Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan peningkatan laju pembangunan di Indonesia yang
diikuti dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
meningkat pula kebutuhan manusia akan gaya hidup. Salah satunya adalah
semakin besar minat masyarakat di bidang hiburan atau kesenian, khususnya
semakin besar apresiasi masyarakat Indonesia dalam karya seni modern. Dari
semua mulai dari ilmu pengetahuan, seni, budaya, dan sastra yang hidup di
tengah-tengah masyarakat Indonesia sangatlah erat kaitannya dengan konsep Hak
atas Kekayaan Intelektual atau biasa disebut HKI,ataupun HAKI 1. Di periode
zaman sekarang di mana dunia dituntut menuju era modernitas dan globalisasi,
potensi perkembangan seni budaya, ilmu pengetahuan juga mengalami
perkembangan yang signifikan yang dapat dijadikan sebagai media untuk
memajukan ekonomi dan meningkatkan taraf kehidupan personal bahkan Negara
sekalipun.
Dalam diri manusia memiliki akal budi dan pikiran yang mampu
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan karya seni, dimana hasil ciptaan
atas karya seni tersebut harus dihormati dan dihargai sebagai suatu karya cipta
yang merupakan ekspresi dari kemampuan berkarya si pencipta tersebut. Dalam
perkembangannya, karya cipta hasil kreasi seorang manusia atau sekelompok
orang yang telah menciptakan karya seni tersebut harus dilindungi dan memiliki
hak cipta atas karyanya sehingga dapat memberikan kehidupan yang layak bagi si
pencipta karya seni tersebut.
Kekayaan seni dan budaya merupakan salah satu sumber dari karya
intelektual yang perlu dilindungi undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata
untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk kemampuan
bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan
demikian karya seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan
kesejahteraan tidak hanya bagi penciptanya saja, tetapi juga bangsa dan negara.

1
Budi Agus Riswandi,2005. Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, jakarta. PT.Raja
Grafindo Persada,

Untag Banyuwangi
2

Karya seni dengan melalui proses penciptaan yang kreatif, yaitu sebuah
rangkaian kegiatan seorang seniman dalam menciptakan dan melahirkan karya-
karya seninya sebagai ungkapan dan keinginannya. Proses penciptaan ini tidak
terjadi dan diturunkan dari ruang kosong, yaitu dengan mengekspresikan sesuatu
keindahan yang ia lihat dan rasakan dalam hatinya, kemudian diwujudkan dalam
bentuk karya cipta yang nyata2.
Oleh karena itu, bagi Indonesia sebagai negara berkembang telah tiba
saatnya untuk berperan aktif memberikan perlindungan hukum terhadap Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI). Hal ini sejalan dengan amanah yang diatur dalam
pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alenia ke empat yang menetapkan bahwa
salah satu tujuannya adalah ikut serta dalam perdamaian dunia. Salah satu aspek
hukum yang melindungi hak-hak manusia dalam intelektualnya adalah Hukum
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Sebagai bentuk penghargaan atas Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI), perlindungan hukum atas hak-hak tersebut
memerlukan perangkat hukum dan mekanisme perlindungan yang memadai.
Melalui cara inilah Hak Kekayaan Intelektual akan mendapat tempat yang layak
sebagai salah satu bentuk hak yang memiliki nilai ekonomis.
Saat ini negara Indonesia yang sedang maju dan berkembang telah
memiliki perangkat peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan
intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS, yaitu Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta). Hasil dari kemampuan intelektual manusia tersebut
menimbulkan hak bagi penciptanya yang disebut hak atas kekayaan intelektual.
Perlindungan hak atas kekayaan intelektual pada umumnya untuk melindungi para
pencipta dan produser barang dan jasa intelektual lainnya melalui pemberian hak
tertentu secara terbatas untuk mengontrol penggunaan yang dilakukan produser
tersebut3. Salah satu cabang dari kekayaan intelektual tersebut yakni hak cipta.

2
Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, 2007. Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius,
hlm. 7.
3
Suyud Margono, 2010, Hukum Hak Cipta Indonesia Teori Dan Analisis Harmonisasi Ketentuan
World Trade Organization (WTO)-Trips Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 24.

Untag Banyuwangi
3

Indonesia menempatkan ketentuan mengenai hak cipta di dalam Undang-Undang


No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Hak cipta memberikan hak-hak tertentu bagi para pencipta atas
ciptaannya berupa karya intelektual seperti sastra, musik, dan seni. Tari
merupakan salah satu wujud karya seni sekaligus hasil dari kemampuan
intelektual sehingga para penciptanya memiliki hak berupa hak cipta. Menurut
Pasal 1 angka 1 UUHC 2014 definisi hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kelahiran suatu karya telah begitu melibatkan tenaga, waktu, dan biaya.
Oleh karena adanya kegunaan atau nilai ekonomi pada suatu karya cipta, timbulah
kemudian konsepsi mengenai kekayaan. Pada gilirannya, tumbuh konsepsi hukum
mengenai hak dan kebutuhan untuk melindunginya. Pengembangan konsepsi
hukum ini, bila dilihat dari segi usaha untuk mendorong tumbuhnya sikap dan
budaya menghormati atau menghargai jirih payah atau hasil karya orang lain,
memiliki arti yang penting4. Selain itu perlindungan dilakukan supaya
pertumbuhan kreativitas manusia semakin berkembang dan mendorong para
seniman lain untuk menciptakan karyakarya yang semakin baik.
Hak cipta sebagai bagian dari perlindungan kekayaan intelektual
memiliki hak-hak yang ditimbulkan atas kekayaan yang dimilikinya, dalam hal ini
pemilik hak cipta dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu atas
kekayaan yang dimilikinya. Hak-hak yang timbul dari suatu ciptaan dalam hak
cipta oleh hukum diberikan secara bersamaan dengan keistimewaan-keistimewaan
tertentu, yaitu hak untuk mengeksploitasi ciptaannya5. Perolehan hak cipta pada
prinsipnya ketika ciptaan tersebut diwujudkan. Hal ini tercantum pada Pasal 1
angka 3 UUHC 2014 yang menyebutkan bahwa Ciptaan adalah hasil karya cipta
di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang

4
Ibid, hlm. 26-27.
5
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Op Cit hlm. 19.

Untag Banyuwangi
4

diekspresikan dalam bentuk nyata. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain
yang mempersyaratkan dalam perolehan haknya melalui proses pendaftaran.
Meskipun hak cipta perolehannya tanpa harus didaftarkan terlebih dahulu,
namun terhadap ciptaan dapat didaftarkan. Pendaftaran yang dimaksud hanya
memberikan manfaat bahwa pendaftar tetap dianggap sebagai pencipta, sampai ada
pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Pendaftar menikmati
perlindungan hukum sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap
yang menyatakan bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi pencipta6. Pada
UUHC 2014 istilah pendaftaran diganti dengan istilah pencatatan.
Banyuwangi adalah daerah yang terletak di ujung timur pulau Jawa
yang biasa disebut (sun rise of java) atau dikenal dengan Bumi Blambangan.
Selain kaya potensi alam, tempat wisata, situs-situs peninggalan bersejarah
Kerajaan Blambangan Kabupaten Banyuwangi juga kaya akan kebudayaan.
Pelestarian kebudayaan dan seni di Banyuwangi dengan melakukan promosi yang
dilakukan oleh pemda Banyuwangi sendiri dengan event Banyuwangi festival,
berbagai festival budaya dan seni, kuliner dengan menyajikan kearifan lokal
budya dan pariwisata yang ada di Banyuwangi.
Karya cipta seni budaya dari Banyuwangi yang berkembang dari daerah
ini merupakan hasil karya ciptaan seniman Banyuwangi yang pada umumnya
mengambil cerita, tema-tema atau ciri khas tentang masyarakat Banyuwangi
sendiri yang disebut dengan masyarakat Osing, misalnya kesenian alat musik
(seruling seruit bhit), lagu-lagu dalam bahasa Osing, musik (kendang kempul),
dan tari. Karya seni yang menjadi sebuah ikon kota Banyuwangi adalah Tari
Gandrung, yang mana tarian ini merupakan tari daerah yang dijadikan sebagai
maskot kepariwisataan dan simbol kebudayaan Kabupaten Banyuwangi. Ada
banyak macam tarian gandrung kreasi, selain tari gandrung tersebut masih banyak
hasil karya ciptaan seni tari dari Sanggar-sanggar tari lainnya oleh para seniman-
seniman Banyuwangi mulai dari tarian anak-anak, tarian remaja, hingga tari orang
dewasa yang tentunya di iringi dengan musik atau gending banyuwangian.
Banyaknya penciptaan karya seni tari Kreasi Baru oleh seniman-
seniman tersebut dapat dilihat dari jumlah sanggar tari di Kabupaten Banyuwangi.

6
Ibid, hlm. 29.

Untag Banyuwangi
5

Menurut data dari Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, yaitu
terdapat 53 (lima puluh tiga) sanggar tari yang sudah terdaftar di Dinas
Kebudayaan7. Dari setiap sanggar tersebut tentunya selalu melahirkan sebuah
ciptaan-ciptaan karya seni tari, baik jenis tarian kreasi maupun jenis tari
kontemporer. Tarian tersebut misalnya, tari Jaripah, tari Sritanjung Sidopekso, tari
Cunduk Menur, tari Gandrung Marsan, tari Sisik Melik, tari Gandrung Seblang,
tari Sri Ganyong dan lain-lain. Namun ada hal yang sangat disayangkan sekali
dari sekian banyak ciptaan seni tari oleh para seniman dan sanggar tari tersebut,
hingga kini hanya 3 (tiga tari) yang didaftarkan hak cipta, yaitu tari Gandrung
Seblang, tari Pertunjukan Gandrung, dan tari Jejer Jaran Dawuk8.
Karena Prestasi dari seniman-seniman di bidang penciptaan karya seni
tari di Kabupaten Banyuwangi tergolong cukup tinggi, hal tersebut terbukti dari
banyaknya penghargaan-penghargaan yang diterima oleh sanggar-sanggar tari,
tidak hanya dari Duta Nasional tetapi juga Duta Internasional. Dari hasil sebuah
karya ciptaan/garapan tarian dari sanggar-sanggar tari dan seniman Banyuwangi
tersebut oleh Pemda Banyuwangi di adakan sebuah Parade Festival Tari
Banyuwangi yang kemudian hasil ciptaan tari kreasi baru itu akan
ditampilkan/dilombakan mulai dari tingkat regional I sampai tingkat Internasional.
Sedemikian luasnya Pementasan atau penampilan karya tari kreasi baru oleh
sanggar tari dan seniman tari Banyuwangi sendiri tentunya juga bisa
menimbulkan permasalahan dikarenakan dapat dipakai gerakan dan kostumnya
oleh pelaku seni dan sanggar-sanggar tari lainnya, tanpa seijin penciptanya
sehingga dapat merugikan penciptanya sendiri.
Permasalahan yang dialami oleh seniman di Kabupaten Banyuwangi
yaitu penggunaan tarian tanpa izin pencipta hingga kejahatan pembajakan.
Penggunaan tarian tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap hak cipta dan
pelakunya bisa digugat. Namun untuk menjadikan suatu permasalahan menjadi
sengketa memerlukan bukti tertulis berupa sertifikat kepemilikan hak cipta,

7
Data didapat dari dinas pariwisata dan kebudayan kab.banyuwangi tanggal 31 mei 2016
8
http://www.beritasatu.com/nasional/214027-pacu-ekonomi-kreatif-banyuwangifasilitasi-hk-
cipta-lagu-dan-tarian-lokal.html, diakses pada tanggal 31 April 2016, pukul 19.00 WIB.

Untag Banyuwangi
6

sedangakan rata-rata di Kabupaten Banyuwangi seniman tidak mendaftarkan hak


ciptanya. Hal demikian merupakan topik yang cukup menarik untuk dikaji lebih
mendalam melalui kegiatan penelitian seperti yang penulis laksanakan ini.
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa tanpa kepastian
hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya tidak mungkin
mengembangkan bakat-bakat dan kemampuannya yang diberikan Tuhan
kepadanya secara optimal di dalam masyarakat tempat hidup. Memberi
pengaturan hukum pada kesenian itu sangat penting dan dibutuhkan untuk
mencegah penyalahgunaan misappropriation dan misuse, melindungi hak asasi
manusia, menghasilkan pembagian manfaat, partisipasi dalam pembangunan
ekonomi komunitas, dan memajukan kepentingan nasional9. Minimnya kesadaran
akan urgensi perlindungan HAKI juga menjadi indikator kurangnya pemahaman
masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain. Hal ini perlu mendapat
perhatian intensif dari pemerintah agar pelaksanaan peraturan perundang-
undangan di bidang HAKI dapat ditegakkan.
Penelitian ini difokuskan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banyuwangi dan sanggar tari yang berada di Kabupaten banyuwangi
dengan pertimbangan sebagai berikut, Dinas Kebudayaan Kabupaten Banyuwangi
sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan upaya-upaya dalam
melindungi hasil kebudayaan daerah dan karya cipta seni tari yang diciptakan oleh
para seniman-seniman di Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan Sanggar Tari Di
Kabupaten Banyuwangi, sebagai wadah dan sarana para pelaku seni dan seniman
tari dalam menciptakam karya seni tari kreasi baru banyuwangi sebagai produk
kekayaan intelektual yang harus di lindungi.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk membahasnya
dalam sebuah penelitian dengan judul Skripsi Perlindungan Hukum terhadap
Hak Cipta Karya Seni Tari Kreasi Baru Ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Kabupaten Banyuwangi (Study
kasus sanggar seni tari di Banyuwangi)

9
Agus, Sardjono, 2010. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Bandung: P.T
Alumni, hlm. 446.

Untag Banyuwangi
7

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak cipta tari kreasi


baru Banyuwangi di Sanggar seni tari di Banyuwangi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta?
2. Apa saja kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak
cipta tari kreasi baru Banyuwangi di kalangan para pencipta karya seni tari
di Banyuwangi ?

1.3 Tujuan Penelitian


Didalam melaksanakan penelitian, Peneliti mempunyai 2 tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus, sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum


a. Guna memenuhi dan melengkapi persyaratan akademik untuk meraih
Gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945
b. Agar Mahasiswa dapat mengembangkan dan mengamalkan ilmu
pengetahuannya yang telah didapat dibangku kuliah

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak cipta tari kreasi baru
Banyuwangi di Sanggar seni tari di Banyuwangi
b. Guna mengetahui kendala apa saja dalam pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap hak cipta tari kreasi baru Banyuwangi di kalangan para
pencipta karya seni tari di Banyuwangi

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah hanya dilingkup wilayah sanggar tari di Kabupaten
Banyuwangi dan khususnya mengenai pendaftaran hak cipta karya tari oleh
seniman Banyuwangi dan menitik beratkan upaya seniman dan dinas terkait
dalam melindungi karya tari kreasi banyuwangi.

1.5 Manfaat Penelitian

Untag Banyuwangi
8

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak,


antara lain:

1.5.1 Manfaat Akademis


a. Untuk mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku perkuliahan
sehingga dapat digunakan perbandingan anatra ilmu akademisi dengan
praktek dilapangan.
b. Sebagai sarana untuk mengembankan wacana pemikiran bagi mahasiswa.
c. Menambah literatur yang nantinya dapat dipergunakan untuk dasar
penelitian.

1.5.2 Manfaat Praktis


a. Setelah melakukan penelitian setidaknya bisa memberikan sumbangan
pemikiran bagi Sanggar Tari dan Pelaku seni di Banyuwangi terhadap Hak
Cipta.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi bagi
masyarakat untuk lebih perduli terhadap perlindungan hukum Hak Cipta
Karya Tari kreasi baru.

BAB II. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Penelitian ini
merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Awengi
Retno Dumilah, Universitas Jenderal Soedirman yang berjudul Perlindungan
Hak Cipta Atas Tari Tradisional 10
Berdasarkan hasil penelitian menurutnya Perlindungan hukum Hak Cipta
atas tari tradisional, perlindungan hukum defensif, yaitu melakukan inventarisasi

10
Awengi Retno Dumilah, 2015, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Perlindungan Hak Cipta Atas Tari Tradisional

Untag Banyuwangi
9

dan dokumentasi dengan menyusun database. Perlindungan hukum diberikan


secara represif dan preventif. Perlindungan hukum represif yaitu upaya
perlindungan hukum yang dilakukan oleh Negara jika ada klaim dari Negara lain
atas folklor yang ada di Indonesia, oleh karenanya upaya inventarisasi dan
dokumentasi yang telah disusun dalam database oleh pihak Kementerian yang
berwenang untuk melakukan itu. Perlindungan hukum hak cipta atas folklor
khususnya pada tari tradisional di Indonesia masih belum maksimal.
Perlindungan hak cipta terhadap folklor dan tari tradisional tidak hanya
bisa dilakukan melalui hukum saja, tetapi juga nonhukum, yaitu dengan
pelestarian dan terus memperkenalkan folklor tarian tradisional kepada
masyarakat luas atas kekayaan budaya tradisional yang dimiliki Indonesia.
Namun minimnya pengetahuan tentang folklor menjadi salah satu dari
berbagai kendala dalam pengimplementasian perlindungan hukum yang
diupayakan pemerintah, yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta
Nomor 19 Tahun 2002. Pasal dalam undang-undang ini tidak banyak memberikan
manfaat, karena masyarakat masih sangat asing dengan istilah folklor,
pemahaman yang kurang terhadap folklor menjadikan masyarakat tidak
mengetahui tentang folklor itu sendiri. Undang-Undang Hak Cipta yang bersifat
individual juga menjadi salah satu kendala perlindungan hukum Hak Cipta atas
tari tradisional, mengingat Pasal 10 yang mengatur tentang perlindungan Hak
Cipta atas tari tradisional tersebut bersifat komunal.

Penelitian terdahulu kedua yang di lakukan oleh Faza Novrisal, SH,


Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul Perlindungan Karya Cipta
Seni Tari (Studi terhadap Konsep dan Upaya Perlindungan Hak Cipta Seni Tari di
Kalangan Seniman Tari Yogyakarta),11 Dan menurutnya Seni tari merupakan
suatu karya cipta manusia di bidang kesenian. Undang-undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta merupakan produk hukum yang memberikan perlindungan dan
penghargaan atas kreatifitas manusia di bidang ilmu pengetahun, seni dan sastra.

11
Faza Novrisal, SH, 2009, Tesis, Jurnal Hukum Universitas Diponegoro Semarang
Perlindungan Karya Cipta Seni Tari (Studi terhadap Konsep dan Upaya Perlindungan Hak
Cipta Seni Tari di Kalangan Seniman Tari Yogyakarta)

Untag Banyuwangi
10

Seniman tari sebagai pencipta suatu tarian merupakan subjek hukum Hak Cipta
yang memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, hak eksklusif tersebut mencakup hak ekonomi dan hak moral.
Pemahaman dan kesadaran tentang Hak Cipta ini ternyata kurang menjadi
perhatian oleh seniman tari.
Hasil penelitian menjelaskan karya cipta seni tari yang terbagi ke dalam 3
(tiga) kategori, yaitu seni tari Klasik Kraton, seni tari Tradisional Kerakyatan dan
seni tari Kreasi Baru atau Kontemporer pada prinsipnya keberadaannya dilindungi
di dalam Undang-Undang No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, seniman tari di
Yogyakarta berpendapat bahwa perlu diberikan sebuah perlindungan terhadap
karya cipta seni tari mereka, karena pada prinsipnya mereka (seniman tari)
berpendapat bahwa penghargaan dan penghormatan terhadap sebuah kreatifitas
dan karya intelektualitas seorang seniman yang menggeluti bidang seni juga perlu
dihargai dan dihormati oleh masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh seniman tari
Yogyakarta dalam melindungi karya cipta seni tari mereka adalah melakukan
pendokumentasian terhadap karya ciptanya itu ke dalam bentuk deskripsi tari dan
dalam bentuk kaset serta compact disk (cd). Adapun saran dari penulis adalah
perlu segera dilakukan upaya sosialisasi tentang UUHC 2002 di kalangan seniman
tari di Yogyakarta, mengingat seniman tari sebagai salah satu subjek UUHC 2002
belum mengerti dan memahami tentang hak cipta dan seniman tari hendaknya
melakukan pertemuan bersama diantara sesama seniman tari untuk membahas
tentang arti pentingnya hak cipta bagi mereka.
Penelitian terdahulu ketiga yang dilakukan oleh I Wayan Agus Pebri
Paradiska, Universitas Udayana Denpasar dengan judul Perlindungan Hukum
Terhadap Hasil Karya Cipta Ogoh-Ogoh Berdasarkan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 12. Menurutnya berbagai hasil karya seni
budaya telah diciptakan oleh masyarakat Indonesia baik dalam bidang seni, sastra
dan pengetahuan tradisional, salah satunya yang berada di Indonesia adalah ogoh-
ogoh, ogoh-ogoh merupakan salah satu hasil karya dalam bidang seni yang sering
12
I Wayan Agus Pebri Paradiska, Universitas Udayana Denpasar dengan judul Perlindungan
Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Ogoh-Ogoh Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Untag Banyuwangi
11

di jumpai khususnya di Bali, dengan bentuknya yang besar dan menyeramkan


yang dilengkapi dengan hiasan-hiasan yang menggambarkan kreatifitas
masyarakat Bali. Dalam pembuatannya diperlukan pemikiran, tenaga, waktu dan
biaya yang tidak sedikit maka diperlukan sebuah perlindungan karya cipta dari
kreatifitas masyarakat Bali ini.
Berdasarkan dari hasil penelitian menjelaskan bahwa bentuk perlindungan
hukum terhadap karya cipta ogoh-ogoh secara umum dimuat dalam Undang-
Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah belum adanya peraturan
khusus yang mengatur tentang karya cipta ogoh-ogoh serta bentuk
perlindungannya. Sedangkan upaya perlindungan hukum terhadap hasil karya
cipta seni ogoh-ogoh dapat dilakukan 2 (dua) cara yaitu upaya perlindungan
hukum preventif terhadap karya seni ogoh-ogoh dilakukan dengan mendata,
mendokumentasikan serta menginventarisasikan segala bentuk kegiatan yang
berhubungan dengan karya seni ogoh-ogoh agar tidak diklaim oleh negara lain
seperti yang terjadi pada tari pendet. Dan upaya perlindungan hukum represif
dilakukan apabila terjadi sengketa-sengketa yang berhubungan dengan karya seni
ogoh-ogoh sebagai salah satu karya kreasi budaya.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Tinjuan Tentang Perlindungan Hukum

1) Pengertian Perlindungan Hukum

Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu


masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat, dan memaksa.
Hukum diartikan pula sebagai ketentuan-ketentuan yang menetapkan sesuatu
atas sesuatu yang lain, yakni menetapkan sesuatu yang boleh dikerjakan, harus
dikerjakan, dan terlarang untuk dikerjakan. Hukum diartikan pula sebagai
ketentuan suatu perbuatan yang terlarang berikut sebagai akibat (sanksi) hukum
didalamnya.

Untag Banyuwangi
12

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945),


ditemukan tentang adanya perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara
Indonesia tanpa terkecuali, untuk itu setiap yang dihasilkan oleh legislatif harus
senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang,
bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang
berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang
mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga
Negara Indonesia tanpa terkecuali.
Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut13. Sedangkan
menurut Hetty Hasanah, perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya
yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan
perlindungan hukum kepada pihakpihak yang bersangkutan atau yang
melakukan tindakan hukum14.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi Subjek-
subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipaksakan pelaksanaannya dengan duatu sanksi. Perlindungan hukum dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu15:
a. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha serta memberikan rambu-
rambu atau batasan-batasan kepada pelaku usaha dalam melakukan
kewajibannya.
b. Perlindungan Hukum Represif

13
Satjipto rahardjo, 2003, Sisi sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta; Penerbit Kompas, hal
121.
14
Hetty Hasanah, 2004, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas
Kendaraan Bermotor Fidusia, (http//Jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html,hal 1.
15
Musrihah, 2000, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
(Surakarta,Magister Ilmu Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret), hal 20.

Untag Banyuwangi
13

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa


tanggungjawab perusahaan, denda, penjara, dan hukuman tambahan yang
diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau pelaku usaha melakukan
pelanggaran.
Menurut Achmad Ali, yang dimaksud dengan hukum adalah
seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam satu sistem, yang
menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia
sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang bersumber
baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya
oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan
oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika
kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi ototritas tertinggi
untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal16.
Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu,
perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam
bentuk adanya kepastian hukum. Perlindungan hukum dapat dilakukan secara
publik maupun secara privat. Perlindungan hukum yang dilakukan dengan cara
memanfaatkan fasilitas perlindungan hukum yang disediakan oleh ketentuan-
ketentuan yang bersifat publik.
Dengan demikian perlindungan hukum dapat diartikan sebagai upaya
yang dilakukan oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat (pemerintah dan aparat
penegak hukum) untuk menjamin kepastian hukum agar hak-hak warganya tidak
dilanggar, dan bagi yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak tersebut
maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di
masyarakat.

2.2.2 Tinjauan Tentang Hak Cipta


1) Pengertian Hak cipta

16
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Cetakan
Kedua; Jakarta: P.T. Toko Agung Tbk, hal 35.

Untag Banyuwangi
14

Hak cipta merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan


Intelektual.Istilah hak cipta telah dipergunakan oleh Undang-Undang Hak Cipta
sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet
1912. Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kalinya pada Kongres Kebudayaan di
Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap
kurang luas cakupan pengertiannya.
Dalam Perkembangannya Hak Cipta pada saat ini sebagai hak eksklusif
Pencinta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan gagasan atau
informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin
suatu ciptaan atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta sekaligus bisa
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan, dan
mencegah pemakaian hak cipta yang dimanfaatkan secara tidak sah atas suatu
ciptaan. Pada umumnya hak eksklusif yang mengandung nilai ekonomi tidak
semua orang bisa membayarnya, maka umumnya hak eksklusif dalam hak cipta
memmiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. 17
Berlakunya Hak cipta di Indonesia Di atur menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berbunyi bahwa hak
cipta yiatu hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Jika dilihat batasan pengertian yang diberikan oleh ketiga ketentuan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang
sama. Dalam Auteurswet 1912 maupun UCC menggunakan istilah hak tunggal
sedangkan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014 menggunakan istilah hak
eksklusif. 18
Jika dilihat dalam penjelasan pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta tahun
2014 yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan

17
Haris Munandar dan Sally Sitanggang. 2008, Mengenal Hak Kekayaan Intelektual, Hak cipta,
Paten, Merek dan Selak Beluknya, Jakarta. Erlangga Group.
18
OK. Saidin, 2010. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
Jakarta . PT Raja Grafindo Persada. hal. 59.

Untag Banyuwangi
15

bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat menggunakanhak ters
ebut tanpa izin Pencipta. Kata tidak ada pihak lain dalam penjelasan tersebut
sama artinya dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya Pencipta yang boleh
mendapatkan hak semacam itu. Eksklusif berarti khusus, unik, spesifikasi.
Membahas mengenai hukum hak cipta, tidak cukup hanya membahas mengenai
pengertiannya saja namun juga perlu memberi pengertian tentang ciptaan,
pencipta dan pemegang hak cipta. Pengertian-pengertian tersebut telah
dirumuskan pada Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014.
Pada pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014, ciptaan
adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan,
atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Dari rumusan pasal
tersebut, dapat diketahui bahwa ciptaan yang dihasilkan harus dalam bentuk
nyata atau konkret bukan dalam bentuk abstrak. Ciptaan tersebut bersifat asli
bukan hasil tiruan dari ciptaan orang lain. Ruang lingkup ciptaan sesuai dengan
rumusan pasal tersebut terdiri dari tiga bidang yaitu ilmu pengetahuan, seni dan
sastra.
Hasil karya cipta sebagai bukti wujud dari ciptaan si pencipta. Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014, pencipta adalah seorang atau
beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan
suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Dengan rumusan tersebut dapat
diketahui jumlah pencipta, bisa berjumlah satu orang atau lebih.
Apabila penciptanya beberapa orang pencipta, maka dalam proses
melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Hasil karya
ciptaan yang dihasilkan oleh pencipta sesuai rumusan pasal tersebut harus
bersifat khas dan pribadi yang dapat menunjukkan perbedaan antara hasil karya
ciptaannya dengan hasil karya ciptaan orang lain. Selain itu untuk menciptakan
suatu hasil karya yang baik, pencipta harus memiliki inspirasi, kemampuan,
pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang mengekspresikan
ide-ide maupun gagasan-gagasannya dalam bentuk nyata.

Untag Banyuwangi
16

Pada pasal 1 angka 4 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014,


pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemiliki hak cipta, pihak yang
menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Dengan
melihat rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa pemegang hak cipta pada
dasarnya ada dua yaitu pencipta dan pihak lain. Pencipta sebagai pemegang hak
secara otomatis atau tidak melalui proses hukum karena telah ditentukan oleh
undang-undang. Sedangkan pihak lain sebagai pemegang hak harus melalui
proses hukum yaitu dengan perjanjian lisensi. Pencipta selaku pemegang dan
pemberi lisensi memberi izin memperbanyak ciptaannya kepada penerima
lisensi.

2) Dasar Hukum Hak cipta


Pengaturan secara nasional terhadap hak cipta di Indonesia sejak
kemerdekan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982.
Kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. Pada tahun
1997 diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997. Di tahun
2002, Undang-Undang Hak Cipta kembali mengalami perubahan dan diatur
dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Namun di tahun 2014, Undang-
Undang Hak Cipta diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Revisi terakhir yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia memiliki alasan.
Dengan lahirnya Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014 ini dapat melindungi
hak ekonomi dan hak moral pencipta dan pihak terkait lainnya sehingga dapat
mendorong semangat seluruh pencipta serta para pelaku usaha untuk
mengembangkan kreativitas dalam menghasilkan suatu karya intelektual.19
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa Indonesia memiliki wilayah
serta kekayaan budaya yang sangat luar biasa dan didukung oleh masyarakatnya
yang kreatif. Potensi-potensi tersebut harus mendapatkan perlindungan dalam
bentuk undang-undang yang lebih spesifik dan dapat mengikuti perkembangan
zaman. Selain itu, penggantian undang-undang bertujuan untuk memudahkan
19
http://requisitoire-magazine.com/menguak-dampak-uu-hak-cipta-nomor-28-tahun-2014/ diakses
pada tanggal 2 juni 2016

Untag Banyuwangi
17

dalam memahami hak cipta agar dalam pelaksanaanya baik pemerintah maupun
masyarakat lebih jelas dan mengerti serta meminimalisir tindakan yang
merugikan pencipta dan pihak lain yang terkait dalam hak cipta tersebut.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014, dimasukkan beberapa
ketentuan baru, antara lain mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan wkatu lebih panjang sejalan
dengan penerapan aturan diberbagai negara sehingga jangka waktu
perlindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup
pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia;
b. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta
dan/atau Pemilik Hak Terkait;
c. Penyelesaian sengketa melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan,
serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana;
d. Tanggung jawab pengelolaan tempat perdagangaan atas pelanggaran Hak
Cipta dan/atau Hak Terkait;
e. Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek
jaminan fidusia;
f. Kewenangan Menteri untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan
apabilan Ciptaan tersebut melanggar norma dan peraturan
perundangundangan;
g. Imbalan royalty yang didapatkan oleh Pencipta dan/atau Pemilik Hak
Terkait untuk Ciptaan dalam hubungan dinas dan digunakan secara
komersil;
h. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan
mengelola hak ekonomi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait wajib
mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri;
i. Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana multimedia untuk
merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam lingkup internasional, terdapat beberapa konvensi yang


membahas dan mengatur tentang Hak Cipta, antara lain:
a. TRIPs Agreement
TRIPs Agreement merupakan singkatan dari The Agreement on Trade-
Related of Intellectual Property Rights yaitu salah satu perjanjian multilateral
terpenting berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.

Untag Banyuwangi
18

Tujuan umum dari perjanjian TRIPs adalah mengurangi penyimpangan


dan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional, promosi lebih
efektif tentang perlindungan hak kekayaan intelektual, mempromosikan
keseimbangan antara hak dan kewajiban antara produsen dengan pemakai.
Negara Indonesia telah meratifikasi perjanjian ini melalui Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994.

b. Berne Convention
Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works
adalah kovensi multilateral terpenting dalam hak cipta. Konvensi ini pertama
kali berlaku pada 9 September 1886. Konvensi Berne memiliki tiga prinsip
dasar yaitu perlakuan nasional (national treatment), perlindungan otomatis
(automatic protection), dan kebebasan perlindungan (independence of
protection). Indonesia pernah menjadi anggota dalam Konvensi Berne tahun
1959 namun keluar dan kembali menjadi anggota melalui Keppres Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of
Literary and Artistic Works.

c. Universal Copyright Convention (UCC)


Universal Copyright Convention adalah suatu konvensi hak cipta yang
lahir karena adanya gagasan dari peserta Konvensi Berne dan Amerika Serikat
yang disponsori oleh PBB khususnya UNESCO yaitu untuk menyatukan satu
system hukum hak cipta secara universal. UCC ini dicetuskan dan
ditandatangani oleh Jenawa pada bulan September 1952, dan telah mengalami
revisi di Paris pada tahun 1971. Ketentuan yang monumental dari Konvensi
Universal adalah adanya ketentuan formalitas hak cipta berupa kewajiban
setiap karya yang ingin dilindungi harus mencantumkan tanda C dalam
lingkaran, diserta nama penciptanya, dan tahun karya tersebut mulai
dipublikasikan. 20

3) Ruang lingkup Hak cipta

20
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 1993, Hak Milik Intelektual (sejarah Teori dan
Prakteknya Di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 16.

Untag Banyuwangi
19

Suatu karya yang dilindungi oleh undang-undang adalah karya cipta


dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur ciptaan yang dilindungi terdiri
dari:
- Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya;
- Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
- Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- Drama, drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime;
- Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- Kerya seni terapan;
- Karya arsitektur;
- Peta;
- Karya seni batik atau seni motif lain;
- Karya fotografi;
- Potret
- Karya sinematografi
- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
- Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
program computer maupun media lainnya;
- Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli, permainan video; dan
- Program computer.

Apabila dilihat dari pasal tersebut, maka tampak bahwa ciptaan uang
dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta ini terbagi dalam dua jenis yaitu
ciptaan yang bersifat asli yang diatur dalam pasal 58 ayat (1) Undang-Undang hak
Cipta dan ciptaan hasil dari perkembangan teknologi yang diatur dalam pasal 59
ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga
mengatur mengenai ekspresi budaya tradisional. Dapat dilihat dalam pasal 38

Untag Banyuwangi
20

Undang-Undang Hak Cipta bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional
dipegang dan dilindungi oleh Negara dan berlaku tanpa batas sesuai pasal 60
Undang-Undang Hak Cipta.
Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi: 21

a. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;

b. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan,
atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan

c. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan


masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.

Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka
lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato
pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau
simbol keagamaan. 22
Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah:
- Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra

- Ciptaan yang tidak orisinil


- Ciptaan yang bersifat abstrak

- Ciptaan yang sudah merupakan milik umum

- Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang


Hak Cipta. 23

4) Masa Berlaku Hak cipta

Sebagaimana diketahui bahwa sejak ciptaan diwujudkan berakibat


munculnya hak cipta terhadap ciptaan tersebut, ini berarti sejak saat itu hak cipta

21
Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
22
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. .
23
Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak
Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya), hlm.18.

Untag Banyuwangi
21

mulai berlaku. Pencipta resmi memiliki hak untuk menerbitkan ciptaannya,


menggandakan ciptaannya, mengumumkan ciptaannya, dan melarang pihak lain
untuk melipatgandakan dan/atau menggunakan secara komersial ciptaannya.

Semua sesuatu tentu ada awalnya dan ada akhirnya. Demikian juga
dengan hak cipta tidak terlepas dari masa berlakunya atau ada batas waktunya.
Masalah berlakunya hak cipta tidak sama antara ciptaan yang satu dengan ciptaan
yang lain karena dipengaruhi oleh sifat ciptaan dari kelompok hak ciptanya. Ada
dua macam sifat ciptaan yaitu yang sifatnya asli (original) dan sifatnya turunan
(derivatif). Masa berlakunya juga bergantung pada jenis ciptaan atau objek hak
ciptanya, serta apakah objek itu diterbitkan atau tidak diterbitkan.

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu terbatas, dan lamanya berbeda-
beda tiap negara. Sebagai suatu hak yang mempunyai fungsi sosial, maka hak
cipta mempunyai masa berlaku tertentu. Hal ini untuk menghindarkan adanya
monopoli secara berlebihan dari si pencipta. Di Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, jangka waktu berlakunya suatu
hak cipta adalah sebagai berikut:

a. Masa Berlaku Hak Moral

Moral Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal:

- tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan


sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum
- menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan
- mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan
diri atau reputasinya.
Hak moral pencipta berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak
cipta atas ciptaan yang bersangkutan, yaitu dalam hal:
- mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
- mengubah judul dan anak judul ciptaan.

b. Masa Berlaku Hak Ekonomi

Untag Banyuwangi
22

Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:


1) Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
- Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;

- Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu


pengetahuan;

- Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

- Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

- Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- Karya arsitektur;

- Peta; dan

- Karya seni batik atau seni motif lain,

Berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh


puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.

2) Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan
hak cipta berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia
paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun
sesudahnya.

3) Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh
badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
dilakukan pengumuman.

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:

- Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

- Karya fotografi;

- Potret;

- Karya sinematografi;

- Permainan video;

Untag Banyuwangi
23

- Program Komputer;

- Perwajahan karya tulis;

- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,


aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

- Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi


ekspresi budaya tradisional;

- Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer atau media lainnya;

- Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut


merupakan karya yang asli;

Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan


pengumuman.

- Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku
selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman.

Negara sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional,


mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:

a. Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa


maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang
dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;

b. Musik, mencakup antara lain vokal, instrumental, atau kombinasinya;

c. Gerak, mencakup antara lain tarian;

d. Teater, mencakup anatara lain pertunjukan wayang dan sandiwara


rakyat;

e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang
terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam,
batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan

f. Upacara adat,

Untag Banyuwangi
24

Hak atas ciptaannya ditetapkan dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-


Undang Nomor 28 Tahun 2014 berlaku tanpa batas waktu, artinya berlaku
sepanjang zaman.

Meskipun hak ciptanya berlaku sepanjang zaman, namun karena hak


cipta atas ciptaan tersebut merupakan milik bersama (rescommunis), maka siapa
pun dapat meniru atau memperbanyak ciptaan tanpa perlu meminta izin terlebih
dahulu dari negara sebagai pemegang hak cipta, asalkan yang bersangkutan adalah
warga negara Indonesia karena ia ikut memiliki hak ciptanya. Sedangkan negara
sebagai pemegang hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan
pengumuman.

5) Hak-Hak yang Terkandung dalam Hak Cipta

Dalam Undang Undang Hak Cipta No 28 Tahun 2104 dapat di jelaskan


hak-hak yang terdapat pada hak cipta sebagai berikut :
1. Hak Ekonomi Atas Suatu Ciptaan
Hak cipta berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat
ekonomi (economic rights). Adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat
ekonomi di dalam hak cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari sifat hak
cipta itu sendiri, yaitu bahwa ciptaan-ciptaan yang merupakan produk olah pikir
manusia itu mempunyai nilai, karena ciptaan-ciptaan tersebut merupakan suatu
bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak berwujud (intangible).
Bagi manusia yang menghasilkan karya cipta tersebut memang
memberikan kepuasan, tetapi dari segi yang lain karya cipta tersebut sebenarnya
juga memiliki arti ekonomi. Hal ini rasanya perlu dipahami, dan tidak sekedar
menganggapnya semata-mata sebagai karya yang memberikan kepuasan batiniah,
bersifat universal dan dapat dinikmati oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun
juga, apalagi dengan sikap bahwa sepantasnya hak itu dapat diperoleh secara
cuma-cuma.
Hak ekonomi ini diperhitungkan karena hak kekayaan intelektual dapat
digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan

Untag Banyuwangi
25

yang mendatangkan keuntungan.24 Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki
oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.Hak
ekonomi pada setiap undang-undang selalu berbeda, baik terminologinya, jenis
hak yang diliputnya, dan ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut.
Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, menyatakan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak
ekonomi untuk melakukan:
a) Penerbitan ciptaan;
b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
c) Penerjemahan ciptaan;
d) Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
e) Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
f) Pertunjukan ciptaan;
g) Pengumuman ciptaan;
h) Komunikasi ciptaan; dan
i) Penyewaan ciptaan.

Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak
eksklusif, seorang pencipta/pemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan
kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari
perbanyakan ciptaan tersebut.
Demikian pula dengan memberi izin kepada pihak lain untuk
memproduksi, memperbanyak dan menjual hasil copy-an ciptaan adalah bukan
semata-mata karena perbuatan memberi izin saja melainkan pencipta/pemegang
hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut.
Hal ini memang wajar, pencipta/pemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian
keuntungan, karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari
penerimaan izin tersebut. 25

24
Abdulkadir Muhammad, 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung,
Citra Aditya Bakti,hal. 19.
25
Gatot Supramono, 2010. Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.45

Untag Banyuwangi
26

Sejalan dengan itu Muhammad mengatakan, bahwa hak ekonomi


tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan
sendiri hak kekayaan intelektual atau karena penggunaan pihak lain berdasarkan
lisensi. Dalam perjanjian lisensi hak cipta selain memperjanjikan izin
menggunakan hak cipta juga memperjanjikan pembagian keuntungan yang
diperoleh penerima lisensi dengan pemberi lisensi. 26

2. Hak Moral Atas Suatu Ciptaan

Berbicara tentang hak cipta tidak dapat dipisahkan dari masalah moral
karena di dalam hak cipta itu sendiri melekat hak moral sepanjang jangka waktu
perlindungan hak cipta masih ada. Masalah moral muncul disebabkan pada
dasarnya setiap orang mempunyai keharusan untuk menghormati atau menghargai
karya cipta orang lain. Dengan kata lain, hak moral merupakan penghargaan
moral yang diberikan masyarakat kepada seseorang karena orang tersebut telah
menghasilkan suatu ciptaan atau karya tertentu yang bermanfaat bagi masyarakat.
Penghargaan moral ini tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi berwujud pemberian
kekuasaan atau wewenang tertentu kepadanya untuk melakukan sesuatu dan orang
lain tidak dapat dengan sesuka hatinya mengambil maupun mengubah karya cipta
seseorang menjadi atas namanya. Hak moral adalah hak yang melindungi
kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi
pencipta. Apabila hak cipta dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral
tidak dapat dipisahkan dari pencipta dan penemu karena bersifat pribadi atau
kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik,
kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu. Kekal
artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah
meninggal dunia.
Hak moral mempunyai dua asas, yaitu: 27
a. Droit de paternite: pencipta berhak untuk mencantumkan namanya pada
ciptaannya,

26
Ibid, hlm. 46.
27
Suyud Margono, 2010, Hukum Hak Cipta Indonesia Teori Dan Analisis Harmonisasi Ketentuan
World Trade Organization (WTO)-Trips Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor., hlm. 15.

Untag Banyuwangi
27

b. Droit au respect: pencipta berhak mengubah judul maupun isi ciptaannya,


jadi dia berhak mengajukan keberatan atas penyimpangan, perusakan, atau
tindakan lainnya atas karyanya.

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, hak


moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:
a. Tetap mencantumkan atau tidak tidak mencantumkan namanya pada
salinanan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum;
b. Menggunakan nama aliasnya atau nama samarannya;
c. mengubah ciptannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan
diri atau reputasinya. (Distorsi ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan
suatu fakta atau identitas ciptaan. Mutilasi ciptaan adalah proses atau
tindakan menghilangkan sebagian ciptaan. Modifikasi ciptaan adalah
pengubahan atas ciptaan).
Hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta
masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau
sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah
pencipta meninggal dunia.28
Apabila terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral setelah pencipta
meninggal dunia, maka penerima pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut
dapat memilih apakah menerima atau menolak pengalihan pelaksanaan hak moral
tersebut.Penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan
syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara
tertulis.

6) Lisensi
a) Pengertian Lisensi

28
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Untag Banyuwangi
28

Sejalan dengan hak cipta sebagai hak eksklusif dan hak ekonomi, pihak
pencipta/ pemegang hak cipta mempunyai hak untuk memberi izin kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dan pemberian
izin tersebut tidak dapat dilepaskan dari masalah keuntungan dari penggunaan
hak cipta. Pemberian izin dari pencipta/ pemegang hak cipta kepada orang
lain itulah yang disebut dengan lisensi.29
Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta 2014 disebutkan,
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemilikhak terkaitkepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi
atasciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.
Dari rumusan tersebut yang menjadi objek lisensi bukan hanya hak
cipta tetapi juga hak lain yang terkait dengan hak cipta. Hak cipta yang
dimaksudkan misalnya hak cipta di bidang lagu atau musik, dimana lagu
berkaitan dengan suara yang dapat direkam sehingga menimbulkan hak di
bidang rekaman. Kemudian apabila ciptaan itu disiarkan kepada masyarakat
juga menimbulkan hak siar. Hak rekam dan hak siar merupakan hak yang
menjadi ruang lingkup objek lisensi. 30

b) Lisensi Hak Cipta Sebagai Perjanjian


1. Termasuk perjanjian obligatoire

Perjanjian lisensi hak cipta juga merupakan perjanjian konsensualisme,


karena terjadinya perjanjian itu dilandasi dengan sebuah konsensus atau kata
sepakat.
Kemudian lahirnya perjanjian lisensi hak cipta mengikuti asas
kebebasan berkontrak, bahwa setiap orang dapat membuat perjanjian apa saja,
kapan saja, dan berisi apa saja asal tidak bertentangan dengan hukum,
kebiasaan, dan kepatutan. Batasan-batasan yang diberikan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terhadap kebebasan dalam
melakukan perjanjian lisensi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 82

29
Gatot Supramono, op.cit.,hlm. 47.
30
Ibid

Untag Banyuwangi
29

bahwa: perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan


kerugian perekonomian Indonesia; isi perjanjian lisensi dilarang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; perjanjian lisensi dilarang
menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambilalih seluruh hak
pencipta atas ciptaannya.

2. Wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian

Dalam Pasal 80 Undang-Undang Hak Cipta 2014 disebutkan, bahwa


lisensi hak cipta dibuat dengan dasar perjanjian. Karena bentuknya berupa
perjanjian maka untuk syarat sahnya wajib memenuhi syarat- syarat yang
ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

- Adanya kata sepakat

- Memiliki kecakapan

- Hal tertentu

- Sebab yang halal

3. Perjanjiannya harus tertulis

Selain harus memenuhi keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata,


perjanjian lisensi hak cipta juga harus dibuat secara tertulis. Syarat tertulis ini
secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 angka 20 yaitu terdapat pada kata izin
tertulis artinya perjanjian lisensi ini harus dalam bentuk tertulis tidak bisa
lisan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014, maka suatu perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar
Umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, maka perjanjian lise
nsi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

7) Pengalihan Hak Cipta

Untag Banyuwangi
30

Mengenai pemindahtanganan hak cipta bahwa benda ini dapat beralih


atau dialihkan oleh pemegangnya. Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Undang-
Undang Hak Cipta 2014 telah diatur tentang hal tersebut, bahwa hak cipta
dapat beralih atau dialihkan baik sebagian atau seluruhnya karena: pewarisan,
hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dapat beralih atau dialihkan hanya hak ekonomi saja, sedangkan
hak moral tetap melekat pada diri penciptanya. Pengalihan hak cipta ini harus
dilakukan secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris. Dapat
di sebuatkan sebagai berikut :

a) Pewarisan
b) Hibah
c) Wakaf
d) Wasiat
e) Perjanjian Tertulis
f) Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

8) Sistem Pendaftaran Hak Cipta

Pendaftaran ciptaan dalam HaKI, bertujuan untuk


menjamin kepastian hokum dan kepastian hak, dengan adanya
pendaftaran akan di ketahui dengan tepat siapa pemilik dari HaKI
tersebut.
Menurut Prof. Kollewijn sebagaimana dikutip oleh Sekardono
mengatakan ada 2 jenis cara atau stesel pendaftaran, yaitu:
a)
Stelsel konstitutif, berarti bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena
pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan.
b)
Stelsel deklaratif, berarti bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan
hak, melainkan hanya memberikan dugaaan atau sangkaan saja menurut

Untag Banyuwangi
31

undang-undang bahwa orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si


berhak sebenaranya sebagai pencipta dari hak yang didaftarkan. 31
Sistem pendaftaran hak cipta menurut UUHC disebutkan bahwa
pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif artinya bahwa, semua permohonan
pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian mengenai hak
pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta.
Dalam penjelasan umu Undang-undang No 28 Tahun 2014, Pencatatan
Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta,
Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Pelindungan suatu Ciptaan
dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini
berarti suatu Ciptaan baik yang tercatat maupun tidaktercatat tetap dilindungi.
Apabila pencipta ingin mengajukan permohonan pencatatan atas
ciptaan, maka pencipta harus mengikuti tata cara sebagaimana di atur dalam Bab
X Pasal 64-79 undang-undang no 28 tahun 2014 tentang hak cipta. Di indonesia,
pendafataran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau
pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian,
surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur
pada bab x undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta, pendaftaran
hak cipta di selenggarakan oleh direktorat jendaral hak kekayaan intelektual
(Ditjen HAKI), yang kini berada dibawah departemen Hukum dan hak asasi
manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya
maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendafataran hak cipta dikenakan
biaya tertera pada pasal 66 ayat (2) Undang-undang no 28 tahun 2014 tentang hak
cipta. Penjelas prosedur dan fomulir pendafataran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen HAKI. Daftar umum ciptaan yang mencatat
ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh setiap
orang tanpa dikenai biaya.

31
Soekardono R. 1981.Hukum Dagang Indonesia I., Dian Rakyat, hl 15a1

Untag Banyuwangi
32

2.2.4 Tinjuan Tentang Seni Tari

1) Pengertian Seni Tari


Seni tari merupakan salah satu cabang kesenian dengan media ekspresi
anggota badan manusia di dalam ruang yang didukung oleh musik iringan,
kostum, perlengkapan lain sehingga dapat menarik perhatian penonton dan
memberikan gambaran yang jelas. 32
Menurut Bastomi Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung
dalam jiwa orang, dilahirkan dengan perantaraan alatalat komunikasi dalam
bentuk yang dapat ditangkap oleh indera dengar (seni musik), indera pandang
(seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari), oleh karena itu
seni merupakan hasil aktifitas kreatif seseorang, maka seni mempunyai sifat
bergerak dan hidup. 33
Kussudiardja mengatakan bahwa yang dimaksud dengan seni tari
adalah keindahan bentuk gerak anggota-anggota badan manusia yang bergerak,
berirama, dan berjiwa harmonis. Bentuk adalah pose atau sikap anggota badan,
seperti: jari tangan, tangan keseluruhan, leher, kepala, badan, kaki, jari kaki,
lutut, dan sebagainya yang digerakkan secara sendiri-sendiri maupun satu
kesatuan anggota badan. Irama adalah ritme atau degupan serta nada yang dapat
dijadikan pengiring atau illustrasi dalam melakukan gerak. Jiwa adalah roh,
karakter, dan isi dari tari tersebut. Harmonis berarti keselarasan antara gerak
dengan irama di dalam tari sehingga menimbulkan keindahan.34
Menurut Soedarsono, seni tari adalah ekspresi jiwa manusia yang
diungkapkan lewat gerak-gerak yang ritmis dan indah. 35
Menurut Wardhana,
seorang tokoh tari sekaligus seniman dan pakar pendidikan menyatakan bahwa,
tari adalah buah budi manusia dalam pernyataan nilai-nilai keindahan dan
keluruhan lewat gerak dan sikap. 36
Berdasarkan dari beberapa Pendapat tari di atas, dapat disimpulkan
bahwa bahan baku tari adalah gerak. Pengertian gerak dalam seni tari bukan
32
http://materisenibudayablog.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 2 juni 2016 waktu 21.00 wib
33
Bastomi, Suwaji. 1992. Wawasan Seni. Semarang :IKIP Semarang Press. Hal.10
34
Kussudiardjo, Bagong. 1981. Tentang tari.: Yogyakarta .CV. Nur Cahaya.
35
Sudarsono. 1999. Metodologi penelitian seni pertunjukan dan seni rupa. Bandung: Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia.
36
Wardhana, Wisnoe. 1990. Pendidikan seni tari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta : Pustaka Jaya.hal. 5

Untag Banyuwangi
33

gerak-gerak keseharian yang seperti aktivitas yang dilakukan manusia pada


umumnya. Tari adalah gerak yang mengandung makna, yang telah mengalami
proses tertentu atau sudah mendapat suatu perubahan dari bentuk alami dan telah
mendapat pengolahan khusus berdasarkan keindahan.

2) Unsur-Unsur Tari
Unsur dasar tari adalah gerak yang selalu melibatkan anggota tubuh
dalam membentuk gerak tari yang dapat berdiri sendiri atau bersambungan.
Unsur pendukung/pelengkap dalam tari antara lain iringan (music), tema, tata
busana, tata rias, tempat (pentas atau panggung), tata lampu/sinar dan tata suara.
Sultan berpendapat, Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan
melalui gerak yang indah, maka seorang penari atau penata tari harus mampu
menafsirkan, menghayati, dan mengekspresikan makna-makna gerak yang
dipakai dalam tari tersebut. Tari memiliki unsur dasar sendiri yang meliputi tiga
aspek, antara lain: 37

a) Wiraga, yaitu dasar keterampilan gerak dari bagian fisik/tubuh penari, di


antaranya gerakan jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku-siku tangan,
bahu, leher, muka dan kepala, lutut, mulut, jari-jari kaki, dada, perut,
pinggul, biji mata, alis dan pergelangan kaki.

b) Wirama, yaitu suatu pola pengaturan dinamika untuk mencapai gerakan yang
harmonis seperti aksen dan tempo tarian. Wirama terbagi menjadi dua, yaitu
wirama tandak dan wirama bebas.

c) Wirasa, yaitu tingkatan penjiwaan dan penghayatan dalam tarian yang


diekspresikan melalui gerakan dan mimik wajah penari sehingga melahirkan
keindahan, seperti halus, lembut, sedih, gembira, dan Iain-Iain.

3) Koreografi
Koreografi adalah istilah baru dalam tari, koreografi berasal dari Bahasa
inggris choreography, yaitu dari kata choreia (Yunani) yang artinya tarian
bersama atau koor, dan graphia artinya penulisan. Jadi koreografi adalah
37
Sultan, 2009.Unsur Tari. Diakses dari http://www.ras-Sultan.com /2014/04/. html. Tanggal 02
juni 2016

Untag Banyuwangi
34

penulisan dari sebuah tari kelompok. Dalam dunia tari, koreografi lebih dikenal
dengan istilah peengetahuan penyusunan tari atau hasil susunan tari. 38
Koreografi adalah proses penyeleksian dan pembentukan gerak ke
dalam sebuah tarian, serta perencanaan gerak untuk memenuhi tujuan khusus.
Selama pengalaman-pengalaman dalam gerak dan elemen-elemen waktu, ruang,
serta energi, untuk tujuan pengembangan kepekaan, kesadaran dan eksplorasi
berbagai macam materi tari. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikatakan
sebagai pendekatan-pendekatan koreografi. 39
Di bawahini dijelaskan unsur-unsur yang mendukung sebuah koreografi
tari yaitu :
- Gerak
- Tema
- Musing Iringan
Fungsi musik iringan tari yaitu :
- Memberi irama/membantu mengatur waktu dalam menentukan cepat
lambatnya gerak.
- Memberi ilusi dan gambaran suasana.
- Membantu mempertegas ekspresi gerak.
- Mengatur dan memberi tanda efektivitas bentuk gerak tari.
- Menuntun dan memberi tanda permulaan dan akhir penampilan suatu
tari.
- Tata Rias dan Busana

4) Jenis dan Macam Tari


Secara umum tarian berdasarkan Masanya dapat diklasifikasi menjadi
bagan di bawah ini adalah sebagai berikut: 40
a) Tari Primitif
Tari Primitif dikoreografi berorientasi pada segi artistik. Tarian ini berarti
digarap lebih menekankan pada segi estetika seni. Tarian jenis ini secara
umum berkembang di masyarakat yang menganut kepercayaan animisme
dan dinamisme.

38
Murgiyanto. 1983. Koreografi. Jakarta . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 3-4
39
Hadi, Sumandiyo. 1999. Konsep-konsep dasar dalam modern dance- pendekatan kreatif.
Yogyakarta: Manthili.hal 133
40
Setiawati, Rahmida. Dkk, 2008. Seni Tari untuk SMK : Jilid 1 Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 164-188

Untag Banyuwangi
35

Ciri-ciri tari Primitif pada dasarnya dalam bentuk koreografi sederhana,


bertujuan untuk kehendak tertentu, sehingga ungkapan ekspresi yang
dilakukan berhubungandengan permintaan yang diinginkan.
b) Tari Tradisional
Tari Tradisional adalah tari yang secara koreografis telah mengalami
proses garap yang sudah baku. Tarian tradisional telah mengalami proses
kulturasi atau pewarisan budaya yang cukup lama. Jenis tarian ini
bertumpu pada pola-pola tradisi atau kebiasaan yang sudah ada dari nenek
moyang, garapan tari bersifat pewarisan kultur budaya yang disampaikan
secara turun temurun. Contoh tarian di bawah ini yang masih kental
dengan kultur tradisi seperti Tari Gruda (Bali), Tari Gambyong (Jateng),
Tari Baladewa Kresna (Surakarta), Bedoyo (Yogya-Surakarta).
Tari Tradisonal juga dibagi menjadi 2 macam, sebagai berikut :
- Tari Rakyat (floklasik)
- Tari Klasik/Istana
c) Tari Kreasi Baru/Nontradisional
Tari kreasi adalah suatu bentuk garapan/karya tari setelah bentuk-bentuk
tari tradisi hidup berkembang cukup lama di masyarakat. Bentuk tarian ini
bermunculan sebagai ungkapan rasa bebas, mulai ada gejalanya setelah
Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada garis besarnya tari kreasi
dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
1) Tari Kreasi Baru Berpolakan Tradisi
Tari kreasi baru berpolakan tradisi yaitu tari kreasi yang garapannya
dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi, baik dalam koreografi,
musik/karawitan, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya.
Walaupun ada pengembangan tidak menghilangkan esensi
ketradisiannya
2) Tari Kreasi Baru Tidak Berpolakan Tradisi (Non Tradisi)
Tari kreasi baru tidak berpolakan tradisi (Non Tradisi) adalah tari
kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik
dalam hal koreografi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik
pentasnya. Tarian ini disebut juga tari modern, yang istilahnya berasal
dari kata Latin modo yang berarti baru saja.

Untag Banyuwangi
36

Contohnya tari-tari karya Bagong Kusudiardjo (Tari Yapong, Tari


Wira Pertiwi, dan sebagainya), Tari Cantik (karya Wiwik Widyastuti),
Tari Gitek Balen (karya Abdul Rochim), Tari Nandak Ganjen (karya
Entong Sukirman).

Berdasarkan Peran dan Fungsi, Tari dapat di klasifikasikan sebagai


berikut:
a) Tari Upacara
b) Tari Upacara Adat
c) Tari Religi/Agama
d) Tari Pergaulan
e) Tari Treatrikal

Berdasarkan penyajiannya, jenis tari dapat di klasifikasikan sebagi


berikut
a) Tari tunggal, adalah jenis tari yang dimainkan oleh seorang penari. Contoh
tari tunggal yaitu Tari Gatotkaca, Tari Topeng Klana, dan Tari Panji.
b) Tari berpasangan, adalah jenis tari yang dimainkan oleh dua penari yang
satu dengan lainnya saling melengkapi. Contohnya yaitu Tari
Damarwulan, Tari Rara Mendut, dan Tari Perang Sugriwo- Subali.
c) Tari massal, adalah tari yang dibawakan oleh lebih dari satu orang penari
tanpa ada unsur saling melengkapi. Contohnya yaitu Tari Gambyong dari
Surakarta, Tari Golek dari Yogyakarta, dan Tari Mafia dari Irian Jaya.
d) Drama tari, dibawakan oleh beberapa orang penari. Drama tari disajikan
dalam bentuk cerita yang terbagi atas babak-babak atau adegan-adegan.
Beberapa contoh drama tari yaitu Wayang Wong dari Jawa Tengah,
Wayang Topeng dari Cirebon, dan Randai dan Makyong dari Sumatera.

Dalam perkembangannya jenis tari dapat di kelompokan sebagai


berikut: Tari daerah, Tari rakyat, Tari balet, Tari modern, Tari music
Panggung/opera, Tari rekreasi. Tarian yang berkembang di Indonesia bukan
hanya tari tradisional saja. Tarian yang berasal dari budaya Barat pun masuk dan
berkembang karena mendapatkan minat yang cukup besar dari masyarakat. Tari-
tari tersebut yaitu Tari Dansa, Tari Balet (Ballet), dan tari-tarian yang beraliran
modern seperti tari hiphop, jazz dan lainnya. Dansa adalah tari asal kebudayaan

Untag Banyuwangi
37

Barat yang dilakukan pasangan pria-wanita dengan berpegangan tangan atau


berpelukan sambil diiringi musik. Dansa adalah kegiatan yang membutuhkan
pesangan dan pasangan lain sebagai penyemarak.
Dansa yang populer yaitu karakteristik Ballroom Standard yang berasal
dari Eropa, yaitu waltz, romantic, slow foxtrot, quick step, vienese waltz, dan
tango. Dansa lain yang populer yaitu karakteristik Latin, yang berasal dari
Amerika Latin, yaitu cha-cha, rumba, samba, jive, dan paso double. 41

5) Fungsi Dari Tari


Pada dasarnya segala aktifitas yang dilakukan manusia adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti belajar, bekerja, bermain dan
berkesenian. Kebutuhan berkesenian erat hubungannya dengan pemenuhan
santapan estetis. Peranan tari sebagai cabang kesenian bukan hanya dapat
memenuhi kebutuhan, tetapi juga dapat menunjang kegiatan manusia.
Menurut Jazuli (1994: 43) menyebutkan fungsi tari dalam kehidupan
manusia, yaitu: 42
a) Tari untuk sarana upacara
b) Tari sebagai sarana hiburan
c) Tari sebagai seni pertunjukan
d) Tari sebagai media pendidikan

Eksistensi kesenian dalam komunitas manusia mempunyai fungsi pasif


dan aktif. Fungsi pasif adalah bahwa seni merupakan hasil karya manusia yang
dilihat sebagai benda saja. Fungsi aktif adalah bahwa seni mempunyai kekuatan
yang aktif untuk memberikan respon terhadap manusia, baik secara individu
maupun kelompok.

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkembangan Hak kekayaan Intlektual di banyuwangi yang sangat baik


dengan ditetapkan Banyuwangi sebagai kawasan berbudaya kekayaan intelektual
oleh Kementerian Hukum dan HAM RI. karena kebijakan proaktif pemerintah

41
http://www.ferroviaconnectivity.com/2011/02/perbedaan-tarian-dan-dansa-macam.html, diakses
pada 03 juni 2016, pukul 20.00 wib
42
Jazuli. Op cit hal 43

Untag Banyuwangi
38

daerah dalam memfasilitasi berbagai jenis produk dan ciptaan industri kreatif
untuk mendapatkan hak atas kekayaan intelektual. 43
Menyikapi Banyuwangi sebagai kawasan berbudaya kekayaan intelektual.
Haki di banyuwangi dalam perkembangannya dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Pada tahun 2016 ini sudah ada 70 hasil karya masyarakat
Banyuwangi yang siap didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM. 44
Pemkab Banyuwangi memfasilitasi Pendaftaran Hak Cipta Secara Gratis,
guna memberi perlindungan atas karya ciptaan para seniman dan pelaku industri
kreatif banyuwangi. Sebuah perlndungan hukum dari karya ciptaan sangat
penting bagi pelaku seni terutama pada hail karya cipta seni tari kreasi baru
memang perlu dan harus dilakukan karena sebagai pendukung utama dalam aspek
kehidupan misal karya Ciptaan dapat memberikan sebuah keuntungan ekonomi
dan moral sebagai hak esklusif bagi penciptanya.
Seniman tari dalam menciptakan sebuah karya tari berawal dari sebuah
ide, gagasan yang timbul dan dituangkan dalam sebuah gerakan oleh pencipta,
kebanyak dalam menciptaka sebuah karya tari di sebuah sanggar tari. Dari
sanggar tari tersebuat karya tari yang di beri perlindungan memiliki ide yang telah
berwujud dan asli yaitu ciptaan yang mempunyai sifat keaslian (nilai orisinalitas)
setalah itu ciptaan di diskripsikan untuk dimohonkan hak ciptanya.
Hak cipta merupakan syarat utama dalam mendapatkan perlindungan
hukum bagi pencipta sebuah karya ciptaan tari kreasi baru. Tentunya perlindungan
hukum baik secara preventif maupun represif terhadap Karya Ciptaan tari kreasi
baru yang di hasilkan oleh Seniman Banyuwangi. Tentunya diawali dari suatu
permohonan pencatatan hak cipta yang pada akhirnya akan diterbitkan sertifikat
hak cipta, namun dalam alur prosesnya harus melalui legalitas proses. Dengan
tujuan agar tidak timbul permasalahan yang bersifat melawan hukum.

43
http://www.kabarbanyuwangi.info/banyuwangi-kawasan-budaya-hak-cipta.html diaksses pada
tanggal 9 juni 2016
44
http://www.antarajatim.com/berita/175513/pemkab-banyuwangi-fasilitasi-pendaftaran-hak-cipta-
secara-gratis di akses pada tanggal 9 juni 2016

Untag Banyuwangi
39

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis, Sifat Dan Pendekatan Penelitian


Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang sangat penting bagi
pengembangan ilmu dan bagi pemecahan suatu masalah. Metode penelitian
merupakan cara utama untuk memperoleh data secara lengkap dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga tujuan dari penelitian dapat
tercapai. Metode penelitian juga merupakan cara atau langkah sebagai pedoman
untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang suatu gejala atau
merupakan suatu cara untuk memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu
pengetahuan yang bersangkutan.

3.1.1 Jenis Penelitian


Berdasarkan judul dan rumusan masalah, jenis penelitian yang digunakan
dalam skripsi ini adalah penelitian Yuridis Empiris (sosiologis). Menurut Mukti
Fajar ND.SH, M. Hum penelitian empiris (sosiologis) adalah penelitian
menggunakan fakta-fakta empiris. Yang di ambil dari perilaku manusia baik yang
menggunakan fakta-fakta empiris yang didapat melalui wawancara maupun

Untag Banyuwangi
40

perilaku nyata melalui pengamatan langsusng.45 Selain itu penelitian empiris juga
digunakan untuk mengamati hasil dari perilaku manusisa yang berupa
peninggalan fisik maupun arsip.
Penelitian yuridis sosiologis mempunyai kajian tindakan interaksi
masyarakat yang timbul akibat aturan atau sytem yang ada. Interaksi ini muncul
sebagai bentuk dari sebuah reaksi atas diterapkannya sebuah ketentuan
perundang-undnagan yang positif, dan bisa berpengaruh terhadap pembentukan
sebuah ketentuan hukum positif di masyarakat, dan lokasi mahasiswa melakukan
penelitian yaitu :
- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banyuwangi
- Sanggar Tari yang Berada di Kabupaten Banyuwangi
- Pelaku seni atau seniman Banyuwangi

3.1.2 Sifat Penilitian


Di dalam penulisan ini, metode penelitian yang digunakan bersifat
penelitian deskriptif analitis, sebagaimana yang dikemukakan menurut Soerjono
Soekanto yaitu Penelitian yang bersifat deskriptif analitis adalah memberikan data
yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala tertentu.
Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa agar dapat memperkuat teori-
teori lama atau didalam menyusun teori-teori baru. 46
Penelitian deskriptif analitis dimaksudkan agar dapat menggambarkan data
yang seteliti mungkin mengenai perlindungan hukum terhadap karya tari kreasi
baru di sanggar tari yang berada di Kabupaten banyuwangi kemudian dianalisis
berdasarkan teori hukum atau undang-undang yang berlaku. Sehingga dari hasil
data tersebut dapat digunakan untuk menganalisis masalah yang penulis teliti
sekarang.

3.1.3 Metode Pendekatan

45
Fajar Mukti dan Yulianto Ahmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris,yogyakarta: Pustaka pelajar. Hal 192
46
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1998, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Rajawali Press, , Hlm. 35.

Untag Banyuwangi
41

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian


masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan
penelitian. Peneliti menggunakan metode pendekatan terutama terhadapa
narasumber dan informan baik yang menyangkut mekanis pelaksanaan dilapangan
maupun permasalahan yang terjadi untuk dicari jalan keluar. Hal tersebut
merupakan keharusan karena merupakan langkah untuk mencapai suatau
penyelesaian tentunya ada suatau keharusan agar sesuai dengan mekanisme
pedoman dari segi aturan teknis dan perundang-undangan.

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah Pendekatan kualitatif,


Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, Pendekatan Kualitatif adalah suatu
cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data diskriptif analisis. Yaitu data
yang dinyatakan responden atau informan secara tertulis atau lisan serta juga
tingkah laku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagi suatau yang utuh. 47

3.2 Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini diperoleh dari dua
sumber yaitu data primer dan skunder penjelasannya sebagai berikut :

3.2.1 Data Primer

Data primer yaitu merupakan hasil penelitian data-data di lapangan


terhadap obyek penelitian berupa data hasil wawancara dan pengamatan langsung
di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi dan Sanggar Tari
yang terdaftar di Kabupaten Banyuwangi tentunya berhubungan dengan
pembahasan dalam penelitian.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung berfungsi sebagai pendukung data primer, yaitu terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

47
Fajar Mukti dan Yulianto Ahmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris,yogyakarta: Pustaka pelajar. Hal 192

Untag Banyuwangi
42

Adapun bahan hukum primer atau yang berkaitan dengan permasalahan


dalam penelitian adalah :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
6. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 52 Tahun 2011 tentang Rincian
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banyuwangi.

b. Bahan hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mempunyai sifat tidak
mengikat dan diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk mendukung bahan
hukum primer. Bahan hukum sekunder bersifat memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari:
1. Buku-buku yang mengenai hak cipta;
2. Jurnal hukum
3. Skripsi hukum yang berkaitan dengan hak cipta;
4. Bahan Kepustakaan lainnya yang yang mendukung penelitian tentang Hak
Cipta
c. Bahan hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum untuk mendukung dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia;
2. Kamus Hukum.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Merupakan cara untuk memperoleh data yang didapat dari satu atau
beberapa narasumber, untuk memperoleh data-data tersebut maka peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.3.1 Pengumpulan data primer


Pengumpulan data primer didapat dari tempat penelitian dengan cara
dokumen, pengamatan / observasi dan wawancara / interview terutama dengan
pihak Sanggar tari, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banyuwangi, dan Pelaku
seni / seniman Kabupaten Banyuwangi.

Untag Banyuwangi
43

3.3.2 Pengumpulan data sekunder


Pengumpulan bahan-bahan hukum dengan cara mempelajari dalam buku-
buku hukum yang nantinya dijadikan sebagai bahan sekunder. Yang meliputi
Perundang-undang, buku-buku hukum, hasil penelitian dari penelitian terdahulu
dan jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dilakukan
penelitian
3.4 Analisa Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan pengkajian atau terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan
teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Analisis data dalam penelitian
Hukum ini menggunakan metode kualitatif adalah suatu cara analisis hasil
penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata yang diteliti
dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Munurut mukti Fajar dan Yulianto Ahmad analisis yang digunakan adalah
diskriptif kualitatif yang mendiskripsikan permasalahan berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku artinya data hasil penelitian disajikan dengan bentuk
kalimat yang benar dan sistematis sehingga mudah dimengerti oleh semua pihak.
Oleh karena itu peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan hukum
mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum yang diharapkan
atau diperlukan dalam penelitian. Sehingga dalam analisis kualitatif ini yang
dipentingkan adalah kualitas data artinya peneliti melakukan analisis terhadap
data atau bahan-bahan hukum yang berkualitas saja. 48
Data yang diperoleh lewat penelitian lapangan dan kepustakaan diolah dan
dianalisis secara kualitatif. Maksudnya adalah semua data yang diperoleh dari
hasil penelitian diseleksi, dikelompokkan secara sistematis dan dikaji untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang diteliti,
selanjutnya dianalisis dan dipaparkan dalam bentuk deskriptif untuk memperoleh
kesimpulan mengenai permasalahan yang diteliti.

48
Fajar Mukti dan Yulianto Ahmad. Op cit. Hal 194

Untag Banyuwangi
44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Sejarah perkembangan Seni Tari Banyuwangi
Seni Tari Banyuwangi merupakan kesenian yang hidup dan berkembang
dengan beberapa kebudayaan yang ada dalam masyarakat Banyuwangi. Seni tari
Banyuwangi merupakan hasil akulturasi budaya yang terbentuk berdasar
perpaduan antara budaya Jawa using dan Bali yang memiliki ciri khas tersendiri
yang dari terdiri berbagai unsur yang ada di tari Banyuwangi.
Seni tari kemunculan pertama di Kabupaten Banyuwangi belum banyak di
ketahui tetapi sebelum masuknya agama islam dan sebelum kejayaan Majapahit,
seni tari sudah ada di tanah Blambangan sebutan Kabupaten Banyuwangi.
Keberadaan seni tari Banyuwangi dilihat dari sejarah dan perkembangannya,
Sebelum masuknya agama Islam di Banyuwangi. Dulunya awalnya masyarakat
using beragama Hindu Budha, dalam kehidupannya sehari-hari, sisa-sisa
kepercayaan masih tampak dengan pengadaan upacara tradisi, Kesenian ini
berperan penting bagi masyarakat Banyuwangi, khususnya bagi masyarakat suku
Using.
Kesenian tari di Banyuwangi dalam sejarah perkembangannya dapat di
kelompokan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tari tradisional dan tari kreasi baru
daerah Banyuwangi. Seni tari tradisional Banyuwangi ada 2 (dua) jenis seni tari
yang berkembang di Kabupaten Banyuwangi yakni Tari Seblang dan Tari
Gandrung kedua jenis tarian tradisional tersebut memiliki peran masing-masing
dalam perkemabangan seni budaya di kabupaten Banyuwangi dari dulu hingga
saat Ini. Seperti tarian seblang, Kesenian ini sendiri memiliki peran penting dalam
adat dan istiadat suku using sebagai sarana ritual sebuah acara tradisi adat
masyarakat using dan seni tari gandrung juga memiliki peranan penting dalam

Untag Banyuwangi
45

sejarah perjuangan rakyat blambangan sebagai media perjuangan rakyat


Blambangan dalam melawan penjajah.
Sedangkan seni tari kreasi baru daerah Banyuwangi adalah seni tari dari
hasil kreasi-kreasil dari tari tradisional Banyuwangi, dalam sejarah
perkembangannya seni tari kreasi baru Banyuwangi berawal dari seni tari
Gandrung. Tari Gandrung awalnya juga ditarikan oleh laki-laki, namun gandrung
laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang
diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan
seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada
tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Kemudian pada tahun 1895 kesenian Gandrung dimainkan oleh
perempuan, dan perempuan pertama yang menjadi penari Gandrung adalah Semi.
tari Gandrung perempuan atau dapat disebut gandrung semi, semi juga adalah
seorang penari sebalang sehingga gandrung semi menjadi cikal bakal gandrung
perempuan hingga saat ini. Semi dapat juga disebut sebagai penari tari kreasi baru
dan juga seni tari gandrung perempuan ini yang menjadi pondasi dasar tari kreasi
baru daerah dari Banyuwangi.
Dan sejak itu Perkembangan seni tari kreasi baru daerah Banyuwangi terus
berkembang dalam penciptaannya di seluruh wilayah pedesaan dan kecamatan di
Kabupaten Banyuwangi seni tari dengan mengadopsi seni tari gandrung, Karena
Tari Gandrung sampai saat ini dijadikan sebagai identitas masyarakat using dan
maskot pariwisata Banyuwangi sedangkan peristiwa puputan Bayu ini dijadikan
sebagai tonggah hari jadi Banyuwangi Menurut Bapak Aekanu Hariyono Ka. Tari
Gandrung merupakan Kesenian yang mengandung nilai-nilai historis Komunitas
Using sekaligus mempresentasikan identitas using yang tertekan dan melawan dan
gambaran kebudayaan sebuah masyarakat using.49
Hingga saat ini seni tari khusunya seni tari kreasi baru di Banyuwangi
perkembangan kesenian tari kreasi baru di Banyuwangi di ikuti juga Sangga tari
yang tersebar di Kabupaten Banyuwangi sendiri dapat dikatakan banyak sekali
karena menurut data dari Dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Banyuwangi
49
Wawancara dengan Kasi Adat Kebudayaan Aekanu Hariyono, S.Pd Disbudpar Kabupaten
Banyuwangi tanggal 22 Agustus 2016

Untag Banyuwangi
46

menyatakan bahwa Sanggar tari lebih banyak dari pada Sanggar yang bergerak di
bidang seni yang lain. Seniman tari di Kabupaten Banyuwangi rata-rata adalah
tenaga pendidik atau guru seni di SD, SMP Dan SMA di wilayah Kabupaten
Banyuwangi, tapi Banyak juga Seniman tari yang hanya sebagai seniman tari
murni memanfaatkan sanggar tarinya sebagai alat mata pencaharian untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi.
Sanggar tari di Banyuwangi sendiri sebagai wadah atau tempat untuk
mengembangkan kreativitas di bidang seni tari kegiatan yang ada di sanggar tari
Banyuwangi sendiri meliputi: Tempat latihan Tari, Kursus tari, dan Menciptakan
tari-tarian daerah Banyuwangi, semua itu sebagai bentuk melestarikan dan
menjaga kesenian tari daerah Banyuwangi. Keberadaan seni tari Kreasi Baru
Banyuwangi mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam berbagai
aktivitas Budaya, sosial, Pariwisata di kabupaten Banyuwangi.

4.1.2 Latar Belakang Proses Penciptaan Seni Tari kreasi Baru Banyuwangi
Seni tari kreasi baru daerah Banyuwangi menjadikan Kabupaten
Banyuwangi salah satu daerah yang memiliki pakem tarian yang berbeda dengan
tari-tarian yang ada di daerah lainnya di indonesia. Seni tari kreasi baru daerah
Banyuwangi sendiri memiliki pondasi yang menjadi dasar gerakan dan unusr-
unsur yang ada di seni tari kreasi baru di Banyuwangi adalah tari seblang dan tari
gandrung, dan seniman tari di sanggar tari Banyuwangi mengadopsi gerak-
gerakan dasar dari kedua tari tersebut di kembangkan dan kreasikan menjadi gaya
kreasi baru.
Tari kreasi baru merupakan suatu tarian yang tidak mengikuti pakem yang
ada pada tari tradisional atau dengan kata lain bahwa tari ini sudah lepas dari
aturan-aturan baku yang ada pada tari tradisional. Tetapi juga tidak semua tari
kreasi baru yang lepas dari pakem atau pola tradisional, seperti tari kreasi baru
daerah di Kabupaten Banyuwangi masih relatif mengikuti pakem tarian tradisional
dalam artian mengkreasikan dan mengembangkan tarian tradisional Banyuwangi
dengan gaya atau kreativitas baru yang di sesuaikan dengan tuntutan masa kini
yang selama ini di ciptakan seniman tari di sanggar tari Banyuwangi.

Untag Banyuwangi
47

Seni Tari Kreasi Baru Daerah Banyuwangi adalah bentuk tarian yang
memiliki ciri khas tersendiri dan berbeda dengan tari-tarian yang ada di Jawa pada
khusunya dan umumnya di indonesia karena terdapat perpaduan budaya Jawa dan
Bali dari unsur tata busana dan musik iringannya. Seni Tari Kreasi Baru Di
Kabupaten Banyuwangi banyak di ciptakan oleh seniman tari Banyuwangi di
sanggar tari yang berada di Desa dan Kecamatan di wilayah Kabupaten
Banyuwangi.
Dalam menciptakan tarian kreasi baru pada awalnya sangatlah tidak
beraturan masih belum ada sebuah metode gerakan dasar tari Banyuwangi sangat
sulit karena tidak ada ukuran gerak dan tidak ada nama-nama gerak dasar tari di
Kabupaten Banyuwangi sehingga pada Tahun 70an yang dimana pada saat itu
Bapak Sumitro Hadi di tunjuk sebagai pelatih tari unit kesenian daerah, dan pada
saat itu juga Bapak Sumitro Hadi merintis gerakan dasar tarian daearah
Banyuwangi yang hingga saat ini di pakai oleh semua seniman tari Banyuwangi
maupun seniman tari luar daerah Banyuwangi.
Seniman tari Banyuwangi dalam menciptakan karya tari kreasi baru
disanggar tarinya rata-rata dilakukan ketika mengikuti sebuah festival karya tari,
dan terinspirasi dari sejarah, legenda, alam, tradisi dan dari tema yang di tentukan
dalam festival karya tari. Dalam penciptaan karya tari seniman tari Banyuwangi
juga di bantu oleh pihak-pihak lain dan selesai menciptakan karya tari kreasi baru
itu sendiri kurang lebih dari 3 sampai 12 bulan tergantung dari unsur-unsur
pendukung yang ada didalam rangkaian tari kreasi baru itu sendiri seperti
mempadukan gerakan dengan iringan musik (gamelan) yang dilakukan bersama
dengan pengrawit, pemahaman penari sendiri terhadap gerakan-gerakan yang ada
di dalam karya tari kreasi baru setalah itu di latihkan sampai di mengerti oleh
penari yang ada di sanggar tari yang menciptakan tari kreasi baru tersebut.
Kegiatan menari di setiap Sanggar tari di Banyuwangi masih terjaga dan
aktiv hingga sekarang dan banyak menciptakan seniman tari dan hasil karya tari
kreasi baru daerah Banyuwangi sehingga menjadikan Kabupaten Banyuwangi
menjad daerah yang sangat di perhitungkan dengan hasil karya tari kreasi baru

Untag Banyuwangi
48

yang begitu banyak dan sangat memiliki prestasi yang bagus di kancah
international dan nasional.
Perkembangan seni tari kreasi baru daerah Banyuwangi yang bagus ini
akirnya memunculkan suatu campur tangan pemerintah dalam pelestariannya.
Dimana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Dewan Kesenenian Blambangan
Kabupaten Banyuwangi, meberikan sebuah penghormatan dan penghargaan atas
hasil karya tari yang sudah diciptakan seniman tari di sanggar tarinya, berupa
festival karya tari daerah Banyuwangi, seperti yang dikatakan Bapak Cholicul
ridha, selaku Kadis Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi, Pemerintah daerah pada 3 atau 4 tahun terakhir ini memfasilitasi
seluruh sanggar tari untuk berkreasi dalam membuat sebuah karya-karya tari
kreasi baru sehingga dengan demikian pemerintah berupaya bagaimana sanggar
tari itu memiliki sebuah karya tari kreasi setiap tahun 1 (satu) kali minimal dengan
membuat Festival Karya Tari Kreasi Baru Daerah Banyuwangi. 50
Upaya pemerintah Daerah Banyuwangi dalam perlindungan hukum secara
umum dan perlindungan hukum hak cipta pada khususnya terhadap seni tari
kreasi baru di Kabupaten Banyuwangi ini dilaksanakan dengan cara memberikan
fasilitas pendaftaran hak cipta secara gratis melalui dinas perindustrian,
perdagangan, dan pertambangan Kabupaten Banyuwangi untuk Karya Tari Kreasi
Baru yang diciptakan seniman tari dari sanggar tari di Banyuwangi, tetapi
kewenangan pendafatraan hak cpta sebenarnya di miliki Kementrian Hukum Dan
Ham melalui Ditjen HaKI tingkat propinsi, Disperindagtam Kabupaten
Banyuwangi disini hanya memberikan fasilitas pendaftaran hak cipta secara gratis
untuk diteruskan kepada Ditjen HaKI, tetapi selama ini masih 3 (tiga) karya tari
yang memiliki sertifikat hak cipta.
Upaya ini telah terlaksana beberapa tahun yang lalu, pemerintah daerah
Banyuwangi melalui Disperindagtam Kabupaten Banyuwangi memberikan
fasilitas pendaftaran hak cipta gratis, tetapi selama ini yang memanfaatkan
fasilitas tersebut hanya pencipta lagu dan kerajinan Banyuwangi saja. Terkait 3

50
Wawancara dengan Kabid Kebudayaan Cholicul Ridha Disbudpar Kabupaten Banyuwangi
tanggal 22 Agustus 2016

Untag Banyuwangi
49

(tiga) karya tari yang memiliki sertifikat hak cipta difasilitasi secara langsung oleh
propinsi Jawa Timur dan semuanya dibiayai oleh gubernur Jawa Timur. 51
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seniman tari mengenai
perlindungan hukum hak cipta, para seniman tari Banyuwangi membutuhkan
suatu perlindungan bahkan dari semua responden yang diwawancarai penulis
menyatakan bahwa tari kreasi baru daerah Banyuwangi perlu sekali untuk
dilindungi melalui hak cipta. Menurut salah satu responden yakni Sumitro Hadi
sebagai ketua sanggar tari Jingga Putih mengungkapkan karya tari Banyuwangi
harus dilindungi menurut hukum dan perlindungan hukum tersebut karena karya
tari kreasi baru merupakan karya cipta, 52 namun sayangnya masih banyak yang
belum memaknai hak cipta itu sendiri. Sekalipun mereka membutuhkan suatu
perlindungan, tetapi seniman tari Banyuwangi senang atau biasa saja apabila
gerakan tari dalam karya ciptanya diambil sebagian atau ditiru seniman tari yang
lain. Yang mereka jadikan patokan pastinya orang lain dapat menilai membedakan
keasliannya dengan kualitas yang ada bukan karena ciptaanya. Sekalipun seniman
tari Banyuwangi mengatakan tidak apa-apa diambil atau ditiru gerakan tari
ciptaanya, tetapi mereka masih menginginkan sebuah perlindungan yang tidak
terlalu mengikat. Hal ini dikarenakan seniman tari Banyuwangi yang cenderung
sosial.
Hasil karya cipta seniman tari Banyuwangi berupa tari kreasi baru ini
cenderung merupakan hasil karya individu biarpun disela penciptaannya di bantu
pihak-pihak lain, tetapi pada kenyataannya juga tidak pernah ada sengketa
terhadap karya tari di Kabupaten Banyuwangi sebagai bentuk rasa solidaritas dari
kalangan seniman tari Banyuwangi yang masih kuat, berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Aekanu Hariyono selaku Kasi Disbupar Kabupaten

51
Wawancara dengan Tokoh dan seniman Tari Banyuwangi Pimilik Sanggar Tari Jingga Putih
Sumitro Hadi Yang memiliki 3(tiga) sertifikat Hak Cipta tari kreasi Baru daerah Banyuwangi dan
juga Pencetus komposisi gerak tari banyuwangi. pada tanggal 23 agustus 2016
52
Wawancara dengan Tokoh dan seniman Tari Banyuwangi Pimilik Sanggar Tari Jingga Putih
Sumitro Hadi Yang memiliki 3(tiga) sertifikat Hak Cipta tari kreasi Baru daerah Banyuwangi dan
juga Pencetus komposisi gerak tari banyuwangi. pada tanggal 23 agustus 2016

Untag Banyuwangi
50

Banyuwangi semua seniman tari Banyuwangi mengaku tidak pernah ada sengketa
mengenai karya tari sadar sendiri-sendiri 53
Tidak semua seniman tari Banyuwangi produktif menciptakan karya tari,
namun karena beberapa pertimbangan-pertimbangan terkait pendaftaran, mereka
tidak mau mendaftarakan tari ciptaanya yang disebabkan oleh beberap hal. Aneh
nya walaupun mereka enggan mendaftarkan tapi merekajuga merasa kecewa
apabila gerakan tari diciptaannya tersebut ditiru atau dijiplak oleh seniman tari
lain. Pengaturan perlindungan hak cipta pada umumnya dan khususnya seni tari
kreasi baru Banyuwangi memang tidak ada suatu kewajiban untuk mendaftarkan
ciptaannya, tapi alangkah lebih baik apabila didaftarkan untuk mempermudah
proses pembuktian apabila ada suatu permasalahan atau sengketa di kemudian
hari. Dalam kenyataannya di sanggar tari Banyuwangi, belum ada yang
mendaftarkan karya seni tari kreasi barunya selain 3 (tiga) Karya tari kreasi yang
di daftarkan oleh Bapak Sumitro hadi.

4.1.3 Jumlah Sanggar Tari yang memiliki Nomor Induk terdaftar Di dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi
Tabel 4.1 Jumlah Sanggar Tari Banyuwangi terdaftar Yang Memiliki No Induk

No NAMA SANGGAR TARI TAHUN NAMA KETUA ALAMAT


1 BINTANG SAMODRO 2012 MULYADI SUKOMAJU-SRONO
2 GONDO ARUM 2012 SUKARI ALIYAN-ROGOJAMPI
3 TANJUNG WANGI 2004 SUWITO SUMBERBULU-SONGGON
4 DEWI SEKAR TAJI 2003 EKO ARI BAWONO, S.Sn TEMBOKREJO-MUNCAR
5 PUSPITASARI 2012 WAHYU PUSPITASARI BANJARSARI-GLAGAH
6 GANDRUNG ARUM 2009 SUKO PRAYITNO CLURING-CLURING
7 SRIKANDI 2012 MOCH. NUROFIQ.A.Ma.Pd BARENG-KABAT
8 GOLET DHULUR 2009 MUHAMMAD IKWAN BUBUK-ROGOJAMPI
9 CITRA BUDAYA 2009 WIDARIYADI DASRI TEGALSARI
10 RUKUN BUDOYO 2009 HENDRO SURYO WIJOYO KEBAMAN SRONO
11 DEWI SEKAR BUANA 2009 SRI WAHYUNI S.Pd YOSOMULYO GAMBIRAN
12 SAYU WIWIT 2006 JAJULAIDIK ALIYAN ROGOJAMPI
13 PURWOHARJO
MLATI RINONCE 2011 SUDARMINASIH. S.Sn
PURWOHARJO
14 JINGGO SOBO 2006 ALEX JOKO MULYO WONOSOBO SRONO

53
Wawancara dengan Kasi Adat Kebudayaan Aekanu Hariyono, S.Pd Disbudpar Kabupaten
Banyuwangi tanggal 22 Agustus 2016

Untag Banyuwangi
51

15 BLAMBANGAN ART KALIBARUWETAN


SCHOOL
2011 SUNARDI
KALIBARU
16 KIDUNG PIWULANG 2013 SAIFUR ROHMAN.S.Sn KEBAMAN SRONO
17 MELATI PUTIH 2013 AMARI ALIYAN - ROGOJAMPI
18 LARAS WANGI 2013 SAJIDI GLAGAH
19 SEKAR JAGAD 2008 MOH.JAINI, SAP MOJOPANGGUNG GIRI
20 KROMO SONO BUDOYO 2009 RIRIN DWI SETYOWATI BANGOREJO
21 MARGO BUDOYO 2013 ADITYA PRIA ANGGARA TEMBOKREJO MUNCAR
22 RAMA LESTARI 2009 WANAI WONOSOBO SRONO
23 KEMBANG MENUR 2008 PRASTONO SANTOSO.S.Sn GENDOH SEMPU
24 RINDANG SEDAYU 2013 HERI WIBOWO CLURING
25 TIRTA ARUM PUSPITA
SEKAR BAKUNG 2013 NEGARA
BAKUNGAN GLAGAH

26 SEKAR WANGI 2011 MISNADI.S.Pd GENTENG


27 RUSITA 2004 TITIN NURHAYATI LATENG BWI
28 TAWANG ALUN 2006 SUHARNO,S.Pd SONGGON
29 SAYU SARINAH 2013 SUPINAH OLEHSARI GLAGAH
30 LARASATI 2009 SRI MUWARNI. S.Pd. SILIRAGUNG
31 SAYU WIWIT 2006 MARTINI.S.Pd. TEGALARUM SEMPU
32 WRINGIN REMBUYUNG 2014 SUPARNO.S.Pd. GLADAG ROGOJMPI
33 ALANG-ALANG KUMITIR 2011 PUNJUL ISMUWARDOYO.S.Sn PURWOASRI TGLDLIMO
34 MITRA REMAJA 2011 ACHMAD RIFAI TEMBOKREJO MUNCAR
35 SAYU GRINGSING 2014 SUBARI KMP MELAYU BWI
36 KUNCUP HARAPAN 2010 JURIYAH ISTIKLAH BEDEWANG SONGGON
37 DITA MUAR 2009 SUDIYONO.S.Pd KALIBARU
38 GODHO BLAMBANGAN 2014 WINARTI TEMBOKREJO MUNCAR
39 SASTRA BUDAYA 2014 EKO WIDIANTO SUKOMAJU SRONO
40 DAMAR WANGI 2006 Drs.SAYUN SISIYANTO MANGIR ROGOJAMPI
41 TRESNO PUJI UTOMO 2011 NINIK PUJI LESTARI JAJAG GAMBIRAN
42 MUTIARA TIMUR 2011 SUPIYATI DS BLAMBANGAN MUNCAR
43 LEMAHBANGKULON
MARSAN 2014 HENDRI FRADIAS S.Sn.
SNGOJURUH
44 LAROS WANGI 2011 SLAMET DIHARJO.S.Sn KEMIREN GLAGAH
45 KEMBANG MANGIR 2014 DIDIK ISDIANTORO MANGIR RGJAMPI
46 TERSNO BUDOYO 2010 SUTRISNO KETAPANG KALIPURO
47 PARI KUNING 2014 Drs. EKO NURHADI GAMBIRAN GAMBIRAN
48 KUWUNG WETAN 2014 DWI AGUS CAHYONO REJOAGUNG SRONO
49 GENJAH ARUM 2006 SUJOKO WRINGINPITU-TGLDLIMO
50 LANG-LANG BUANA 2011 Drs.SABAR HARIYANTO.M.Pd KEBLENAN BWI
51 CITRA BUDAYA 2014 WIDARIYADI DASRI TEGALSARI
52 WONGSO ARUM 2007 MISWATI WONSOREJO
53 MAHKOTA BLAMBANGAN 2014 SUGIHARIYONO KEBALENAN BWI
Sumber : salinan data dari Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi. 54

54
Salinan Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaetn Banyuwangi

Untag Banyuwangi
52

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pelaksanan Perlindungan Hukum Hak cipta terhadap Karya Cipta
Tari Kreasi Baru di Sanggar Tari Banyuwangi

Karya seni merupakan salah satu perwujudan kreasi manusia melalui akal
budinya untuk mengkreasikan dan mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan
dalam perasaan dan pemikirannya dan kemudian diwujudkan dalam bentuk suatu
karya nyata, misalnya; gerak tubuh( tari), lagu puisi, dan karya cipta lainya. Ini
merupakan hasil kreatifitas dalam berekspresi manusia dalam suatu bentuk karya
nyata yang biasanya disebut dengan karya cipta. Seperti yang dikatakan Bapak
Hasan basri, selaku wakil ketua Dewan Kesenian Blambangan Banyuwangi,
Mengatakan bahwa seni atau berkesenian merupakan ekspresi yang timbul dari
akal budi yang dimiliki manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam
berbudaya dengan menciptakan macam-macam karya seni, seperti; karya seni tari,
seni lukis,seni musik dan keseniann-kesenian lainnya.55
Pada prinsipnya setiap hasil kreatifitas intelektual seseorang seniman tari
di Banyuwangi harus dihargai dan dihormati oleh orang lain atau seniman tari
Banyuwangi yang lainnya, sehingga dalam perkembangannya untuk mewujudkan
adanya penghargaan dan penghormatan itu dibutuhkan adanya sebuah aturan
hukum untuk melindunginya.
Syarat untuk dapat dilindungi sebagai ciptaan adalah ide yang telah
berwujud dan asli. Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan
hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk
perwujudan dari suatu ciptaan. Prinsip dasar ini telah melahirkan dua sub prinsip,
yaitu: 56
a) Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian untuk dapat menikmati hak-hak
yang diberikan Undang-Undang, keaslian sangat erat hubungannya dengan
bentuk perwujudan suatu ciptaan;

55
Wawancara dengan Wakil Ketua Dewan Kesenian Blambangan Hasan Basri DKB Kabupaten
Banyuwangi tanggal 20 Agustus 2016
56
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja
Grafindo Persada, 2005, Jakarta, hal 8-9.

Untag Banyuwangi
53

b) Suatu ciptaan mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan


diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain, ini berarti
bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum
merupakan suatu ciptaan.
Rasionalisasi bagi perlindungan hak cipta karya tari kreasi baru di
Banyuwangi tidaklah sama dengan paten dan secara historis pertimbangan
pemberian imbalan yang lebih besar telah diberikan atas hak-hak yang melekat
pada seniman tari disanggar tari Banyuwangi yang kreatif untuk menerima upah
secara wajar atas karya-karyanya daripada untuk memberikan insentif. 57
Hasil ciptaan karya tari kreasi baru Banyuwangi merupakan hasil setiap
karya pencipta dalam bentuk khas yang menguntungkan dari segi materil, moril
dan reputasi seseorang atau kelompok orang yang menghasilkan ciptaan
berdasarkan kerja keras melalui pengamatan, kajian dan penelitian secara terus
menerus. Sudah sewajarnya, hasil ciptaan seni tari kreasi baru dari seniman tari
banyuwangi harus dapat dilindungi hukum dari setiap bentuk pelanggaran hak
cipta. la sebenarnya merupakan suatu perbuatan tidak terpuji dan tercela bahkan
tidak bermoral oleh orang-orang tidak bertanggungjawab yang melakukannya.
Salah satu agenda penting dari WTO adalah Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods.
Kesepakatan ini akhirnya melahirkan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights) yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan di bidang
HaKI dari pembajakan atau penjiplakan atas suatu karya kreatif dan inovatif
seseorang/kelompok orang, baik di bidang sastra, seni, teknologi dan karya
ilmiah. Perlindungan mengandung arti pada bentuk perlindungan hukum yang
tertuang di dalam hukum hak cipta. Perlindungan hukum terhadap hak cipta
merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur-unsur sistem, dan menurut
penelitian kelima unsur tersebut telah terpenuhi, yakni sebagai berikut: 58
a) Pertama, subyek perlindungan.

57
Citrawinda Cita Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, Jakarta, hal 73.
58
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal 144

Untag Banyuwangi
54

Subyek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak cipta,
aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum, berdasarkan
penelitian adalah sebagai berikut: pemilik atau pemegang hak cipta yakni seniman
tari Banyuwangi itu sendiri, adanya aparat penegak hukum dari pihak kepolisian
sebagai tempat pengaduan, adanya pejabat pendaftar yakni Ditjen HKI yang dapat
melalui Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia wilayah propinsi bahkan di
dalam lokasi penelitian pendaftaran hak cipta di fasilitasi oleh Disperindagtam
Kabupaten Banyuwangi untuk mempermudah pendaftaran Hak Cipta terhadap
seni tari kreasi baru oleh seniman tari disanggar tari Banyuwangi melakukan
pendaftaran secara secara gratis.
b) Kedua, obyek perlindungan.
Obyek yang dimaksud adalah semua jenis hak cipta yang diatur dalam
undang-undang yakni dalam Pasal 40 ayat (1) UUHC 2014. Dalam kajian yang
diteliti penulis adalah seni tari, di Kabupaten Banyuwangi seni tari kreasi baru
yang termasuk klasifikasi jenis seni tari merupakan salah satu obyek yang
mendapatkan perlindungan hukum melalui hak cipta.
c) Ketiga, pendaftaran perlindungan.
Dalam UUHC 2014 sistem pendaftaran atau pencatatan berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem
deklaratif mempunyai arti tidak di wajibkan untuk di lakukan Pencatatan. Jadi
perlindungan Hukum hak cipta Karya cipta tari kreasi Baru Banyuwangi bukan
hanya yang sudah di catatkan atau didaftarkan tetapi juga yang belum di lakukan
pencatatan Hak Ciptanya ke Ditjen HaKI. Tetapi UUHC 2014 di Indonesia
bersifat deklaratif negatif Meskipun pendaftaran bukan keharusan, untuk
kepentingan pembuktian kalau terjadi sengketa di kemudian hari, sebaiknya Hak
Cipta didaftarkan ke Dirjen HKI.
d) Keempat, jangka waktu.
Jangka waktu adalah adanya hak cipta dilindungi oleh undang-undang hak
cipta, yakni selama hidup ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta
meninggal dunia. Dalam hal ini termasuk jangka waktu untuk perlindunga hak

Untag Banyuwangi
55

ekonomi atas obyek perlindungan ciptaan karya seni tari kreasi baru di
Banyuwangi. Dan ada juga jangka waktu perlindungan hak moral atas obyek
perlindungan ciptaan seni tari kreasi baru di Banyuwangi yang dilindungi dalam
jangka waktu yang tidak ditentukan.
e) Kelima, tindakan hukum perlindungan.
Apabila terbukti terjadi pelanggaran hak cipta, maka pelanggar harus
dihukum, baik secara perdata maupun pidana. Dalam hal kasus penjiplakan,
peniruan, dan juga pemanfaat dan pengguaan secara tidak sah yang sebenarnya
ada, namun oleh seniman tari dianggap sebagai hal yang wajar padahal
seharusnya mendapatkan perlindungan.
Berdasarkan pemahaman unsur-unsur dari perlindungan hukum dan hasil
wawancara yang penulis lakukan di lokasi penelitian di Sanggar tari Banyuwangi
sudah selayaknya Seni tari Kreasi Baru yang di ciptakan oleh seniman tari
Banyuwangi mendapatkan perlindungan hukum khususnya melalui hak cipta, dan
pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap tari kreasi baru banyuwangi
disanggar tari Banyuwangi berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014
tentang hak cipta dapat dipaparkan sebagai berikut:
Seni tari sebagai hasil proses kreatif manusia terbagi atas beberapa macam
bentuk, salah satunya seni tari merupakan hasil karya kreatifitas melalui olah fikir
budinya dalam bentuk ide dan gagasan yang terwujudkan melalui gerak tubuh
yang memiliki makna estetik dengan iringan musik yang menambahkan
keindahan dari sebuah tari tersebut. Menurut Sahuni,S.sn.Mm. selaku tokoh seni
tari Banyuwangi, mendefinisikan tari adalah suatu kreatifitas manusia yang
berasal gerak alus yang ditata dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu
kreatif-kreatif yang ada di dalam gerak tari tersebut. 59
Obyek perindungan Hak cipta yang dituangkan dalam undang-undang hak
cipta 2014 dalam pasal 40 ayat (1) UUHC 2014 yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

59
Hasil wawancara dengan tokoh dan seniman tari kabupaten banyuwangi Bapak Sahuni,
S.sen.Mm pada tanggal 19 Agustus 2016

Untag Banyuwangi
56

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan;
h. karya arsitektur;
i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain;
k. karya fotografi;
l. Potret;
m. karya sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan
karya yang asli;
r. permainan video; dan
s. Program Komputer.
Seni kreasi baru yang diciptakan seniman tari Banyuwangi adalah
merupakan hasil kreatifitas yang dimiliki oleh seniman tari Banyuwangi dan atau
bersama-sama dari sebuah ide dan gagasan yang terwujudkan melalui gerak tubuh
yang memiliki makna estetik dengan iringan musik (gending) yang dihasilkan atas
inspirasi, keterampilan, imajinasi, kemampuan atau keahlian dalam
mengembangkan dan mengkreasikan tari tradisi yang ada di Banyuwangi yang
berhasil diwujudkan nyata yang memiliki sifat khas dan pribadi , ide dan gagasan
yang di dapat dari:
1. Tema festival tari meliputi: sejarah, legenda, alam, dan kearifan lokal
Daerah Banyuwangi
2. Pengalaman hidup pencipta tari ketika melihat, mendengar dan merasakan
keadaan disekitarnya dan terinspirasi dari pengembangan, pengkreasian

Untag Banyuwangi
57

yang bersumber dari sebuah tari tradisi yang berada di Banyuwangi dengan
diwujudkan dalam gerak melalui ide garap yang setelah selesai berhasil di
wujudkan atau diciptakan dapat dilihat, didengarkan, dirasakan dalam
bentuk pertujukan tari.
Maka disini dapat di ketahu bahwa seni tari adalah bagian dari hak cipta,
begitu juga seni tari kreasi baru di Banyuwangi yang di ciptakan seniman tari
Banyuwangi adalah obyek perlindungan Hukum hak cipta yang diatur Undang-
Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam pasal 40 ayat (1) huruf e.
Namun dalam UUHC 2014, namu tari tidak disebutkan secara tegas tari dalam
bentuk klasifikasi jenis tari apa, unsur yang ditekankan dalam UUHC 2014 adalah
pembuatan karya cipta tari yang dihasilkan dari pemikiran, keahlian atau
kemampuan seniman tari yang diwujudkan dalam bentuk nyata yang memiliki
sifat khas dan pribadi.
Berdasarkan UUHC 2014 dan proses penciptaan Tari kreasi baru di
Banyuwangi yang diciptakan oleh seniman tari di sanggar tari Banyuwangi harus
diberikan perlindungan hukum hak cipta, perlindungan hukum hak cipta tersebut
sebenarnya telah dimulai dalam UUHC 1987 hingga UUHC 2014. Sekalipun
berlakunya UUHC sejak tahun 1987 di Indonesia, namun hal ini tidak berarti
bahwa para seniman tari Banyuwangi telah memanfaatkan UUHC 2014 dalam
upaya mendapatkan perlindungan bagi hasil karya cipta tarinya.
Seni tari kreasi baru yang di ciptakan seniman tari Banyuwangi karena Seni
tari kreasi baru Banyuwangi merupakan hasil ekpresi dalam bentuk ide dan
gagasan dalam bentuk gerak yang dihasilkan dari kemampuan atau keahlian
seniman tari Banyuwangi yang mempunyai nilai budaya dan makna tertentu,
pembuatan karya tari kreasi baru bukan pekerjaan dalam waktu singkat, ia
membutuhkan waktu lama dan biaya besar sehingga wajar jika hasil cipta tersebut
harus dilindungi jangan sampai karya seni tradisional ini juga menjadi sasaran
empuk pembajakan, yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi Penciptanya,
begitu pula seni tari kreasi baru di Kabupaten Banyuwangi.
Menurut Bapak Agus Suhendro Kasi Standarisasi Dan HaKI
Disperindagtam Kabupaten Banyuwangi, sebuah hasil karya cipta seniman tari

Untag Banyuwangi
58

Banyuwangi tersebut tentunya di dalam proses penciptaannya itu membutuhkan


jerih payah serta menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang tidak sedikit,
sehingga diperlukan adanya suatu perlindungan hukum terhadap karya cipta itu. 60
Oleh karena itu untuk konteks saat ini perlidungan itu perlu, karena
orentasi berkesenian sekarang ini bergeser kearah ekonomi. Untuk kepentingan
menjaga, mempertahan melindungi keberadaan Kesenian Banyuwangi itu perlu
diberikan perlindungan, apalagi kesenian tari Banyuwangi sendiri telah merambah
kemana-mana dan di pelajari, ditarikan oleh sanggar tari yang ada di luar
Banyuwangi ditambah juga karya seni sekarang sudah dikomersialkan, maka
kasihan sekali seniman-seniman Banyuwangi, yang telah berkarya itu, kemudian
justru karyanya telah ditiru, dijiplak dan dikomersilkan orang lain tanpa ijin
sedangkan ia penciptanya tidak mendapatkan apa-apa, artinya itu tidak adil
merugikan seniman tari Banyuwangi itu sendiri.
Maka untuk konteks sekarang perlindungan hukum untuk karya tari kreasi
Banyuwangi itu perlu. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Hasan Basri selaku
wakil Ketua DKB Banyuwangi, perlindungan itu sangat diperlukan oleh pencipta
tari yang ada di sanggar tari Banyuwangi. Sehingga diperlukan suatu
perlindungan terhadap karya cipta tari kreasi baru yang di hasilkan seniman tari
Banyuwangi itu secara legal, baik secara nasional maupun lokal perlindungan
hukum secara nasional tersebut diatur dalam UUHC 2014. 61
Ditambahkan juga
Punjul Ismuwardoyo selaku seniman tari dan juga Anggota Dewan Komis II
DPRD Banyuwangi, untuk kepentingan mengayomi, merawat dan melestarikan
seni dan budaya Banyuwangi di perlukan perlindungan hukum dalam bentuk
Perda sehingga kita memiliki tata cara bagaimana mengatur, mengawasi, merawat
dan sekaligus upaya melestarikan seni budaya termasuk seni tari kreasi baru
Banyuwangi. 62

60
Wawancara dengan Kasi Standarisasi Dan HaKI Agus Suhendro Disperindagtam Kabupaten
Banyuwangi tanggal 25 Agustus 2016
61
Wawancara dengan Wakil Ketua Dewan Kesenian Blambangan Hasan Basri Kabupaten
Banyuwangi tanggal 20 Agustus 2016
62
Wawancara dengan Punjul Ismuwardoyo Seniman tari Pemilik sanggar tari Alang-alang kumiter
dan juga anggota dewan komisi II DPRD Kabupaten Banyuwangi tanggal

Untag Banyuwangi
59

Karya tari yang berhasil diciptakan oleh seniman tari Banyuwangi relatif
sama antara senimana Banyuwangi dan memiliki karateristik yang khas yang
berbeda dengan karya tari kreasi baru di daerah lain, Berikut beberapa Karya tari
kreasi baru Banyuwangi yang di dapat dari hasil penelitian yang penulis lakukan
dengan mewawancarai Beberapa responden yang dianggap dapat mewakili yakni
seniman-seniman tari di sanggar tari Banyuwangi, Dapat di lihat daftar tari
dibawah berikut ini :
Tabel 4.2 Daftar karya tari kreasi baru yang berhasil di ciptakan seniman tari
di sanggar tari Banyuwangi.

Pencipta Tari Ciptaan


No
(Sanggar Tari) Sudah Didaftarkan Belum Didaftarkan
1 1. Tari Gandrung Jaran 1. Padang ulan
Sumitro Hadi Dawuk 2. Santri Muleh
(Jingga Putih) 2. Paju Gandrung
3. Pertunjukan Gandrungan
2 1. Tari Kidang
Sayun Sisiyanto
- 2. Tari Anak Cerdas
(Damar Wangi)
3. Kupu Cedhung
3 Subari 1. Gandrung Marsan
(Sayu Gringsing) 2. Jaripah
3. Cunduk menur
4. Bedoyo Wulan
-
Daru
5. SriTanjung
Sidopeko
6. Sorote Lintang
4 Punjul Ismuwardoyo 1. Santet
- 2. Angon
(Alang-alang Kumitir)
5 1. Kinanti larung
Dwi Agus Cahyono 2. Sidem
- 3. Mlijoan
(Kuwung Wetan)
4. Nglawungi
6 a. Kejiman olehsari
b. Sunar Udara
Hendri Fardias
- c. Legenda Gandrung
(Marsan)
d. Perawan Sunti
e. Lermis

Untag Banyuwangi
60

7 1. Onclang kidang
Suharno
- 2. Kembang Pesisiran
(Tawang Alun)
3. Cengkir Gading
8 1. Sawung alit
Slamet Diharjo
- 2. Panji Blambangan
(Laros Wangi)
3. Lundoyo
9 1. Ganyong
Sabar Hariyanto 2. Sabuk mangir
-
(lang-lang Buana) 3. Kembang goyang
4. Seblang lukinto
10
Jajulaidik Selendang Sikep
-
(Sayu Wiwit)
Sumber: hasil wawancara dengan beberapa seniman tari di sanggar tari
Banyuwangi yang menjadi responden
Bentuk perlindungan hak cipta karya tari kreasi baru Di Kabupaten
Banyuwangi yang diberikan negara melalu ketentuan UUHC 2014, masih banyak
Pencipta seni tari atau seniman tari disanggar tari Banyuwangi yang tidak
mengetahui atau kurang inforamsi tentang UUHC 2014, atau hanya pernah
mendengarkan saja yang nantinya mereka memberi definisi yang Sangat sempit
sekali. Hal ini rata-rata terjadi pada seluruh para seniman tari Banyuwangi di
sanggar tari Banyuwangi, tidak memanfaatkan secara maksimal pendaftaran Hak
cipta atas karya ciptaannya karena hanya berfokus dalam berkarya sebagi bentuk
pelestarian dan pengembangan seni tari ditambah juga tingkat solidaritas antar
seniman Banyuwangi yang sangat tinggi. disamping di para seniman tari di Kabu
paten Banyuwangi belum memahami betapa pentingnya perlindungan hak cipta
terhadap karya cipta tarinya.
Pada prinsipnya perlindungan hak cipta sesuai dengan pasal 1 angka 1
UUHC 2014 yaitu menganut sistem deklaratif, Sekalipun Menganut sistem
deklaratif Hak Cipta itu didaftarkan undang-undang hanya mengakui seolah-olah
yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus dibuktikan lagi, jika
ada orang lain yang menyangkal hak tersebut. Dapat dikatakan pendaftaran itu
tidak menerbitkan hak, tetapi hanya memberikan anggapan bahwa seniman tari
Banyuwangi yang karya tari kreasi baru terdaftar itu adalah pihak yang berhak

Untag Banyuwangi
61

atas karya tari kreasi baru tersebut dan sebagai pemilik asli dari karya cipta seni
kreasi baru Banyuwangi terdaftar.
Menurut sistem deklaratif, dapat dijelaskan Bahwa seniman tari
Banyuwangi yang pertama kali mendaftarkan ciptaan karya tari kreasi baru
dianggap sebagai Pencipta yang mempunyai Hak Cipta sehingga di sini
perlindungan berlaku tidak didasarkan pada prinsip pendaftaran dan persyaratan
resmi yang diajukan oleh suatu negara. Ciptaan karya tari kreasi Baru
Banyuwangi yang diumumkan oleh penciptaanya (seniman tari Banyuwangi)
secara otomatis mendapatkan perlindungan hukum dari peraturan perundang-
undangan di bidang HaKI melalui Hak Cipta itu sendiri.
Di Kabupaten Banyuwangi hampir semua responden dari seniman tari di
sanggar tari Banyuwangi rata-rata belum mendaftarkan seni tari kreasinya , karena
berbagai alasan yang menjadi pertimbangan mereka, kecuali seni tari kreasi Baru
yang diciptakan oleh Bapak Sumitro Hadi seperti dikatakan Bapak Sumitro Hadi,
pada tahun 2004 di minta secara langsung dari propinsi Jawa Timur untuk diminta
mendaftarakan seni tari kreasi barunya yang semua di fasilitasi oleh Gubernur
Jawa Timur. Sebagai bentuk upaya pemerintah propinsi Jawa Timur dalam
memberikan penghargaan dan penghormatan untuk bapak Sumitro Hadi atas jasa
dalam meletarikan dan mengembangkan seni tari.
Tetapi pada dasarnya Hak Cipta sendiri tidak memerlukan pencatatan atau
pendaftaran atas karya Ciptaan, seperti penjelasan Pasal 64 ayat (2) menjelaskan
bahwa : Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan syarat
untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait. Timbulnya perlindungan suatu
ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran
atau pencatatan. Hal ini berarti bahwa suatu ciptaa baik yang terdaftar maupun
tidak terdaftar tetap dilindungi. Pendaftaran atau pencatatan ciptaan tidak
mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang
didaftarkan atau dicatatkan.
Berdasarkan hal tersebut maka tidak salah apabila para seniman tari di
sanggar tari Banyuwangi tidak mencatatkan karya cipta tari kreasi barunya ke
dalam daftar ciptaan di ditjen HaKI. Hal ini juga tidak mengurangi perlindungan

Untag Banyuwangi
62

hukum yang seharusnya seniman tari di sanggar tari Banyuwangi dapatkan karena
memang dalam pengaturan UUHC 2014 di indonesai tidak mengaharuskan
adanya suatau pendaftaran. Perlindungan Hak Cipta karya seni tari kreasi baru
terhadap karya pribadi mungkin belum begitu terasa, karena diKabupaten
Banyuwangi belum pernah ada suatu perselisihan atau permasalahan yang
menyangkut Hak cipta seni tari kreasi Baru daerah Banyuwangi itu sendiri.
Bentuk perlindungan hukum sebuah karya cipta seni tari kreasi di sanggar
tari Banyuwangi yang di peroleh akibat dari pencatatan atau pendaftaran hak
cipta, antara lain sebagai berikut:
a. Pencipta maupun pemegang Hak cipta seni tari kreasi baru Banyuwangi akan
mendapatkan kepastian hukum mengeani hak cipta seni tari kreasi baru
Banyuwangi dalam arti mendapatkan pengakuan hak atas ciptaannya bagi
pencipta (seniman tari Banyuwangi) atau pemegang hak cipta seni tari kreasi
baru Banyuwangi tersebut. Kepastian hukum terhadap karya tari kreasi baru
Banyuwangi yang di daftarakan atau dicatatkan bukan hanya menyangkut
kepastian hukum terhadap karya seni tari kreasi baru Banyuwangi yang di
daftarakan atau dicatatakan di Ditjen HaKI juga memberikan manfaat ekonomi
dan penghargaan bagi Penciptanya.
b. Memberikan kedudukan lebih kuat apablia terjadi sengketa pencipta atau
pemegang hak yang tidak mendaftarkan hak ciptanya guna mempermudah
proses pembuktian apabila ada suatu permasalahan atau sengketa. Hasil dari
Pendaftaran dan dicatatatkan tersebut berupa sertifikat dari Ditjen HaKI.
Sertifikat inilah yang nantinya dapat meyakinkan dan membantah pihak lawan.
Apabila Hak Cipta karya tari kreasi baru yang di ciptakan oleh seniman tari
Banyuwangi tersebut didaftarkan oleh orang lain yang mendapatkan pengalihan
hak dari pencipta aslinya maka orang tersebut hanya memperoleh hak
ekonominya saja, sedangkan hak moral untuk diakui sebagai pencipta asli tetap
dipegang oleh pencipta aslinya walaupun tanpa adanya pendaftaran hak cipta ke
Ditjen HaKI. Seperti selama ini rata-rata yang di lakukan oleh seniman tari
Banyuwangi terhadap pemakaian karya tari kreasi baru itu sendiri masih sering

Untag Banyuwangi
63

kurang peduli terhadap karya tari kreasi baru ciptaannya ketika di pakai atau di
gunakan oleh seniman tari Banyuwangi lain.
Pertimbangan dalam memberikan kebebasan menggunakan hak cipta
kepada pencipta atau pemegang hak cipta, UUHC 2014 menentukan pula adanya
pembatasan terhadap penggunaan hak cipta itu sendiri, yang terdapat pada pasal
Pasal 43 sampai dengan Pasal 51 Undang-undng No 28 Tahun Tentang Hak Cipta
2014, dan tentang pembatasan perlindungan pasal 26 sampai dengan Pasal 30
Undang-Undang No 28 Tahun Tentang Hak Cipta 2014.
Seniman Banyuwangi yang masih sangat tradisional atau murni ini,
menganggap karya seni itu dapat di nikmati semua orang atau masyarakat, selama
ini seniman tari Banyuwangi yang menciptakan tari kreasi baru sendiri merasa
tidak pernah keberatan apabila karya tarinya digunakan atau di pakai untuk
kepetingan pendidikan atau pelestarian seni tari itu sendiri selama tidak melanggar
norma-norma atau asa kepatutan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
walaupun salama ini yang menggunakan karya tari ciptaanya tidak pernah
meminta ijin dalam penggunaan karya tarinya. Di karenakan pengaruh kultur
sosial budaya masayarakat Banyuwangi yang masih tinggi rasa solidaritas dan
berfikir sangat bangga bisa bermanfaat di masyarakat.
Ketika untuk keuntungan ekonomis bagi pencipta atau pemegang hak cipta
di Kabupaten Banyuwangi penggunaan karya tari tidak pernah ada pembayaran
royalti hanya bersifat membayar sewa sanggar tari yang melakukan pertunjukan
seni tari kreasi baru dari ciptaan seniman tari dari tari Banyuwangi, padahal di
UUHC 2014 di beri batasan penggunanan yang bersifat melanggar ataupun yang
bersifat bukan pelanggaran Hak Cipta yang bertujuan untuk yang tidak melanggar
kesusilan dan ketertiban umum dan juga fungsi sosial hak cipta dan pembatasan
dalam hal pemberian lisensi wajib untuk kepentingan penggunaan hak ekonomi
dari karya tari kreasi baru tersebut.
Hakikatnya hak cipta tari kreasi baru Banyuwangi ini sebenarnya memberikan
perlindungan bagi si pencipta untuk menikmati secara materiil jernih payahnya dari
karya cipta tersebut. Seperti yang di jelaskan dalam pasal 16 ayat (1) menyatakan
bahwa, Hak cipta sebagai benda bergerak yang tak berwujud (immateriil), Maka

Untag Banyuwangi
64

hak cipta tari kreasi baru di Banyuwangi merupakan bagian dari kekayaan
seseorang seniman tari Banyuwangi, maka hak cipta karya tari kreasi baru
tersebut dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian.
Mengenai pemindah tanganan hak cipta bahwa benda ini dapat beralih atau
dialihkan oleh pemegangnya. Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Hak
Cipta 2014 telah diatur tentang hal tersebut, bahwa hak cipta dapat beralih atau
dialihkan baik sebagian atau seluruhnya karena: pewarisan, hibah, wakaf, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Yang dapat beralih atau dialihkan hanya hak
ekonomi dari hak cipta karya tari kreasi baru, sedangkan hak moral tetap melekat
pada diri penciptanya.Pengalihan hak cipta ini harus dilakukan secara jelas dan
tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris.
Bentuk perlindungan hukum melalui UUHC 2014 ini sendiri terdiri dari dua
bentuk, yakni perlindungan hukum preventif dan represif:
1) Perlindungan hukum preventif adalah upaya-upaya pencegahan secara hukum
agar tidak terjadi pelanggaran hukum hak cipta atas karya tari kreasi baru
daerah Banyuwangi, sedangkan perlindungan hukum diartikan suatu tindakan
hukum yang dapat dilakukan untuk melindungi hak cipta atas karya tari kreasi
baru daerah Banyuwangi yang sedang dan atau telah dilanggar. Dalam hal
perlindungan hukum preventif hak cipta atas karya tari kreasi baru
Banyuwangi sebenarnya ada dua cara yang dapat dilakukan, yakni:
a) Melalui pendaftaran Hak Cipta karya tari kreasi baru Banyuwangi ke
Kementrian Hukum dan Ham melalu Direktorat Jenderal HKI di Jakarta.
Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui pendaftaran hak cipta bersifat
tidak mutlak. Undang-Undang cipta memberikan perlindungan secara
otomatis kepada pencipta dan tidak harus melalui proses pendaftaran,
namun pendaftaran adalah salah satu langkah preventif yang dapat
dilakukan dan lebih menguntungkan si pencipta dan pemegang hak terkait
karena melalui pendaftaran, hak pencipta dan pemegang hak terkait.
Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar
umum Ciptaan. Surat pencatatan ini menjadi bukti awal kepemilikan suatu

Untag Banyuwangi
65

Ciptaan atau produk Hak Terkait sehingga memberikan jaminan kepastian


hukum dan menguatkan adanya perlindungan hukum atas karya cipta, jika
terjadi peniruan atau penjiplakan terhadap suatu karya cipta, sehingga si
pencipta dapat dimudahkan dalam proses pembuktian dan pengajuan
tuntutan karena memiliki bukti formal pendaftaran.
b) Lisensi merupakan instrumen kedua dalam memberikan perlindungan
hukum preventif hak cipta atas karya tari kreasi baru Banyuwangi. Untuk
mencegah timbulnya kerugian pencipta dan pemegang hak terkait hendak
memahami dengan sebaik-baiknya hukum atau aturan mengenai Hak cipta.
Hak Cipta memberikan hak kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak
terkait memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait berdasarkan perjanjian
atau izin tertulis yang disebut juga dengan Lisensi dengan syarat besaran
royalti dalam perjanjian Lisensi harus ditetapkan berdasarkan kelaziman
praktik yang berlaku dan memenuhi unsur keadilan. Perjanjian tertulis atau
lisensi inilah yang dapat menjadi bukti di Pengadilan apabila terjadi suatu
pelanggaran hak cipta atas hak ekonomi.
2) Perlindungan hukum represif hak cipta atas karya tari kreasi baru di sanggar
tari Banyuwangi menurut UUHC 2014 ada dua cara, yakni dengan gugatan
atau tuntutan hukum. Gugatan disini adalah gugatan dalam proses Perdata
termasuk didalamnya Alternatif penyelesaian sengketa dan Arbitrase,
sedangkan gugatan merupakan tuntutan hukum dalam proses Pidana.
a) Upaya Hukum dengan cara Perdata.
Upaya hukum yang dilakukan oleh Pencipta untuk melindungi Hak Cipta
dalam hal terjadinya pelanggaran oleh pihak lain dengan cara melakukan
gugatan secara perdata ke pengadilan niaga. Sebelum melakukan gugatan
secara perdata ke pengadilan niaga, penyelesaian sengketa hak cipta
dapat juga dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa. Arbitase,
atau pengadilan, yang di terdapat dalam penjelasan Pasal 95 ayat (1)
yaitu: Bentuk sengketa terkait dengan Hak Cipta antara lain, sengketa
berupa perbuatan melawan hukum, perjanjian Lisensi, sengketa

Untag Banyuwangi
66

mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau Royalti. Yang dimaksud


dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah proses penyelesaian
sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi.
Upaya hukum melalui gugatan perdata diatur dalam Pasal 99 Undang-
Undang No 28 Tahun 2014 yaitu :
1) Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas
pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait. dalam hukum acara
dikenal pula Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Gugatan PMH),
yaitu gugatan ganti rugi karena adanya suatu Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Pasal
1365 KUHPerdata telah mengakomodasi ketentuan tersebut: bahwa
setiap orang berhak menuntut ganti rugi atas suatu Perbuatan
Melawan Hukum yang merugikannya.
2) Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian
penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan
hasil pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait.
3) Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pencipta,
Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait dapat memohon
putusan provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:
a. Meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan Pengumuman atau
Penggandaan, dan/atau alat Penggandaan yang digunakan untuk
menghasilkan Ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk
Hak Terkait; dan/atau
b. Menghentikan kegiatan Pengumuman, Pendistribusian,
Komunikasi, dan/atau Penggandaan Ciptaan yang merupakan
hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak Terkait.
Dapat pula digugat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, tentang
perbuatan melawan hukum. Adapun isi dari Pasal 1365 KUHPerdata

Untag Banyuwangi
67

adalah sebagai berikut Setiap perbuatan melawan hukum, oleh


karenanya menimbulkan kerugian pada pihak lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menyebabkan kerugian itu menggantinya.
b) Upaya Hukum dengan cara Pidana.
Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta
dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau pemilik
Hak Terkait untuk menuntut secara pidana. Upaya hukum secara pidana
terdapat dalam ketentuan Pasal 112-119 Undang-Undang No 28 Tahun
2014 termasuk kedalam delik aduan dimana tuntutan yang dapat
dilakukan oleh Pencipta secara Pidana dapat dilakukan melalui
pengadilan umum.
Dari segi upaya pidana dalam menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap
karya cipta musik mengenal adanya hukum biasa (banding dan kasasi)
dan upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali dan Kepentingan
Hukum) dalam hal ketidakadilan dalam putusan pengadilan yang
dirasakan oleh salah satu pihak yang berperkara.
Delik aduan artinya, penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian
bersama instansi terkait atau tuntutan sanksi pidana dapat dilakukan oleh penuntut
umum atas dasar pengaduan dari plhak-pihak yang dirugikan, baik para pencipta,
pemegang izin, warga masyarakat sebagai konsumen ataupun negara sebagai
penerima pajak. Delik aduan ini adalah dalam bentuk delik aduan mutlak, yakni
peristiwa pidana yang hanya dapat dituntut bila ada pengaduan. Perubahan ini
sebagai upaya pemerintah mengajak masyarakat untuk menghargai dan
menghormati HaKI mengingat masalah pelanggaran hak cipta telah menjadi bisnis
ilegal yang merugikan para pencipta dan pemasukan pajak/devisa negara di
samping masyarakat internasional menuding Indonesia sebagai surga bagi para
pembajak.
Dalam Undang-Undang Hak cipta 2014 pelaku pelanggaran Hak cipta
dapat dipidana berdasarkan pada Bab XVII UUHC, setidaknya ada sekitar 8 Pasal
yang mengatur tentang Ketentuan Pidana, sedangkan didalam UUHC No 19
Tahun 2002 (UUHC lama) Pasal yang mengatur tentang ketentuan Pidana hanya

Untag Banyuwangi
68

terdapat 1 (satu) Pasal saja, yaitu Pasal 72. Ke 8 (delapan) Pasal yang mengatur
tentang Pidana diatur didalam Pasal 112 s.d Pasal 119. Didalam ke 8 (delapan)
Pasal tersebut diatur tentang Pidana Penjara dan Pidana Denda. Pidana Penjara
menurut UUHC No. 28 Tahun 2014 disebutkan; pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun. Sedangkan didalam UUHC yang lama (UUHC No.19 Tahun
2002) disebutkan bahwa pidana penjaranya paling lama 7 (tujuh) tahun.
Sedangkan untuk Pidana Denda menurut UUHC No. 28 Tahun 2014 ditentukan;
paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah), sedangkan didalam
UUHC yang lama (UUHC No.19 Tahun 2002) ketentuan pidana dendanya paling
banyak 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Perlindungan terhadap karya cipta yang mengacu pada ketentuan diatas,
seharusnya dapat pula diterapakan pada karya cipta Seni tari kreasi baru
Banyuwangi. Namun dalam kenyataannya baik si Pencipta maupun karya cipta
Seni tari kreasi baru Banyuwangi belumlah mendapat perlindungan sesuai dengan
ketentuan UUHC 2014.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh responden Pencipta tari
Banyuwangi, mengatakan bahwa selama ini belum pernah ada pihak lain yang
mempertunjukkan karya ciptanya meminta izin kepada mereka sebelum karya
ciptanya dipertunjukkan, para pencipta tari Banyuwangi tersebut juga menyatakan
bahwa mereka memang tidak tahu bahwa dengan dipertunjukkan karya cipta
mereka terutama pertunjukan secara komersiil, seharusnya meminta izin pada
mereka, apalagi mengadakan perjanjian sesuai dengan ketentuan UUHC 2014,
untuk membayar royalty sama sekali tidak terfikirkan olehnya. 63
Bagi para Pencipta tari Banyuwangi jika karya ciptanya semakin banyak
dipertunjukkan oleh pihak lain secara komersil ataupun non komersil tidak
dipermasalahkan, malahan mereka bangga karya ciptaanya dapat diterima oleh warga
masyarakat dan mereka juga tidak mereka tidak mengetahui karya cipta mereka
mendapatkan perlindungan secara otomatis. Adapun untuk kepentingan
pendidikan seperti tugas penelitian sebuah karya ilmiah ataupun untuk

63
Wawancara dengan seluruh responden pencipta tari Di Banyuwangi Pada Tanggal 20 September
2016

Untag Banyuwangi
69

kepentingan sosial Seniman tari Banyuwangi tidak pernah mempermasalahkan


mereka tambah bangga.
Pencipta tari Banyuwangi mengira untuk mendapatkan Hak Cipta harus
terlebih dahulu mendaftarkan karya ciptaannya kepada Negara, namun prosedur
pendaftaran tidak ditahui bagaimana caranya. Sementara dari penjelasan Subari,
karya cipta tari kreasi baru sering dipertunjukkan oleh pihak lain dan sebelum
pertunjukkan memang terkadang ada pemberitahuan secara lisan kepada Subari.
Secara formal untuk pembayaran royalty belum pernah diperjanjikan, namun
sesuai penjelasan Subari, kadang kala pihak pelaku pertunjukkan memberikan
sejumlah uang sebagai tanda terimakasih karena karya ciptanya dipertunjukkan
secara komersiil atau non komersil. Pemberian uang sebagai tanda terimakasih
tidak setiap pertunjukkan diberikan, hanya sebatas sewa sanggar tari yang
melakukan pertunjukan saja yang di berikan uang. 64
Di samping itu permasalahan atau sengketa karya seni tari kreasi baru di
Kabupaten Banyuwangi ini jarang sekali terjadi kasus pelanggaran hak cipta pada
karya seni tari kreasi baru daerah Banyuwangi, bahkan bisa dibilang tidak pernah
ada sengketa atau pelanggaran Hak Cipta mengenai karya seni tari kreasi baru
antar seniman tari di sanggar tari Banyuwangi itu sendiri, Hal ini dikarenakan
pemahaman hak cipta yang masih rendah dari kalangan seniman tari Banyuwangi
sehingga tindak peniruan atau penjiplakan gerakan tari kreasi tidak dianggap
sebagai bentuk tindak pidana melainkan dianggap suatu hal yang biasa dan bukan
merupakan bukan pelanggaran hak cipta. Mereka hanya berfikir bahwa
masyarakat dapat menilai melalui kualitas hasil karya tari kreasi yang di cipta.
Perlindungan hal ini tentunya merupakan perlindungan hukum yang
diberikan terhadap karya tari kreasi baru sebagai karya cipta pribadi agar karya
cipta tari tidak dapat di klaim seniman tari dari lokal Banyuwangi ataupun luar
daerah Banyuwangi. Lebih jauh, bahwa perlindungan hak cipta pada umumnya
dan karya tari kreasi baru pada khususnya tersebut tujuannya tidak lain adalah

64
Wawancara dengan Subari seniman Tari Banyuwangi Pimilik Sanggar Tari Sayu Gringsing pada
Tanggal 14 Agustus 2016

Untag Banyuwangi
70

untuk kepentingan ekonomis yaitu kesejahteraan masyarakat secara pribadi


maupun kesejahteraan ekonomi bangsa Indonesia itu sendiri.
Sedangkan upaya perlindungan terhadap karya tari kreasi baru di sanggar
tari Banyuwangi yang di lakukan oleh seniman tari Banyuwangi dengan
mendokumentasikan. Berikut ini upaya yang di lakukan seniman tari Banyuwangi
dalam upaya melindungi karya tari kreasi baru ciptaannya:
Tabel 4.3 Upaya yang dilakukan oleh Seniman tari di sanggar tari
Banyuwangi dalam melindungi karya cipta tari kreasi barunya
No Pencipta Tari Sanggar Tari Upaya Melindungi Karya Tari
Kreasi Baru Ciptaannya
1 Sumitro Hadi Jingga Putih 1. Mendaftarkan Hak cipta
2. Berbentuk diskripsi tulisan
Dan Direkam dalam Bentuk
cd
2 Sayun Sisiyanto Damar Wangi Berbentuk diskripsi tulisan dan
direkam dalam Bentuk cd
3 Subari Sayu Gringsing Berbentuk diskripsi tulisan dan
Direkam dalam Bentuk cd
4 Punjul Ismuwardoyo Alang-alang
Direkam dalam Bentuk cd
Kumitir
5 Dwi Agus Cahyono Kuwung Wetan Berbentuk diskripsi tulisan dan
direkam dalam Bentuk cd
6 Hemdri Fardias Marsan Direkam dimasukan kedalam
media sosial
7 Suharno Tawang Alun Direkam dalam Bentuk cd
8 Slamet Diharjo Laros Wangi Berbentuk diskripsi tulisan
9 Sabar Hariyanto Lang-Lang Berbentuk diskripsi tulisan dan
Buana direkam dalam Bentuk cd
10 Jajulaidik Sayu Wiwit Berbentuk diskripsi tulisan dan
direkam dalam Bentuk cd
Sumber: Hasil wawancara dengan responden seniman tari di sanggar tari
Banyuwangi
Dari hasil wawancara di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa upaya
perlindungan terhadap karya cipta seni tari kreasi baru yang di hasilkan seniman
tari di sanggar tari atau pencipta tari di Banyuwangi di lakukan dengan upaya
mendokumentasikan kedalam bentuk deskripsi tulisan ataupun direkam dalam
bentuk CD (Compact Disk) agar terjaga dan tidak hilang begitu saja karya tari

Untag Banyuwangi
71

yang sudah di ciptakannya juga di masukan kedalam media sosial. Upaya


melindungi hasil karya tari kreasi baru yang di lakukan di kalangan seniman tari
di sanggar tari Banyuwangi tersebut agar memudahkan pengidentifikasian hasil
karya tari kreasi baru dari seniman tari mana yang berhak mengakui untuk
menghindari sengketa pelanggaran hak cipta yang mungkin timbul di antara
individu atau kelompok seniman tari tertentu.
Fasilitas perlindungan hukum hak cipta yang diberikan oleh UUHC 2014
melalui pendaftaran hak cipta, hasil karya tari kreasi baru di sanggar tari di
Banyuwangi belum banyak di daftarkan atau dicatatkan hak ciptanya oleh
seniman tari hanya ada beberapa karya tari kreasi baru daerah Banyuwangi, yaitu
dilakukan oleh Bapak Sumitro Hadi pemilik Sanggar Tari Jingga Putih Pada tahun
2004 mendaftarkan hak cipta atas karya tari kreasi baru, sebagai berikut dibawah
ini:
Tabel 4.4 Daftar Hak Cipta Karya Tari Kreasi Baru di Kabupaten Banyuwangi
No Tari Kreasi Baru Pencipta No. Sertifikat
Hak Cipta
1 Pertunjukan Gandrungan Sumitro Hadi 026983 per tanggal 11
Februari 2004
2 Jejer Jaran Dawuk Sumitro Hadi 026984 per tanggal 11
februari 2004
3 Jejer Gandrung Sumitro Hadi 0236985 per tanggal 11
februari 2004
Sumber : Salinan Data Dari Kasi Standarisasi dan Haki Disperindagtam
Kabupaten Banyuwangi
Jangka waktu perlindungan Hak cipta yang diberikan oleh UUHC 2014
antara obyek yang satu dengan yang lain memiliki masa berlaku perlindungan
yang berbeda, hasil karya tari kreasi baru Banyuwangi yang berhasil diciptakan
seniman tari Banyuwangi dan di daftarkan atau di catatkan hak cipta di
Kementrian Hukum dan Ham melalui Ditjen Haki memiliki masa berlaku

Untag Banyuwangi
72

perlindungan yang di atur dalam pasal 57 dan pasal 58 UUHC 2014 mengenai
batasan-batasan jangka waktu perlindungannya.
Adapun perlindungan hak moral atas karya tari kreasi baru berlaku tanpa
batas waktu sedangkan perlindungan hak ekonomi atas karya cipta tari kreasi baru
Banyuwangi tersebut berlaku selama hidup pencipta (seniman tari Banyuwangi)
di tambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Seperti
yang di katakan Bapak Sumitro Hadi jangka waktu yang cukup panjang ini dapat
dikatakan memadai. Dianggap bahwa dalam jangka waktu selama itu para
pencipta/seniman tari atau yang memegang hak ciptaan tersebut telah dapat
menikmati karya ciptaannya yakni dengan menikmati manfaatnya secara ekonomi
terhadap karya ciptaannya. 65
Jangka waktu perlindungan tersebut diberikan bagi karya tari kreasi baru
Banyuwangi yang merupakan sebagai karya cipta pribadi, selama jangka waktu
yang diberikan tersebut, para pencipta atau pun yang memegang hak cipta atas
karya tari kreasi baru ini dapat menikmati hak eksklusif. Hak eksklusif tersebut
menurut penjelasan UUHC 2014 adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi
Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut
tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki
sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. Tentunya penggunaan hak
eksklusif tersebut digunakan secara wajar.
Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap karya tari kreasi baru di sanggar
tari Banyuwangi ini dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini dapat terlihat dari
beberapa hal:
Pertama, dimana para seniman tari Banyuwangi belum mengetahui bahwa
seni tari kreasi baru Banyuwangi telah dilindungi melalui pendaftaran hak cipta
ataupun tidak didaftarkan hak cipta, walaupun para responden belum memahami
konsep dari Hak cipta tetapi mereka paling tidak mengerti bahwa karya tari kreasi
baru Banyuwangi ini merupakan sebuah hasil Karya cipta seorang seniman tari
Banyuwangi yang dalam pembuatan dan penciptaannya membutuhkan jerih payah
65
Wawancara dengan Tokoh dan seniman Tari Banyuwangi Pimilik Sanggar Tari Jingga Putih
Sumitro Hadi Yang memiliki 3(tiga) sertifikat Hak Cipta tari kreasi Baru daerah Banyuwangi dan
juga Pencetus komposisi gerak tari banyuwangi. pada tanggal 23 agustus 2016

Untag Banyuwangi
73

serta menghabiskan waktu, tenaga dan pemikiran yang tidak sedikit yang
harusnya di lindungi.
Tetapi ada kebiasaan dikalangan seniman tari Banyuwangi yang masih saja
mengutip atau mengambil dan juga meniru beberapa gerakan tari dari karya tari
cipta tari kreasi baru seniman tari Banyuwangi lain kemudian memasukankannya
ke dalam karya tari ciptaannya sendiri atau mengakui ciptaan tersebut merupakan
ciptaannya sendiri, disamping itu juga ketika melakukan pertunjukan seni tari
kreasi baru karya seniman lain belum pernah ada yang meminta izin kepada
pemilik karya tari kreasi baru tersebut.
Kedua, para seniman tari Banyuwangi belum mendaftarkan karya cipta tari
kreasi baru pribadinya. Berdasarkan pendaftaran Hak Cipta yang difasilitasi oleh
Pemerintah Daerah Banyuwangi melalui Disperindagtam Kabupaten Banyuwangi
sendiri pun dapat dikatakan masih belum maksimal. Dikatakan belum maksimal
karena seniman tari belum memanfaatkan pencatatan atau pendaftaran hak cipta
yang di fasilitasi pemerintah daerah Banyuwangi, dari begitu banyak karya tari
kreasi baru yang di ciptakan Seniman tari di Sanggar tari Banyuwangi, hanya 3
(tiga) karya tari kreasi baru yaitu pertunjukan gandrungan, jejer jaran dawuk, jejer
gandrung yang semuanya itu beratas nama Bapak Sumitro Hadi pemilik Sanggar
Tari Jingga putih, selainnya karya cipta lagu dan kerajinan Banyuwangi.
Selama ini menunjukkan bahwa pada umumnya seniman tari kurang
mengetahui benar tentang HaKI. Budaya timur berbeda dengan budaya barat yang
lebih individualis, yang sangat membutuhkan suatu perlindungan terhadap karya
seninya. Harusnya masyarakat Indonesia pada umumnya dan seniman tari
Banyuwangi pada khususnya juga sadar betapa pentingnya perlindungan karya
seni yang diciptakannya mengingat segala penciptaannya juga tidak mudah.

4.2.2 Kendala-kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap


Hak cipta tari kreasi baru di Banyuwangi

Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta tari di


Banyuwangi mengalami beberapa kendala yang menyebabkan kurang Maksimal
atau efektifnya perlindungan hukum Hak Cipta itu sendiri. Adapun beberapa

Untag Banyuwangi
74

kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum Hak Cipta Terhadap karya tari
kreasi baru di Sanggar tari Banyuwangi adalah sebagai berikut: 66
a) Pengetahuan dan Pemahaman yang lemah Pencipta Tari dan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terhadap Hak Cipta
Hak cipta yang merupakan salah satu bidang HaKI, di Indonesia Hak cipta
diatur dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang
merupakan produk hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap hasil
kreatifitas manusia dan intelektualitas manusia dibidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra sebagai intitusi hukum yang melindungi karya cipta belumlah dipahami
oleh masyarakat secara keseluruhan.
Dari Hasil Penelitian yang di lakukan di sanggar tari dan juga Pemerintahan
Daerah Kabupaten Banyuwangi menunjukan bahwa rata-rata Para pencipta tari di
sanggar tari dan pihak stakeholder khususnya Dinas terkait belum memahami
dengan baik tentang subtansi dari Undang-undang No 28 Tahun 2014 Tentang
Hak cipta, Menurut Bapak Cholicul ridho Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Pengetahuan HaKI tentang keberadaan
Hak Cipta masih kurang dipahami dan dimengerti karena bukan wewenang kami
dalam pelaksaannya, Dinas Kebudayaan dan Pariwasata hanya menindaklanjuti
surat pemberitahuan dari Dinas terkait yang menangani HaKI jadi subtansi dari
UUHC 2014 kami belum begitu mengerti.67
Begitu juga wawasan dan pengetahuan mengenai Hak Cipta di kalangan
para pencipta tari di Banyuwangi yang dimana seharusnya para pelaku seni
terutama Pencipta Tari Banyuwangi harus memahami subtansi dari UUHC juga
memberikan manfaat bagi mereka atas Hak ekonomi dan Hak Moral yang ada
pada karya tari kreasi Baru Ciptaanya. Hal tersebut dapat di lihat memlalui tabel
di bawah ini: 68
Tabel 4.5 Pengetahuan Pencipta Tari di sanggar tari Banyuwangi
tentang Undang-Undang Hak Cipta
No Pencipta Tari Pengetahuan Pencipta Tari Tentang

66
Wawancara dengan seluruh responden pencipta tari Di Banyuwangi Pada Tanggal 20 September
2016
67
Wawancara dengan Kabid Kebudayaan Cholicul Ridha Disbudpar Kabupaten Banyuwangi
tanggal 22 Agustus 2016
68
Hasil Wawancara di lapangan dengan semu pencipta tari Banyuwangi yang Menjadi Responden

Untag Banyuwangi
75

Undang-undang Hak cipta


(Sanggar Tari) Hanya
Tahu Tidak Tahu
Mendengar

1 Sumitro Hadi
(Jingga Putih)
2 Sayun Sisiyanto
(Damar Wangi)
3 Subari
(Sayu Gringsing)
4 Punjul Ismuwardoyo
(Alang-alang Kumitir)
5 Dwi Agus Cahyono
(Kuwung Wetan)
6 Hendri Fardias (Marsan)

7 Suharno
(Tawang Alun)
8 Slamet Diharjo
(Laros Wangi)
9 Sabar Hariyanto
(lang-lang Buana)
10 Jajulaidik
(Sayu Wiwit)
Sumber : Hasil Penelitian dengan wawancara dengan pencipta tari
Banyuwangi
Dari hasil tersebut diatas dapat diketahui bahwa para pencipta tari kreasi
baru di sanggar tari Banyuwangi masih banyak yang tidak mengetahui mengenai
UUHC, Pada kenyataannya, tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat
utamanya Pencipta tari Banyuwangi terhadap hak cipta masih rendah, sehingga
kondisi ini menjadi lebih buruk lagi karena kurangnya kemampuan untuk
mengakses informasi serta minimnya pemahaman aparat penegak hukum maupun
pejabat dinas terkait mengenai arti penting hak cipta. Hal ini disebabkan beberapa
hal, antara lain: kurangnya sosialisasi, tidak mengetahui pemahaman yang
sebenarnya, mengenai makna dan fungsi serta ketentuan-ketentuan UUHC 2014
dan fasilitasi bantuan pendaftaran Hak Cipta.

b) Kurangnya Kesadaran Hukum Pihak Pencipta tari Banyuwangi untuk


Mencatatkan Hak Cipta terhadap karya Tari kreasi baru Ciptaannya

Untag Banyuwangi
76

Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta atas karya tari kreasi baru di
sanggar tari Banyuwangi memiliki manfaat yang besar bagi penciptanya.
Walaupun tidak ada keharusan atau kewajiban untuk mencatatkan ciptaanya
namum alangkah baiknya jika dilakukan pendaftaran atau pencatatan hak cipta
atas seni tari kreasi baru Banyuwangi agar memperoleh perlindungan hukum yang
pasti. Pendaftaran Hak Cipta bagi pencipta maupun pemegang Hak Cipta
berfungsi sebagai alat bukti awal di pengadilan bila di kemudian hari timbul
sengketa mengenai hasil karya cipta tersebut.
Di kabupaten Banyuwangi yang terjadi adalah Minimnya kesadaran hukum
para Pencipta Tari Banyuwangi untuk mendaftarkan karya seni tari kreasi barunya
dapat disebabkan kurang paham tentang hak cipta dan pencatatan hak cipta
disamping itu juga tidak adanya keharusan melakukan pencatatan atau
pendaftaran. Sistem yang berlaku pada UUHC 2014 adalah deklaratif. Menurut
hukum hak cipta, suatu ciptaan yang diwujudkan dari suatu ide akan secara
otomatis dilindungi pada saat ciptaan itu diumumkan atau diperbanyak pertama
kali oleh pencipta atau pemegang hak cipta.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Suhendro Kasi
Standarisasi Dan HaKi Dinas perdagangan, Perindustrian dan Pertambangan di
Banyuwangi Mengatakan bahwa pemahaman pencipta tari Banyuwangi tentang
hak cipta dan pentingnya proses pencatatan atau pendaftaran masih rendah. 69 Hal
ini terbukti dari sekian banyak pencipta tari di Banyuwangi yang melakukan
proses pendaftaran hak cipta karya tari hanya berjumlah 1 (satu) pencipta tari saja.
Untuk pencipta tari Banyuwangi yang lain belum begitu tertarik untuk
mendaftarakan Hak cipta karya tari kreasi baru ciptaannya.
Dari hasil wawancara dengan para pencipta tari di Banyuwangi ada
beberapa faktor yang menyebabkan pencipta tari di sanggar tari Banyuwangi tidak
tertarik untuk memanfaatkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 melalui
instrument pendaftaran Hak Cipta seni tari kreasi baru ciptaanya diantaranya
adalah sebagai berikut: 70
1. Motivasi untuk mendaftarkan hak cipta masih rendah.
69
Wawancara dengan Kasi Standarisasi Dan HaKI Agus Suhendro Disperindagtam Kabupaten
Banyuwangi tanggal 25 Agustus 2016
70
Hasil Wawancara di lapangan dengan semu pencipta tari Banyuwangi yang Menjadi Responden

Untag Banyuwangi
77

Hal ini disebabkan karena pencipta Tari menganggap belum perlu dilakukan,
Karena nominalnya tak seberapa karena tidak pernah ada pembayaran royalti
atas karya tari tersebut selama ini hanya bersifat menyewa sanggar tarinya
saja ditambah juga belum pernah adanya sengketa terhadap karya tari di
Banyuwangi di rasa pendaftaran hak cipta tidak akan memberikan manfaat
secara nyata bagi pencipta tari di Banyuwangi.
2. Tidak mengetahui prosedur.
Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diberikan kepada senaman tari
di Banyuwangi tentang tata cara pendaftaran/pencatatan hak cipta.
3. Mahalnya Biaya.
Biaya di sini dimaksud adalah Biaya Perekaman Untuk merekam Hasil Karya
Tari yang menjadi bagian persyaratan pendaftaran dan juga biaya akomodasi
karena pendaftaran dilakukan di pusat yakni di Jakarta.
4. Rumit,
Hal ini dikatakan rumit karena dalam pencatatan sebuah karya tari, karena
salah satu persyaratan dalam pendaftaran hak cipta tari harus disertakan
sebuah deskripsi tari terdapat notasi tari yang disebut notasi laban, notasi
laban ini tidak semua seniman bisa menggunakan notasi tersebut. Diskripsi
secara manual saja masih sulit apalagi notasi laban tersebut.

c) Kurangnya kepedulian untuk melindungi karya cipta tari barunya atas


penjiplakan atau peniruan gerak tari kreasi baru Ciptaanya
Dilatarbelakangi kurangnya wawasan masyarakat khusunya pencipta tari
Banyuwangi mengenai pentingnya hak cipta karena kultur budaya masyarakat di
Banyuwangi bersifat tradisional atau murni dan menganggap suatu karya seni
adalah untuk dinikmati orang lain serta lebih condong bersifat menerima terhadap
eksploitasi hasil karyanya. Bahwa kebanyakan Pencipta tari di sanggar tari
Banyuwangi tidak mempermasalahkan karya cipta tari kreasi baru hasil ciptaanya
ditiru pihak lain dan tidak ada keinginan untuk menuntut secara hukum, sekalipun
disadari bahwa perbuatan itu dapat merugikan Pencipta Tari tersebut. Mereka
memandang bahwa karya cipta tidak hanya semata-mata bernilai materi belaka,
akan tetapi mempunyai nilai sosial dan religius.

Untag Banyuwangi
78

Di samping rasa solidaritas yang menjadi pedoman hidup bagi masyarakat


Banyuwangi hidup bermasyarakat, membuat pencipta tari Banyuwangi cenderung
menghindari konflik di antara mereka, karena para pencipta tari yakin benar
dengan ajaran agamanya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, sehingga tidak
perlu terjadi konflik. Perlindungan Hak Cipta pada tahap penegakkannya selalu
berbenturan dengan budaya dan norma asli dari masyarakat asli atau masyarakat
adat Indonesia khususnya masyarakat Banyuwangi, karena nilai-nilai yang
melatar belakangi memang berbeda, Pencipta tari Banyuwangi mengutamakan
kebersamaan dan solidaritas, sedangkan Hak Cipta berasal dari sistem ekonomi
kapitalis yang disasarkan pada nilai individualisme.
Atas dasar kondisi pelaksanaan hukum hak cipta di Kabupaten Banyuwangi
yang memiliki kendala-kendala diatas yang cukup kompleks disemua pihak baik
pencipta tari dan Pemerintah Daerah Banyuwangi harusnya ada suatu langkah
untuk memperkuat budaya hukum pengusaha batik di Kabupaten Banyuwangi
agar UUHC 2002 dapat dilaksanakan pelaksanaan hukum yang lebih efektif. Baik
langkah untuk menghadapi faktor-faktor yang menjadi kendala tersebut. Adapun
langkah-langkah yang dapat dicapai menurut pemikiran penulis untuk mengatasi
hambatan tersebut secara umum adalah sebagai berikut:
- Pencipta tari Banyuwangi lebih peduli untuk melindungi karya cipta tari
kreasi barunya agar tidak mudah di ambil alih pihak lain.
- Pemerintah daerah berperan aktif memberikan sosialisasi kepada para
pencipta tari di Kabupaten Banyuwangi untuk meningkatkan kesadaran
hukum dan arti pentingnya hak cipta.
- Memberika pengetahuan dan pemahaman mengenai arti penting pendaftaran
hak cipta terhadap karya seni tari kreasi baru Banyuwangi sehingga dapat
motivasi kepada pecipta tari agar mendaftarkan hak cipta seni tari kreasi
barunya. Juga mempermudah prosedur pendaftaran hak cipta karya tari
Langkah tersebut dimaksudkan sebagai upaya agar perlindungan Hak
Cipta karya tari kreasi baru di Banyuwangi bisa maksimal, sehingga tidaklah
terjadi sebuah pelanggaran Hak Cipta yang dapat merugikan Pencipta tari
Banyuwangi sendiri.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Untag Banyuwangi
79

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan


pada bab sebelumnya yang mengacu pada rumusan masalah, maka penulis
menyimpulkan sebagai berikut:
e.1 Kesimpulan
a. Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni tari kreasi baru di
sanggar tari Banyuwangi belum maksimal. Hal ini dikaitkan dengan
kebiasaan dikalangan seniman tari Banyuwangi yang masih saja mengutip
atau mengambil dan meniru beberapa gerakan tari dari karya tari cipta tari
kreasi baru seniman tari Banyuwangi lain dan juga saat melakukan
pertunjukan Seni tari kreasi baru tanpa meminta izin terlebih dahulu dari
pencipta karya tersebut. Kurang memaksimalkan Pendaftaran Hak Cipta
oleh kalangan pencipta tari Banyuwangi selama ini upaya yang di lakukan
seniman tari Banyuwangi untuk melindungi hasil karya tarinya dengan
mendokumentasikannya berupa diskripsi tulisan dan direkam berbentuk cd
(compac disk). Tetapi Pemerintah Propinsi Jawa timur sudah pernah
memberikan fasilitas pendaftaran hak cipta pada Tahun 2004 yaitu,
Pertunjukan Gandrungan, Jejer Jaran Dawuk, Jejer Gandrung atas Nama
Bapak Sumitro Hadi, agar mendapatkan suatu perlindungan yang autentik atas
karya seni tari kreasi baru Banyuwangi tersebut. Sebenarnya perlindungan
hukum hak cipta seni tari kreasi baru di sanggar tari Banyuwangi ini didapatkan
langsung pada saat diumumkan pertama kali, namun demikian pendaftaran ini
penting yang nantinya dijadikan sebagai pembuktian autentik atas karya seni
tari kreasi baru tersebut.
b. Kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap karya seni
tari kreasi baru di sanggar tari Banyuwangi disebabkan beberapa hal yaitu:
pengetahuan dan pemahaman yang lemah pencipta tari dan Pemerintah
Daerah Banyuwangi terhadap Hak Cipta, kurangnya kesadaran hukum pihak
pencipta tari Banyuwangi untuk mencatatkan Hak Cipta terhadap karya Tari
kreasi baru Ciptaannya dengan berbagai faktor. Keperdulian untuk
melindungi karya cipta tari barunya atas penjiplakan atau peniruan gerak
tari kreasi baru Ciptaannya sangatlah kurang. Hal inilah menyebabkan
banyak terjadinya pelanggaran Hak Cipta
b.1 Saran

Untag Banyuwangi
80

Pada bagian terakhir ini, beberapa saran dengan harapan saran ini dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait. Adapun saran tersebut
antara lain :
a. Dirjen HaKI perlu lebih mendayagunakan tugas dan wewenangnya dengan
cara membuka kantor pelayanan di setiap perwakilan Kabupaten atau kota,
untuk memudahkan pendaftaran karena pendaftaran di Ibu Kota ataupun Ibu
Kota Propinsi dirasa masih terlalu jauh dan membutuhkan biaya yang lebih
besar. Apabila tidak dilakukan pembukaan kantor perwakilan maka para
seniman tari masih tetap enggan untuk mendaftarkan karya cipta Seni tari
kreasi Barunya, dikarenakan tempat pendaftaran yang jauh sehingga
membutuhkan biaya akomodasi yang relatif tinggi dan hal tersebut
menyebabkan beban pendaftaran yang semakin tinggi pula. Prosedur
Pendaftaran Hak cipta sendiri juga tidaklah mempersulit Seniman Tari
sendiri.
b. Pemerintah Daerah Banyuwangi perlu melakukan upaya dalam
pengembangan, mendata dan mengiventaris Karya Seni tari kreasi Baru
yang dihasilkan oleh seniman tari di sanggar tari di Kabupaten Banyuwangi
ini melalui Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi dan
juga membina Seniman Tari Banyuwangi agar lebih memperdulikan karya
tari kreasi baru yang sudah berhasil diciptakan seniman tari Banyuwangi.
c. Selain itu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan dan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi bekerja sama
memberikan suatu tindakan yang positif dalam memperhatikan suatu Karya
Cipta tari kreasi baru yang di ciptakan seniman tari Banyuwangi dengan
memberikan sosialisasi mengenai pentingnya HaKI pada umumnya dan hak
cipta pada khususnya, keuntungan pendaftaran Hak Cipta kepada pelaku
seni pada umumnya dan khususnya pada Seniman Tari Banyuwangi.
d. Seniman Tari Banyuwangi perlu mengubah pola pemikiran yang kurang
tepat mengenai hak cipta itu sendiri, sehingga para seniman tari
Banyuwangi merasakan betapa pentingnya perlindungan hukum hak cipta
terhadap karya cipta yang telah diciptakannya dan akhirnya mendaftarkan
karya cipta tari kreasi barunya melalui hak cipta.

Untag Banyuwangi

Anda mungkin juga menyukai