek Jasa

24
O.K. Saidin, op.cit, hlm 346

16
Sedangkan Pengertian Merek Jasa dalam Pasal 1 butir 3 menjelaskan
bahwa Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

2.7.3 Persyaratan Merek


Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang
atau badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar merek itu dapat
diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat multak yang
harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan
yang cukup kuat. Dengan maksud, tanda yang dipakai haruslah sedemikian
rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil
produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (pedagangan) atau jasa
dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh
orang lain. Karena adanya merek tersebut barang-barang yang diproduksi
menjadi dapat dibedakan.
Adapun ketentuan Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 yang
mengatur tentang apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang
tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek.
Menurut Pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila
mengandung salah unsur di bawah ini, diantaranya :
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Tidak memiliki daya pembeda.
3. Telah menjadi milik umum.
4. Keterangan atau berkaitan dengan barang dan jasa yang dimohonkan
pendaftaran.
Selanjutnya Pasal 6 UUM Tahun 2001 memuat mengenai tentang
penolakan pendaftaran merek, diantanya :
1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek
tersebut:

17
a. Mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan
merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan jasa atau yang sejenisnya.
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang atau jasa
maupun sejenisnya.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
indikasi-geografis yang sudah dikenal25.
2. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula
diberlakukan terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang akan diterapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek
tersebut :
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama
badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan
tertulis dari yang berhak.
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang, atau simbol yang emblem negara atau negara
nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari
pihak yang berwenang.
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
2.7.4 Pendaftaran Merek
Terdapat dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek di Indonesia,
yaitu :

25
Indikasi Geografis adalah tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah negara anggota atau
kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, dimana reputasi, kualitas dan
karekteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa asal suatu barang atau jasa yang melekat
dengan reputasi, karakteristik dan kualita suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu
yang dilindungi secara yuridis.

18
1. Sistem pendaftaran deklaratif
Sistem pendaftaran deklaratif adalah hak atas merek tercipta karena
pemakaian pertama (first user rights). Walaupun tidak didaftarkan, sistem
ini dianut di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang merek,
yang tercantum dalam Pasal 2 Ayat 1, berbunyi:

“Hak khusus untuk memakai suatu merek guna membedakan barang-


barang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau
badan lain diberikan kepada barang siapa yang untuk pertama kali
memakai merek itu untuk keperluan tersebut di atas di Indonesia”.

Fungsi pendaftaran merek tidaklah memberikan hak, akan tetapi hanya


memberikan dugaan bahwa orang yang mereknya terdaftar itulah yang
berhak sebagai pemakai pertama. Kelebihan pada sistem ini adalah orang
yang berhak atas merek bukanlah orang yang secara formal saja terdaftar
mereknya, akan tetapi harus orang yang sungguh-sungguh menggunakan
atau memakai merek tersebut26. Sedangkan kelemahan pada sistem ini
adalah kurang terjaminnya rasa kepastian hukum, karena orang yang telah
mendaftarkan mereknya sewaktu-waktu masih dapat dibatalkan oleh pihak
lain yang mengaku sebagai pemakai pertama27.
2. Sistem pendaftaran konstitutif
Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
merek, di Indonesia saat ini pendaftaran mereknya menggunakan sistem
konstitutif. Hal ini juga berlaku di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pihak yang mendaftarkan merek
terlebih dahulu, ialah yang berhak atas merek tersebut, yang mana setiap
orang harus menghormati haknya sebagai hak milik28.
Sistem konstitutif ini memiliki keunggulan yaitu kepastian hukum untuk
menentukan merek siapa yang paling utama untuk dilindungi. Cukup

26
Pipin Syarifin dan Deadah Djubaedah, “ Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”
(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004) hlm. 174
27
O.K. saidin, Op.cit, hlm 463
28
Ibid, hlm. 175

19
dilihat siapa yang terlebih dahulu memperoleh filling date atau terdaftar di
dalam daftar umum merek.
2.8 Desain Industri
2.8.1 Pengertian Desain Industri

Pengertian hukum di Indonesia, yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 1


Undang-Undang No.31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang
menyatakan: “Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.” Dari pengertian seperti itu maka produk atau barangnya
merupakan gabungan kreativitas dan teknikal dalam proses perancangan
produk industri dengan tujuan untuk dapat dipakai oleh manusia atau
pengguna serta sebagai hasil produksi dari satu sistem manufaktur.29

Pengertian seperti yang diuraikan diatas dapat dibandingkan dengan


pengertian yang diberikan oleh United Nations Industrial Development
Organization mengenai Desain Industri, yaitu “sebagai suatu kegiatan yang
luas dalam inovasi teknologi dan bergerak meliputi proses pengembangan
produk dengan mempertimbangkan fungsi, kegunaan, proses produksi, dan
teknologi, pemasaran, serta perbaikan manfaat dan estetika produk
industri”. Sedangkan International Council Society if Industrial Design
(ICSID) mendefinisikan “Desain Industri sebagai suatu aktivitas kreatif
untuk mewujudkan sifat-sifat bentuk suatu objek. Dalam hal ini termasuk
karakteristik dan hubungan dari struktur atau sistem yang harmonis dari
sudut pandang produsen dan konsumen”.30

29
Muhamad Djumhana, “Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual” (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006) hlm. 113
30
Muhammad Djumhana, Op.cit, hlm.7.

20
Jadi pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari desain
industi ialah :
1. Sesuatu tentang kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis
dan warna, atau gabungan yang dijadikan satu bisa berupa bentuk 3D
atau 2D.
2. Memberikan kesan estetis dan kreatif
2.8.2 Hak desain industri
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang No 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak atas
Desain Industri adalah hak khusus pemilik desain terdaftar yang diperoleh
dari negara. Dengan kata lain, berarti diperolehnya hak kepemilikan atas
Desain Industri adalah sebagai konsekuensi telah didaftarkannya Desain
Industri tersebut pada kantor Desain, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal
HKI. Menurut Paul Torremans dan Jon Holyoak, Hak Desain Industri adalah
“Sebuah hak kepemilikan yang menjamin pemilik mempunyai hak khusus
untuk memproduksi kembali desainnya untuk tujuan komersial. Langkah
nyata untuk melaksanakannya adalah dengan membuat desain desain, tetapi
pemilik juga membuat sebuah dokumen atau catatan desain dan
memungkinkan desain tersebut dibuat oleh pihak ketiga”.31
2.8.3 Pendaftaran Desain Industri

Dalam Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri


ditegaskan bahwa hak desain industri diberikan negara kepada pendesain
untuk suatu waktu tertentu. Dalam kurun waktu tersebut, pendesain
mempunyai hak eksklusif untuk melaksanakan sendiri, atau memberi
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan hak atas desain tersebut.
Untuk dapat memperoleh hak desain industri tersebut, desain tersebut harus
baru dan terlebih dahulu harus diajukan permohonan pendaftaran secara
tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal HKI. Jelaslah bahwa
hak desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak eksklusif atas suatu

31
Paul Torremans dan Jon Holyoak, “Intellectual Property Law” (London: Butterworths, 1998)
hlm. 324

21
desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah mutlak untuk
terjadinya suatu hak desain industri. Tanpa adanya pendaftaran, tidak akan
ada hak atas desain industri, juga tidak akan ada perlindungan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sistem pendaftaran yang dianut oleh Undang-
Undang No 31 tahun 2000 tentang Desain Industri adalah bersifat konstitutif.
Hal tersebut diatur secara tegas dalam Pasal 12 Undang-Undang No 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri yang menyatakan “bahwa pihak yang untuk
pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak
desain industri, kecuali jika terbukti sebaliknya”. Lembaga pendaftaran dalam
kerangka perlindungan hukum di bidang Desain Industri sifatnya hanyalah
sebagai fasilitatif dalam arti negara bertindak menyediakan dan akan
melayani bila ada pendesain atau pemegang hak desain yang ingin
mendaftarkan desainnya. Untuk itu, pendesain memerlukan lembaga
pendaftaran untuk mendapatkan bukti awal dari kepemilikan haknya.

Syarat formal yang biasa dikenakan kepada pemohon pendaftaran desain,


yaitu diantaranya:32

1. Pemohon diwajibkan membuat pernyataan secara tertulis guna permintaan


pendaftaran tersebut. Surat permintaan dengan mencantumkan: nama jelas,
domisisli, alamat perusahaan, identitas barang yang di desain dan
penggunaannya. Selain itu, juga perlu menyatakan bahwa desain yang
didaftarkannya adalah benar miliknya serta menyertakan bukti-bukti
kepemilikan.
2. Melampirkan akta pendirian badan hukum, serta replika desain barang
yang didaftarkan serta contohnya.
3. Pemohon yang menguasakan kepada orang lain harus dengan
menggunakan surat kuasa.
4. Membayar seluruh biaya yang diperlukan dalam rangka pendaftaran
tersebut.”

32
Muhammad Djumhana, Op. cit, hlm. 213-214

22
Adapun syarat materil yang harus dipenuhi agar suatu desain dapat
didaftarkan meliputi hal-hal sebagai berikut:33

1. Novelty (new or original). Orisinal, sifatnya hampir sama dengan hak


paten, yaitu bukan salinan, bukan perluasan dari yang sudah ada. Desain
mungkin baru dalam pengertian yang mutlak dalam bentuk atau polanya
yang belum pernah terlihat sebelumnya, tetapi juga mungkin baru dalam
pengertian yang terbatas, yaitu dalam hal bentuk atau pola yang sudah
dikenal, hanya saja berbeda penggunaan dan pemanfaatannya dari maksud
yang telah diketahui sebelumnya. Desain juga bisa disebut baru karena
adanya perbedaan-perbedaan, tetapi secara pengertian yang terbatas hal itu
menunjukan hal yang tidak atau kurang baru.
2. Mempunyai nilai praktis dan dapat diterapkan (diproduksi) dalam industri
(industrial applicability).
3. Tidak termasuk dalam daftar pengecualian untuk mendapatkan hak desain.
Di antara beberapa syarat yang melarang pendaftaran desain adalah bila
desain yang didaftarkan itu memepunyai persamaan pada pokoknya, atau
keseluruhan dengan desain milik orang lain yang sudah terdaftar lebih
dahulu untuk barang sejenis; desain tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum serta kesusilaan.
4. Apakah pendesaian atau orang yang menerima lebih lanjut hak desain
tersebut berhak atau tidak atas karya tersebut.”
2.8.4 Perlindungan Desain Industri
Muhammad Djumhana menyatakan “bahwa adanya kepentingan untuk
pendaftaran desain merupakan kepentingan hukum pemilik hak desain
industri tersebut untuk memudahkan pembuktian dan perlindungannya”,
meskipun pada prinsipnya perlindungan tersebut akan diberikan semenjak
timbulnya hak desain industri tersebut, sedangkan kelahiran hak tersebut ada
sekaligus bersamaan pada saat suatu desain tersebut mewujud secara nyata

33
Ibid, hlm. 214

23
dari seorang pendesain. Walaupun demikian, perlindungan terhadap desain
baru secara kongkrit apabila telah terdaftar pada instansi yang berwenang.34

Perlindungan desain industri dalam kehidupan industri merupakan


pendorong iklim industri yang sehat karena ketentuan-ketentuan di bidang
desain mengandung unsur-unsur pokok adanya hal-hal berikut ini.35

1. Insentif yang adil dan wajar untuk kegiatan penelitian dan


pengembangan, berupa jaminan pemberian hak tidak dapat diganggu
gugat atas suatu karya desain baru dari seorang pendesain, disertai
dengan imbalan yang bernilai ekonomi apabila desain tersebut
dimanfaatkan dalam kehidupan.
2. Pencegahan tindakan-tindakan peniruan desain serta praktik-praktik
persaingan yang tidak jujur.
2.9 Rahasia Dagang
2.9.1 Pengertian Rahasia Dagang

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut istilah rahasia


dagang (trade secret), antara lain informasi yang dirahasiakan (undisclosed
information), atau informasi yang tidak diketahui.Jika dilihat melalui
perspektif hukum benda (subsistem hukum perdata), rahasia dagang tidak
dapat dikategorikan sebagai hak atas kekayaan intelektual, sebab tidak ada
unsur hak kebendaan yang dapat diberikan perlindungan. Tidak dapat
diketahui unsur kebendaan yang akan dilindungi haknya dalam pemberian
hak atas rahasia dagang, semuanya serba dirahasiakan. Memanglah hak
kebendaan tidak berwujud itu ada tersembunyi dalam perlindungan atas
rahasia dagang tersebut, akan tetapi tak pernah diketahui publik, apa wujud
yang dirahasiakan itu. Jika ditelusuri wujud yang dirahasiakan itu sebetulnya
dapat dilindungi dalam bentuk paten, atau dalam bentuk hak cipta, akan tetapi

34
Muhammad Djumhana, Op. cit, hlm 46
35
Muhammad Djumhana, Op.Cit, hlm 49

24
jika hak tersebut dilindungi berdasarkan perlindungan hak cipta atau paten,
maka ia akan menjadi tidak rahasialagi36.

2.9.2 Rahasia Dagang Dalam Perspektif Hukum Indonesia


1. Tinjauan Umum
Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para
pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan
patut. Pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk:37

a. menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya;


b. memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu
kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. Hak
rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
1) pewarisan
2) hibah
3) waris
4) perjanjian tertulis; atau
5) sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.
2. Literasi
Pemegang hak rahasia dagang berhak memberikan lisensi kepada pihak
lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum
seperti:

a. menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya.


b. memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk
menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu
kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pemegang hak rahasia dagang berhak memberikan lisensi kepada pihak
36
Syahriah Semaun, “Perlindungan Hukum Dagang Terhadap Rahasia Dagang”, Jurnal Hukum
Diktum, Volume 9, Nomor 1, 2011, hlm 30-42
37
Purwosutjipto, H.M.N. “Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia” ( Jakarta: Djambatan, 1994)
hlm 89.

25
lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.
3. Tentang Penyelesaian Sengketa

Pemegang hak rahasia dagang atau penerima lisensi dapat menggugat


siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
menggunakan rahasia dagang yang dimilikinya, berupa:38

a. gugatan ganti rugi; dan/atau


b. penghentian semua perbuatan penggunaan rahasia dagang pihak lain.
Gugatan sebagaimana dimaksud di atas diajukan ke Pengadilan Negeri.

38
Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra, “Hukum Sebagai Suatu Sistem,” (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993), hlm. 78.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hak kekayaan intelektual adalah hak milik hasil pemikiran (intelektual)


yang melekat pada pemiliknya, yang bersifat tetap dan eksklusif. Hak kekayaan
intelektual merupakan serangkaian hak dan kepentingan yang sah terkait
dengan produk yang dihasilkan dari aktivitas intelektual manusia. Hak
kekayaan intelektual adalah hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang di ekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagai bentuknya, bermanfaat, berguna untuk menunjang kehidupan
dan memiliki nilai ekonomi.

Sistem HAKI mendasarkan pada beberapa prinsip yakni prinsip keadilan,


prinsip ekonomi, prinsip kebudayaan, dan prinsip sosial. Secara Konvensional
HAKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu : Hak Cipta dan Hak kekayaan Industri
(Industrial Property Rights), Hak kekayaan industri dibagi menjadi 6 yang
mencakup: Paten (patent), Desan industri (industrial design), Merek
(trademark), Penanggulangan parktek persaingan curang (repression of unfair
competition), Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated
circuit) dan Rahasia dagang (trade secret).

27
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Y. 2015. “Aspek Hukum Dalam Ekonomi”. Yogyakarta.


Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen kehakiman dan HAK
Asasi Manusia R.I. 2003. “Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual”.
Tangerang:DJHKI.
Djumhana, M. 2003. “Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia”. Bandung: PT. Citra Aditya.
Djumhana, M. 2006. “Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual”. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Djumhana, M dan R. Djubaedillah IV. 2003. “Hak Milik Intelektual, Cet-2”.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Gautama, S dan Rizwanto W. 2002. “Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001”.
Bandung: PT. Citra Aditya Bandung.
Jumhana. 1999. “Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek”. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Kurnianingrum, Trias P. 2015. “Materi Baru Dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Jurnal NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 1,
Lindsey, Tim. 2002. “Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar”. Jakarta:PT
Alumni.
Mastur. 2012. “Perlindungan Hukum Hak dan Kekayaan Intelektual Dibidang
Paten”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hokum QISTI, Vol. 6 No. 1.
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016
Tentang Paten”. Diakses dari https://ngada.org/uu13-2016pjl Pada Tanggal 5
April 2020.
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Desain Industri. Diakses dari https://www.dgip.go.id/ Pada Tanggal
5 April 2020.
“Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000
Tentang Rahasia Dagang”. Diakses dari https://ngada.org/uu30-2000pjl.htm
Pada Tanggal 5 April 2020.

28
Purwosutjipto, H.M.N. 1994. “Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia”.
Jakarta:Djamban.
Rasyidi, L dan I.B Wyasa. 1993. “Hukum Sebagai Suatu Sistem”. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Riswandi, B.A dan M. Syamsudin. 2005. “Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Saidin, O.K. 2015. “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual”. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Semaun Syahriah. 2011. “Perlindungan Hukum Dagang Terhadap Rahasia
Dagang”. Jurnal Hukum Diktum, Vol.9, No. 1.
Suryodiningrat, R.M. 1981. “Aneka Hak Milik Perindustrian”. Bandung: Tarsito.
Syarifin, P dan Deadah D. 2004. “Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia”. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Torremans, P dan Jon H. 1998. “Intellectual Property Law”. London:
Butterworths.
Utomo, T.S. 2010. “Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globalisasi Sebuah
Kajian Kontemporer”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

29

Anda mungkin juga menyukai